Chapter 21 - Bab 12

Niat hati ingin mencari siapa stalker Nick, tapi Lexa malah berubah menjadi stalker Nick. Habis bagaimana lagi? Satu-satunya petunjuk yang Lexa miliki hanya Nick.

Tunggu, Nick bukan petunjuk! Tapi tersangka! Tersangka terbesar yang Lexa curigai setelah Olive. Tentu saja! Di setiap foto ada Nick dan seakan-akan Nick 'dipakai' untuk menghancurkan Patty dan Satrya.

Tapi kalau Nick tersangkanya, kenapa dia menghancurkan hubungannya sendiri dengan Patty? Atau jangan-jangan Nick suka pada Olive?

Lexa merinding. Ia sampai menggelengkan kepalanya beberapa kali. Ia harus fokus.

Sekarang jam pelajar pertama setelah istirahat. Semua siswa sedang berada di dalam kelas. Seperti biasa, Lexa duduk di samping Sharon dengan sikap acuh-tak acuh. Tentu saja, Lexa tidak berkata bahwa ia ingin menyelidiki permasalahan ini pada QS dan Bandha Bandhu. Semakin sedikit yang tahu semakin baik, kan? Malah, Lexa sengaja berkata pada semua orang bahwa Patty akan dikeluarkan dari QS. Dengan begini, seharusnya dalang di balik semua ini akan lengah pada Lexa, kan?

Nick tiba-tiba berdiri dan berkata, "May I go to the toilet please, sir?" Boleh saya ke toilet, pak?)

Joe, guru matematika mereka saat itu, yang merupakan guru berkewarganegaraan Amerika Serikat, berbalik dan menatap Nick dengan kesal. "The class's been starting for only 10 minutes and you've wanted to go to toilet already? Why didn't you go before the bell rang?" (Kelas baru mulai 10 menit dan kamu sudah mau ke toilet? Kenapa ga ke toilet sebelum bel?)

Nick menyeringai dan berkata, "I have a massive diarrhea, sir. But if you insist to stop me then it'll be okay for me to do it here, won't it?" (Saya lagi diare parah, pak. Tapi kalau bapak tetap nggak ijinin saya, nggak apa-apa ya kalau saya diare di sini?)

Joe mengusap kepalanya dan berkata, "Alright, you may go. But don't take too long." (Ya sudah, kamu boleh ke toilet. Tapi jangan lama-lama)

"I won't!" (Nggak akan) kata Nick kemudian buru-buru pergi dari kelas.

"Alright, class! So…" Joe berbalik kembali menatap papan tulis dan meneruskan matriks yang ia tulis tadi sedangkan Lexa terus menatap pintu kelas. Nick tidak pergi ke toilet kan?

Lexa dengan berisik mendorong kursinya dan berdiri membuat Joe berbalik dengan frustrasi dan menatap Lexa. "What? You have diarrhea too?" (Apa? Kamu diare juga?)

"No sir. But I think I gotta wear this soon before I stain everything." (Nggak, pak. Tapi kayanya saya harus pakai ini sebelum saya menodai semua barang) Lexa tersenyum manis, meluluhkan hati Joe, sambil mengangkat menstrual cupnya tinggi-tinggi membuat seisi kelas tertawa.

Joe memandang Lexa dengan skeptis.

"Oh please, sir. I ain't gonna eat chicken smackdown in foodcourt. I promise I'm just gonna wear this and go back to class." (Ya pak ya? Saya nggak akan makan ayam geprek di foodcourt. Janji deh saya cuman akan pakai ini dan balik lagi ke kelas.0

"Ah alright," kata Joe. Lexa langsung berjalan menuju pintu ketika Joe berkata, "But you may buy me one portion if you do finally go to foodcourt." (Tapi kamu boleh belikan satu porsi ayam geprek buat saya kalau kamu akhirnya beneran ke foodcourt) seisi kelas tertawa mendengarnya.

"Noted!" seru Lexa sambil terus berjalan cepat menuju pintu disusul dengan tawa para siswa yang semakin keras.

Lexa keluar dari kelas, tapi alih-alih berjalan ke toilet, ia berjalan menuju balkon melihat ke taman GIS. Tepat saat itu, ia melihat Nick berjalan melewati gedung olahraga, dan terus ke depan. Mau kemana Nick?

Lexa menuruni tangga secepat mungkin dan sedapat mungkin tanpa mengeluarkan suara. Ia berlari menuju gerbang depan GIS. Lexa melihat Nick berbelok ke gedung parkir. Sepi sekali di sana. Nick mau apa sih di sini? Mau bolos? Tapi kan semua barang-barangnya masih ada di kelas.

"Ayolah, Live! Masa lu nggak mau bantu gua lagi?" terdengar suara Nick sayup-sayup.

'Live'? Apa Nick sedang berbicara dengan Olive?

Lexa berjalan perlahan menuju sumber suara sambil bersembunyi di antara mobil. Ia sangat kaget melihat Nick dan Olive sedang berdiri berhadapan di sana. Mereka berdiri di luar gerbang keluar kendaraan.

Lagi-lagi Lexa terkaget-kaget melihat Olive memakai seragam putih abu. Seragam SMA biasa. Berarti Olive benar-benar masuk sekolah lain.

Lexa menahan napasnya dan perlahan-lahan berlutut, bersembunyi di balik mobil Land Kruser yang besar.

"Sekarang kan semua sudah sesuai yang kita mau. Satrya dan Patty sudah nggak lagi dekat." kata Nick frustrasi.

"Ya, jadi sudah cukup ya gua bantu lu. Gua sudah susah-susah ke sini buat ketemu lu gara-gara lu pasti nggak akan bisa ke rumah gua kalau ada mama papa. Ternyata masih ini juga yang lu minta. Lu segitu terobsesinya sama Patty?"

Hah? Ternyata benar dugaan Lexa. Semua ini ulah Nick dan Olive!

Lexa mengeluarkan ponsel blueberry lama miliknya. Untung Lexa membawa ponsel ini di sakunya. Lexa sudah mengira bahwa ia mungkin akan harus memata-matai atau merekam sesuatu. Ia tidak mungkin meninggalkan ponsel terbaru miliknya, kan? Sayang kalau sampai hilang atau rusak.

Lexa menekan tombol record dan meletakannya di dalam pot tanaman di sebelah gerbang. Ia perlahan berdiri dan pergi dari sana. Ia harus cepat ke kelas sebelum ada yang curiga.

