Chereads / Little Wife And Life / Chapter 12 - ( Kemana Renata? )

Chapter 12 - ( Kemana Renata? )

Pagi hari di hari rabu. Usai menjalankan kewajibannya dari subuh Kaila memutuskan untuk mandi karena akan pergi ke sekolah.

Namun Kaila bingung dengan tas nya yang ada di rumah. Bagaimana dia bisa sekolah sedangkan buku-bukunya berada di dalam tas itu.

Tok Tok Tok Tok 

Sura ketukan pintu dari luar Kaila pun melangkah untuk membuka pintu itu.

Ceklek

Terlihat di sana wajah Arkan dengan rambutnya yang basah. Sudah rapih dengan kaos hitam jacket levis dan harum maskulin.

" Gua kesini cuma mau bilang lo gausah sekolah hari ini," Ucapnya dengan muka datar.

Kaila mengeryit

" Maksudnya gimana?," Tanyaku yang masih belum paham. 

" Ibu yang akan ngomong nanti. Dan Ibu juga udah minta izin lo gak masuk hari ini sama wali kelas,"

Aku hanya mengangguk pasrah.

" Itu aja gua ke bawah lagi ," Ucap Arkan dan melenggang pergi.

Setelah melihat Arkan pergi aku masuk ke dalam kamar untuk ganti baju. Namun saat aku membuka pintu

" Kaila ," Panggilan Arkan yang kembali lagi membuatku kaget.

" Apa?," Aku membalikan tubuhku dan menatap pemuda itu lagi.

" Gua mau tanya. Apa lo masih mimpi itu?," Tanya Arkan dengan wajah serius.

" Engga sih. Cuma aku nemuin sesuatu aja,"

Arkan mengeryit

" Sesuatu apa?," 

" Kemarin di loker aku nemuin selembar foto Ayah bersama pria parubaya , Dan di foto itu hanya wajah pria itu yang tersobek," Ucapku yang masih teringat dengan foto itu.

" Terus?," Alis Arkan terangkat ke atas.

" Dan aku berinisiatif buat cari foto yang sama di ruang kerja Ayah dan aku berhasil temuin foto itu. Nama pria di samping Ayah adalah Heru karena aku liat dari belakang fotonya," 

" Heru?," Ucap Arkan yang bingung dengan nama itu.

Aku mengangguk

" Kaila Arkan," Suara bariton membuat ku dan Arkan terperanjat.

Ayah Aris Batin Kaila.

Ayah Batin Arkan.

Aris yang menguping pembicaraan Arkan dan Kaila sedari tadi di balik pintu tanpa mereka ketahui. Langsung keluar untuk menemui mereka.

" Ayah ," Ucap Kaila dan Arkan.

" Ayah sudah dengar apa yang kalian bicarakan tadi. Dan untuk kamu Kaila apa boleh Ayah melihat foto itu?," Wajah Aris menatap Kaila dengan serius. 

Tubuh Kaila dan Arkan menegang.

" Boleh tapi fotonya ada di rumah," Jawabku yang gugup.

" Kalian gak usah tegang gtuh santai aja," Sahut Aris terkekeh.

" Gimana gak tegang wajah Ayah gitu," Sahut Arkan dengan muka datar.

" Iya maaf-maaf udah buat kalian tegang, nanti kamu bawa fotonya ke ruang kerja Ayah ya Kai biar Arkan yang antar kamu ke rumah nanti buat ambil," Titah Aris melihat ke arah Kaila dan juga Arkan.

" Iyah yah ," Ucapku menurut saja.

" Kalian di sana jangan macam-macam. Nunggu sah ajah kalau mau ," Ucap Aris tersenyum jahil.

Arkan mendelik pada Aris. Sedangkan Kaila menahan malunya.

" Udah ah Arkan mau kuliah. Gak jelas Ayah tuh," Sahut Arkan langsung pergi dengan wajah kesalnya.

" Anak itu ," Aris tertawa renyah melihat wajah kesal Arkan.

" Ada apa sih ini ko gak ajak-ajak Ibu ," Tanya Talita yang baru saja datang.

" Gak ada apa-apa ko sayang," Aris mengelus sehelai rambut Talita.

