Chereads / Seikha Sahl (Psycological Romance Thriller) / Chapter 4 - Bab 4. Perisaiku, Arjunara.

Chapter 4 - Bab 4. Perisaiku, Arjunara.

Prolog

Aku berjalan di tengah cuaca kering. Teriknya matahari membakar tubuh dan pikiranku. Tetapi kehadiranmu menjadi angin di tengah panas kemarau panjang hidupku. Bersamamu, membuatku merasa berjalan di bawah pohon yang rindang. Menyejukkan.

Jakarta, 30 Januari 2020

Sudah dua hari sejak Seikha tidak masuk kuliah, ia juga tidak membalas pesan atau teleponnya. Juna yang khawatir hendak pergi untuk menjenguknya. Walaupun hanya dengan kata-kata singkat, ya atau tidak, Seikha tidak pernah mengabaikan pesan Juna.

Dengan menaiki sepeda motornya, Juna yang khawatir bersemangat menemui Seikha. Tidak lupa ia membawa brownies yang dibuat oleh Marni, ibunya. Dalam perjalanan menuju rumah Seikha, Juna bernostalgia mengingat bagaimana pertemuan pertama dengannya.

Flashback (Jakarta, Tahun 2012)

Hari itu adalah hari pertama Juna masuk SMP. Juna yang diantar Marni sembari berangkat bekerja, pergi pagi-pagi sekali. Saat di gerbang sekolah, Juna dan Marni melihat seorang gadis perempuan yang diantarkan oleh mobilnya lalu berjalan sendirian. Juna tidak dapat memalingkan wajahnya dari gadis cantik berparas Jepang itu. Marni yang ramah segera menghampirinya.

"Selamat pagi Nak, mau masuk sekolah hari pertama juga? Ayo sini bareng sama anak Tante, di sana tempatnya," menunjuk lapangan tempat Masa Orientasi Sekolah (MOS) akan berlangsung.

Seikha awalnya merasa kaget, tetapi senyuman Marni yang hangat membuatnya tidak merasa takut. "Iya tante boleh...." seru Seikha sambil sedikit tersenyum.

Mereka bertiga berjalan beriringan. Marni tidak hanya menggandeng Juna, tetapi juga Seikha, gadis yang baru kali pertama ditemuinya. Seikha terus melihat Juna, membuat Juna tidak nyaman dengan tatapan matanya.

Marni dikenal supel, mungkin karena kesehariannya sebagai reporter. Tiba di lapangan sekolah, Seikha dan Juna bersiap untuk upacara. Marni yang mengantar mereka berpamitan sambil memberikan bekalnya untuk putra kesayangannya,

"Bunda pulang dulu ya sayang, ini bekalnya jangan lupa dimakan," pinta Marni pada Juna. Juna pun membalas dengan anggukannya.

"Anak cantik, siapa namamu?" Tanya Marni pada Seikha.

"Panggil saja Seikha," jawabnya.

Sebelum berangkat, Marni menyerukan kalimat penyemangat pada Seikha dan Juna. "Semoga hari kalian menyenangkan ya!" Sambil bergegas pergi, melambaikan tangannya dengan riang.

Seikha yang melihat itu, seketika teringat akan Yumi. Jika Yumi masih hidup, Seikha juga pasti akan mendapatkan kasih sayang seperti yang diberikan Marni pada putranya.

Begitu Marni pergi, Juna segera memperkenalkan diri. "Hai salam kenal, namaku Arjunara Elangkasa, kamu bisa panggil Juna," memberikan tangan pada Seikha agar bisa berjabatan tangan.

Seikha yang melihatnya, menyambut tangan Juna, dan mengatakan, "ya, aku Seikha".

Mereka pun mengikuti upacara dan kegiatan MOS setelahnya. Juna yang berjalan memasuki kelas menyadari bahwa ia satu kelas dengan Seikha. Gadis itu duduk di meja belakang dekat jendela. Kehadiran Seikha memang tampak kuat dengan paras cantik blasterannya. Juna memilih bangku depan sejajar dengan Ali karena hanya itu yang tersisa.