Lexa berusah berjalan secepat dan setenang mungkin. Setelah keluar dari gedung parkir, ia langsung berlari menyusuri taman menuju gedung sekolah. Ia berdiri sebentar di depan pintu, mengatur napasnya, merapikan rambutnya, menganggukkan kepalanya dengan senyum cerahnya dan membuka pintu lebar-lebar.

"I am back sir Joe!" seru Lexa segera setelah membuka pintu dan melangkah masuk ke kelas dengan langkah seperti penari balet. Membuat semua siswa dan Joe terlonjak kaget kemudian tertawa.

"No chicken smackdown eh?" (Ga ada ayam geprek nih?)

"Nope cause I definitely didn't go to foodcourt. (Nggak karena pastinya saya nggak ke kantin.)" kata Lexa sambil mengibaskan rambutnya kemudian duduk. Semua siswa tertawa mendengar jawaban Lexa.

Lexa duduk, berusaha berpura-pura memperhatikan Joe, tetapi sebenarnya ia tidak habis pikir. Nicky yang ia kenal sejak dulu… bagaimana bisa ia melakukan itu pada Patty? Memang kita tidak bisa menilai orang dari luarnya saja.

Nick baru masuk ke kelas sekitar 20 menit kemudian, tepat ketika Joe baru saja menuliskan soal di papan. "Oh there you are. You do have a massive diarrhea." (Oh kamu di sini. Kamu benar-benar diare parah ya)

Nick menatap Joe bingung kemudian ia baru teringat akan alasan yang ia buat asal-asalan tadi sebelum meninggalkan kelas. Ia menggaruk kepalanya dan berkata. "Oh… haha yeah…"

"Okay, so this question is for you. If you can't do this question, I'll give you -10 for your exam. (Baik, jad ini soal untuk kamu. Kalau kamu nggak bisa kerjakan soal ini, saya nanti kasih -10 untuk ulangan kamu)" kata Joe sambil menyerahkan spidol papan tulis pada Nick.

"What? I didn't even listen to your explanation." (Apa? Saya bahkan nggak denger penjelasan bapak) katanya panik dan disusul dengan tawa satu kelas.

"Exaactly." (tepat) kata Joe sambil berpura-pura memasang muka iba untuk mengejek Nick, tetap mengulurkan tangannya menunggu Nick mengambil spidol itu.

Nick akhirnya mengerang dan mengambil spidol dari tangan Joe. Semua murid tertawa melihat Nick kesulitan di depan. Tapi Lexa tetap dalam pikirannya. Lexa sudah tidak tahan lagi ingin mendengar apa yang Nick dan Olive bicarakan tadi. Jadi begitulah, sepulang sekolah Lexa sengaja menyuruh QS pulang terlebih dahulu dengan alasan ayah Lexa yang akan menjemput hari itu. Setelah semua sudah pulang dan GIS sudah sepi, Lexa berjalan ke gedung parkir untuk mengambil ponselnya.

Dengan senang, Lexa mengambil ponsel itu. Apa? Sudah habis baterai? Tentu saja Lexa sudah mengantisipasi hal itu!

Lexa mengeluarkan powerbank dari saku roknya, memasangkan powerbank itu. sakin tidak sabarnya, ia sampai meloncat-loncat menunggu ponsel lamanya itu siap dinyalakan. Ketika ponsel itu mulai menyala, dengan cepat Lexa mengeluarkan earphone dari saku kemejanya, memasangkannya pada ponselnya, menunggu ponsel yang sedang lag, maklum namanya juga ponsel lama, kemudian memutar rekamannya tapi… tentu saja! Yang terdengar hanya suara mobil yang lewat dan suara angin.

"BRRRM.. Tin!! Wuush"

Lexa kesal sekali sampai ingin membanting ponselnya rasanya. Sambil berjalan ke luar gedung parkir, Lexa menarik-narik hasil rekamannya maju dan mundur dengan kursor di blueberry Dakota miliknya, membuat suara-suara mobil dan angin terdengar lucu, membuat Lexa tertawa kecil. Tapi kemudian Lexa mendengar suara Nick sekilas. Lexa mengejapkan matanya dan menarik rekamannya mundur sampai ke menit dimana Nick berkata sesuatu.

"Xa… Xa… kalau lu penasaran, kenapa nggak langsung tanya gua saja?"

Lexa jadi kesal. Bukan saja Lexa tidak mendengar apa yang mereka bicarakan, Lexa juga ternyata ketahuan oleh Nick.

"Gua tunggu lu di taman belakang GIS. Tahu nggak?" ternyata Nick belum selesai bicara. Menanggapi pertanyaan itu, Lexa menggeleng dengan polos.

"Ya! Pasti nggak tahu!!" kemudian Nick tertawa. Rasanya Lexa ingin menjambak rambut Nick kuat-kuat.

"Lu jalan saja terus ke belakang lewatin foodcourt sampai lu sampai di ujung jalan yang banyak pohon-pohon. Gua tunggu di sana." kemudian Lexa mendengar Nick tertawa terbahak-bahak sambil bergumam. "Memang dia pikir gua nggak lihat tangan dia keluar dari bawah mobil?" kemudian tawa Nick semakin menjauh kemudian hilang ditelan bunyi motor yang sangat bising melaju dengan kencang. Duh, suara yang paling mengganggu yang pernah ada! Lexa sampai melepaskan earphonenya dari telinganya karena suara bising itu membuat telinga Lexa seperti akan berlubang.

Lexa cemberut kesal. Ih menyebalkan! Ia menggulung earphonenya dan memasukan earphone itu ke dalam kantung beludru kecil sebelum kemudian memasukannya ke dalam tas ransel Chennal miliknya.

Lexa berjalan kembali ke belakang. Sudah tidak ada siapa-siapa di sini. Haruskah ia minta supirnya menjemput sekarang untuk berjaga-jaga kalau tiba-tiba Nick berniat jahat pada Lexa? Tapi bagaimana pun Lexa masih percaya, Nicky yang dia kenal sejak dulu tidak akan melakukan apa-apa.

Betul, Nicky yang dulu tidak akan melakukan apa-apa. Tapi bagaimana dengan Nick yang sekarang?

Tanpa sadar Lexa sudah melewati foodcourt dan sekarang di hadapannya terhampar pohon-pohon pinus dan cemara. Lexa menoleh ke sekitar tetapi tidak ada tanda-tanda orang di sana. Lexa jadi khawatir juga.