Dunia seakan milik berdua yang lain ngontrak Batinku tersenyum geli.

" Udah jangan so romantis malu di liatin Kaila," Omel Talita pada Aris.

" Gapapa ko Bu anggap Kaila gaada ," Ucapku tersenyum jahil.

" Jangan gitu dong nak,"

" Ya sudah Ayah pergi aja karena ada dokumen yang harus di urus. Kalian selamat bersenang-senang ," Ucapnya tersenyum dan melenggang pergi. 

Kini tersisa aku dan Ibu Talita di sini setelah Ayah Aris pergi.

" Ibu kenapa Kaila gak boleh sekolah hari ini?," Tanyaku pada Ibu Talita yang sedang terdiam.

" Maaf sayang karena ada yang ingin Ibu sampaikan sama kamu?," Jawabnya dengan wajah yang serius.

" Apa Bu?," Jawabku yang sudah panik duluan.

" Pernikahan kamu dan Arkan akan di percepat jadi hari Selasa , dan semuanya sudah Ibu dan Ayah yang urus. Jadi besok kita akan fitting bajunya. Harusnya sih hari ini tapi tante Dewi mendadak ada urusan,"

Mataku membulat sempurna. Secepat ini kah pikirku.

Aku menormalkan kembali wajahku ini agar tidak terlihat tegang dimata Ibu Talita.

" Kenapa di percepat Bu?," Tanyaku sedikit penasaran.

Terlihat Ibu Talita langsung diam dengan wajahnya yang berubah menjadi sendu. Ada apa ini kenapa Ibu mendadak diam seperti ini pikirku.

Kemudian wajah cantik itu kembali tersenyum dan mengelus pucuk rambutku.

" Kita duduk di sopa biar enak ngobrolnya," Aku mengekornya dari belakang dan kami duduk di sopa yang ada di lantai 2.

" Rumah Ibu tenang dan nyaman ,"

" Tapi tetap aja Ibu merasa kesepian kalau Ayah sama Arkan gak ada,"

" Memangnya gaada pembantu Bu?,"

" Ada tapi mereka sedang pulang , besok akan kembali kesini ,"

Aku mangut-mangut.

" Soal yang tadi gimana Bu?," Aku bertanya karena masih merasa aneh dengan pernikahan ku yang di percepat ini. Buat penasaran aja.

" Jadi nak Ibu sudah anggap kamu sebagai putri kandung Ibu sendiri, apa Ibu salah kalau ingin pernikahan kalian di percepat?," Jawab Talita dengan wajah terlihat murung.

Aku yang sadar dengan itu tidak tega karena Ibu Talita sudah baik , aku tidak ingin membuat hatinya terluka jadi aku akan mengalah walau rasanya aku juga masih kaget.

" Ngga salah Bu. Kaila gak masalah," Aku tersenyum padanya. Dan kini wajah murung itu ikut tersenyum juga.

Kaila bernafas lega melihat senyuman itu.

" Terimakasih sayang ,kamu anak yang baik," Talita memeluk tubuh kecil Kaila dengan sayang.

Hangat Batinku dan membalas pelukan itu.

" Sama-sama Bu ,"

Gelar istri akan aku terima dalam waktu sebentar lagi. Pasti rasanya akan sedikit berbeda.

Namun aku mengakui aku mulai menyayangi Ibu Talita dan Ayah Aris. Dari mereka aku bisa merasakan lagi kehangatan keluarga.

" Oiya Ibu hampir lupa. Ibu udah masakin makanan enak buat kamu ayo kita makan dulu ," Ucap Talita melepaskan pelukannya.

" Boleh Bu ," Aku menerima tawarannya karena cacing di perutku juga sudah minta makan.

" Ayo nak ," Ajaknya menggandeng tanganku untuk turun ke bawah.

Tidak butuh waktu lama aku telah sampai di meja makan itu. Aku langsung duduk begitu saja tanpa melihat menu apa yang sudah tersaji di sana.

" Kamu makan yang banyak yah," Ucapnya tersenyum lalu memberikan aku piring.

" Iya Bu ," Aku mengambil piring itu darinya dan langsung menatap menu yang ada di atas meja.

