Chapter 22 - Bab 13

Sosialisasi adalah hal yang harus diajarkan pada anak sedini mungkin, kan? Menurut kalian, bagaimana kalau anak perempuan tunggal dimasukkan dalam program home schooling oleh kedua orang tuanya? Alasannya? Karena orang tuanya sibuk, jangan sampai anak ini terlambat dijemput dari sekolah dan akhirnya diculik. Tentu bukan itu saja! Tetapi juga supaya ada yang mengajarkan anak itu berbagai macam hal di rumahnya tanpa ibunya harus banyak berbuat apa pun. Ayahnya setuju-setuju saja dengan hal itu. Entah karena terlalu sayang pada istrinya entah karena terlalu sibuk dan tidak punya waktu untuk berdebat.

Anak kesepian ini, akhirnya memiliki seorang teman. Anak dari teman ibunya sejak masa kuliah di Jerman dulu. Mereka baru saja kembali ke Indonesia setelah beberapa tahun ayah anak ini menjadi dokter kandungan di Jerman. Alexandra yang saat itu masih berusia 6 tahun, bertemu dengan anak perempuan ini untuk pertama kali.

Orang tua mereka akhirnya memutuskan agar Lexa ikut bersekolah di rumah anak ini karena kedua orang tua Lexa sibuk membangun rumah sakit bersalin di Bandung. Lexa menjadi teman satu-satunya. Temannya yang sangat berharga. Namun, saat Lexa berumur 9 tahun, orang tuanya memutuskan untuk memasukkan Lexa ke sekolah biasa agar Lexa dapat belajar berbaur. Di sanalah Lexa bertemu dengan Patricia.

Sejak masuk sekolah, Lexa jarang sekali bermain dengannya. Lexa hanya bermain dengan Patricia, setiap kali Lexa datang ke rumahnya pun yang Lexa bicarakan hanya Patricia. Ia tidak ingin Lexa direbut siapa pun! Sejak dulu, ia selalu mendapatkan apa pun yang ia inginkan dari kedua orang tuanya. Tentu saja, ia kan anak tunggal. Hanya dua hal yang tidak pernah ia dapatkan, waktu orang tuanya dan teman. Sekarang setelah ia mendapatkan teman, ia harus kehilangan teman karena seseorang bernama Patricia ini?

Hidupnya semakin hancur ketika ibunya mengaku pada ayahnya bahwa ibunya, Tia, memilih untuk menikah dengan Gelfara Aipassa dan meninggalkan ayahnya. Ibunya mulai tidak pernah pulang dan pindah untuk tinggal di rumah Gelfara sejak ia menginjak kelas 6 SD. Ia bingung, kenapa sih Tia memilih Gelfara yang galak dan kasar? Padahal ayahnya sangat baik. Ia ingat saat ia masih kecil, ayahnya pernah bertanya pada ibunya 'warna apa ya yang cocok untuk seragam GIS yang baru?' dan ibunya mengusulkan warna hijau karena anak perempuan mereka ini sangat menyukai warna hijau. Sejak itulah, ayahnya yang merupakan satu-satunya anak dari donatur terbesar GIS, mengubah seragam GIS menjadi hijau. Mana mungkin Gelfara melakukan ini? Lihat saja, Gelfara bahkan membuang anak dan istrinya ke Korea.

Ia akhirnya merengek pada kedua orang tuanya untuk masuk ke SMP yang sama dengan Lexa. Ia senang sekali akhirnya dapat bersekolah bersama Lexa lagi walaupun ia sangat tidak suka bergaul dan lebih memilih diam saja daripada harus berbicara dengan siapa pun, terlebih pada Patty. Hal yang lebih menyebalkan lagi adalah karena Lexa seringkali memilih untuk bermain bersama Patty.

Ia senang karena akhirnya setelah mereka lulus dan masuk GIS, Patty lebih memilih untuk menemani Olive. Ia lebih senang lagi saat Lexa akhirnya membentuk QS dan Patty menolak untuk masuk. Tapi ia muak. Sangat muak. Kenapa Lexa harus tetap menyimpan satu tempat untuk Patty? Apa sih berharganya Patty? Padahal ketika Lexa membentuk QS, dialah yang langsung mendaftarkan diri untuk masuk.

Hal yang lebih menyakitkan lagi adalah foto-foto yang dikirimkan oleh Guntur, bodyguard pribadinya yang ia suruh untuk selalu memata-matai Tia dan Gelfara, dengan imbalan uang bonus tentu saja. Foto-foto yang datang sebulan sekali itu sering kali memperlihatkan kemesraan Tia dan Gelfara. Ingin rasanya ia membanting ponselnya sampai akhirnya ia memutuskan untuk meminta Guntur mengirimkan informasi-informasi penting saja.

***

"Gua suka sama lu. Jadi pacar gua, ya." di luar dugaan, Satrya, idola semua siswi di GIS, tiba-tiba menembaknya di taman belakang GIS. Tidak ada siapa pun di sana, hanya mereka berdua. Ternyata itulah mengapa selama di SMP dan di GIS Satrya selalu menggodanya dan mencari topik hanya untuk berbicara dengannya lewat media sosial.

"Lu harus tahu, selama ini gua sengaja nggak ajak lu ngomong di tempat umum karena gua tahu... lu nggak suka. Lu suka kalau semuanya private, iya kan?"

Ia mengangguk, menatap Satrya yang terlihat begitu tulus. Tapi ia tidak yakin. Ia tidak tahu berpacaran itu seperti apa. Ia kemudian berdeham dan berkata. "Tapi gua nggak tahu pacaran itu seperti apa. Gua juga nggak yakin apa gua mau pacaran. Gua nggak percaya orang bisa setia dengan 1 orang saja. Jadi..."

"Gua akan buktikan!" kata Satrya. "Gua akan buktikan kalau gua setia sama lu. I will do anything for you. (Gua akan lakukan apa pun demi lu)"

Ia tertegun mendengarnya kemudian tersenyum. "Kalau gitu, bisa tunggu sampai gua siap? Bisa tunjukkan kalau lu benar-benar sayang sama gua dan nggak akan tinggalkan gua?"

Satrya tersenyum dan mengangguk yakin.

***

Ia senang dengan perlakuan Satrya yang terus mengirim banyak barang padanya, mulai dari coklat hingga bunga dan boneka. Senang dengan Satrya yang sering dengan diam-diam membawanya ke dealer mobil dan ke klinik ibunya. Senang bahwa Satrya bersedia untuk merahasiakan semuanya dari teman-temannya, baik dari Bandha Bandhu maupun dari QS.

Tapi kemudian, menjelang akhir semester itu, ia melihat Lexa menolak Novi Cindua demi Patty. Ia tidak tahan lagi. Ia akhirnya mengirim pesan pada Satrya.

"Bang mau jadi pacar gua?"

"Hah? Ini prank?"

"hahaha bukan bang! Gua mau jadi pacar lu tapi ada syaratnya."

"apa? Apa? Gua ke rumah lu ya biar enak ngobrolnya!"

"Ga usah. Gua cuman minta lu minta nomor olive besok pagi."

"hah? Buat apa?"

"turuti aja semuanya. kalau udah selesai, kita bakal pacaran."

"ok deh kalau itu yang kamu mau."

Ia tersenyum. Patty, coba sekarang kamu yang rasakan gimana rasanya kehilangan teman yang berharga.

***

"Buat apa dress ini?" tanya perempuan itu pada Satrya saat ia sedang makan malam di rumah. Satrya memang sering datang ke rumah perempuan itu untuk menemaninya ketika ayah perempuan itu sibuk dan tidak dapat pulang ke rumah untuk makan malam.

"Aku mau kamu pakai dress ini di launching unit baru mobil BWM di dealer bapa." kata Satrya sambil tersenyum.

"Wah!" perempuan itu mengeluarkan dress hijau tua cantik dari paper bag toko Guccu. Cantik sekali! "Thank you! You're the best (Makasih! Kamu yang terbaik)." katanya sambil tersenyum menatap Satrya. Ia tahu benar Satrya memang orang yang haus pujian dan pengakuan.

"Sama-sama, my precious lady. Nanti pakai, ya!" kata Satrya sambil mengambil 燒麥(shaomai) yang terakhir dengan sumpit dan mengarahkannya pada perempuan itu.

Perempuan itu bertanya, "Kapan sih acaranya?" sebelum kemudian membuka mulutnya dan melahap shaomai itu lembut.

"Mungkin setelah aku pulang dari Norway."

"Loh? Kan masih lama. Kok kamu beliin sekarang?" tanya perempuan itu, tidak lupa menambahkan senyum manis supaya Satrya tetap merasa dihargai.

"Aku bosan banget soalnya tadi dating sama Olive jadi aku sekalian saja ajak dia belanja sebentar." kata Satrya sambil tersenyum manis pada perempuan di hadapannya. "Nggak apa-apa, kan?"

Perempuan itu terbelalak kaget. "Loh? Memang Olive nggak curiga?"

"Tenang saja. Dia diam-diam saja, kok. Aku juga nggak bodoh, aku sempat rayu-rayu dia juga." kata Satrya dengan muka tersinggung.

"Abang hebat, deh!" kata perempuan itu. Sadar bahwa ia harus sabar. Memang keterlaluan juga sih permintaannya. Meminta seorang pangeran untuk pergi berkencan dengan upik abu buruk rupa yang tidak berubah menjadi putri cantik itu…keterlaluan.