Kemudian Lexa mendengar suara tawa Nick sayup-sayup. Ia mengikuti suara itu, terus masuk ke antara pohon-pohon menuju ujung kanan belakang GIS. Kalau ini novel thriller, sudah pasti di sini akan ada adegan mengerikan. Tapi sekali lagi, novel ini tidak ber-genre thriller.

Nick sedang berdiri di atas box sampah besar berwarna hijau yang terbuka, membelakangi taman belakang GIS dan menghadap benteng. Lexa bingung kenapa Nick tidak menutup box itu sebelum berdiri di sana. Untuk apa pula sih Nick berdiri di sana?

Nick mengangkat satu anak kucing yang berlumuran cairan bekas sampah ke atas, sepertinya anak kucing itu jatuh ke box sampah itu. Di atas banteng GIS, induk kucing berwarna putih sedang berusaha mengambil anaknya dari tangan Nick dengan mulutnya. Kedua kaki belakangnya susah payah menahan badannya di atas sedangkan kedua kaki depannya menjaga keseimbangan tubuhnya yang ia julurkan ke bawah agar dapat mencapai anaknya.

Lexa memperhatikan pemandangan itu sambil tersenyum. Nick masih sama seperti dulu, selalu membantu siapa pun yang sedang susah. Itulah alasan Lexa untuk menolak kemungkinan bahwa Nick ikut menjebak Patty.

Setelah induk kucing itu berhasil mengambil bayinya dan cepat-cepat kabur dari sana, Nick tertawa lega. Baru saja Nick berusaha untuk membalikan tubuhnya menghadap taman belakang GIS, Lexa dengan iseng berseru keras. "Hello!"

Nick yang kaget mendengar itu terjatuh masuk ke box sampah. Guncangan yang timbul karenanya membuat tutup box sampah itu menutup, menjebak Nick di dalam box.

"Lexaaaaaa!" serunya dari dalam. Lexa tertawa terbahak-bahak melihat hal itu. Ia hanya ingin mengejutkan Nick, tidak terpikirkan olehnya Nick akan jatuh ke dalam sana.

Nick membuka tutup box sampah itu dengan kasar, memanjat keluar, dan meloncat dari bibir box sampah. Bajunya kotor dan basah terkena noda dan cairan dari sampah. Ia berdiri menatap dirinya sendiri dengan jijik.

"HAHAHA ew!!" kata Lexa sambil tertawa.

"D*mn it, Xa!" kata Nick sambil tertawa. "Kenapa lu teriak kaya gitu? Tega banget!"

Lexa berusaha berhenti tertawa. Ketika tawanya berhenti, ia melipat kedua tangannya di depan dada dengan gayanya yang angkuh seperti biasa. "Why? Kan memang tempat lu yang pantas ada di sana."

Nick ikut berhenti tertawa, sadar suasanya sudah mulai berubah serius. "What?"

"Nicky… nope, you're not the Nicky I used to know anymore, so… Nick." (Nicky… nggak, lu bukan lagi Nicky yang aku kenal dulu, jadi… Nick) kata Lexa dengan tegas menatap Nick. "Why did you do that?" (Kenapa lu lakuin itu?)

"What? Gua cuman bantu anak kucing yang jatuh ke dalam box sampah itu. Kan kasihan…" Nick sadar Lexa memasang muka kesal dan memutar bola matanya. "Bukan itu ya yang lu tanya?" Nick tertawa malu.

"Ya bukanlah! Ngapain juga gua tanya itu! Coba berhenti dulu dan pikir kenapa gua ada di sini."

"Oh! Ini tentang pertemuan gua sama Olive tadi?" seru Nick.

Lexa mengerang kesal, "Not only that. Why did you that with Olive to Patty?" (Nggak cuman itu. Kenapa lu lakuin itu dengan Olive pada Patty?)

"아이고 (aigo) (Ya ampun) … lu juga mikir gua yang lakuin itu ke Patty? Nggak, Xa. Gua dan Olive nggak ngapa-ngapain. You have to believe me. (lu harus percaya gua) Justru tadi gua bujuk Olive untuk mau bantu gua selidikin siapa yang jebak Patty."

"Why should I believe you? (Kenapa). Sudah banyak bukti yang mengarah ke lu dan Olive. Pertama, ada lu di semua foto yang dikirim by that anonymous *sshole (Oleh b*jingan tanpa nama itu). Kedua, semua foto yang dikirim ke Patty ada hubungannya dengan Olive. Ketiga, cuman lu yang tahu kalau Satrya dan Patty ke Hotel Nusan malam itu."

"Ya, tapi bukan gua yang ajak Patty ke sana tapi Satrya, kan? Kalau memang gua dalangnya, kenapa gua malah taruh muka gua di semua foto itu?" kata Nick sambil mengacak rambutnya frustrasi. Lexa tertegun sebentar. Benar juga, ya. Melihat ekspresi Lexa yang mulai melunak, Nick lanjut berbicara dengan nada yang lebih pelan. "Listen, Xa. It's okay kalau lu nggak bisa percaya sama gua sekarang. Ada bagusnya juga karena artinya lu sayang sama Patty sampai lu benar-benar waspada sama semua orang yang terlibat. Tapi, at least (setidaknya) bantu gua untuk cari bukti siapa yang sebenarnya menjebak Patty. Toh kalau ternyata memang gua yang menjebak Patty, dengan semakin banyak lu bareng gua dan bukti yang lu dapat, lu justru bisa balik menjebak gua untuk mengaku dan pay all of the crazy things I had caused (Membayar semua hal gila yang sudah gua sebabkan)."

Lexa terdiam, berpikir sebentar. Itu bukan ide yang buruk sama sekali dan justru terdengar seperti ide yang menyenangkan. Membayangkan dirinya mencari bukti ke sana ke mari membuat Lexa tersenyum. "Okay, sounds fun. So, what's your plan? (Baik, kedengarannya seru. Jadi, apa rencana lu?)"

Nick tersenyum, membuat Lexa semakin bersemangat. Tetapi kemudian Nick menggaruk kepalanya dan berkata. "Well, I don't have any." (Yah… nggak ada)

"What?!" Lexa baru saja hendak memukul kepala Nick tetapi ia urungkan. Jijik.

Nick tertawa kemudian berkata. "Why don't we start from (Kenapa kita nggak mulai dari) gua balik ke rumah dan mandi? Sesudah itu, gua jemput lu."