Aku menelan salivaku sudah payah.

" Kamu ko diem aja?," Ucap Talita yang heran karena Kaila malah diam.

Luar biasa bisa gendut aku kalau makan nya tiap hari kaya gini terus Pikirku yang masih terpaku melihat hidangan ini.

" Apa ini gak kebanyakan Bu?,"

" Segini gak banyak sayang ," Jawab Talita terkekeh.

Meja makan ini penuh dengan berbagai macam hidangan yang sudah tertata rapih. Di sana juga ada cake coklat belum lagi buah-buahan. Dan ini hanya sedikit katanya.

Ini sih bisa 1 RT Batinku.

" Kaila mau sama rendang aja Bu?," Ucapku langsung mengambil rendang itu.

" Iya kalau kurang kamu tambah jangan sungkan , Ibu mau susul Ayah dulu? kamu gak ke beratan kan Ibu tinggal?,"

" Iyah Bu gapapa ko ,"

" Yaudh Ibu tinggal dulu yah ,"

" Iyah Bu,"

Selepas Ibu Talita pergi aku jadi sendirian sekarang di sini dengan hidangan yang banyak.

Aku pun mulai melahap makanan ku hingga tandas.

Tiba-tiba dering ponsel ku berbunyi.

Aku mengambil benda tipis itu dan melihat siapa yang telah menghubungiku di jam segini.

Andin

Kaila mengeryit

Langsung ku angkat telfon dari Andin takut ada yang penting.

" Hallo Din kenapa? ," Panggilku padanya.

" Kaila lama banget angkat telfon nya ," Pekik Andin di sana.

" Ck berisik ih sakit kuping , kamu kangen sama aku ya?," Godaku padanya.

Andin menghela nafas di sana.

" Bukan itu , lo gak masuk Renata juga sama , gua sendiri di sini ," Omel Andin.

Renata gak masuk. Kemana dia Pikirku.

" Kaila woi," Panggilnya lagi.

" Eh Iyah Din maaf. Besok aku masuk sekolah ,"

" Harus itu ,"

" Iya baru juga sehari udah kangen aja," Aku cekikikan

Andin di sana memutar bola matanya malas.

" Ngeselin. Yaudh Kai ada orang gua matiin dulu, Dah Kai ," Bisik Andin kemudian mematikan telfonnya.

Sambungan telfon dari Andin terputus.

Huhff

Aku menghela nafas. Kemana Renata aku khawatir padanya nomer nya juga gak aktif. Terakhir aku melihat dia semalam.

"Semoga dia baik-baik aja ," Gumamku.

°°°°

Di Universitas Harvey College.

POV Arkan.

Arkan sedang bersama dengan teman-temannya di kantin karena sudah tidak ada lagi mata kuliah. Jadi mereka memanfaatkan waktu untuk membahas soal yang Vito katakan di grup semalam.

Di sinilah sekarang mereka sedang menatap wajah Vito dengan wajah serius membuat Vito geleng-geleng kepala.

" Lama ih?," Omel Reno yang sudah tidak sabaran.

" Tau vit lamain lo malah geleng-geleng kepada," Timpal Raihan yang sudah kesal.

" Semalam aja lo berdua malah ledekin gua ," Jawab Vito cuek.

" Vit jadi gimana kelanjutan semalam?," Aku pun akhirnya buka suara.

Vito menghela nafas dan mulai bercerita kepada mereka.

Flasback On.

POV Vito.

Malam itu selepas Vito pamit pulang pada Reno dan Raihan. Vito memutuskan untuk ke hotel karena om nya tiba-tiba ingin bertemu. Namun saat masuk tatapan Vito mengarah pada wanita yang sangat dia kenali yaitu Melinda sedang berjalan dengan pakaian seksi nya.

Gua penasaran mau apa dia di sini Batin Vito.

Tanpa ingin kehilangan jejak Melinda aku memutuskan untuk mengikutinya dulu karena dia sangat mencurigakan.

Aku melangkah ke resepsionis untuk mencari informasi. Dan sesampainya di sana aku mulai bertanya namun mereka enggan memberitahuku karena dia berada di kamar khusus hanya orang tertentu yang boleh masuk.

