Chereads / ANGEL BABY / Chapter 4 - BAB 4: THE FLOWER HEART

Chapter 4 - BAB 4: THE FLOWER HEART

Sejak saat itu, Apo benar-benar dilarang total oleh Mile ikut aktif di toko. Dia tidak menerima penolakan, dan Apo menurut bukan karena takut. Lelaki itu juga tak ingin keguguran pertama terulang. Dia hendak memberikan yang terbaik, tapi dunia tak selalu sejalan.

Apo memasuki masa sidang setelah kandungannya masuk ke bulan 4. Dia sibuk revisian sana sini, ikut dosen pembimbing jika sudah bertitah.

Apo bilang, "Aku masih bisa kalau Ata tidak rewel. Tapi akhir-akhir ini dia sering bermanja denganku. Jujur saja rasanya lumayan capek." Dia mengatakannya tanpa menghadap Mile. Lelaki itu memunggungi, padahal baru terbaring. Tatapan matanya mengantuk di cermin rias.

"Mau cuti sampai melahirkan?" tawar Mile yang sama capeknya. Dia baru pulang kerja bahkan belum mandi. Tapi menyempatkan diri untuk dengarkan sang istri.

Maaf, Mile. Kau bahkan belum istirahat, batin Apo yang memandang pantulan cermin. Dia tahu sang suami masih menunggu, lalu menerima pelukannya. "Apa aku terlalu manja?" katanya. Seperti meminta maaf. "Aku mungkin hanya ingin mengeluh."

Mile pun mendekap Apo erat. Hirupan pada ubunnya terasa candu, sementara Apo melelahkan air mata. Dalam kepalanya tergambar pertengkaran dengan Ata tadi siang. Apalagi jika bukan karena si bocah nakal.

Ata menumpahkan susu pada keyboard laptop Apo. Tiba-tiba. Dan berkas revisinya yang ketiga dicoret-coret. Bahkan ada yang dirobek juga. Demi Tuhan padahal Apo hanya ke belakang sebentar! Dia akan mengambilkan kukis, sementara dua babysitter Ata sedang sibuk di halaman. Mereka saling bantu untuk menjemur kasur yang diompoli, tidak tahu majikannya naik darah sendirian.

BRAKHHH!

Ya, Apo refleks marah-marah. Tapi dia tidak memukul Ata. Melainkan langsung syok dan membanting laptopnya sekalian. Lelaki itu membuat sang balita kaget, lalu mereka menangis bersamaan.

Tentu saja Ata yang menjerit-jerit. Sementara Apo merosot duduk di sisi sofa. Dia meremas rambutnya sendiri, sadar pendidikan dulu pernah dia sisihkan. Maka apa Ata tak lebih penting dari kuliah?

Apo pun baru mendekap bayi pertamanya setelah itu.

"Tidak apa-apa, tidak apa-apa, Sayangku ....." kata Mile. Dia mengelus punggung Apo yang terasa berat. Padahal, sang istri yakin Mile jauh lebih susah. Bagaimana dengan laptop yang dihancurkan? Bagaimana dengan 25% uang SPOK? Apo sungguh merasa bersalah, tapi Mile tidak ingin dia kepikiran terus.

Si Romsaithong pun menggandengnya keluar pada malam hari itu. Dia mengajak Apo jalan sebentar di taman, sekedar mengheningkan batin masing-masing. Tidak ada pembicaraan berarti diantara mereka. Hanya diam. Namun, Mile dan Apo tahu mereka saling membutuhkan. Maka meski terasa sakit, pertautan bibir jadi makin terasa hangat. Tiap sentuh, tiap detak. Segala hal yang mereka lalui di bawah selimut hingga dini hari--Mile dan Apo melepaskan beban masing-masing.

"Aku mencintaimu, Mile. Aku benar-benar mencintaimu," kata Apo. Dia membelai pipi Mile dalam kondisi berpeluk, sementara sang suami sudah nyaris tertidur.

Sebuah kecupan Apo daratkan di kening itu. Penuh suka cita dan hati lega, karena lelaki itulah yang datang padanya. Kenapa bukan orang lain? Dan kenapa dia benar-benar ahli menghujani cinta? Apakah dia malaikat dengan tubuh manusia?

"Aku akan siapkan sesuatu untuk ulang tahunnya nanti," kata Apo pada akhir tahun. Padahal, para tetangga Kristen sibuk merayakan natal, lelaki itu malah merancang kejutan kecil. Dia tidak memberikan barang atau kue seperti pada umumnya orang. Melainkan tiket untuk pergi keluar berdua.

Ke akuarium lokal, ke bandara untuk menyambangi London dua hari, lalu memberikan servis setelah pulang ke hotel. Gila, memang. Mile belum pernah keluar negeri sejak bulan madu terakhir, meski keinginan pasti ada.

Apa, ya ... alasannya ....

Mungkin karena Mile terlalu praktis. Jadi, hal-hal seperti refreshing dengan menghabiskan uang--lelaki itu berpikir lebih baik menabung. Entah untuk masa depan. Entah untuk situasi darurat. Atau melakukan kebaikan untuk sesama.

Yah, sudah saatnya Apo menarik lelaki itu ke dunianya sedikit. Dimana seseorang bisa melakukan foya-foya, setidaknya dalam hari istimewa dia.

"Selamat ulang tahun Mile Phakpum ...." kata Apo dengan suara beratnya. Lelaki itu tertawa pelan, apalagi setelah Mile melihatnya membuka selimut.

Oh, shit. Suaminya pasti kaget sekali.