Lexa menggeleng. "Gua nggak mau naik motor! Kita ketemu saja di…"

"Siapa bilang naik motor? Nanti ketahuan si stalker dong?" Nick tersenyum dengan misterius, membuat Lexa ikut tersenyum bersemangat. Kali-kali hidup seru begini, dong!

***

Lexa baru saja selesai mandi. Tentu ia tidak mencuci rambutnya. Untuk apa? Toh masih bagus. Baru saja Lexa duduk di hadapan meja riasnya yang besar berwarna putih gading dengan ukiran meliuk-liuk ala kerajaan Eropa, ponselnya berdenting beberapa kali. Aduh siapa, sih? Berisik sekali.

Lexa melihat notifikasi ponselnya. Nick mengirimkan 10 pesan?! Apa-apaan dia?

'Xa! Ive come up with a plan!' (gua sudah ada rencana)

'But you have to play along' (tapi lu harus ikut berpura-pura)

'First thing first, ini baju yang harus lu pakai'

Kemudian Nick mengirimkan satu gambar atasan, satu gambar bawahan, satu foto terusan, satu foto sepatu, satu foto tas, satu foto kacamata, dan satu foto rambut dengan model pony tail. What?

Kemudian muncul satu lagi pesan dari Nick yang berbunyi, "Pilih 1 aja bajunya"

Lexa berdiri dan berjalan ke pintu di dekat ranjangnya dan masuk ke ruangan putih besar dengan beberapa lemari dengan cermin di setiap pintunya, lampu gantung indah dan mewah, karpet berbulu putih, dan kursi di tengah-tengahnya. Lexa membuka lemari demi lemari, mencari baju norak seperti yang dikirimkan Nick. Memangnya apa sih yang Nick renanakan? Bukankah mereka seharusnya tidak tampil mencolok?

Tapi kemudian Lexa tersenyum senang. Ini menyenangkan. Seru sekali!

Akhirnya, Lexa menemukan baju sesuai dengan yang Nick minta. Ia berjalan dengan cepat kembali ke kamarnya, melemparkan bajunya ke ranjang dan mulai merias muka dan menata rambutnya.

Satu jam kemudian, ponsel Lexa berdering. Tepat ketika Lexa sedang memasang bobby pin terakhir di kuncirannya. Lexa melihat layar ponselnya. Nicky.

"Zup, bro?!" kata Lexa.

"Sampai, bro." kata Nick.

"Okay, bro."

Lexa menatap bayangannya di cermin. Norak tapi tetap cantik.

Ia mengambil kacamatanya, tasnya, dan beranjak turun ke bawah. Keluar melewati pintu yang dibukakan oleh pelayan menuju ke gerbang rumahnya yang megah melewati taman yang cukup luas, asri, dan indah. Apalagi sejuk sekali karena hujan yang baru saja selesai mengguyur Bandung.

Tapi saat ia sampai di depan gerbang yang dibukakan oleh pelayan dari dalam rumah menggunakan alat, Lexa melongo. Nick ini benar-benar…

Nick datang ke rumah Lexa dengan mobil Mercedex C300 C-Class Couple. Lexa sampai mengerjapkan matanya. Ia pikir Nick tidak ingin menarik perhatian tapi kenapa malah membawa mobil Mercedex 2 pintu, sih?

Lexa menatap Nick dari jendela mobilnya yang terbuka. "What? Get in! (Apa? Naik!)" kata Nick sambil tertawa.

Lexa masuk ke dalam mobil. Ia duduk di sebelah Nick yang memakai kacamata hitam, kemeja putih dengan celana pendek Guest dan sendal Naik, tidak hanya itu tapi Nick juga memakai kalung emas dan kupluk Guest. Sangat tidak seperti Nick.

Lexa pun memakai dress bunga-bunga bernuansa merah jambu, handbag VL merah, wedges merah, dan rambutnya diikat dengan model ponytail, di hidungnya hinggap kacamata hitam dengan bingkai merah jambu yang mewah dari Doir. Ini sih bukan Lexa, tapi gaya Desi.

"Katanya lu nggak mau mencolok, tapi kok bawa mobil gini? Kok bukan nyewa mobil biasa saja?" protes Lexa ketika duduk di samping Nick.

Nick menggeleng-gelengkan kepalanya sambil mendecekan lidahnya beberapa kali dan melihat Lexa dengan tatapan mengejek. "Duh mbakyu. Nanti makin mencolok, dong?"

Lexa bingung. Bagaimana mungkin malah jadi makin mencolok? Tapi Lexa hanya tersenyum. Ia suka dibuat penasaran dan berpetualang begini. Rasanya asyik.

Nick mulai menyetir. Di mobil, Lexa memasang lagu-lagu pop rock dari Imagine Snake untuk menambah suasana seru saat itu. Nick jadi tertawa. "Gua tahu harusnya gua nggak senang tapi seru banget, ya?"

Lexa tertawa mendengarnya dan mereka malah menyanyi mengikuti semua lagu-lagu Imagine Snake yang diputar sepanjang perjalanan sampai akhirnya mereka sampai di dealer mobil ayah Satrya, dealer mobil mewah terbesar di Bandung.

"Oh pantas!" seru Lexa. Memang kalau ke sini tidak boleh pakai mobil biasa. Malah mencolok. Tapi… "Terus lu mau apa ke sini?"

Nick mematikan mesin mobilnya kemudian bercerita dengan bangga pada Lexa. Sepulang sekolah tadi ia teringat pamannya yang pernah membeli mobil dari dealer ini. Jadi setelah Nick menghubungi pamannya itu, ternyata kebetulan mobil ini sudah harus diservice berkala. Jadilah Nick pergi ke rumah pamannya itu dengan angkot. Tentu saja supaya tidak ada yang membuntuti Nick.

Lexa terperangah mendengar cerita Nick. Memang Nick ini, meskipun selalu spontan, tapi selalu saja ada akalnya.

Mereka masuk ke dalam. Nick mendaftarkan mobilnya untuk diservice sedangkan Lexa duduk di sebelah Nick. Dengan luwes, Nick bertanya pada resepsionis, "Pak Kuntoro ada?"

"Bapak sudah ada janji dengan Pak Kuntoro?" tanya resepsionis di sana dengan bingung.

Nick menggeleng kemudian berkata. "Belum, sih. Tapi bilang saja anak Pak Adeo mau ketemu."

Resepsionis itu terlihat bingung sebentar tetapi kemudian berdiri dan berkata. "Sebentar ya, mas."

Setelah resepsionis itu pergi, Lexa berbisik pada Nick. "Siapa Adeo?!"