Tetapi aku tidak ingin menyerah aku berusaha untuk bujuk mereka karena aku ingin masuk ke sana. Meskipun aku udah bilang kalau aku ini ke ponakan pemilik hotel namun mereka tetap tidak percaya. Dengan kesal aku menyuruh om Firli untuk menemuiku sebentar.

" Maaf om aku suruh om kesini karena mereka gak percaya," Ucapku karena sudah frustasi menghadapi resepsionis ini.

" Lagian kamu ini mau ngapain Vito. Kamar itu di pesan oleh teman bisnis om jangan aneh-aneh kamu di sana bahaya," Jawab om Firli menatap wajah keponakan kesayangannya ini.

" Gak aneh ko om. Dan aku juga mau pinjam baju pelayan untuk bisa masuk ke dalam sana,"

" Tapi Vito om tidak mau kamu kenapa-kenapa nanti om yang di salahkan sama Ayah kamu,"

" Aman ko om , aku gak akan kenapa-kenapa. Percaya sama aku," Ucapku meyakinkan om Firli yang tengah menatapku khawatir.

Om Firli menghela nafas pasrah.

" Baik cepat kembali , Karena ada yang ingin om katakan juga sama kamu ,"

" Iya om ," Aku pamit pada om Firli untuk mencari baju pelayan.

Dengan buru-buru aku mencari baju itu namun aku tidak mendapatkanya. Tiba-tiba sebuah tepukan membuatku kaget.

" Ka cari apa?," Sahut pemuda yang menepukku tadi.

" Cari baju pelayan,"

" Ponakan pak Firli yah ?,"

Aku mengangguk

" Ko tau?," Alisku terangkat ke atas.

" Tadi pak Firli bilang sama saya untuk kasih baju ini sama kaka," Ucapnya menyerahkan baju pelayan itu kepadaku.

Aku menghela nafas lega akhirnya aku bisa masuk juga berkat om Firli.

" Makasih tunggu gua di luar," Jawabku mengambil baju itu.

" Baik ka,"

Edisi sat set. Aku sudah memakai baju ini ukuran nya pun sudah pas di tubuhku.

Aku melangkah menemui pemuda tadi yang umurnya sekitar 20an aku lihat. Dan aku langsung menghampiri dia yang sedang memegang troli makanan.

" Nama lo siapa?,"

" Nama saya Bimo ka,"

" Makasih bajunya , Dan ini untuk siapa?," Tunjuku pada troli itu.

" sama-sama ka, Ini untuk kamar khusus itu ,"

Aku tersenyum miring.

" Kalau gitu biar gua aja yang bawa ini, lo balik aja ,"

" Baik ka ," Bimo pergi meninggalkan Vito.

Dengan semangat aku mengubah wajahku agar Melinda tidak curiga.

Di rasa sudah pas aku mulai berjalan untuk menuju kamar itu.

Aku menelan salivaku dengan susah payah saat melihat pintu masuk kamar itu.

Gila gede-gede banget menekinnya Batinku melihat pengawal yang sedang berjaga di pintu luar.

" Permisi saya pelayan hotel ingin mengantar makanan,"

" Silahkan ,"

Aku bersorak senang akhirnya bisa masuk ke dalam juga dengan mudah.

Dengan hati-hati aku mulai masuk kamar ini. Dan langsung di sambut oleh bau asap rokok dan juga minuman keras membuatku sangat mual. Namun demi tujuan aku akan menahan semua ini.

Aku mulai menjelajahi ruangan ini ada sekitar 10 orang di dalam sini. Di antaranya 7 pria parubaya dan 3 pengawal.

Mereka ini gak ingat istri sama anak apa. Udah tua bukannya sadar malah makin menjadi-jadi Batinku geram melihat 7 pria parubaya itu.

" Maaf kita telat," Teriak wanita dengan tawanya.

Suara itu kaya kenal . Aku membalikan tubuhku untuk melihat pemilik suara itu.

Deg

Mataku terpaku saat melihat gadis yang kemarin. Baru saja keluar dari kamar mandi tanpa busana bersama dengan ratu kalajengking di sebelahnya.