Satrya tersenyum bangga kemudian melanjutkan, "Oh! Aku juga sudah berhasil suruh Olive untuk ajak Patty double date. Kaya yang kamu suruh."

Perempuan itu sebenarnya tidak setuju karena Satrya terlalu terburu-buru. Ia ingin agar Satrya pergi berkencan dengan Olive beberapa kali sebelum memberi ide untuk double date. Tapi ia tahu Satrya pasti marah kalau ia protes lagi. Jadi ia hanya tersenyum dan berkata. "Ah abang memang paling hebat! Tapi bang, aku ada permintaan lagi."

"Apa?"

"Aku mau sekarang abang lebih agresif ke Patty dan tinggalkan Olive," betul, karena Satrya sudah loncat ke tahap ini, sekalian saja.

"Gimana caranya?"

Perempuan itu tersenyum manis dan berkata pada Satrya…

***

"Abang benar-benar lihat Olive?" pekik perempuan itu girang.

Satrya mengangguk dan berkata. "Iya, dan Olive langsung lewat begitu saja ke dalam sekolah."

Perempuan itu meloncat-loncat kegirangan. Akhirnya semua ini akan dimulai! Namun, Satrya menahan pundak perempuan itu sehingga ia berhenti meloncat dan menatap Satrya. Satrya mengelus pipi perempuan itu lembut dan berkata. "Kalau aku berhasil, aku butuh reward dong?"

Perempuan itu mengangguk lembut. "Anything you want but be my boyfriend. Not yet. (Apa pun yang kamu mau kecuali jadi pacar aku. Nggak sekarang.)"

Satrya berpura-pura berpikir kemudian berkata, "Let me kiss you instead. (Sebagai gantinya biarkan aku cium kamu)"

Perempuan itu kaget dan melihat ke sekitar. "Tapi ini di sekolah! Gimana kalau…"

Satrya terkekeh pelan kemudian berkata. "Ini kan di taman belakang. Kamu lihat sendiri nggak ada orang di sini."

Perempuan itu ingin menolak tapi demi menjalankan rencananya ia akhirnya memutuskan untuk mengangguk dan memejamkan matanya, membiarkan Satrya menciumnya lembut. Tetapi baru sebentar, Satrya tiba-tiba berhenti menciumnya dan menggerutu.

"D*mn it!"

"What?" tanyanya lembut sambil menatap Satrya.

"Aaah!" Satrya menendang pohon dengan kesal kemudian berkata pada perempuan itu. "Cewek gendut itu lihat gua!"

Perempuan itu melihat ke belakang dengan cepat. Ia melihat Olivia sedang berlari menjauh seperti bola yang memantul-mantul.

Aduh! Kemudian ia berpikir. Ia harus cepat menemukan solusi. Jangan sampai Olive sadar siapa yang Satrya cium! Jangan sampai Olive sadar sekarang kalau Satrya tidak tulus padanya atau pada Patty nantinya! Hanya ada satu cara, Olive harus diberi guncangan yang lebih keras dari apa yang ia lihat tadi. Tentu saja.

***

Perempuan itu mengamati Satrya dan Olive dari jauh. Ketika Satrya mulai mencium Olive, dengan sigap perempuan itu mengeluarkan ponselnya dan memotret Satrya.

Ah sial! Ia lupa mematikan lampu blitznya! Tapi biarlah toh tidak ada yang lihat.

Perempuan itu membuka hasil fotonya tadi. Semoga saja cukup bagus. Tapi… ada satu laki-laki yang terlihat di sana, sedang berdiri mengambil sesuatu dari bilik penjaga kolam renang. Mukanya tertutup dengan rambut yang agak acak-acakan setengah kering dan seragamnya terlihat agak berantakan.

"Si*l*an!"

Perempuan itu menoleh ke arah bilik kolam renang, tetapi tidak ada apa-apa di sana. Ia kesal tapi ia harus memotret momen ini! Siapa tahu ia bisa menggunakan foto ini nantinya. Ia mengangkat tangannya sekali lagi, memotret Satrya dan Olive beberapa kali sebelum kemudian memasukkan ponselnya ke dalam saku, melihat sekeliling, dan pergi dari sana.

Patty tiba-tiba keluar dari kantin. Membuatnya sangat kaget dan cepat-cepat bersembunyi di balik tembok ruang ganti. Untung saja Patty segera pergi dari sana dan tidak melihat ke sekeliling.

Perempuan itu berusaha mengintip, melihat Satrya yang sedang berbicara dengan Olive sambil memegang tangannya. Tidak lama kemudian, Olive melepaskan tangan Satrya dan berjalan dengan guntai. Lucunya, Olive terpeleset di tempat yang sama dengan Patty dan hampir saja terjatuh. Ingin rasanya ia mendorong Olive sampai benar-benar terjatuh dan masuk ke kolam renang. Tapi, siapa sih yang berenang di sini tadi?

Setelah Olive menghilang dari pandangan, perempuan itu keluar dan berjalan pelan mendekati Satrya kemudian berkata, "Hey, makasih sudah mau cium cewek gendut itu."

Satrya merentangkan tangannya dan berkata, "Sini! Aku harus cuci mulut aku! Jijik!"

Perempuan itu tertawa kemudian berlari. Sakin semangatnya, ia terpeleset dan hampir terjatuh karena air di sana. Benar-benar deh! Ia harus bilang pada ayahnya untuk mengganti ubin di sana.

Perempuan itu kembali berlari dan memeluk Satrya kemudian mereka berciuman di sana. Setelah itu, mereka berbicara, menghabiskan waktu yang cukup lama sampai tidak terasa, bel pelajaran kedua sudah berbunyi. Alih-alih cepat-cepat menuju ke kelas mereka yang kedua, mereka malah bercanda sebentar sampai akhirnya perempuan itu menyadari sesuatu.

"Oh iya, bang!" serunya.

"Kenapa?"

"Gua ada kelas sama Lexa sekarang. Gua ke kelas dulu, ya!"

Satrya tertawa dan mengelus rambutnya lembut dan berkata, "Okay. See you on our lunch break, lady. (Sampai jumpa waktu istirahat makan siang kita, nona)" kemudian mencium tangannya lembut.

Perempuan itu tersenyum, mengangguk, dan berjalan bersama sambil memeluk tangan Satrya. Tapi kemudian mereka berhenti. Kaget melihat ada dua orang siswa-siswi GIS sedang duduk berhadapan di sana.

"Ah… bang, kalau gitu aku ke kelas lewat taman saja." katanya sambil menatap Satrya dengan mata sedih.

Satrya mengangguk dan mengusap kepala perempuan itu lembut, membiarkannya pergi.

***

Seperti biasa, mereka berjalan ke foodcourt bersama. Tapi, sebelum mereka menaiki tangga, Lexa berkata, "Wait. What's going on over there? (Tunggu. Ada apa di sana?)"

Lexa berjalan menuju kerumunan siswa di lantai 1 foodcourt diikuti dengan keempat dayang-dayangnya. Perempuan itu kaget melihat Satrya masih duduk di sana, di sebelah lelaki yang agak tampan dan terlihat gagah. Ia lebih kaget lagi melihat Patty dan Olive yang duduk juga di meja itu. Ia semakin kaget ketika melihat Lexa tiba-tiba memegang kedua pipi lelaki itu. Siapa dia? Kenapa Lexa terlihat sangat senang melihat lelaki itu. Apalagi Lexa sampai heboh memberitahu Bandha Bandhu kalau akan ada Welcoming Party di Hotel Nusan Sabtu itu.

Ketika semua sudah tenang dan selesai makan, ia yang hari itu duduk di sebrang Lexa pun bertanya pada Lexa, "Dia siapa, Xa?"

"Hm?" Lexa menatapnya bingung. "Siapa yang siapa?"

"Nick…y?" tanyanya, tidak begitu ingat nama apa yang disebut Lexa saat menyambut lelaki itu.

"Oh!" tiba-tiba muka Lexa terlihat menjadi sangat semangat lagi seperti tadi kemudian berkata, "Dia teman SD gua dan Patty! Lu ingat nggak, gua pernah cerita ada anak cowok usil yang nakal banget tapi baik banget ke Patty? Nah ini cowok itu!"

Perempuan itu ingat cerita-cerita Lexa itu. Cerita-cerita yang membuatnya ingin memisahkan Lexa dan Patty juga dari anak lelaki itu. Tapi, kalau anak ini benar-benar baik pada Patty, berarti Patty akan sangat sedih kalau ia harus berpisah lagi dengan anak ini, kan?

"Oh, bukannya waktu itu lu bilang dia pergi ke Korea?"

Lexa mengangguk dan berkata. "Kasihan banget, loh! Dia pergi ke Korea soalnya orang tuanya cerai, jadi dia ikut ibunya ke Damyang." (Damyang adalah Kabupaten di Jeollanam-do, Korea Selatan, yang populer karena pariwisatanya.)

"Kasihan banget, Xa. Kapan kejadiannya?" tanya Debby yang duduk di sebelah Lexa.

"Waktu gua kelas 5 SD." kata Lexa. Hah? Kelas 5 SD? Itu kan saat ibunya mengaku kalau dia selingkuh.