"Oom gua!" bisik Nick bangga.

"Kenapa lu bilang lu anak dia?"

"Oom gua beli mobil di sini karena dia teman SMA Pak Kuntoro. Pak Kuntoro itu Head Manager di sini. So, singkatnya gua sekarang jadi anak oom gua yang namanya Wails. Gua, as Wails, tinggal di Amerika sejak SMA dan sekarang gua sudah tunangan, tunangan gua namanya Maria, teman satu SMA gua. Nah sekarang lu jadi Maria ini." bisik Nick sambil mengawasi resepsionis yang sedang berbicara dengan kustomer di sebelah Lexa.

"Hah? Maria ini orang sana bukan?"

Nick menyeringai dan menggaruk kepalanya kemudian mengangguk.

"Lu gila, ya? Gua nggak ada bule-bulenya!"

"Dia bukan bule, Xa. Dia orang Brazil. Jadi lu jangan lepas-lepas kacamata lu supaya samar. At least kulit lu kecoklatan dan hidung lu mancung jadi masih aman. Ingat ya, aksen Amerika!"

Tidak lama kemudian, resepsionis tadi keluar dan mengajak Nick dan Lexa ke ruang Pak Kuntoro di lantai 2. Nick dan Lexa duduk di kursi jaring kantor hitam. Di hadapan mereka, pria paruh baya dengan kumis lebat abu-abunya sedang duduk di belakang meja putih, tersenyum ramah pada mereka.

"Halo halo!" katanya ramah setelah resepsionis tadi menutup pintu. Ia bangkit setengah berdiri dan menjulurkan tangannya untuk bersalaman dengan Nick. "Ini Wails? Ya ampun! Sudah besar ya!"

"Halo, Oom. Iya nih sudah kuliah tingkat akhir nggak kerasa." kata Nick sambil menjabat tangan Kuntoro.

"Ini siapa?" tanyanya sambil menyodorkan tangan pada Lexa.

Lexa tersnyum sambil menyambut tangan itu sedangkan Nick menjawab. "Ini pacar saya, Oom. Namanya Maria. Tapi dia orang Brazil jadi nggak bisa ngomong Indonesia."

"Oh! Nice meeting you, Maria. I'm Kuntoro." (Senang bertemu kamu, Maria. Saya Kuntor". "Nice meeting you" adalah cara yang lebih santai untuk mengucapkan "nice to meet you)

"Nice meeting you too, sir. (Senang bertemu bapak juga)" Lexa tersenyum manis, berusaha sedapat mungkin menggunakan aksen Amerika.

"Duh maaf ya oom kita jadi ganggu oom kerja." kata Nick sambil tersenyum lebar.

"Ah kamu kaya ke siapa saja. Lagi nggak banyak kerjaan, kok."

Nick kembali tertawa dan berkata, "Sorry loh oom. Soalnya saya bosan kalau diam saja sambil nunggu mobil selesai di-service sekalian mau silahturahmi juga sama oom."

Lexa tersenyum, berusaha menahan tawanya. Ini Nick hebat banget. Kalau ditekuni terus dia bisa menjadi penipu ulung nih!

"Santai, santai!" kata Kuntoro sambil melipat kedua tangannya di atas meja. "So how did you two meet?" (Jadi, gimana kalian berdua bertemu/kenal?)

"Well we went to the same highschool and she liked me first because of my appearance. (Yah kita sekolah di highschool yang sama dan dia suka aku karena penampilan aku)" kata Nick sambil tersenyum nakal pada Lexa. Lexa hampir mengatakan sesuatu untuk membalas Nick ketika Nick tiba-tiba menambahkan. "Babe, I heard that the owner's son was also so handsome. (Sayang, aku dengar anak pemilik dealer ini juga tampan banget)"

Lexa kaget tapi ia ikut bersandiwara. "Oh really? Who told you that?" (Oh ya? Kata siapa?)

"My cousin goes to the same school as he does. (Sepupu aku sekolah di sekolah yang sama dengan dia)" kemudian Nick menatap Kuntoro dan berkata. "Oom, do you have his photo? Maria always insists that Brazilian guys are way more attractive that Indonesians. (Oom punya foto dia? Maria selalu bersikeras kalau cowok-cowok Brazil jauh lebih menarik daripada cowok-cowok Indonesia)"

Kuntoro tertawa dan berkata. "No way! Here I'll show you his latest photo. (Nggaklah! Nih, saya tunjukkan foto terakhirnya)" Kuntoro merogoh sakunya dan mengeluarkan ponselnya kemudian mengutak-atiknya sebentar sedangkan Nick dan Lexa bertukar senyum. Mereka berhasil membawa topik mengenai Satrya. "Here he is. No one can deny his attractiveness. (Ini dia. Nggak ada yang dapat memungkiri daya tariknya)"

"When was this photo taken? (Kapan foto ini diambil?)" tanya Nick seraya mengambil ponsel Kuntoro.

"This monday. His girlfriend is so beautiful eh? He comes here often with his girlfriend. (Senin ini. Pacarnya sangat cantik, ya? Dia sering datang ke sini dengan pacarnya.)"

"Girlfriend?" tanya Nick dan Lexa bersamaan.

Kuntoro yang tidak terlihat bingung dengan itu berkata pelan. "But this is a secret alright? He doesn't want anyone to know that he is dating this girl. (Tapi ini rahasia ya? Dia nggak mau siapa-siapa tahu kalau dia sedang berkencan dengan cewek ini)"

Nick dan Lexa melihat foto yang ditunjukan Kuntoro. Satrya dengan rambut bergelombang dan kemeja hijau tua dengan batik emas dipadukan dengan celana kain hitam sedang merangkul gadis dengan dress hijau tua di sebelahnya. Nick ingat foto yang Olive tunjukan pada Nick saat ia menceritakan semuanya pada Nick. Satrya memakai kemeja yang baru ia beli di foto itu. Dress hijau ini juga sangat mirip dengan dress yang dipegang Satrya di foto yang Olive tunjukkan.

Satrya dan perempuan itu terlihat sedang memotong tali merah di depan mereka. Melihat siapa perempuan di samping Satrya, Nick dan Lexa hampir menjatuhkan ponsel Kuntoro sakin kagetnya.

"There was this car. It was the first model of this type of car that had just arrived from... (Ada mobil ini. Ini adalah model pertama dari tipe mobil yang baru datang dari…)" mereka tidak lagi mendengarkan penjelasan Kuntoro soal acara di foto tersebut. Mereka tidak menyangka bahwa Satrya dan perempuan ini berkencan. Ini kan... pantas saja Hotel Nusan yang dipilih Satrya.