Aku melihat manik matanya tersirat rasa takut dan kesedihan yang mendalam. ingin aku membawanya keluar tapi mungkin akan sangat sulit.

" Kamu ngapain diri terus , sana bersihin lantai itu tadi minuman tumpah di sana ," Ucap seorang pengawal bertubuh kekar membuatku kaget.

" Ba-baik pak," Jawabku gagap.

Aku mulai melangkah untuk membersihkan lantai yang tadi orang itu katakan. Sambil mencuri pandang pada gadis itu.

" Melinda ini uang untuk kamu karena membawa gadis yang sempurna," Sahut pria parubaya menyerahkan segepok uang.

" Makasih uang nya om Rian," Melinda mengambil uang itu sambil tersenyum senang.

Muak banget rasanya pengen gua cabik-cabik tuh muka Batinku.

" Sini sayang duduk," Pria parubaya itu menarik paksa tangan gadis itu.

Mereka mulai melakukan aksi bejatnya. Gadis itu sedang berusaha meronta-ronta melepaskan dirinya.

" Mel tolong kasih tau dia untuk diam ,"

" Baik om," Jawab Melinda lalu menarik tangan gadis itu.

" Sini lo,"

" Aws sakit mel ," Pekik gadis itu.

" Lo diam gausah banyak gaya. Atau gua bakalan buat Ayah lo gaada mau ," Melinda mengancam gadis itu.

" Ja-jangan mel iya aku akan diam ," Jawab gadis itu dengan suara yang bergetar.

" Bagus. Harga diri lo belum bisa nutupin hutang-hutang bokap lo jadi nurut yah cantik ," Ucap Melinda tersenyum miring.

" I-iya,"

Perlakuan Melinda membuatku naik pitam. Ingin rasanya aku lempar dia dari lantai atas ini.

" Nih om udh jinak," Sahut Melinda dengan tampangnya yang sangat menjijikan.

Aku kembali memperhatikan gadis itu lagi yang sekarang tengah terdiam dengan perlakuan mereka kepadanya.

Sungguh dadaku sesak melihat semua ini. tanganku sudah terkepal menahan emosi. Aku ingin menolongnya tapi mereka semua di sini banyak aku pasti akan hilang nyawa kalau melawan.

" Akh sakit jangan ,"

" Tolong sakit ,"

" Hiks jangan ,"

Tubuhku menegang dengan apa yang mereka lakukan pada gadis itu. Mereka melakukan anal secara bergantian membuat gadis itu kesakitan yang sangat luar biasa.

Tangisan dan juga teriakan gadis itu tidak mereka perdulikan mereka semua tertawa dengan bahagia. Apalagi wanita keji ini sedang tersenyum sambil memegang uang yang sangat banyak.

Nikmatin aja Mel kesenangan lo dari rasa sakit orang lain hari ini. Tapi tidak untuk besok. Tangan Vito terkepal sangat kuat.

Aku kembali menatap tubuh gadis itu yang sekarang tengah terkulai lemas dengan wajah yang pucat. Tubuhnya bergetar namun mataku membulat sempurna saat melihat cairan kental berwarna merah menetes di lantai dengan sangat banyak.

Tubuhku melangkah sendiri ingin memeluk gadis itu namun tiba-tiba tangan kekar mencekal tanganku.

" Mau kemana kamu?," Tanya pengawal itu dengan wajah sangar.

" Mau keluar tugas saya sudah selesai ," Jawabku bohong padanya.

" Baik silahkan ," Jawabnya melepaskan cekalannya di tanganku.

Tidak mungkin aku menghampiri dia sekarang. Hampir aku membuat kesalahan yang fatal dengan nyawa sendiri.

Dengan lemah aku melangkah keluar. Namun sebelum keluar aku menatap sekilas wajah gadis itu yang kini sedang terdiam dengan aksi mereka seperti tadi. Tidak ada lagi tangisan dan juga teriakan di wajah pucatnya.

Secepatnya aku akan membawa dia keluar dari penderitaan orang-orang bia*ab ini. Terutama dalangnya dia harus merasakan yang lebih dari gadis ini rasakan.

Kemudian aku keluar dengan perasaan sedih.