"Tega banget!" seru Debby.

"Eits! Nggak cuman itu! Ayah Nicky juga dilarang untuk lanjut usaha bareng daddy sama istri barunya!" seru Lexa kesal.

"Sungguh? Biar saja biar pailit!" omel Debby.

"Sayangnya engga. Dia tetap jaya tuh! Bahkan… kalian tahu Rumah Makan Gelfara di Dago Pakar?" semuanya mengangguk dan Lexa melanjutkan, "Itu punya ayah Nicky. Gelfara Aipassa namanya."

Perempuan itu hampir pingsan mendengarnya. Kalau begitu, Nicky ini adalah anak dari orang yang merebut ibunya!

"Berarti sekarang… Nicky tinggal di rumah ayahnya?" tanyanya berusaha terdengar setenang mungkin.

Lexa mengangkat kedua bahunya. "Ya kemungkinan besar begitu, ya. Mungkin dia sudah siap untuk terima ibu barunya." katanya kemudian tertawa. Candaan yang membuat darah perempuan ini mendidih. Tia itu adalah ibunya! Bukan ibu Nick!

***

Ia duduk di paling ujung sambil menyeruput cocktailnya perlahan. Geram melihat Nick yang terus menari sambil tertawa-tawa tanpa beban di depan sana. Sudah mencuri ibu orang, sekarang dia malah terlihat bahagia. Tidak rela!

Lexa dan semua anggota QS lainnya berdiri dan maju ke depan. Semuanya, kecuali Patty. Nah, ini kesempatan yang bagus.

Perempuan itu menatap Satrya yang sedang duduk di meja bundar di tengah lounge Hotel Nusan, sedang menatapnya dengan lembut. Perempuan itu tersenyum dan melambai. Satrya balas melambai. Kemudian, perempuan itu menunjuk Patty dengan matanya. Satrya mengangkat kedua alisnya tidak mengerti. Perempuan itu kembali melirik Patty dan membuat gerakan dengan satu tangannya yang tidak memegang gelas, gerakan isyarat untuk mengobrol.

Satrya menghembuskan napasnya kesal kemudian membuat tanda hati dengan jempol dan telunjuknya pada perempuan itu. Perempuan itu memonyongkan bibirnya seperti akan mencium Satrya. Satrya terkekeh sambil berjalan menuju Patty dan duduk di sebelah Patty. Baguslah, seharusnya di sini Satrya menjelaskan pada Patty kenapa Satrya memilih Surya untuk ikut ke double date. Lagipula benar-benar deh! Kenapa kemarin Satrya tidak langsung menjelaskan ini ke Patty, sih?

Perempuan itu menonton Satrya dan Patty berbicara sebentar sebelum kemudian gerakan tiba-tiba di pintu masuk lounge menarik perhatiannya. Olive sedang berdiri di sana. Ya ampun! Ia harus memberitahu Satrya! Atau…tidak usah? Supaya Olive sakit hati melihat sahabatnya berdekatan dengan gebetannya. Biarlah…

Ia kaget. Satrya mencium bibir Patty! Apa-apaan?!

Ia kesal sekali. Ia meneguk cocktailnya sampai habis dan pergi ke toilet. Menenangkan diri sebelum kembali ke luar dan tertawa lagi seperti biasa. Namun, tentu saja bukan berarti suasana hatinya sudah baik-baik saja. Ia hanya pintar menyembunyikan semua emosinya. Buktinya, ia tidak membalas pesan Satrya atau mengangkat telepon Satrya hingga akhirnya datang buket bunga besar dan boneka beruang besar ke rumah Sharon pada Minggu pagi. Terdapat sebuah kartu ucapan bertuliskan 'Maaf ya my precious lady!'

Perempuan itu tersenyum. Ia berjalan ke kamarnya dan menelepon Satrya. "Dasar genit!" katanya saat Satrya mengangkat teleponnya.

"Kamu marah kenapa sih, cantik?"

"Abang kenapa cium Patty?" katanya dengan nada merajuk.

Satrya tertawa pelan kemudian menjawab, "Aku lihat ada Olive di situ. Kamu nggak lihat ya aku langsung berdiri untuk kejar Olive setelah itu?"

Ia tertawa malu dan berkata, "Aku sudah kabur, pundung ke toilet!"

Mereka tertawa sebentar kemudian Satrya berkata, "Sekarang kan Patty dan Olive sudah bermusuhan, boleh nggak sekarang kita jadian?"

"Nggak! Bang, aku masih mau lagi! Aku mau Patty menjauh dari Lexa dan Nick!"

"Apa? Kenapa?"

Ia menggigit bibirnya. Haruskah ia jujur pada Satrya? Ya sudah, ia jujur tentang Patty dan Lexa tapi ia tidak mungkin menceritakan tentang Nick pada Satrya. Nick kan temannya Satrya sejak dulu, lagipula ia telah susah payah membangun citra yang baik tentang kedua orang tuanya sejak dulu. Biarlah Satrya tetap berpikir kalau kedua orang tuanya sangat rukun bahkan di tengah kesibukan mereka berdua.

***

"Jangan dong." kata Satrya sambil mengelus kepalanya. Mereka sedang berdiri, bersembunyi dari jarak pandang ruang VVIP 5 di lantai 3 foodcourt. "Kalau kamu dan aku nggak datang ke Welcoming Party Patty malah mencurigakan."

"Kalau gitu abang saja yang datang sana! Aku sakit hati tahu! Kenapa sih Lexa harus sampai segininya ke Patty."

Satrya memeluknya kemudian berkata lembut, "Listen, kalau kamu mau kamu tetap aman dan nggak dicurigai, kamu harus bisa act as if nothing happens. (Bertindak seolah nggak ada apa-apa) Kamu kan biasanya cool banget. Aku yakin kamu pasti bisa!"

"Abang benar. Memang abang yang paling pintar dan bisa diandalkan." katanya sambil balas memeluk Satrya.

"Tenang saja, aku bakal bantu kamu." bisik Satrya dan memang itulah yang Satrya lakukan.

Perempuan itu memang terlihat kesal, apalagi setelah Patty datang.

"Gua tahu lu banget, Pat. Lu pasti takut banget to break any rule" kata Lexa.

Satrya tahu, ia dapat melihat dengan jelas kata-kata Lexa itu membuat perempuan itu kesal karena Lexa seakan berkata bahwa Lexa sangat peduli pada Patty. Satrya sengaja memberi kode pada Wilson untuk memutar musik kemudian langsung mengambil ember berisi minuman di dalamnya, berharap memecah fokus Lexa dari Patty.

Perempuan itu melihat Satrya dan tersenyum berterimakasih. Satrya juga balas tersenyum sambil mengedipkan sebelah matanya kemudian berjalan mendekat dan berkata. "Minum?"

Perempuan itu mengambil satu botol beer sambil berkata pelan. "Thanks, Satrya baja hitamnya aku," mereka tertawa kecil sebelum ia lanjut berkata, "Bang gabung dong sama Lexa, Nick, dan Patty. Aku mau tahu mereka ngomongin apa."

Satrya mengangguk dan mengedipkan matanya genit sebelum berkata. "Jadi aku Satrya baja hitam, nih?"

***

"Hah? Sungguh? Kenapa Nick jadi di pihak Olive begitu?" tanyanya saat mereka telepon subuh hari itu.

"Nggak tahu. Gua juga kaget lihatnya. Lexa juga kaget. Tapi yang pasti Patty terlihat sakit hati, sih. Di jalan pulang juga Patty seperti murung." cerita Satrya.

Ini berita bagus! Ia mendapat ide baru. Terima kasih banyak pada Nick yang memiliki selera yang aneh sampai memilih Olive daripada Patty.

Keesokan harinya, sebelum ia berbuat apa pun, Patty tiba-tiba memutuskan untuk duduk di deretan QS. Nick, yang tadinya berjalan di sebelah Patty, malah berjalan ke belakang untuk duduk di sebelah Patty. Melihat muka Patty yang kesal, membuatnya tersenyum lebar. Baguslah.

Semua jalan seakan dipermudah. Lexa mengunggah foto Satrya dan Patty saat mereka telepon video. Tentu, ia memaksa Satrya untuk mengunggahnya di ingstaram. Tujuannya? Supaya Olive kesal. Satrya terpaksa menurut meskipun ia hanya mengunggah kembali foto itu tanpa menuliskan apa pun di sana. Setelah itu, Patty dan Olive semakin menjauh dan entah bagaimana dan kenapa Nick malah terus membela Olive. Semua berjalan sesuai yang ia duga dan rencanakan.

Kemudian, entah ini bantuan atau tamparan, Lexa tiba-tiba mengumumkan bahwa Olive akan menjadi musuh 1 GIS. Kenapa Lexa harus sampai naik pitam begini sih hanya karena cerita Olive-Satrya yang Satrya ceritakan pada Patty? Padahal cerita itu hanya cerita karangannya yang berantakan. Kalau mereka jeli, seharusnya banyak pertanyaan yang dapat mereka tanyakan dari cerita itu, yang tentu saja sudah ia siapkan jawabannya. Entah karena mereka terlalu emosi atau tidak mendengarkan dengan baik, sepertinya Lexa yang tidak mendengarkan dengan baik, mereka menelan mentah-mentah semua informasi palsu yang Satrya berikan saat Nick sibuk mengurusi Olive.