Sementara Seikha yang tidak terbiasa mengajak bicara terlebih dahulu, tertarik dengan Dayu yang tampak menyendiri dan pemalu. Seikha mendekatinya dengan sifat dingin apatisnya, lalu mereka menjadi teman bicara. Ali dan Dayu ternyata adalah teman saat sekolah dasar, sehingga Juna, Ali, Dayu serta Seikha menjadi akrab dan sering bermain bersama.

Juna perlahan menjadi idola di sekolah. Selain karena wajah tampannya, kebaikan hati dan sifat supel membuatnya dikagumi. Juna mengikuti ekstrakurikuler basket bersama Ali, sementara Dayu yang pandai bernyanyi memilih paduan suara. Seikha yang tidak berminat mengikuti kegiatan apapun, akhirnya memilih pecinta alam.

Tentu saja itu hanya pilihan asalnya, Seikha tidak pernah mengikuti jadwal ekstrakurikuler yang dipilihnya. Sepulang sekolah, mereka menyempatkan bermain di taman atau pergi ke kantin sekedar makan makanan ringan.

Seikha menyukai sekolah karena setiap hari dapat berkumpul dengan teman-temannya, setidaknya Seikha tidak merasakan kesepian. Dibandingkan di rumahnya hanya ada Mbok Jum yang juga sibuk dengan urusannya sendiri.

Hari itu Juna tidak sengaja melihat Seikha pergi ke taman belakang sekolah sendirian. Tampak dari kejauhan, Seikha membawa bungkusan besar di tangannya. Juna yang penasaran, mengikuti Seikha dari belakang.

Sampai di gedung belakang sekolah yang sepi, Seikha mengeluarkan berbagai camilan makanan yang dibelinya di kantin, juga peralatan tulis dan buku-buku yang dibawanya dari rumah. Pantas terlihat berat, pikir Juna. Tidak lama seorang Kakek menghampiri Seikha, Juna yang melihat dari balik semak-semak langsung mengenalinya. Kakek itu bernama Slamet, penjaga sekolah yang juga tinggal di sana.

"Nak Seikha, Bapak bilang tidak perlu repot seperti ini," terdengar suara ringan khas Jakarta, Pak Slamet membantu Seikha menaruh barang-barang dari bungkusannya.

"Uang jajanku banyak dan harus habis setiap harinya. Berikan saja pada anak Bapak", Seikha menimpali sambil pergi acuh tak acuh meninggalkan barang-barang yang dibawanya begitu saja. Pak Slamet serta merta ingin mengucapkan rasa terima kasihnya, namun Seikha sudah berlari pergi, seolah-olah tidak mendengar suara Pak Slamet.

Juna yang sudah memperhatikan sedari tadi, memberanikan diri menghampiri Pak Slamet yang sedang memegang pemberian Seikha sembari berjongkok.

"Oh nak, apakah temannya nak Seikha?" Tanya Pak Slamet sambil perlahan berdiri menahan sakit di punggungnya menyambut Juna.

"Iya betul Pak, nama saya Juna. Sekelas dengan Seikha" Juna memperkenalkan diri.

"Nak Seikha sungguh gadis yang hangat ya. Pertama kali, Bapak melihatnya sendirian di belakang gedung sekolah. Lalu bapak bertanya padanya kenapa berada di sini, Nak Seikha mengatakan bahwa ia bosan. Setelah itu ia selalu membawa makanan atau barang-barang untuk anak Bapak, Romi." Slamet bercerita sambil memandang tempat tinggalnya di sebelah gudang sekolah, di mana ia dan putranya tinggal.

Romi adalah anak Slamet berusia dua puluh tahun yang mengidap autisme. Ia belajar dan bermain di halaman belakang. Sekolah Seikha dan Juna merupakan sekolah swasta favorit, yang terdiri dari SD, SMP, dan SMA. Setiap gedungnya berdekatan dan hanya dipisahkan oleh lapangan olahraga.