Untung saja, Nick masih dapat menanggapi cerita Kuntoro dengan baik dan terus bersandiwara sampai mobil Mercedex Adeo selesai diservice tapi semakin banyak cerita yang mereka dapatkan tentang Satrya dan perempuan ini, semakin terguncang mereka. Ternyata Satrya sudah dekat dengan perempuan ini selama hampir 6 bulan meskipun belum resmi berpacaran. Perempuan ini sudah sering dibawa oleh Satrya ke dealer tapi bagaimana mungkin tidak ada seorang pun yang tahu tentang ini?

"Gila nggak sih Nick?" seru Lexa begitu mereka ada di mobil.

Nick mengangguk kemudian menatap Lexa dengan mata terbelalak. "Kok kita bisa nggak sadar?"

"Kalau gua pikir-pikir lagi bisa saja sih! Tapi kenapa juga Satrya dekat dengan Patty kalau dia sudah ada cewek itu?!" seru Lexa dengan suara meninggi.

"Gua juga nggak ngerti. Lagi pula gua baru balik dari Korea nggak sampai 6 bulan! Lu kok bisa nggak sadar?" seru Nick tidak kalah tinggi

"Mana gua tahu!" Lexa kemudian hanya menatap kosong ke depan. Nick mulai memundurkan mobilnya dan mengemudi ke rumah Lexa. Lexa tiba-tiba berseru. "Nick kenapa kita nggak periksa CCTV di rumah Patty?"

Nick yang terlonjak kaget mendengar suara Lexa langsung mengelus dadanya dengan dramatis sebelum menjawab, "Nggak bisa, Xa. CCTV di rumah Patty cuman pajangan tahu?! Sudah rusak dari beberapa tahun lalu. Lagipula Patty kan sudah marah besar sama gua."

"Oh! Lu sudah lihat CCTV di Rumah Makan Gelfara?"

Nick mengangguk dan berkata, "Rekaman di hari gua dan Olive datang sudah hilang karena sudah lebih dari satu bulan sedangkan di hari gua dan Patty bertemu, cuman ada pengunjung-pengunjung biasa yang datang. Nggak ada cewek itu, Satrya, atau siapa pun yang kita kenal. Memang ada satu cowok yang mencurigakan, duduk di belakang gua dan Patty dan beberapa kali memotret gua dan Patty, tapi… gua nggak tahu siapa cowok itu."

Lexa menghembuskan napasnya kesal. "Ya sudah seenggaknya gua sekarang sudah punya tiga suspect."

"Loh satu lagi siapa? Masa gua dan Olive masih masuk suspect?"

"Lu nggak. Tapi Olive." kata Lexa sambil melipat kedua tangannya di depan dada.

"Xa, Olive tuh nggak ngapa-ngapain. Percaya deh sama gua."

"Nggak percaya tuh."

Nick merogoh sakunya dan mengeluarkan ponselnya. "Gua sempat merekam percakapan gua dan Olive waktu..."

"Nggak perlu. Patty sudah cerita semuanya." kata Lexa.

"Patty sudah cerita semuanya dan lu masih curiga sama Olive?"

Lexa menggangguk, "Ya memang kenapa kalau ternyata memang Satrya jahat pada Olive? Mungkin Olive merasa terhianati makanya dia mau balas dendam."

"Patty nggak denger rekamannya sampai akhir, ya?"

Lexa menatap Nick. Iya, Lexa ingat Patty berkata ia tidak dapat mendengarkan rekaman itu sampai selesai. "Nggak." kata Lexa.

Nick menyodorkan ponselnya dengan tatapan mata masih tertuju pada jalanan di depan mereka dan berkata. "Dengar sendiri, Xa."

Lexa mendengarkan rekaman itu sampai akhirnya Olive berkata, "Karena gimana juga, Patty selama ini selalu ada buat gua dan… dia tetap sahabat gua selama ini, walau pun dia sekarang sudah bukan lagi teman gua dan gua sangat sangat sakit hati, gua... tetap anggap dia sebagai orang yang pernah ada dan bantu gua. Jujur gua sekali lagi hampir mau balas dendam. Dia sudah ninggalkan gua dan ambil lu, buat gua dirundung, tapi... tapi gua tetap sayang Patty. Lagian… walaupun gua sudah membayangkan apa yang mau gua lakukan pada Patty dan lu, gua … nggak berani lakukan. Rasanya deg-degan banget."

Nick tertawa kemudian berkata, "Memang lu nggak pernah berubah, Live!"

***

Lexa menatap kelambu emas di atasnya sambil berbaring memeluk guling di atas ranjang dengan sprei emas yang besar. Lexa masih tidak percaya dengan apa yang Olive katakan di akhir rekaman. Bisa saja Olive berkata begitu untuk menyembunyikan tangan sebelum melempar batu.

Tapi bagaimana ya caranya supaya bisa yakin? Lexa dan Nick juga sama-sama tidak memiliki nomor stalker yang mengirim foto-foto pada Patty dan Satrya. Bagaimana Lexa dapat melacak IP Address nomor itu?

Lexa berguling ke kanan masih sambil memeluk gulingnya. Ini sama sekali tidak seperti Lexa. Ia jarang sekali berpikir seperti ini. Tapi... bukan hanya karena Patty telah dijebak, tapi fakta bahwa Satrya ternyata berkencan dengan ....

Ya ampun! Kenapa Lexa dan Nick tidak terpikir untuk memeriksa CCTV Hotel Nusan pada hari itu? Lexa mengambil ponselnya dan menelepon Nick. Tidak diangkat. Berkali-kali Lexa menelepon Nick tapi tidak diangkat juga. Ya sudah, Lexa mengirim pesan pada Nick kemudian ia tidur dan keesokan paginya ketika Lexa bangun, Nick sudah membalas pesannya dan setuju dengan rencana Lexa yang... sama sekali tidak matang.

'Nick! Pulang sekolah besok kita ke hotel nusan yu! Kayanya kita harus cek cctv di sana. Berangkat pisah aja! Gua naik mobil, lu naik apa aja deh! Urusan ngobrol sama mba2 resepsionisnya lu aja ya! Trust you deh buat basa basi! Lol. Kabarin ASAP' -23.05

(ASAP = as soon as possible = secepatnya)

'Hey! Ok! Cya in Hotel Nusan!' -03.40

(Cya dari kata see ya atau see you artinya sampai jumpa)

***

"Xa!" panggil Debby untuk yang ke sekian kali. "Lu kenapa sih?"

