Seikha masih menolak percaya dengan semua yang dikisahkan Pak Jono. Kenyataan akan realita yang terjadi harus Seikha hadapi. Dadanya sesak sekali. Ia meminum pil yang diberikan oleh dokter Samuel sambil berusaha memejamkan matanya.
Keesokan harinya, Seikha yang sudah terbangun hanya terdiam membeku, hingga mbak Rara memanggilnya untuk sarapan. "Mbak Seikha, nasi gorengnya sudah siap," suara medok Mbak Rara yang menggelegar di pagi hari yang tenang.
Seikha mendengus dan menarik selimutnya. Rasanya berat sekali untuk bangun, badannya lemah, letih dan lesu.
"Seikha! Kita datang...." Suara yang sangat dikenali Seikha terdengar.
"Tidak mungkin," Seikha mengeluh dengan desahannya, memiliki firasat kedatangan orang tersebut akan menyulitkannya.
Seikha menarik selimutnya kembali sehingga menutupi seluruh tubuh. Ia tidak ingin keluar dari kamar. Semakin sering Seikha dipanggil, semakin ia malas untuk menghampiri.
"Krreeek," ada yang menarik pintu kamar Seikha.
"Sei, belum bangunkah?" Juna datang sambil membawa jus tomat untuk Seikha.
Seikha membuka sedikit selimut mengintip penasaran, "Juna?" Seikha bergumam.
"Keluar!" Seikha berteriak keras pada Juna, malu jika Juna melihat barefacenya.
"Maaf Sei, ini jusnya aku taruh di sini." Juna pun langsung bergegas keluar dari kamar.
Seikha buru-buru mandi, berpakaian, menggunakan pelembab wajah, perona bibir dan sedikit maskara. Membuat tampilan sealami mungkin, seperti tidak menggunakan make up. Seikha pun keluar dari kamarnya sambil membawa jus yang ditaruh oleh Juna, dan menuju meja makan. Benar saja, Juna, Ali dan Dayu tampak sibuk memakan nasi goreng buatan Mbak Rara.
"Ngapain pada ke sini? Merepotkan saja," ujar Seikha sembari duduk dan melahap nasi goreng yang masih hangat.
"Mbak, sarapannya yang banyak, kemarin kan tidak makan seharian," ucap Mbak Rara yang mengingatkan Seikha.
"Hmm," gumam Seikha sambil terus memakan kerupuk udang favoritnya.
Juna, Ali dan Dayu belum pernah melihat Seikha selahap ini. Entah nasi gorengnya lezat sesuai seleranya atau memang kelaparan saja.
"Sei, hari ini ke Malioboro, yuk? Juna membuka percakapan meramaikan suasana sepi di meja makan.
"Capek." Seikha menjawab Juna sambil berdiri mengambil salad di dalam kulkas.
"Sei, Ayolah. Antar kita keliling, oke?" Dayu merayu dengan tatapan manisnya sambil melipat tangan memohon didepan Seikha.
"Iya Sei.. huhu," Ali yang merengek membuat Seikha mengernyitkan dahinya.
"Hm. Bagaimana kalau kita pergi ke air terjun? Tapi lokasinya lumayan jauh," Seikha berpikir cepat, ini kesempatannya untuk bepergian ke sana. Jika bersama teman-temannya, Seikha berpikir Kento tidak akan mencurigainya. Apalagi berwisata ke tempat yang cukup jauh seperti Air Terjun Wringin.
"Wah keren, air terjun! Tapi di mana itu Sei?" Ali menimpali.
"Kebumen, sekitar 4 jam dari sini, " ucap Seikha memberikan informasi.
"Wah asyik kayaknya. Oh iya, dulu kamu pernah jadi pecinta alam, walau iseng. Hehe..." canda Juna pada Seikha yang langsung dibalas tatapan sinis Seikha padanya.
"Oke, Oke. Jangan lupa bawa makanan, minuman, dan kamera!" Juna, Ali dan Dayu tampak bersemangat sekali karena Seikha mengajukan diri.