Namun, ia tetap senang melihat ekspresi geram dan terluka di muka Patty saat melihat Nick terus melindungi Olive dari serangan para siswa GIS. Memang tidak habis pikir apa yang ada di otak Nick, tapi siapa peduli?

Kebahagiaannya itu tidak berlangsung lama. Hari itu juga, Guntur mengirimkan foto padanya yang memperlihatkan Gelfara dan Tia di Rumah Makan Gelfara dengan tulisan 'Hari ini kayanya mereka bakal rilis menu baru yg dimasak sama ibu'

Darahnya seakan mendidih. Bukannya membantu usaha ayahnya malah membantu usaha Gelfara? Padahal Tia tahu ia sering ditinggal sendiri di rumah karena ayahnya sibuk! Lihat saja, akan ia buat semua orang takut mencoba menu itu. Toh ia memiliki puluhan ribu pengikut di ingstaramnya dan ia memiliki beberapa teman yang sering di-endorse oleh tempat-tempat makan. Ia tentu dapat menghubungi mereka dan bekerjsama untuk menghancurkan menu itu.

Ia langsung mengirim pesan pada Satrya, 'malam ini ke rumah makan gelfara yu jam 6'

Tapi alih-alih membuat review buruk tentang menu hari itu, ia menemukan sesuatu yang jauh lebih mencengangkan. Ia melihat Olive saat mereka baru saja datang ke rumah makan itu! Olive duduk di bangku yang menghadap ke pemandangan Kota Bandung.

"Bang!" ia menyikut Satrya lembut kemudian menunjuk Olive. "Bang kita duduk di sini, yuk!" katanya menunjuk kursi di dekat tembok di belakang Olive. Cukup jauh namun tetap dapat melihat mereka dengan jelas.

Ia sangat kaget ketika ia duduk, ia melihat Nick datang dengan pelayan. Ia cepat-cepat mengeluarkan ponselnya, memastikan lampu blitznya benar-benar padam, kemudian memotret Nick tepat ketika Nick memberikan gelas berisi cairan coklat pada Olive.

Ia melirik Satrya yang sedang asyik melihat buku menu. Sudahlah. Mungkin lebih baik Satrya tidak tahu apa yang sedang dilakukannya. Toh ia masih belum tahu apa yang akan ia gunakan dengan foto ini.

"Kamu mau pesan apa?" tanya Satrya.

"Ah, menu baru! Penasaran, nih." katanya.

"Oh okay, aku pesan, ya!" kata Satrya kemudian mengangkat tangannya. Pelayan datang dan saat Satrya menebutkan pesanannya, ia melihat Olive menangis. Kenapa pula Olive menangis? Tidak tahan ya dengan ini semua?

"Hello?" panggil Satrya. Ia mengerjapkan matanya beberapa kali sambil menatap Satrya. "Kamu kenapa?"

"Ah… aku capek kayanya, bang. Belum pulang ke rumah dari tadi pagi kan." katanya sambil tersenyum.

"Kamu nggak apa-apa?"

Ia mengangguk.

Satrya mengangguk beberapa kali kemudian berdiri dan berkata, "Ya sudah aku ke toilet dulu, ya! Kebelet nih." katanya kemudian pergi.

Ia hanya tersenyum menanggapinya. Saat ia melihat ke depan, ia melihat Nick memberikan cokelat pada Olive. Dengan cepat ia memotret adegan itu dan adegan lainnya ketika Nick sedang menepuk-nepuk Olive.

Ia masih terus mengamati Nick dan Olive diam-diam bahkan setelah Satrya datang dan setelah makanan mereka datang. Akibatnya, ia tidak sempat memotret menu baru itu atau merasakan rasanya dengan benar. Ia hanya fokus memperhatikan Nick dan Olive. Tapi mungkin ini yang terbaik. Kalau ia mengunggah review tentang rumah makan ini, mungkin saja akan ada yang curiga padanya bila suatu hari ia benar-benar akan menggunakan foto-foto ini. Ia hanya akan berpura-pura kalau selama ini ia tidak pernah pergi ke sini.

Ketika ia melihat Nick dan Olive berdiri dan berjalan menuju kasir, ia berdeham dan berkata pada Satrya, "Bang, aku ke toilet dulu, ya!"

Tentu saja ia tidak benar-benar ke toilet. Ia pergi ke pintu ke luar. Memperhatikan Nick dan Olive. Ia memotret tepat pada saat Olive naik ke Dukatih hitam Nick. Untung saja Olive tidak memakai helm saat itu.

Saat itulah muncul ide di kepalanya. Informasi mengenai Nick dan Olive ini jauh lebih penting daripada Gelfara dan Tia. Tentu saja!

***

"Loh? Jadi Nick ikut double date?" tanyanya saat telepon malam itu dengan Satrya.

"Iya. Dia nanya terus apa masalah Patty dan Olive jadi aku terpaksa cerita ulang cerita kita waktu itu. Untung Nick percaya-percaya saja. Aku bingung kenapa dia dan Lexa nggak tanya apa pun."

Ia tertawa lega. "Untunglah. Aku pikir Nick akan kritis banget karena dia selalu bela Olive."

"Ya, gua juga. By the way, menurut kamu wajar nggak sih kalau Patty punya pikiran untuk memilih Olive daripada aku?"

Ia terdiam sebentar. Pertanyaan apa ini? "Maksudnya?"

"Iya, jadi Patty tadi ada bilang kalau dia akan melepas aku kalau dari awal Olive jujur. Gila banget nggak sih? Masa dia milih Olive daripada aku?"

Ia terdiam lagi. "Abang kok jadi peduli pada pilihan Patty? Abang suka Patty?" tanyanya datar walaupun ia sangat kesal.

"Hey! Aku tuh kaya gini karena kamu, ya! Aku bantu kamu loh ini! Kok malah dituduh yang macam-macam? Memangnya kamu pikir aku nggak berkorban banyak demi Patty? Harga diri aku sakit tahu dengar Patty malah milih Olive! Dia nggak tahu apa seberapa beruntungnya dia kalau dapat aku?"

Ia kaget mendengar nada suara Satrya yang meninggi. Sadar bahwa ia hampir merusak rencananya sendiri, ia melembutkan suaranya dan berkata. "Karena Patty bodoh, bang. Buktinya saja dia percaya mentah-mentah sama kebohongan kita yang nggak terlalu rapih ini. Kalau aku, aku nggak akan mau tukar abang dengan apa pun."

"Bener?" tanya Satrya. Suaranya terdengar senang.

Ia menghela napas lega. Lebih baik ia cepat mengalihkan topik pembicaraan. "Benar dong! By the way, terus Nick gimana?"

"Oh iya. Nick bilang dia mau pergi dari Olive dan masuk lagi ke Bandha Bandhu."

Kok Nick jadi meninggalkan Olive masuk Bandha Bandhu lagi sih? Kalau gitu berarti Nick akan dekat lagi dengan Patty dong? Gagal deh rencananya.

"Bang tiba-tiba migrain aku kambuh nih. Aku tidur dulu, ya! Bye." katanya kemudian menutup teleponnya. Ia memejamkan matanya beberapa saat. Membiarkan ponselnya berdering tanpa melihat layarnya. Sudah pasti itu Satrya. Tidak lama masuk pesan ke ponselnya, ia melihat isinya:

'Baru juga bilang ga akan tukar aku dgn apa pun tapi tiba2 tutup tlp. Bs!'

(Bs adalah singkatan dari kata kasar dalam bahasa Inggris yang artinya 'omong kosong')

Ia melempar ponselnya ke lantai kamarnya, membekap mulutnya dengan bantal dan berteriak sekeras-kerasnya. Sial! Dia harus mulai dengan rencana baru lagi.

Setelah perasaannya agak tenang, ia mengambil kembali ponselnya yang telah retak dan membalas pesan Satrya. 'Bang sori, td aku migrain bgt sampe hrs minum obat. Cya di sekolah besok.'

Tapi Satrya tidak kunjung membalas pesannya. Tidak juga meneleponnya subuh setelahnya. Lusanya, ia sangat terkejut mendengar cerita Patty saat gathering bahwa Satrya yang mengirim bunga dan beruang besar pada Patty. Memangnya Satrya masih menjalankan rencana mereka?

Ia lebih terkejut lagi melihat Satrya tiba-tiba menjemput Patty seusai gathering. Apa-apaan ini? Ia tidak dapat memberikan reaksi apa pun, hanya berdiri membeku di antara para anggota QS yang sibuk meledek Patty. Satrya menatapnya dengan kesal sebelum kemudian merangkul Patty dan akhirnya mebukakan pintu untuk Patty. Ketika Patty masuk ke mobil, Satrya menatapnya kemudian tersenyum sinis dan masuk ke belakang kursi kemudi. Apa-apaan sih dia?

Ia sangat kesal. Ia tidak lagi mengirimi pesan pada Satrya seperti yang ia lakukan kemarin dan tadi siang. Ia membiarkan Satrya begitu saja sampai kemudian Satrya menelponnya subuh itu.

"Halo?" jawabnya datar.

"Aku sudah nggak mau lagi dekat-dekat Patty." kata Satrya tanpa membalas sapaannya.