Romi tiba-tiba muncul sembari melihat makanan serta buku-buku yang dibawa Seikha. Ia melompat-lompat sambil mengeluarkan suara nyaring khas "dolphin" karena senang. Tangannya bertepuk tangan, matanya melirik pada benda di sekelilingnya. Seketika dengan lincahnya, merampas makanan ringan yang dipegang ayahnya.

"Sabar, sabar, satu-satu, ini dari Nak Seikha," Slamet berkata pada Romi.

"Seikha cantik, Seikha cantik." Romi yang girang membuat Slamet tersenyum haru.

Juna pun tampak memperkenalkan diri sembari tersenyum pada Romi, "hai kak Romi, aku Juna, teman Seikha cantik".

Romi menyambut tangan Juna, "temannya Seikha cantik, bapak ini temannya Seikha cantik," ucap Romi berulang-ulang sembari mengayunkan jabatan tangan Juna.

Terdengar suara bel tanda istirahat selesai, Juna pun pamit kepada Romi dan Pak Slamet lalu bergegas kembali ke kelas. Sejak itu Juna seringkali melihat Seikha sembunyi-sembunyi setiap bel istirahat dimulai, untuk pergi ke tempat Pak Slamet dan Romi. Juna tidak pernah memberitahu Seikha bahwa ia melihatnya, karena Juna yakin Seikha memang tidak ingin orang lain tahu. Semenjak melihat sisi lain Seikha, Juna menyukainya.

Seikha yang terkenal akan ketidakpedulian dengan lingkungan sekitar, ternyata memiliki hati yang hangat. Sebenarnya banyak yang tertarik dengan Seikha di sekolah, namun karena sulit didekati, semua tidak berani.

Hanya Juna, Ali, dan Dayu yang sejak awal bersama Seikha terbiasa ada di dekat gadis galak itu. Ya, itu julukan Seikha yang diberikan teman-teman sekolahnya. Saat memasuki kelas dua sekolah menengah pertamanya, Seikha terpisah kelas dengan Juna. Seikha sekelas dengan Ali, sedangkan Juna bersama Dayu. Tetapi mereka masih sering bermain bersama.

Suatu waktu, Seikha tidak masuk sekolah selama satu minggu lamanya. Wali kelas memberitahukan bahwa Seikha sakit. Juna yang mendengarnya dari Ali, berencana untuk mengajak teman-temannya menjenguk Seikha. Sepulang sekolah, Juna, Ali dan Dayu pergi bersama menuju rumah Seikha.

Mbok Jum yang sudah akrab dengan teman-teman Seikha menyuruh mereka untuk menunggu di ruang keluarga. Terlihat lukisan dandelion robek yang berada di lantai sedang dibersihkan oleh Mbok Jum. Juna dan teman-teman menenggak jus jeruk yang telah di siapkan Mbok Jum. Tidak lama Seikha keluar, dengan wajahnya yang murung dan pucat.

"Kalian tidak perlu ke sini. Aku tidak ingin berteman dengan kalian lagi! Aku membenci kalian semua!" Tiba-tiba Seikha berteriak dan pergi memasuki kamarnya, membanting pintu dengan keras.

Mbok Jum yang melihatnya tampak kaget, begitu pula dengan Juna, Ali dan Dayu. Juna sekilas melihat mata Seikha yang berkaca-kaca, ia tahu Seikha sedang tidak baik-baik saja. Dalam perjalanan pulang, Ali dan Dayu sibuk membicarakan sikap Seikha yang langsung membentak dan meneriaki mereka. Sedangkan Juna hanya diam melamun, ia sibuk berpikir.

Keesokan harinya, ternyata Seikha masuk sekolah kembali. Ali yang melihat Seikha berjalan memasuki kelas, ingin menyapanya. Melihat Seikha tampak diam, terlihat lebih galak dari biasa, membuat Ali mengurungkan niatnya.

Jam istirahat terdengar, Juna bergegas, berlarian ingin bertemu dengan Seikha. Juna melihat pandangan mata Seikha yang berbeda. Seperti tidak ingin diganggu, meskipun begitu, Juna tetap mendekatinya.