Flasback Off

" Gila gak nyangka gua selain gak tau malu dia juga keji ," Sahut Reno dengan emosi.

" Gua setuju kita harus buat S Melinda masuk penjara ," Timpal Raihan sudah geram.

" Tapi kita harus buat rencana untuk bisa jebak dia. Kita juga jangan gegabah ," Ucapku kepada mereka.

" Iya Ar gua juga udah ceritain ini sama om Firli. Dia siap bantu kita kalau ada apa-apa ," Sahut Vito dengan wajah datarnya.

" Lo tenang aja kita akan bantu lo untuk bisa keluarin gadis itu dari cekalan nenek lampir ," Ucap Reno sambil menepuk pundak Vito.

" Makasih kalian mau bantu gua ,"

" Ini gunanya sahabat , lagian tindakan lo mulia Vit mau bantu orang ,"

" Gua cuma kasian sama dia Han. apalagi darah itu, gua gak tau nasib dia sekarang gimana ," Ucap Vito dengan wajah lesu.

Raihan dan Reno saling pandang. Karena tidak biasanya Vito seperti ini yang kita tau Vito terkenal cuek dan dingin , bahkan tidak terlalu memperdulikan sekitarnya. Tapi hari ini ada sisi lain yang sangat berbeda dari Vito semua itu karena gadis yang ingin dia tolong.

" Lo jangan khawatir semoga dia baik-baik aja,"

" Makasih Ar gua harap begituh ,"

" Yaudah gua cabut dulu , kalau ada apa-apa kabarin gua ,"

" Oke Ar hati-hati ," Sahut mereka kecuali Vito hanya mengangguk.

Aku melangkah pergi meninggalkan mereka karena hari ini aku harus mengantar anak kecil itu kerumahnya.

" Kaila pasti nungguin gua ," Ucapku dengar diri sendiri.

°°°°

Di kediaman Aris. Pukul 2:30

Kaila kini terlihat sangat gelisah dan juga kesal.

Gelisah karena Renata belum juga ada kabar dan kesal karena Arkan tidak kunjung keliatan juga batang hidungnya.

Kemana sih tuh es batu Batin Kaila yang sudah kesal.

Lama Kaila menunggu hingga 2 jam tapi Arkan belum juga muncul. Karena Kaila juga ingin pulang dan mencari informasi tentang orang yang bernama Heru.

Pasti Ayah belum pulang makanya Kaila ingin memanfaatkan waktu itu. Untuk pergi ke ruang kerja Ayah siapa tau selain foto ada yang lain.

Kaila akhirnya menyerah dan memilih duduk karena pegal.

Tidak lama terdengar deru mobil di luar. Kaila pun bangun lalu mengintip dari jendela dan terlihat di halaman mobil Arkan yang baru datang.

" Baru nongol juga tuh ," Ucap Kaila.

Kaila menunggu Arkan masuk. Dan pemuda itu sedang berjalan ke arah sini.

" Baru datang mas," Ucapku padanya.

" Sorry macet tadi ," Jawab Arkan bohong.

" Yaudh. Mau mandi dulu apa langsung?,"

" Mandi dulu badan gua udah lengket,"

" Ok Ar,"

" Tunggu ," Ucapnya lalu melenggang pergi.

" Nunggu lagi. Udah tau nunggu itu gaenak," Dumelku.

Sambil menunggu Arkan aku memilih untuk mendengarkan lagu dengan mata yang terpejam. Tiba-tiba aku jadi rindu pada Ayah.

Hanya dengan memandang fotonya saja di galeri tidak bisa menghilangkan rindu itu. Aku ingin bertemu dengannya langsung. Ingin sekali memeluknya aku sangat rindu padanya.

Kenapa harus Berlin yang Ayah sayangi kenapa bukan aku lagi. Apa aku ini anak yang tidak berguna sehingga Ayah membuangku seperti ini.

Aku menahan sesak bertahun-tahun tapi aku tidak apa asalkan aku bisa bersama dengan Ayah . Namun sekarang aku jauh darinya dan dia di sana pun sedang bahagia dengan keluarga barunya itu tanpa diriku.

30 menit Kaila masih dalam posisi yang sama. Hingga sebuah tepukan membuatnya membuka mata.