Lexa mengerjapkan matanya dan melihat Debby yang duduk di sebelahnya di foodcourt. "Ya?"

"Tumben banget lu doze off gini." kata Debby sambil tertawa.

"So sorry gua kan masih terpukul harus kick Patty out from QS. Kalian kan tahu gua suka banget sama dia. Gua masih kecewa banget dia ternyata cewek kaya gitu." kata Lexa sambil meminum jus kedondongnya dan untuk ke sekian kalinya bergidik. Kenapa sih Ilyas suka jus ini. Asam!

Sharon tertawa melihatnya kemudian berkata, "Sudahlah, Xa. Buat apa lu paksain minum sih?"

"She wants to be in the same frequency as Ilyas. (Dia mau sefrekuensi sama Ilyas)" kata Listy sambil tertawa dan dengan anggun meminum thai tea-nya.

Sharon menggelengkan kepalanya dan kembali pada ponselnya. Ini perempuan kok bisa-bisanya dimana pun dan kapan pun begini sih? Memangnya jual beli saham dan kripto seseru itu?

"Anyway," kata Debby kemudian. "Tadi kita lagi ngobrol mau ke butik Katty Tanned, kita mau buat baju untuk birthday surprise party Ayu bulan ini."

Ah... Ayu. "Loh? Ayu ada dimana sekarang?" tanya Lexa sambil menoleh ke sebelah Debby, tempat di mana Ayu biasanya duduk.

Sharon tertawa dan melihat Lexa. "Lu sesedih itu ya mau keluarkan Patty dari QS? Ayu kan hari ini nggak masuk? Dia bilang ada berita urgent."

Debby melihat ke arah Bandha Bandhu yang duduk di sebelah mereka. Nick dan Zaki sedang tertawa-tawa sambil melempar-lempar kentang goreng setelah Zaki dengan sengaja memukul mata Nick yang bengkak. Bisa-bisanya Nick bersikap biasa begitu. "Kok bisa pas banget ya? Satrya juga nggak masuk hari ini." kata Debby.

Lexa berdeham beberapa kali kemudian berkata. "Nggak tahu ya."

"So?" tanya Sharon pada Lexa. "Are you in or not? (Lu ikut nggak?)"

"Menurut kalian, lebih baik baju kita warna apa? Baju Ayu juga warna apa, ya? Gua selama kenal sama Ayu kayanya nggak banyak tahu tentang dia. Dia pendiam banget." kata Debby dengan gaya ibu-ibu tentangga sedang bergosip.

Listy tertawa anggun sambil menutup mulutnya dengan satu tangan sedangkan Sharon tertawa sambil bermain ponsel. Debby yang geli melihat itu mengambil ponsel Sharon sambil berseru, "Elah ncik! Sudah kali main sahamnya!"

(Ncik adalah dialek dari suku Hokkian di Tionghoa untuk sebutan 'kakak perempuan' atau sapaan untuk wanita yang lebih tua)

"Eh!" Sharon panik melihat ponselnya ditarik dari tangannya. Debby yang menarik ponsel Sharon pun terkejut dengan apa yang ia lihat di ponsel Sharon.

"Shar! Parah sih! Lihat guys!" seru Debby memperlihatkan ponsel Sharon pada semua orang. "Portonya hijau semua!"

(porto: ingkatan dari portofolio saham yang artinya adalah kumpulan saham yang dimiliki investor. Indikator yang hijau menunjukkan bahwa harga saham tersebut telah lebih tinggi bila dibandingkan dengan harga saham saat investor yang bersangkutan membelinya)

Sharon mengambil ponselnya dan menggerutu. "Duh, Deb! Gua lagi mau sell nih!"

"Jawab dong makanya!" seru Debby.

"Ah hijau saja deh biar kaya porto gua!" jawab Sharon asal.

"Benar juga!" seru Debby. "Ingat nggak waktu Ayu menang Indonesian Up Model? Dia pakai dress hijau kan? Dia memang cocok banget dengan warna hijau."

Listy mengangguk setuju dengan sangat anggun.

"Ya gua setuju." kata Lexa, tidak sadar dengan nadanya yang menjadi sangat sinis. "Kita semua juga pakai baju hijau saja."

"Lu kenapa deh, Xa?" tanya Nick yang duduk di sebelah Lexa sambil tertawa. "Galak amat bun."

Lexa tertawa kemudian berkata. "Loh? Memangnya gua kenapa?"

"Lu galak banget tadi, Xa. Gua sampai ngeri." kata Sharon sambil tertawa.

"Ah... mungkin karena gua mulai muak dengan warna hijau? Seragam ini hijau sih, jadi rasanya ingat sekolah terus kalau lihat warna hijau."

***

Nick duduk di kursinya, sambil menanti guru masuk, ia membuka ponselnya sambil menguap untuk yang ke sekian kali. Walaupun ia tidur di sepanjang kelas sebelum ini, tetap saja ia masih mengantuk.

Oh, ada satu pesan dari Lexa.

'so sori ya. Kita reschedule aja ke hotel nusan. Gua harus ke butiknya ci Katty nih. Mana harus jemput paksa Ayu untuk fitting'

(reschedule: Jadwalkan ulang atau dengan kata lain ganti hari)

Nick langsung membalas pesan itu.

'iya gw denger tadi. Tapi kayanya kali ini gw sendiri aja ke sana xa. Justru bagus kan tersangkanya lagi bareng lu.'

Nick tersenyum. Ya, sekarang saat yang tepat. Lexa dapat mengawasi perempuan itu dan Nick bisa pergi ke Hotel Nusan tanpa harus berpapasan dengannya. Sekarang saatnya Nick untuk tidur sebentar. Ia sangat lelah. Sangat, sangat lelah.

Nick baru saja akan memasukkan ponselnya ke laci mejanya ketika benda itu bergetar sekali lagi.

'slow resp banget sih lu. btw kenapa pipi kiri dan mata kanan lu bengkak?'

(slow resp artinya slow respond yang berarti lama untuk menanggapi)

'fell down the stairs lol' (jatuh dari tangga. ngakak)

Nick menyentuh pipinya yang bengkak. Masih sakit. Apalagi mata kanannya yang hanya dapat terbuka setengah.