"Kenapa?" tanyanya datar. Ia terlalu kesal untuk kembali berpura-pura tidak ada yang terjadi.

"Aku capek. Nggak pernah dihargai juga sama kamu."

Ia menghela napas. Ia ingin sekali marah pada Satrya sekarang, memakinya dan membuangnya. Tapi ia tahu, hal itu malah akan membuat semua rencana yang sudah ia siapkan dengan matang menjadi berantakan. Tidak. Ia tidak akan membiarkan apa pun untuk mengacaukan rencananya.

Ia menarik napas dan tersenyum. "Siapa bilang nggak dihargai, bang?"

"Lihat saja kemarin kamu begitu gampangnya matiin telepon aku."

"Ya ampun, bang. Abang harus tahu hari itu aku migrain parah tapi aku bela-belain loh telepon sama abang. Tapi tiba-tiba migrain aku parah banget sampai aku pusing kalau buka mata. Aku sampai bela-belain loh balas chat abang setelah minum obat. Padahal abang harus tahu, sakin pusingnya hp aku sampai jatuh dan retak."

"Benaran? Kamu segitu mentingin aku?"

Ia menggigit bibirnya kesal tapi kemudian berkata. "Iya dong. Abang kan yang paling penting. Abang yang selalu nemenin aku kalau di rumah nggak ada orang. Abang juga yang bela-belain kontak Olive, padahal aku tahu abang pasti jijik. Abang bela-belain beli bunga dan beruang buat Patty juga. Abang emang the best best best!"

Satrya terkekeh kemudian berkata, "Makasih ya. Ternyata kamu hargai aku sampai segitu besarnya. Maaf aku ragu kemarin."

"Iya bang. Nggak apa-apa."

"Tapi aku tadi terlanjur bilang ke Patty kalau aku mau fokus ujian dulu sementara ini jadi aku tetap nggak akan banyak bersama Patty setelah pulang sekolah."

"Patty bilang apa?"

"Dia bilang dia ngerti."

Ia tersenyum lebar. Ya sudah kalau begitu. Sekali-kali seperti ini boleh juga, kan? "Ya sudah bang kalau gitu main sama aku saja! Setidaknya aku nggak akan terlalu kangen abang waktu abang ke Norway nanti."

"Aku nggak ikut ke Norway."

"Loh? Kenapa?"

Satrya terdiam sebentar kemudian tertawa sebelum menjawab, "Tadinya aku mau manas-manasin kamu. Aku mau main sama Patty selama liburan. Tapi karena sekarang kita sudah baikan kita main saja, yuk."

Ia terdiam sebentar. Kalau begini nanti Patty malah curiga nggak sih? "Abang sudah bilang Patty nggak ikut ke Norway?"

"Hmm… sudah."

Aduh! Kalau gitu nanti bagaimana cara membuat Patty tidak curiga? Tapi karena suasana baru membaik di antara mereka, tidak mungkin kan ia menyuruh Satrya mendekat pada Patty? Baiklah untuk sementara sampai ada rencana baru lagi, seharusnya sih tidak apa-apa.

Satrya terkekeh kemudian berkata, "Tapi tenang saja, aku cuman bilang aku nggak pergi ke Norway. Aku nggak ajak dia main selama liburan, kok!"

Perempuan itu tersenyum dan berkata, "Memang abang yang paling baik, deh!"

***

Ia sangat sadar Patty sekarang pergi-pulang sekolah bersama Nick. Tapi itu bukan masalah. Patty masih terlihat sangat menyukai Satrya dan selama di sekolah pun Patty selalu dekat dengan Satrya. Biarlah ia biarkan Nick dulu untuk sementara. Hanya dua hal yang paling penting adalah tetap menjaga agar Patty berharap terus pada Satrya, dan membuat Satrya kembali menurut pada perempuan itu. Kalau tidak, bisa kacau semua rencananya.

Sampai hari perayaan selesainya ujian pun, Satrya masih menolak untuk menghubungi Patty. Ia kesal tentu saja. Tapi akhirnya Satrya setuju untuk menghubungi Patty walaupun hanya sebentar malam itu.

"Jadi aku bilang saja hari ini aku ada di rumah eyang."

"Dia nggak curiga?"

"Nggak," Satrya tertawa kemudian melanjutkan, "Aku cerita ke dia kalau Budhe sempat tanya alasan aku nggak ikut ke Norway dan aku bilang karena aku sudah ada cewek."

"Oh ya? Tanggapan dia apa?"

"Ya dia sih cuman 'terus terus' saja. Tapi itu kejadian nyata, loh. Aku benar-benar bilang itu ke Budhe. Kan kamu ceweknya."

Seharusnya memang ia senang mendengar Satrya berkata begitu. Tapi jujur saja dia sudah mulai lelah dengan tingkah Satrya. Ia tahu Satrya pasti ingin dipuji lagi setelah ini. Tapi demi tujuannya untuk menghancurkan Patty, ia harus bersabar. "Serius?" tanyanya kemudian tertawa.

"Iya dong! Budhe bilang Budhe mau lihat foto kamu tapi aku nggak kasih lihat soalnya kita belum resmi, sih! Coba kalau sudah resmi."

Ia ingin menggeram kesal rasanya tapi ia harus tahan. Tahan…tahan. "Sabar ya, bang."

"Terus Mbak Hanna bilang katanya aku bucin. Memang sih aku bucin ke kamu. Iya nggak? Apa-apa aku selalu mikirin kamu, selalu ngedahuluin kamu."

"Iya bang. Makasih loh!"

"Selama libur ini kita main, yuk! Kamu mau ke Jakarta nggak? Ada tempat makan baru yang kelihatannya enak. Sekalian antar ibu bapa aku ke bandara, sekalian main yuk!"

"Memangnya nggak apa-apa aku ketemu sama bapa ibu abang?" ia kaget. Pergerakannya cepat banget. Ia bahkan belum sah menjadi pacar Satrya tapi ia sudah dibawa bertemu orang tuanya?

"Nggak apa-apa dong! Mereka pasti senang. Kamu kan cantik banget."

***

Selama liburan ini ia sudah tidak lagi memusingkan Nick yang semakin dekat dengan Patty. Malah, ia semakin tertarik membantu pekerjaan di klinik dan dealer mobil Satrya. Bagaimana pun juga, untuk dirinya yang pendiam, bekerja untuk memeriksa keuangan dan peralatan juga perlengkapan usaha adalah sesuatu yang ia sukai.

Tapi apa ini? Kok Patty mengunggah foto dengan latar yang sama dengan Nick? Wah bahaya. Apa Patty sudah move on? Ia harus meminta Satrya untuk kembali mengontak Patty!

Ia keluar dari ruang pribadi Satrya di dealer dan dengan cepat menuruni tangga menuju ruang Pak Kuntoro. Ia mengetuk pintu pelan sebelum membukaya.

"Sore, pak."

"Eh, cantik." sapa Kuntoro. "Masuk, masuk."

Satrya ikut menoleh ke arah pintu dan tersenyum lembut padanya.

Ia menggeleng kemudian berkata, "Saya mau ngobrol sama Satrya sebentar, pak."

"Oh… iya iya. Silakan." kata Kuntoro sambil berjalan keluar ruangan.

Ketika Kuntoro sudah keluar, perempuan itu menutup pintu di belakangnya kemudian berkata, "Say,"

"Ya?" tanya Satrya lembut sambil berdiri dan mengelus pipi perempuan itu lembut.

"Aku mau minta tolong…"

"Soal Patty?" tanya Satrya langsung.

"Loh? Kok kamu tahu?"

Satrya merogoh ponselnya lalu mengutak-atik ponselnya sebentar, membuat perempuan itu semakin penasaran. Satrya kemudian menunjukkan layar ponselnya pada perempuan itu dan berkata, "Nggak usah kamu minta tolong juga dia sudah hubungi aku duluan."

Perempuan itu melihat pesan yang dikirim Patty setengah jam yang lalu katanya 'Bang, abang gamau ngomong apa2 tentang foto aku di ingstaram?'

"Kamu nggak akan balas?" tanya perempuan itu dengan tatapan memohon.

Satrya menggelengkan kepalanya dan menyeringai genit pada perempuan itu kemudian berkata, "Nggak deh. Toh dia masih tergila-gila sama aku."

Perempuan itu ingin protes, tapi sudah lah. Selama Patty masih menyukai Satrya tidak apa deh. Daripada Satrya malah marah pada perempuan itu, lebih runyam urusannya.

Tapi beberapa hari kemudian, sekali lagi perempuan itu melihat story Nick dan Patty bersama-sama ada di taman safari. Aduh, ini sudah sangat berbahaya.

"Say," katanya yang sedang makan siang bersama Satrya di ruang pribadi di klinik Satrya.

"Hm?" tanya Satrya yang sedang asyik memakan bekal berisi nasi merah, kangkung cah sapi, dan pudding sebagai dessert yang dibawakan oleh perempuan itu. Ya, betul. Perempuan itu membawakan bekal untuk Satrya hampir setiap hari. Perempuan itu selalu mengaku kalau ia yang memasak semua itu. Benarkah? Tentu tidak!

Perempuan itu tidak dapat memasak sama sekali. Semua bekal ini adalah katering yang ia pesan. Biarlah, yang penting Satrya terpesona.

"Lihat deh." kata Sharon sambil menunjukkan story Patty pada Satrya.