" Kai," Terlihat Arkan di sana dengan raut wajah khawatir.

" Arkan ,"

" Lo kenapa?," Tanya Arkan bingung karena melihat Kaila menangis.

Aku memeluk Arkan tanpa permisi.

Dan Arkan membalas pelukan Kaila.

" Aku tiba-tiba rindu Ayah Ar," Jawabku lirih.

" Lo tenang nanti juga Ayah lo pulang ko," Ucap Arkan menenangkan Kaila.

" Tapi aku ga bisa peluk dia. Karena dia udah gak sayang aku lagi Ar,"

" Lo jangan kaya gitu. Ayah lo sayang sama lo Kai,"

Kaila masih saja terisak di dalam pelukan Arkan. Membuat Arkan pusing sendiri untuk membujuknya. Namun Arkan memiliki sebuah ide semoga saja berhasil.

" Udah yah tenang. Seorang Ayah gak mungkin gak sayang sama anaknya. Cuma cara mereka aja yang berbeda menyalurkan kasih sayang itu," Ucap Arkan sambil mengelus pucuk rambut Kaila.

" Apa ini benar?," Tanyaku yang sudah tidak terisak lagi.

" Benar. Jadi jangan berfikiran buruk tentang Ayah lo Kai,"

" Iyah Arkan maksih ," Aku melepaskan pelukan dari Arkan.

" Mau es krim?," Tawar Arkan tersenyum.

" Boleh ," Aku mengangguk semangat.

" Yu sekalian kita kerumah lo, jangan nangis lagi jelek ,"

" Iyah ,"

" Tunggu dulu , Elap dulu air matanya ," Ucap Arkan kemudian mengambil tisu.

" Sini ," Aku ingin mengambil tisu itu namun Arkan tidak memberikannya.

" Biar gua aja ," Dengan telaten Arkan mengelap sisa air mataku.

Aku melihat jelas wajahnya. Arkan ternyata memiliki alis yang tebal kulit putih bersih. Wajahnya sangat sempurna dengan hidung mancungnya.

" Udah beres , ayo jalan ,"

Aku dan Arkan berjalan menuju luar tidak lupa untuk pamit terlebih dahulu kepada Ayah dan Ibu. Meskipun banyak pertanyaan di sana karena mereka menyalahkan Arkan. Karena mengira dia yang membuatku menangis. Tapi aku sudah menjelaskan ke pada mereka alasan aku menangis bukan karena Arkan. Dan akhirnya mereka percaya.

Namun aku melihat wajah Arkan yang diam saja membuatku merasa bersalah karena aku dia jadi di salahkan tadi. Padahal kan dia gak salah.

Saat ini aku berada di dalam mobilnya Arkan untuk menuju ke rumahku yang tidak terlalu jauh dari sini.

Aku juga ingin meminta maaf kepadanya terlebih dahulu karena masih tidak enak.

" Arkan ," Aku memanggil pemuda itu.

" Kenapa?," Arkan menatapku sekilas.

" Soal tadi aku minta maaf gara-gara aku kamu jadi di salahin ," Ucapku gugup.

" Santai aja kali , gua memaklumi khawatirnya mereka sama lo," Jawab Arkan sangat tenang.

Aku bernafas lega kirain aku dia bakalan marah juga.

" Kalau gitu maksih ,"

" Hem,"

Setelah bicara dengan Arkan aku meneliti jalan berharap aku bisa melihat Renata. Namun aku tidak melihat dia. Ntah perasaan aku mendadak tidak enak.

Aku menghela nafas kecewa.

30 menit kemudian....

Kita sudah sampai di rumahku yang tampak masih sepi.

Karena mungkin Ayah juga belum pulang. Ntah berapa lama mereka akan di sana.

" Ar tunggu aku ambil tas nya dulu ," Ucapku pergi ke lantai 2 menuju kamarku.

" Cepat Kai," Teriak Arkan dari ruang tamu.

Aku geleng-geleng kepala melihat kelakuan pemuda itu.

Kini aku sudah sampai dan mengambil tas itu untuk aku ambil fotonya.

Di rasa sudah selesai aku melangkah turun ke bawah dan terlihat Arkan sedang duduk sambil menonton tv.