"A-Apo ... A-Apo ... kau ini memakai apa?" tanya Mile. Sampai-sampai menjatuhkan kotak MC-Donalds yang baru dibawa pulang.

"Ha ha ha, aku? Baru mencoba lingrie. Tapi, kalau kau tidak suka, aku akan ganti baju--"

BRUGH

"Kau bercanda?!" kata Mile yang langsung lupa diri. Dia mengabaikan bingkisan yang tadi, langsung menerjang Apo begitu saja.

Uh, oh. Tentu saja Apo sempat meminta Mile hati-hati. Bagaimana pun usia kandungannya sudah 6 bulan, maka butuh banyak sekali ampunan.

"Ahh ... nnhh, mmh," lenguh Apo sepanjang diguncang di atas ranjang. Telapak kakinya dikecup dari atas sana, sementara lingrie di tubuhnya separuh melorot. Mile mengacak-acaknya dalam hitungan detik, dan mereka pulang lusa pagi.

Tepat tanggal 7 Januari 2017, Apo melihat Ata menangis, lalu lari memeluknya karena kangen. "Pa Poooo! Pa Poooo!" kata si bocah yang sudah bisa bicara. Dia masuk di usia 4 tahun, dan sekarang sudah pandai meminta maaf. "Aku sayang sama Papa. Hiks ... hiks ... hiks ... hiks. Jangan sering-sering pergi jauh lagi," pintanya sambil mengucek mata.

Mile pun mencubit pipi gembilnya yang merah, membayangkan bocah sekecil ini akan segera memiliki adik. Ah, tak apa. Benar-benar sudah sempurna sekarang. Tinggal menunggu bayi itu lahir, Mile takkan meminta apapun lagi kepada Apo. Dia sudah cukup senang mewujudkan keluarga kecil ini, tapi tidak lagi setelah Mile melihat istrinya digampar.

PLARRRRRR!! PLARRR!!!

"BRENGSEK! TAPI DIA ANAKKU JUGA!" teriak Earth, yang tiba-tiba datang entah darimana. Dia menyekap dua babysitter di sebuah kamar, sehingga suara gedoran ribut mereka bercampur baur.

BRAKH! BRAKH! BRAKH! BRAKH!

"TUAN NATTAAAAA! TUAAAAN! TUAN NATTAAAAA! TIDAK! JANGAN SAKITI TUANKU!"

BRAKH! BRAKH! BRAKH! BRAKH!

"TUAAAAN! SINGKIRKAN TANGANMU DARI TUANKU!"

Mereka tidak tahu seberapa keras Apo berjuang dari cekikan mantan kekasihnya, sementara Ata menangis tiada henti. Dia pasti takut karena tidak mengenali ayahnya sendiri. Mungkin juga trauma setelah melihat perkelahian pertama kali.

Antara Mile yang baru pulang kerja, dengan Earth yang tampak tak kalah berantakan. Mereka adu tinju di rumah tamu hingga meja kaca pecah. Apo sendiri merosot ke lantai, padahal tangan sekali menggapai Ata.

"BRENGSEK! APA YANG KAU LAKUKAN PADANYA?!"

JDUAKHH!! BRAKHHH!!!

Usut punya usut, Earth menyusup ke rumah mereka setelah istrinya meninggal. Dia yang keguguran berkali-kali, akhirnya dapat pengangkatan kantung rahim dan ditimpa cerca. Keluarga Earth mencibir keras, yang katanya tidak becus memberikan cucu. Ya, tentu saja wanita tersebut stress. Dia bunuh diri dengan menusuk bagian rahim, lalu meninggalkan sang suami dengan pesan singkat:

Aku mungkin hanyalah kutukan.

Hal yang membuat syaraf sehat Earth terputus. Lantas ingin merebut Ata dari rumah tangga mereka.

"Oh, apa semua baik-baik saja? Apa istriku baik-baik saja?" tanya Mile setelah memeriksakan Apo. Lelaki itu tak peduli dengan tubuhnya yang luka-luka, melainkan Apo dan bayinya di dalam sana.

"Baik, baik. Semua baik, hanya agak syok dan butuh tidur," kata si dokter. "Anda sendiri sebaiknya segera berobat. Tidak baik kalau lukanya dianggurkan terlalu lama."

"Oh, syukurlah ... syukurlah ...." kata Mile setelah duduk merosot di kursi tunggu. Lelaki itu menangis senang meski harus menjalani beberapa sidang, karena keluarga Earth mengajukan pembelaan atas perkelahian pada sore hari itu.

Tak apa, tak masalah. Mile merasa lukanya belum sebanding. Meski dia sempat dipenjara tiga bulan atas kasus yang dibuat rumit. Ya, memang ada dua babysitter sebagai saksinya. Mile juga melawan hanya untuk pembelaan diri, tapi sepupu Earth yang pengacara pintar memutar balikkan sidang. Dia pun sanggup membuat Mile mencicipi jeruji besi, tapi kebenaran tetap menang pada pengajuan banding.

TENG TENG! TENG TENG!

"Hei, bangun kau, nomor 456!" teriak seorang sipir pada akhir bulan April. Dia memanggil Mile untuk bebas. Sehingga lelaki yang tumbuh kumis dan jenggot itu langsung menangis.

Bukan, bukan. Bukan karena dia dibebaskan. Tapi lebih kepada Apo yang menggendong bayi merah, datang padanya, lalu memberikan pelukan di luar jeruji besi.

"Selamat datang kembali, Mile," bisik Apo yang memakai kursi roda lagi. "Sekarang siap menamai dia? Aku menunggumu meski umurnya sudah sepekan.