***
Rian yang selalu siap jika di telepon Seikha, sudah hadir untuk mengantarkan mereka ke air terjun yang terletak di Karangsambung, Kebumen itu. Air Terjun Wringin memang memiliki daya tarik tersendiri, karena lingkungan yang masih sangat alami di tengah hutan.
"Sungguh perjalanan yang memanjakan mata," ucap Juna pada Seikha yang sedang melihat pemandangan melalui jendela mobil.
"Wah sungguh, aku sudah tidak sabar. Nanti kita berenang ya Jun. Aku belum pernah ke air terjun," ucap Ali mulai cerewet.
Ali yang tidak bisa berhenti bicara, membuat Dayu menggunakan airpods ditelinganya. Segera Ali mencabut airpods yang menancap itu, dan berteriak persis di telinga Dayu. "Hore!!!".
Dayu langsung memukul bahu Ali. Mereka bercanda satu sama lain, berbeda dengan Seikha yang tampak serius. Juna yang memperhatikan hanya tersenyum melihat tingkah teman-temannya.
Udara yang segar dan sejuk sudah terasa, angin berhembus dengan kuat. Sepanjang jalan terdapat area perkebunan yang asri. Terlihat pula lahan warga yang cantik. Perlu berjalan kaki dengan menyelusuri jalan setapak untuk menuju ke sana, karena lokasinya yang jauh dengan permukiman penduduk setempat.
"Oiya, letaknya ada di tengah hutan ya," Seikha sengaja baru memberitahu mereka.
"Tenang aja Sei, kita semua sudah tahu, sudah search dan kayaknya memang keren..." Ali tidak henti-hentinya menggerakan bibirnya.
Dengan ransel yang berat, Seikha sudah mempersiapkan segalanya. Bahkan Seikha membawa foto dan berkas beserta peta yang sempat ditemukannya. Setelah melewati kurang lebih 4 jam 35 menit, mereka sampai juga di Desa Pujotirto. Mereka memarkirkan mobil di dekat rumah warga di tepi jalan raya.
"Mas Rian, karena bukan tempat wisata yang dikelola, di sekitar air terjun tidak ada fasilitas apapun. Jadi Mas Rian menunggu di sini saja ya. Atau mau ikut bersama kita, Mas?" Juna menjelaskan pada Rian.
"Saya di sini saja ya, Mas. Biar saya tunggu di warung itu," jawab Rian sembari menunjuk warung tenda tepat di samping mobil terparkir.
"Oke, kalau begitu kita pergi dulu ya," ucap Juna yang ramah pada Rian, disusul dengan lambaian tangan Ali dan Dayu. Sedangkan Seikha sudah memulai berjalan sendirian di depan mereka.
Mereka pun mulai berjalan beriringan. Perkebunan yang rindang serta angin yang sejuk sungguh menyegarkan. Seikha terlihat buru-buru, tidak seperti yang lain, ia tidak menikmati suasana.
Mereka berempat menelusuri jalan setapak, masih banyak pula bebatuan di sekitarnya. Seikha hampir terpeleset karena jalanan yang sedikit licin efek hujan semalam. Seikha yang membawa banyak perbekalan di ranselnya nampak sedikit lelah, nafasnya sudah berat.
"Sini biar aku yang bawa." Juna yang peka, memaksa dan langsung mengambil tas ransel Seikha. Padahal Juna sudah membawa tas ransel yang tidak kalah berat dipunggungnya.
"Aw, Ah, Sakit!" Dayu yang berada di belakang mereka sedikit berteriak, ia terpeleset.
Ali dan Juna sigap langsung membantunya berdiri, sedangkan Seikha hanya melihat saja, berlalu melanjutkan perjalanannya. Seikha sudah tampak jauh di depan dan sedikit memisahkan diri.
"Sei, jangan jauh-jauh," ujar Juna yang khawatir sembari berteriak.
Seikha tidak memperdulikannya. Lagipula ada atau tidaknya mereka, Seikha memang akan datang ke tempat ini untuk mencari informasi. Langkah kaki Seikha yang terlalu cepat, membuatnya terpisah dari Juna, Ali dan Dayu.