"Sei, sudah sembuh?" Juna bertanya dengan riang sementara Seikha mengacuhkannya. Seikha langsung berdiri dari bangkunya dan pergi meninggalkan Juna yang berada tepat di hadapannya.

Hari-hari berlalu seperti itu, Seikha semakin menjauh. Seringkali Juna pergi ke halaman belakang untuk mencari Seikha, namun tidak menemukannya di sana.

Juna sempat melihat Romi dengan mainan baru dan mendekatinya. Juna memperhatikan mainan berbentuk palu dengan bola pingpong yang dipegang Romi. "Bagus mainannya," ujar Juna pada Romi yang sedang asyik bermain.

"Seikha cantik, dari Seikha cantik, mainan baru," dengan polos Romi memberitahunya.

Juna pun menyadari mungkin Seikha mengetahui jika Juna mengikutinya selama ini.

Semakin hari, Seikha semakin sulit didekati. Juna yang resah menceritakannya pada Marni. Saat akan ujian kelulusan, Marni datang ke sekolah mengantarkan bekal Juna yang tertinggal. Kemudian tidak sengaja bertemu Seikha di lorong kelas.

"Sei, sudah lama sekali tidak bertemu. Semakin tumbuh semakin cantik," ujar Marni sambil tersenyum pada Seikha.

Seikha hanya mengangguk menunjukan rasa santun. Marni pun mengundang Seikha untuk makan di rumahnya karena Juna akan berulang tahun, Seikha tidak menjawabnya dan hanya terdiam.

Marni menjulurkan tangannya, meraih tangan Seikha. Memegang dan menggenggam tangan Seikha seraya mengatakan ,"datang ya Sei, Tante mohon...." Tatapan mata Marni yang memelas membuat Seikha menggangguk membalasnya.

***

Seikha datang ke ulang tahun sederhana Juna, hanya ada Marni, Ali dan Dayu di sana. Ali dan Dayu yang sudah lama tidak bertegur sapa dengan Seikha, tampak ramah menyambutnya. Mereka terlihat canggung, Seikha hanya diam, langsung duduk di kursi meja makan yang telah disiapkan. Juna yang melihat Seikha datang terlihat sangat senang. Mereka pun menyantap makanan yang Marni persiapkan.

"Hmm enak sekali, Tante!" gumam Ali yang sibuk mengunyah sedari tadi.

Marni gembira melihat mereka menikmati makanan buatannya. Menyanyikan lagu ulang tahun bersama, lalu Juna meniup lilin. Mereka berbincang sambil menikmati cake dengan teh hijau favorit Marni.

Seikha yang sedari tadi hanya diam, bisa merasakan kehangatan dan ketulusan orang di sekitarnya. Ia pun dengan malu memberikan kado besar yang disembunyikannya sedari tadi kepada Juna.

"Ini," kata yang singkat dari Seikha diakhiri dengan meminta izin untuk pamit pulang.

"Sei, terimakasih sudah datang ya, sayang." Marni mengambil kado Seikha dan memberikannya pada Juna.

"Sei, terimakasih ya," ujar Juna yang tidak dapat menyembunyikan rasa malunya di depan Marni.

Ali dan Dayu yang melihatnya bertatapan sambil memberikan senyum usil khas remaja. "Ehm... Ehm..." dengan gaya tengilnya Ali menggoda Juna. Dayu dan Ali pun menyusul Seikha untuk pamit pulang.

Juna membuka hadiah yang diberikan teman-temannya di kamarnya. Ali dengan jelas memberikan bola basket karena tidak dibungkus, Dayu memberikannya buku paket dan alat tulis yang mainstream. Juna sedikit tertawa menyadari Dayu selalu memberikan kado yang sama jika ada yang berulang tahun.

Sudah saatnya Juna membuka kado dari Seikha, dirobeknya perlahan kertas kado berwarna hijau itu. Betapa terkejutnya saat ia mendapati Seikha memberikannya set mainan lego robot tentara yang sudah lama ingin ia miliki. Juna bertanya-tanya sejak kapan Seikha mengetahui kegemarannya.