Satrya mendesah kesal. Ia meletakan sendoknya kembali ke tempat bekal dengan agak kasar sampai perempuan itu agak tersentak. "Kamu mau aku chat Patty?"

"Em…"

Sebelum perempuan itu sempat membalas, Satrya menunjukkan layar ponselnya padanya. "Tuh."

Perempuan itu melihat sekali lagi ada pesan dari Patty yang berkata, "Bang, aku sama Nick jalan2 ke taman safari nih. Pengen deh kapan2 jalan2 ke sini sama abang. Bang Satrya apa kabar?"

Perempuan itu tersenyum lega. Patty ini bodoh atau tidak punya harga diri, sih? Perempuan itu tentu tidak akan melakukan hal memalukan seperti itu. Merendahkan harkat dan martabat (halah).

Ya sudah lah. Toh sepertinya Patty juga masih mengejar Satrya. Kita tunggu saja.

Semua hal itu membuat perempuan ini lengah. Ia tidak lagi terlalu mempedulikan story-story di ingstaram Patty. Ia juga sudah mengabaikan pesan-pesan dan foto-foto dari Guntur. Biarlah, toh Patty masih sering mengemis perhatian Satrya.

"Wah, dekorasinya cantik banget!" serunya saat masuk ke dalam ballroom Hotel Nusan yang disulap menjadi Candi Plaosan.

"Memang. Putri kan memang suka hal-hal berbau sejarah romantis. Tapi kamu tahu nggak ada yang lebih cantik dari dekorasi ini?" tanya Satrya sambil merangkul perempuan itu dari belakang.

Geli sekali! Perempuan itu tahu benar apa atau tepatnya siapa yang lebih cantik itu. Pasti Satrya ingin menggombal.

Tapi ia memaksakan senyum yang terlihat tulus lalu berbalik menatap Satrya sambil tersenyum dan berkata, "Aku tahu. Cinta abang sama aku, kan?"

Satrya terlihat berpikir sebentar dengan muka yang dibuat jenaka, membuat perempuan itu bergidik geli. Satrya kemudian berkata, "Ah benar juga. Tapi ada lagi yang lebih cantik."

"Apa tuh?" tanya perempuan itu dengan nada manja.

"Kamu." kata Satrya sambil tersenyum manis.

Perempuan itu jijik tetapi ia tetap tersenyum manis dan dengan manja berkata pada Satrya, "Aw... abang bisa saja."

Dalam hati, perempuan itu ingin menepis tangan Satrya. Mengapa? Pertama, sudah berkali-kali ia katakan ia tidak mau dirangkul di publik demi menjaga rahasianya agar rencananya dapat berjalan lancar, secara ia kan terkenal sehingga tidak ada tempat yang aman untuk berangkulan. Kedua, ia sudah kesal dengan Satrya sejak tadi sore karena Satrya sangat sulit untuk disuruh bersiap-siap dan akhirnya mereka berdua datang terlambat, hampir semua makanan sudah habis.

Tiba-tiba lampu di ballroom itu berubah remang. Terbalik dengan Satrya yang kaget, perempuan itu malah menghembuskan napas lega. Ia tidak lagi harus berpura-pura tersenyum pada Satrya.

Perempuan itu berusaha berpura-pura fokus menonton Putri menarikan tarian yang sangat cantik dengan teman-temannya. Di dalam hati, ia terus berdoa agar Satrya menjauh darinya.

Doanya terkabul. Satrya tiba-tiba mendekatkan mulutnya ke telinga perempuan itu dan berkata, "Aku ke toilet dulu, ya."

Yes!

Perempuan itu menoleh dan menatap Satrya sambil memberikan senyuman semanis mungkin kemudian mengangguk.

Akhirnya Satrya pergi juga! Perempuan itu dapat menonton pertunjukan dengan santai. Tapi ternyata tidak demikian. Tidak lama setelah lampu dinyalakan ia melihat... Patty?! Ia cepat-cepat memalingkan mukanya dan berlalu dari sana sebelum Patty melihatnya.

*

"Kamu masuk duluan gih. Aku mau ambil barang dulu," kata Satrya.

Perempuan itu mengangguk kemudian berdadah ria dengan Satrya sebelum masuk ke ruangan Satrya di klinik. Ia meletakan tas jinjing Chenel putih miliknya di atas meja kemudian duduk di kursi di balik PC. Ah, kursi yang nyaman. Membuatnya semakin semangat mengurus pembukuan klinik itu.

Tapi. Sebelum mulai pagi sibuk itu, tidak apa-apa kan kalau ia membuka ingstaramnya sebentar? Kemarin ia sangat sibuk mengurus pembukuan dealer ayah Satrya sampai tidak sempat bermain ponsel sama sekali. Tetapi apa yang ia lihat membuatnya membelalakan matanya tidak percaya. Apa ini?!

Ternyata kemarin Lexa mengunggah story di ingstaramnya sambil berseru, "Ah lega banget! Puas banget teriak-teriak! Ya nggak, hon?"

Loh? Lexa sudah pulang dari Ukraina?! Kok dia tidak tahu?

Lexa kemudian mengarahkan kameranya pada Ilyas yang hanya tersenyum, mengangkat kedua alisnya, dan mengacungkam jempol. Oh, mungkin ia ingin ber-quality-time dengan Ilyas.

Tetapi kemudian Lexa mengalihkan kameranya pada Nick yang menyambutnya dengan meloncat-loncat senang sambil mebgangkat kedua tangannya dan berseru "Woooo!"

Tunggu, kalau ada Nick di sana berarti....

Benar saja, kamera pun beralih pada Patty diiringi suara tawa Lexa. Patty melambai dengan malu-malu, membuat perempuan itu serasa akan meledak. Lexa ada di Bandung dan beramin dengan Patty tapi ia sama sekali tidak tahu?!

Kata-kata Lexa selanjutnya membuatnya lebih ingin marah, "Aduh si enèng malu-malu. Cantik ya, guys? Masih jomblo, loh. Baru move on dia!"

Apa?! Patty move on?! Sial! Gagal dong rencananya!

Story Lexa yang selanjutnya memperlihatkan unggahan ulang dari story seorang laki-laki bernama Nathan. Lexa, Patty, dan Nathan sedang duduk di Coffee's Orbit. Ugh, menyebalkan!

Story selanjutnya membuat perempuan itu berdiri kesal. Story selanjutnya memperlihatkan unggahan ulang dari story Nathan. Di sana, Patty dan Lexa sedang dikerumuni para fans, meminta foto. Patty sekarang menjadi selebgram juga?!

Perempuan itu baru akan melempar ponselnya ketika tiba-tiba pintu ruangan itu terbuka.

"Sayang," panggil Satrya seraya masuk ke ruangan Satrya di klinik.

Perempuan itu langsung berpura-pura merenggangkan tangannya ke atas dan menguap. "Eh, abang." katanya sambil memberikan senyuman termanisnya.

"Ngantuk, ya?" tanya Satrya lembut sambil terkekeh. "Rajin banget sih kamu. Pagi-pagi sudah kerja."

"Iya dong demi abang." katanya sambil kembali duduk.

Satrya mengelus kepala perempuan itu lembut sambil berkata, "Makasih ya, sayang."

Perempuan itu mengangguk sambil tersenyum. Bergidik geli, ingin Satrya segera keluar dari sana. Ia kemudian berkata, "Abang ke sini tadi mau apa?"

Satrya menepuk keningnya kemudian berkata, "Oh iya. Jangan lupa ya Senin depan kita ada acara launching di dealer."

Perempuan itu yang sedang bekerja di balik komputer melongokan kepalanya dan melepaskan kacamatanya kemudian tersenyum, "Nggak lupa, dong!"

"Nggak cuman itu." kata Satrya. Ia menyerahkan paperbag hitam dengan logo Persace yang sedari tadi dipegang. Ia meletakan paperbag itu di atas meja

"Apa tuh?" tanya perempuan itu sambil mengambil paperbag dengan penasaran. "Woah!" serunya sambil mengeluarkan kain lembut berwarna hijau tua dengan batik emas. Tapi ketika ia membuka lipatan kain itu... kemeja?

Satrya tertawa kemudian berkata, "Itu buat aku, sayang. Yang buat kamu ada di bawahnya."

"Oh," kata perempuan itu kemudian tertawa manis. Ia meletakan kemeja itu di atas meja kemudian merogoh sampai ke bawah paperbag. Kain hijau tua lainnya yang tidak kalah lembut namun tidak memiliki corak batik emas. Ia membuka lipatan kain itu dan...

"Wow!" serunya. Dress hijau tua yang sangat cantik!!

"Suka?"

"Banget!" serunya.

"Jangan lupa pakai ini, ya."

"Pasti!!" seru perempuan itu senang.

Satrya mengelus lembut kepalanya kemudian berbalik, membuka pintu hendak keluar dari sana. Perempuan itu menggigit bibirnya, berpikir sebentar kemudian berkata, "Kapan abang mau buat kita official?"

Satrya berbalik dengan semangat. "Kamu mau? Sekarang pun aku mau!"

Ia tertawa kemudian berkata. "Aku mau yang romantis, dong. Gimana kalau setelah launching di Hotel Nusan?"

Satrya dengan semangat mengangguk kemudian berkata, "Nanti aku kasih surprise buat kamu."