" Nih pegang ," Aku menyerahkan foto itu padanya.

Kemudian aku menuju dapur untuk membuatkan Arkan minum takut dia haus.

" Kai lo udah liat belakang foto yang sobek belum?," Tanya Arkan.

" Belum kenapa?," Tanyaku dan duduk di sebelahnya.

" Liat," Arkan menyerahkan foto itu kepadaku.

Tubuhku menegang melihat tulisan di foto itu , apa maksudnya ini kobisa Pikirku.

Aku masih melihat tulisan itu dengan takut. ( Nyawa harus di bayar dengan nyawa ). Kenapa bisa aku tidak sadar kalau ada tulisan ini.

" Kamu tau artinya apa Ar?," Tanyaku dengan bergetar.

Arkan memeluk tubuh kecil Kaila untuk menenangkannya.

" Sut , selama ada gua lo aman Kai jangan khawatir,"

" Tapi aku takut Ar ,"

" Jangan pernah takut. Lawan orang yang buat lo takut. Ingat lo adalah wanita yang kuat jadi jangan pernah takut sama mereka,"

Aku mengangguk

" Yu kita pergi dari sini ," Ajak Arkan melepas pelukannya.

" Tapi aku mau ke ruang kerja Ayah dulu ,"

" Ok ,"

Setelah itu aku memutuskan untuk pergi sebentar ke dalam ruangan itu siapa tau aku bisa menemukan informasi lagi.

Aku mulai meneliti setiap sudut ruangan ini dan membuka map-map yang ada di sana. Namun aku tidak menemukan apapun lagi.

" Kai udah belum?," Tanya Arkan di ambang pintu.

" Udah. Aku gak nemuin apa-apa di sini ," Jawabku lesu karena tidak bisa menemukan apa-apa lagi.

" Udah yu katanya mau es krim," Ucap Arkan tersenyum jahil.

Mataku berbinar. Karena aku sangat menyukai eskrim.

" Ayo Arkan cepat ," Teriak ku sambil berlari ke arah mobil meninggalkan Arkan yang tampak sedang cengo melihatku.

Arkan mengelus dadanya dengan sabar melihat tingkah Kaila. Karena anak itu memang masih manja dan kekanakan. Dalam hitungan sekejab wajah sedih itu bisa berubah hanya dengan kata es krim. Sangat ajaib Batin Arkan tersenyum geli.

Setelah menutup semua pintu dan menguncinya Arkan pun masuk ke dalam mobilnya dan melihat Kaila yang tengah tertidur.

Tidur juga nih anak , tadi aja semangat pengen es krim Batin Arkan melihat wajah lelap Kaila. Mungkin karena dia lelah banyak menangis hari ini.

Arkan memutuskan tetap membeli es krim itu. Takut gadis ini menagihnya saat bangun nanti.

20 Menit kemudian ..

Arkan keluar dari indoapril membawa kantong berisi cemilan, coklat dan juga es krim untuk Kaila. Karena Arkan mencoba untuk membuatnya merasa tenang dengan cemilan ini agar Kaila tidak sedih juga.

Di rasa sudah selesai Arkan langsung menancap gas mobilnya untuk pulang kerumah.

20 menit kemudian Arkan telah sampai bersamaan dengan bangun nya Kaila.

" Arkan es krim nya mana?," Ucap Kaila sambil mengucek-ngucek matanya.

" Dasar bocah masih ingat aja ,"

" Ih mana,"

" Itu ada Kaila. Turun dulu kita udh sampe ini ,"

Aku membuka mataku dan perlahan turun dari mobil Arkan.

Buk

" Nih gua beliin banyak," Ucap Arkan menyerahkan kantong berisi banyak cemilan juga.

Mulutku tercengang

" Buat aku nih. Makasih loh ," Ucapku dengan senang.

Kemudian aku masuk ke dalam karena takut es krim nya meleleh.

Arkan yang melihat tubuh kecil itu sudah menghilang di balik pintu. Ada rasa khawatir yang tengah di rasakan oleh Arkan.

"Gua gak akan biarin lo kenapa-kenapa Kai," Gumam Arkan.