Tersesat di hutan bukanlah rencananya. Hanya menggunakan baju dibadannya, Seikha kebingungan. Seikha baru menyadari ranselnya dipegangi oleh Juna. Padahal semua barang-barang keperluannya ada di sana.
Mata Seikha sudah berkunang-kunang. Ia kelelahan, bajunya basah akan keringat. Seikha duduk di batu dan menyenderkan diri di pohon yang besar dan rindang. Perutnya keroncongan, padahal ia mengingat sudah memasukkan makanan di ranselnya.
Seikha mengambil handphone pada saku celananya, ia lihat seksama. Sulit sekali menemukan sinyal. Perlahan ia tertidur setelah mengotak-atik handphone dan mengirim pesan pada Juna tetapi tidak terkirim.
"Ahhh" Seikha berteriak keras. Ia bermimpi kembali. Masih dengan mimpi yang sama, antara surga dan neraka. Seikha menarik nafasnya kembali, sungguh Seikha kehausan. Ia harus mencari air untuk minum atau bisa mati dehidrasi.
Seikha berjalan kembali mencari sungai atau air terjun yang ia cari. Dehidrasi membuatnya berhalusinasi, terasa melayang dan berputar-putar. Ada genangan air hujan di daun besar yang terlihat dari kejauhan, Seikha mendekatinya, meminum air yang entah bersih atau tidak. Seikha hanya terpaksa menghilangkan dahaga.
****
Juna, Ali dan Dayu tampak sedang meneriakkan nama Seikha di tengah luasnya hutan itu. Mereka tidak tahu arah, untungnya masih bersama. Juna mengeluarkan makanan dan minuman di ranselnya. Mereka menepi, lalu beristirahat.
"Seikha! Sei....! Juna yang berteriak-teriak memanggil nama Seikha bergema begitu saja. Punggungnya terasa perih dan berat karena membawa dua ransel dalam perjalanan. Sedangkan Ali dan Dayu sibuk memakan cemilan yang diberikan oleh Juna.
"Jun, Seikha mungkin sudah sampai. Kita yang terlalu jauh. Kita selesaikan sampe air terjun, pasti Seikha sudah ada di sana." Sambil terengah-engah Ali yang kelelahan menenangkan Juna.
"Iya betul. Lagipula dia yang menyarankan kita ke sini. Sudah pasti dia mengenal tempat ini," ucap Dayu yang sedikit berbaring dipohon sambil memukul-mukul kakinya yang pegal.
Juna berpikir sejenak, dan masuk akal semua yang dikatakan oleh Ali dan Dayu. Mereka meneruskan perjalanan, dengan bahu yang berat Juna masih menggendong ransel Seikha.
"Jun, ransel Seikha biar kita bawa bareng-bareng. Soalnya kelihatan berat," Ali dengan sigap memegang ransel itu di tangan kirinya, Juna di tangan kanannya. Mereka membawanya bersama.
Sudah tampak dari kejauhan keindahan yang mereka nantikan. Air terjun yang tidak terlalu tinggi namun menawan. Ali, Dayu dan Juna menghirup udara segar yang tajam. Dedaunan yang jatuh dan air mengalir yang bercahaya.
"Ahh indahnya, sungguh kelelahanku langsung sirna. Hehe...." Dayu berceloteh sambil duduk di batu besar, menggulung celana jeansnya, memasukkan kakinya di genangan air terjun.
Juna dan Ali yang kelelahan, duduk bersama menyender tas ransel Seikha. Sampai mereka menyadari Seikha belum sampai.
"Seikha! Sei!.... " Ali terus memanggilnya disusul oleh Juna, begitupun Dayu. Mereka meneriaki nama Seikha.
Ali dan Juna bertatapan, merasakan ketidakberesan dari situasi ini. Dayu langsung berjalan ke arah Ali dan Juna, semoga feeling mereka tidak benar. Seikha tidak mungkin menghilang di tengah hutan.
"Li, coba telepon, handphoneku mati. " Juna yang khawatir meminta Ali menelepon Seikha.
Ali memperlihatkan tanda sinyal yang lemah pada Juna, begitupun Dayu disampingnya. Mereka sungguh bingung, memikirkan keadaan Seikha. Perlahan Juna membuka ras ransel berat Seikha.