Ia menggeleng kemudian berkata, "Daripada itu, aku ada misi buat abang. Kalau misi ini selesai, berarti kita official. Gimana?"

Satrya cemberut tapi kemudian berkata, "Boleh deh. Asal bisa pacaran sama kamu."

"Kalau gitu," katanya pelan, membuat Satrya menutup pintu di belakang punggungnya dan duduk di kursi putih di sebrang perempuan itu. "Bang, tolong balas chat Patty, dong."

"Masih juga soal ini?!" seru Satrya.

"Tolong, bang. Abang tahu nggak hari ini Lexa main seharian dengan Patty?"

"Tahu." tanya Satrya kaget.

"Kok abang tahu?" tanya perempuan itu kaget.

"Tadi dia telepon ngajak gua ikut tapi gua lebih mau main sama kamu," kata Satrya dengan senyum menggodanya. Perempuan itu kaget. Keterlaluan.

Perempuan itu sudah hampir meledak tapi ia berusaha mengendalikan emosinya. Tidak. Jangan meledak dulu. Ia harus tahan emosinya demi goal ini.

"Ah abang bisa saja. Ayo main kalau kita sudah official nanti. Makanya sekarang bantu aku dulu, dong." kata perempuan itu semanis mungkin

"Okay," kata Satrya merogoh ponselnya kemudian membuka whatsinnya sambil berkata, "Kamu mau aku tulis apa?"

Perempuan itu mengulurkan tangannya. Satrya meletakan ponselnya di atas tangan perempuan itu dengan pasrah. Mata perempuan itu membelalak melihat pesan Patty sore tadi di sana. "Bang gw udah cape ga pernah dianggap sama lu. Gw ga akan chat lu lagi" katanya?!

"Seriously, bang? You've seen this, haven't you?! (abang sudah lihat ini, kan)" seru perempuan itu tanpa dapat ditahan.

"Apa?" tanya Satrya dengan dingin. Kesal.

"This." Perempuan itu menunjukan layar ponsel Satrya padanya.

"Yeah, so?" tanya Satrya dengan nada penuh harga diri dan muka sombong, menolak mengakui kesalahannya. Ia menyilangkan kedua tangan di depan dadanya dan menyenderkan badannya pada sandaran kursi.

Perempuan itu sudah hampir meledak tetapi ia berusaha menahan dirinya. Ia menarik napas dan berusaha memasang muka semanis mungkin sebelum berkata, "Please, bang. Katanya abang mau buat aku senang. Tolong bantu aku sekali ini saja. Cuman abang yang bisa bantu aku."

Satrya menegakkan badannya sedikit kemudian meluruskan tangannya dan berkata, "Ya... yasudah kalau begitu."

"Thanks." kata perempuan itu kemudian mulai menulis di ponsel Satrya. Semoga pesan ini tetap dapat meluluhkan hati Patty.

Perempuan itu mengembalikan ponselnya pada Satrya dan berkata, "Bang, kalau Patty sudah jawab kasih tahu aku, ya."

"Siap!" kata Satrya sambil memaksakan seulas senyum dan mengambil ponselnya. Ia memasukkan ponselnya ke dalam saku sebelum berdiri dan melangkah menuju pintu. Tetapi sebelum ia sampai ke pintu, ia mebalikan badannya dan menatap perempuan itu. "You know what (tahu nggak)?"

Perempuan itu yang baru saja menyalakan PC mengangkat kepalanya, menatap Satrya sambil tersenyum dan berkata manis, "What?"

"Gua nggak pernah suka kalau ada orang yang menyalahkan gua tentang sesuatu." katanya sambil berjalan mendekat pada perempuan itu.

"Gua..." perempuan itu sudah menaikan suaranya tetapi kemudian menahan dirinya, menghembuskan napas kemudian berkata, "Sorry kalau abang ngerasa gitu. Aku cuman kaget saja Lexa ternyata..."

"Lexa dan Patty itu masalah lu. Bukan gua." kata Satrya sambil berjalan dengan cepat menuju pintu, membuka dan menutup pintu dengan kasar.

Perempuan itu memijit keningnya. Ia hampir menangis sakin kesalnya. Akibatnya, ia tidak dapat bekerja dengan fokus. Bahkan, ia tidak dapat bekerja sama sekali. Bagaimana ini? Sudah lewat pukul setengah 12 dan Patty masih belum membalas pesannya juga. Kepala perempuan itu mendadak pusing memikirkan hal itu, membuatnya memijit keningnya.

Tiba-tiba, pintu ruangan itu terbuka. Perempuan itu mengangkat kepalanya, melihat siapa yang masuk ke ruangan itu. Satrya?

Satrya terlihat masih kesal. Ia langsung duduk di kursi di depan perempuan itu kemudian menyerahkan ponselnya sambil berkata, "Dia sudah balas."

"Oh?!" perempuan itu langsung ceria. Dengan semangat ia mengambil ponsel Satrya dan melihat pesan dari Patty yang berkata, "Hey bang. Gapapa."

Oh tidak. Patty benar-benar menjauh! Okay, kalau begitu waktunya mendekat!

"Besok kita brunch di Kafe Sosialita yang lagi happening gimana?"

Perempuan itu menunggu dengan tegang. Sudah dua menit dan Patty belum membalas. Akhirnya, balasan itu datang juga. "Ok."

Ya ampun, Patty benar-benar... menjauh. Oh tidak! Ia harus lebih gencar lagi.

"Pat, sore ini nonton, yuk!"

Tidak ada satu menit kemudian, balasan dari Patty datang. "Oh, ayo!"

Untunglah Patty mulai mendekat. Tetapi ini masih kurang. Baru saja perempuan itu mengetik huruf 'P', Satrya sudah mengambil paksa ponselnya sambil berkata, "Sudah, cukup."

Satrya membaca kembali pesan yang dikirim perempuan itu kemudian berdiri dengan marah dan berkata, "Lu ajak dia brunch dan nonton tanpa persetujuan gua?!"

"So...sorry bang. Aku panik." katanya panik. Ia sudah hampir menangis melihat Satrya murka seperti itu.

"Lu tahu nggak gua ngerasa dimanfaatin sama lu." kata Satrya dengan rahang yang tegang.

"Nggak, bang. Abang kan tahu aku benar-benar suka sama abang. Aku janji setelah ini semua, hari Senin ini juga, kita pacaran." kata perempuan itu. Air mata mulai bercucuran di pipinya.

Satrya duduk. Membanting ponselnya ke atas meja kemudian berkata, "Terserah lah. Do as you wish (lakukan semaumu)."

Perempuan itu meraih ponsel Satrya dengan tangan gemetar sedang Satrya melihat perempuan itu dengan sangat kesal. Perempuan itu menangis untuk beberapa menit sedang Satrya memutar bola matanya, menyenderkan badannya di kursi, dan melipat kedua tangannya di depan dada.

"Bang," panggil perempuan itu akhirnya dengan suara yang pelan dengan gemetar.

Satrya hanya menjawab dengan gumaman.

"Kalau hari ini abang lunch sama Patty gimana?"

Satrya berdiri dan mengambil ponselnya dengan paksa dari tangan perempuan itu. "Fine, gua pergi sekarang."

Perempuan itu menangis tersedu-sedu ketika Satrya sudah membanting pintu di belakangnya. Entah berapa lama ia menangis. Ketika tangisannya reda, ia mendapat pesan dari Satrya

12.35 – gw sampe di rumah patty. semoga rencana lu, apapun itu, tercapai.

12.35 – nice gw salah kirim chat itu ke patty. kalau dia udah baca dan curiga, gw udah ga peduli.

Entah mengapa membaca pesan dari Satrya itu membuatnya kembali menangis lagi.

***

Satrya tidak kembali ke klinik sampai malam. Tidak membalas pesan perempuan itu sama sekali sampai tengah malam. Perempuan itu khawatir tetapi tidak berani menelepon. Ia takut Satrya akan marah.

Bahkan sampai keesokan harinya, Satrya tidak datang ke klinik seperti biasa. Ia juga belum memberi kabar apapun pada perempuan itu. Perempuan itu pulang ke rumah sendiri dengan hati yang galau tapi....

Apa ini? Tiba-tiba Guntur mengirimkan foto Nick saat memasuki rumah Olive, foto Nick saat keluar dari gerbang bersama Olive dan foto Nick di atas Dukatihnya sedang menepuk kepala Olive dengan lembut sambil tertawa. Wah luar biasa. Kalau begini sih bisa-bisa sekali dayung dua tiga pulau terlampaui!

Tadi memang suasana hatinya sangat kacau. Sekarang? Sekarang ia merasa seperti mendapat jackpot.

Ia berdiri dan berjalan ke meja belajarnya, mengeluarkan ponsel bekas yang ia beli beberapa hari lalu dengan kartu SIM bekas yang dibelikan Guntur atas perintahnya. Ia memindahkan foto-foto itu ke ponselnya melalui laptop miliknya, dengan data kabel.

Sekarang, ia akhirnya dapat memecah belah Nick dan Patty sebelum rencana besarnya dilancarkan. Terlebih lagi ia tidak tahu apa yang Nick dan Olive bicarakan tadi siang. Jangan-jangan Nick sudah curiga pada cerita Satrya dan Olive menceritakan semuanya. Maka dari itu, Nick dan Patty harus cepat dipisahkan.