Marni yang masuk ke kamar Juna melihat putranya sedang membuka kado dari teman-temannya. Lalu Marni menatap lego tentara langka yang diberikan oleh Seikha. Marni pun menceritakan pada Juna bahwa ia tidak sengaja melihat Seikha di kawasan mall Jakarta sehari sebelumnya.

Marni yang sedang meliput kuliner digemari di salah satu mall itu, melihat Seikha sendirian sedang berjalan. Seikha tampak keluar masuk toko, sedang mencari sesuatu.

"Saat itu jam delapan malam lho Jun, seorang gadis sendirian, kayaknya cari kado Juna," ujar Marni sambil iseng menggoda putranya.

Juna yang mendengar cerita dari Marni, semakin yakin bahwa Seikha sebenarnya perduli padanya. Seikha bahkan masih datang ke tempat pak Slamet dan Romi, Juna menyadari hati Seikha hangat berbeda dengan apa yang ditampilkan di luar.

Juna pun meyakini Seikha mungkin memiliki luka di hatinya, sehingga ia menjauh dan berubah. Sejak saat itu, semakin Seikha menjauhinya, Juna akan tetap berada di sampingnya.

Juna juga tidak mengerti mengapa ia selalu ingin berada di samping Seikha, ia merasa Seikha membutuhkannya. Mengingatkan akan sosok cinta pertamanya sepanjang masa, Marni. Single mother yang kuat dan berjuang untuknya.

Juna tidak suka membicarakan tentang ayahnya, yang gugur karena tugas. Ayah Juna meninggal di Lebanon saat dikirim ke wilayah konflik untuk misi perdamaian. Sejak saat itu, Marni tidak memperbolehkan Juna untuk mengikuti jejak sang Ayah. Padahal Juna bercita-cita untuk menjadi seorang tentara.

Seikha dan Juna melanjutkan SMA di tempat yang sama. Walaupun jarang satu kelas, seperti biasa Juna selalu melindungi Seikha. Perlahan Seikha pun membuka dirinya pada Juna. Seikha bahkan menjauh dari semua orang termasuk Ali dan Dayu.

Juna adalah satu-satunya yang selalu bersamanya. Setiap tahun mereka berdua merayakan ulang tahun bersama selayaknya sahabat. Jika ada yang ingin mendekati Juna, pasti akan mundur karena mengira Seikha pacarnya, begitu pula sebaliknya.

Seikha pernah berkata pada Juna, "kita berdua seperti pasangan, tetapi bukan. seperti sahabat tetapi bukan juga. Mungkin kita hanya saling membutuhkan."

Juna yang mendengar Seikha mengatakan itu hanya bisa tersenyum, dan bergumam dalam hati, "karena kamu adalah Seikha, yang aku sukai selama ini ". Walaupun Juna sebagai Ketua OSIS sibuk dengan jadwalnya yang padat, ia akan tetap datang jika dibutuhkan oleh Seikha. Semua siswa bahkan guru-guru di sekolah pun mengetahuinya.

***

Jakarta, 30 Januari 2020

Sesampainya di rumah Seikha, Juna menekan bel dan Mbok Jum datang membuka pintu. Juna pun menunggu di ruang keluarga sambil menonton TV yang saat itu tengah menyala. Seikha tampak turun dari lantai dua sembari berlari. Seikha langsung memeluk Juna dengan erat sekali.

Tangan Juna yang ragu sedikit demi sedikit membalas pelukannya. Juna meraih punggung Seikha dan menepuk-nepuk tanda menenangkan. Setelah itu mereka saling bertatapan dan hanya diam. Juna merasakan panas di tubuhnya, jantungnya berdebar kencang. Perlahan Juna memberanikan diri mendekatkan wajahnya pada Seikha, lalu mencium keningnya. Seikha tidak melawan dan memeluknya kembali dengan erat.

"Seikha. Namanya sungguh indah seindah wajahnya. Semakin lama aku mengenalnya, semakin aku menyukainya. Pribadinya unik, dia terlihat tangguh, padahal rapuh. Setiap bersamamu, aku merasa dibutuhkan. Tidak perlu merasa takut, ada aku perisai-mu" ucap Juna dalam hati.