Juna penasaran dengan apa yang dibawa Seikha hingga ranselnya begitu berat. Juna terkejut. Isinya berkas-berkas tebal, minuman, makanan ringan, serta peta besar Yogyakarta.
"Apa sebenarnya ini?" Dayu keheranan dengan semua barang yang dibawa Seikha di ranselnya.
Juna langsung memasukkan kembali barang-barang Seikha. "Sudahlah, kita tidak berhak membuka ini."
"Jun, kalau dia tidak membawa air dan makanan, pasti saat ini Seikha sangat kehausan dan kelaparan," ujar Ali yang sudah menghabiskan satu bungkus besar biskuit dan air mineral.
"Semoga tidak. Pasti dia di dekat sini. Ayo kita berjalan sebentar, Dayu tolong jaga barang-barang." Juna memegang bahu Ali dan mengajaknya berkeliling.
"Oke, kalian hati-hati." Dayu merapikan tas dan ransel mereka dibawah pohon sebelah air terjun. Ia juga terus memainkan ponselnya memotret pemandangan menakjubkan.
Juna dan Ali mengitari jalanan setapak di balik air terjun, disekitarnya, sambil terus meneriakkan nama Seikha. Tapi mereka tetap tidak menemukannya. Perasaan mereka sungguh tidak enak, ada rasa mengganjal dan ketakutan yang sangat.
Nafas Juna sudah tidak beraturan, tubuh lelahnya tersungkur, Juna berjongkok, menarik nafasnya dalam. Juna sungguh takut terjadi sesuatu menimpa Seikha.
"Jun, sabar. Ayo mumpung masih terang kita cari lagi. " Ali menenangkan Juna.
"Li, aku sungguh takut. Sebentar lagi matahari tenggelam, gelap. Bagaimana jika Seikha belum kita temukan?" Juna mengeluh sembari mengepalkan tangannya.
Ali belum pernah melihat Juna seperti ini. Ia menepuk lengan Juna, menariknya berdiri. "Ayo Brother, kita harus cepat." Mengganggukan kepalanya sembari menatap Juna yang kebingungan.
Mereka kembali mencari Seikha di sekitaran air terjun tetapi tetap tidak menemukan Seikha di manapun. Akhirnya mereka kembali ke tempat Dayu menunggu.
"Bagaimana?" Dayu yang sudah cemas sedari tadi langsung berdiri.
Ali menggelengkan kepalanya, Juna hanya diam saja. Mereka bertiga duduk sebentar. Ali mengeluarkan rokok dan menyulutnya, tanda ia gelisah.
"Sorry merokok ya, dingin." Ali sibuk menghisap rokok yang dibawanya.
"Jun, kita harus kembali dan meminta bantuan. Ini keadaan serius, kita tidak mengenal tempat ini. Semakin cepat semakin baik, Seikha sendirian sebentar lagi gelap. Kita harus bergegas." Hanya Dayu yang bisa berpikir dengan jernih di situasi yang tidak terduga ini.
"Jun...." Ali memanggil Juna yang tampak melamun. "Ayo, kita harus panggil bantuan. Secepatnya." Timpalnya lagi.
Juna pun menggangguk tanda setuju, mereka berencana kembali ke tempat awal, lalu meminta bantuan warga sekitar. Mereka juga berusaha mendapatkan sinyal telepon.
Masih menggandeng ransel Seikha yang cukup berat, akhirnya mereka sampai di titik awal mereka berjalan. Tampak Rian yang sedang menikmati kopi di warung tenda kecil yang sepi. Mobilnya sudah menunggu sedari tadi.
"Mas!" Dayu berlari menghampirinya.
"Mas Rian, Seikha menghilang di tengah perjalanan. Kita sudah mencarinya tapi belum ketemu. Tolong telepon polisi." Dayu yang sigap langsung memberikan informasi, matanya sudah berkaca-kaca.
Rian kaget sekali, dengan gugup lantas menelepon Kento. Juna dan Ali sibuk memberitahukan warga dan menelepon tim SAR. Tidak ada yang menyangka, wisata menyenangkan ini seketika berubah menjadi tragedi.