Tentu saja jawaban yang Nick berikan pada Lexa tidak sepenuhnya bohong. Kemarin malam, Nick tidak sengaja berpapasan dengan Gelfara saat ia baru pulang.

Nick baru saja masuk melewati ruang tamu menuju ke tangga besar dari marmer di ujung ruamahnya ketika ia berpapasan dengan Gelfara yang baru saja keluar dari ruang gym dengan pakaian olahraganya. "Dari mana?" tanya Gelfara sambil tersenyum. Selama beberapa bulan ini, Gelfara selalu berusaha yang terbaik agar Nick mau berbicara lagi dengannya.

Nick menggelengkan kepalanya dan terus berjalan ke arah tangga.

Gelfara menahan pundak Nick dan berkata, "Jangan gitu, kita makan bareng, yu. Tia sudah masak untuk kita."

Nick menepis tangan Gelfara dan berbalik menatap Gelfara dengan marah. "Jangan pernah lagi suruh gua makan makanan cewek itu!" kemudian Nick naik ke atas, masuk ke kamarnya yang besar dengan dinding berwarna putih, lemari-lemari baju yang menempel pada dinding berwarna putih dan lampu gantug indah dari perak yang menggantung dengan cantik. Ya, ini adalah kamar Gelfara dan HyeMin dulu. Gelfara tidak mau lagi tidur di sini. Tepatnya, Tia meminta Gelfara untuk merombak kamar Nick yang lama untuk menjadi kamar mereka. Tetapi Gelfara yang tidak sanggup melakukan hal itu memilih untuk merombak kamar tamu di lantai 1 untuk Tia dan dirinya.

Nick mandi di kamar mandi dalam kamar itu dan berjalan dengan lesu di atas karpet kamarnya yang berwarna biru muda menuju tempat tidur putih besar di tengah ruangan. Ia menghempaskan badannya di atas ranjang, memutar ulang informasi yang baru saja ia dan Lexa dapatkan.

Terdengar ketukan di pintu kamar Nick dan suara Gelfara pelan berkata. "Boleh masuk?"

"Bilang saja apa mau lu." kata Nick sambil menutup kedua matanya dengan tangan kirinya.

"Tia... datang. Dia mau ketemu. Katanya dia bawa makanan khusus, Nick."

Mendengar nama Tia, Nick jadi semakin kesal. Benar-benar deh! Tanpa ia sadari, Nick berjalan dengan cepat menuju pintu kamarnya dan membukanya dengan kasar. "Suruh dia pergi."

"Okay, okay, lu nggak usah ikut makan kalau nggak mau, Nick." kata Gelfara sambil mundur beberapa langkah.

"Gua nggak sudi ada dia di rumah ini. Apa lu tahu anak Tia sudah buat Patty celaka? Ibu dan anak sama saja. Sama-sama perempuan murahan!"

Gelfara menampar Nick dengan keras sampai Nick terjatuh di lantai. "Apa lu bilang?" tanyanya sambil memegang kerah piyama Nick, menatap mata Nick dari dekat.

Nick tertawa dan berkata di muka Gelfara. "Sadar! Tia itu sama sekali nggak sayang sama lu, Gelfara. Dia dan anaknya sama-sama cuman a gold digger (cewek matre) yang nggak tahu malu dan..."

"Bilang sekali lagi..." Gelfara mengangkat Nick dan mendekatkannya pada ujung tangga marmer rumahnya dan berkata. "... dan gua lempar lu dari sini."

Nick tertawa sinis dan kembali berkata. "Mereka cuman cewek murahan yang..."

Gelfara benar-benar melempar Nick sampai Nick terguling-guling di tangga. Dengan perlahan Nick berdiri, ia melihat darah keluar dari mulutnya. Bibirnya terasa sangat sakit. Sepertinya ia tidak sengaja menggigit bibirnya. Nick menoleh ke arah Gelfara dan sangat kaget ketika melihat Gelfara sedang berlari menuruni tangga menuju Nick. Bukan untuk menolong Nick tentu saja, tetapi untuk memukul Nick. Nick berusaha menghindar tapi pukul itu tetap mengenai mata Nick. Sebelum Nick kembali jatuh ke lantai, ia sempat melihat Tia yang mendengar semuanya sejak tadi, menyender pada salah satu patung pahatan sambil tersenyum puas pada Nick. Nick berjanji pada dirinya, ia akan membongkar kebusukan Tia dan anaknya.

Gelfara terus memukuli Nick yang melindungi kepalanya dengan kedua tangannya sampai Gelfara puas. Ia kemudian berdiri dan meludahi Nick. "Gua sudah berusaha sabar tapi ternyata memang lu anak nggak tahu diri."

Tia memekik dan berlari menuju Gelfara dan Nick sambil berkata, "Ya ampun! Sayang, kenapa kamu pukulin Nick? Kamu bisa berdiri Nick?"

Tia menyentuh Nick tapi Nick menepisnya dan dengan terhuyung-huyung berjalan kembali ke kamarnya, membanting pintu kamarnya, dan menangis sampai ia tertidur. Ia terbangun subuh hari itu dan melihat pesan dari Lexa. Ia tersenyum. Mari kita lakukan ini. Lihat saja, dua perempuan yang sudah membuat dua orang yang paling berharga di hidup Nick menderita, kalian akan bayar semuanya.

***

"Ah ayolah mbak cantik!" rayu Nick di depan resepsionis Hotel Nusan. "Masa mbak nggak inget saya sih? Saya benar-benar temannya Ayu! Kemarin ini saya di sini loh party party!"

"Ya tapi nggak bisa, mas. Kalau mas mau lihat CCTV, mas harus sama Kak Ayu atau ada perintah penyidikan dari kepolisian." kata mbak resepsionis dengan frustrasi.

"Duh mbak! Ini beneran loh! Kamera saya kayanya ketinggalan Sabtu malam kemarin! Sungguhan loh mbak, itu kamera punya saya, dipinjam sama teman saya namanya Satrya! Kamarnya di-book atas nama Patricia." ujar Nick panjang lebar. Ia juga tidak tahu apakah kamar malam itu dipesan atas nama siapa. Tapi yang pasti para pelaku tidak akan mau memakai nama mereka.

"Di kamar nomor berapa memangnya, mas?" tanya mbak resepsionis dengan kesal.

Ah... iya, Nick tidak tahu kamar nomor berapa itu.

"213," jawab suara di belakang Nick. Nick menoleh dan sangat kaget. Ia tidak menyangka orang itu akan datang ke sana.