Tapi ia sendiri masih belum yakin bagaimana cara meyakinkan Patty bahwa Nick dan Olive bersengkongkol untuk menjatuhkannya. Nick bahkan tidak terlihat seperti telah melakukan sesuatu mengenai hal ini. Justru kalau ia tiba-tiba mengirimkan pesan ini, bukankah akan mencurigakan?

Ah tidak tahu deh!

Namun, hal yang jauh lebih penting dari itu adalah: Satrya. Bagaimana mungkin rencananya akan berhasil bila Satrya hilang seperti ini?

Akhirnya, malam itu masuk sebuah pesan dari Satrya yang berbunyi, "Not even a single call. Wow." (tidak ada telepon sama sekali).

Perempuan itu memutar bola matanya. Serius deh. Seperti perempuan saja. Tetapi ia harus sabar.

Ia menelepon Satrya, berusaha tersenyum dan mulai berkata, "Hey, my Ksatria Baja Hitam."

"Kenapa sih nggak ada inisiatif banget?" omel Satrya.

"Nggak ada inisiatif gimana sih, bang?" tanya perempuan itu selembut mungkin tanpa dapat menyembunyikan kekesalannya dengan sempurna.

"Nggak bisa ya telepon aku kalau aku lagi marah?"

Perempuan itu menghembuskan napasnya sepelan mungkin supaya tidak terdengar Satrya sebelum ia berkata, "Aku... takut abang marah."

"Mana mungkin sih aku marah kalau kamu telepon? Kalau kamu nggak telepon gini baru aku marah."

"Maaf ya, bang." kata perempuan itu selembut mungkin sambil memutar bola matanya lagi. "Aku setakut itu kehilangan abang, tahu? Setakut itu sampai nggak berani apa-apa."

"Ah... bisa saja kamu." kata Satrya kemudian tertawa.

"So... gimana nih tadi? Maaf ya aku repotin abang terus."

Satrya tertawa genit kemudian berkata, "Memang kapan sih aku gagal?"

***

Hari pertama sekolah, tentu saja rasanya masih bersemangat. Tapi karena pola tidur yang tidak baik selama libur, perempuan itu hampir saja terlambat. Di depan pintu kelas, ia dapat mendengar suara Lexa yang khas, "Cie… Nicky akhirnya nggak mau Patty diambil Satrya."

Ia masuk ke dalam dan meletakan tasnya sambil terus menonton Patty, Nick dan Lexa yang duduk di tengah kelas. Ingin rasanya ia menjambak rambut Patty kuat-kuat.

"Heh!" Nick tertawa sambil melihat Lexa.

Ia mengambil tempat duduk di sebelah Lexa, di dekat tembok supaya cukup jauh dari Patty kemudian bertanya sambil tersenyum pada Lexa. "Ada apa sih, Xa?"

"Ini nih si Nicky. Sudah tahu Patty ada janji date dengan Satrya sore ini, dia malah minta Patty ngobrol dengan dia sebelum ketemu Satrya." kata Lexa sambil tertawa.

Gawat. Apa jangan-jangan benar Nick sudah tahu tentang itu semua? Ia harus benar-benar mengirimkan foto-foto itu supaya Patty curiga pada Nick dan Olive.

Tidak, tidak sekarang. Ia harus mengamati terlebih dahulu kapan mereka akan pergi dan kemana. Akan jauh lebih baik kalau ia dapat membuntuti mereka, kan?

Tapi, sampai mendekati istirahat kedua pun mereka masih belum pergi juga. Kalau begitu bagaimana ia dapat membuntuti mereka? Sore ini setelah sekolah selesai kan ia dan Satrya harus menghadiri launching. Sudahlah, lebih baik ia kirim foto-foto itu sekarang mumpung ia masih dapat memperhatikan ekspresi Patty.

Ia memastikan bahwa VPN di ponselnya telah menyala lalu mengirimkan foto-foto Nick dan Olive pada Patty. Ia melihat dari bangkunya di samping kanan depan Patty bagaimana Patty dengan penasaran membuka ponselnya. Ekspresi Patty berubah kaget kemudian melirik Nick yang duduk di sebelahnya. Bagus. Setidaknya ia sedikit tenang ketika ia berdiri di balkon foodcourt saat istirahat siang sambil melihat Nick dan Patty pergi ke gedung parkir.

***

Ia membuka kamar 213, dengan hati-hati meletakan kamera mininya di atas accent table kemudian menarik meja itu ke sebelah ranjang dengan jarak sedemikian rupa supaya kamera ini dapat mengambil gambar muka Patty dengan jelas. Ia mencoba merekam dengan kamera itu dan melihat hasilnya di ponsel barunya kemudian menangkap layar ponselnya. Bagus. Tepat seperti yang ia perkirakan.

Ia mengirimkan foto itu pada Satrya supaya Satrya tahu dimana kira-kira ia harus mendorong Patty. Ia tersenyum membayangkan muka Patty ada di foto itu. Orang bilang kita harus dapat memvisualisasikan apa yang mau kita capai supaya tujuan kita tercapai, bukan?

Ia mengambil gelas dan pot bunga dan meletakannya di sekitar kamera kecil itu untuk membuat kamera kecil itu semakin tidak terlihat. Setelah selesai, dengan perlahan ia pergi meninggalkan kamar itu dan berjalan ke bawah, menuju ruang CCTV Hotel Nusan. Di sana, ia memerhatikan Patty dan Satrya yang masih duduk di meja makan.

Beberapa menit kemudian, Satrya mulai berdiri, disusul dengan Patty. Satrya menarik Patty keluar dari kursinya dan tidak lama kemudian mereka berjalan. Ia melihat melalui layar lain, Satrya dan Patty berjalan menuju lift, menuju kamar 213, kemudian pintu tertutup di belakangnya.

Ia melihat rekaman kamera mini dari ponselnya. Bagus. Tepat seperti yang ia rencanakan. Bahkan reaksi Patty pun tepat seperti yang ia bayangkan.

Patty kemudian berdiri dan berlari keluar dari kamar hotel. Ia terus menonton Patty yang sedang berlari keluar dari lobi hotel sambil tersenyum. Akhirnya hari ini datang juga.

Subuh itu, pukul 3 dini hari, ia akhirnya selesai mengikuti semua siswa-siswi GIS di ingstaram dengan akun ingstaram palsu yang dibuat di ponsel barunya. Ia langsung mengunggah foto Patty di atas ranjang itu, baik ke halaman ingstaramnya maupun ke story. Hingga pukul 9 pagi itu, story tersebut telah dilihat oleh lebih dari 400 orang dan semua siswa-siswi GIS telah ramai membicarakan Patty. Bahkan, Nick sudah pulang sejak kelas kedua tadi. Lexa terlihat sangat terguncang sepanjang hari. Rasanya ini adalah hari yang paling membahagiakan untuknya. Tapi ternyata tidak.

Keesokan harinya adalah hari yang terbaik untuknya. Saat istirahat siang, di foodcourt saat makanan mereka sudah habis, Lexa tiba-tiba berdiri dan berkata, "Attention qualified people! (Perhatian untuk orang-orang yang berkualitas)"

Semua mata anggota QS dan Bandha Bandhu langsung tertuju pada Lexa. Lexa memandang sekeliling kemudian berdeham. "I think mulai minggu depan gua akan keluarkan Patty dari QS secara resmi. You guys have to know that this is a very very hard decision for me to make because as you guys know (Kalian harus tahu bahwa ini adalah keputusan yang sangat sangat sulit untuk gua buat karena sebagaimana yang kalian tahu) betapa berharganya Patty buat gua. Jadi, mohon pengertian kalian kalau untuk ke depannya mungkin gua akan murung atau sering bolos. Kalian nggak perlu cari gua, gua hanya perlu waktu sendiri untuk sementara."

"You okay hon?" tanya Ilyas di sebelah Satrya.

"I am. Tapi coba kalian lebih perhatikan Satrya. Dia pasti yang paling terpukul." kata Lexa kemudian berjalan pergi dari foodcourt.

Perempuan itu menatap Satrya. Satrya langsung menangkupkan kedua telapak tangannya pada mukanya dan berkata, "Seharian ini gua berusaha diam tapi sebenarnya gua sangat terpukul."

"Aw man, jangan pikirkan cewek macam Patty. Masih banyak nih cewek-cewek berkualitas di meja sebelah kita." kata Zaki sambil menepuk pundak Satrya.

Nick hanya terdiam, memandangi meja di hadapannya tanpa berkata apa-apa. Bagus. Nick tidak membela Patty. Ia yakin benar pasti ada sesuatu yang terjadi antara Nick dan Patty. Apalagi didukung dengan foto yang dikirimkan Guntur kemarin siang. Foto yang memperlihatkan Nick dengan muka gusar naik ke atas motor Dukatihnya.

Baiklah, sekarang sepertinya waktu bagi perempuan itu untuk beristirahat dan fokus berpacaran dengan Satrya. Tentu tidak akan terlalu lama. Jujur saja, ia tidak tahan dengan sikap Satrya yang tidak mau disalahkan, yang selalu ingin dipuji dan dianggap. Tapi ia tidak dapat memutuskan Satrya sekarang. Tidak sekarang.