"Thanks guys kalian semua tetap datang walaupun rapat ini baru gua umumkan kemarin malam," kata Lexa di depan podium ruang VIP 1, ruang VIP paling kecil di lantai 3 foodcourt GIS. Ruangan itu sangat kecil bila dibandingkan ruang VVIP 5 yang dipakai untuk Pesta Kejutan Patty. Lexa berdiri di atas panggung kecil berwarna hitam dengan podium akrilik menghadap sederetan siswa siswi yang duduk di kursi-kursi hitam empuk yang memenuhi bagian depan dari ruangan putih kecil itu. Lexa menggenggam ujung podium dengan kedua tangannya yang bergetar sambil melanjutkan, "Gua tahu pasti kalian juga capek karena sekarang sudah malam, sudah lewat maghrib juga. Jadi gua benar-benar… berterimakasih."
Semua orang di ruangan itu, anggota Bandha Bandhu dan QS, memperhatikan Lexa dengan seksama dan prihatin. Tidak ada yang pernah melihat Lexa seserius ini.
Lexa menghela napas sebelum melanjutkan, "As you guys have noticed that beberapa hari ini gua been thinking about whether or not to kick Patty out of QS. And today, I've decided to…" Lexa menghela napas sebelum melanjutkan dengan suara bergetar, "really kick her out of QS."
"Nggak!" seru Nick yang duduk di kursi paling belakang. Semua siswa siswi di sana melihat pada Nick dengan kaget. "Gua nggak setuju! Xa, kita bahkan belum dengar cerita dari sisi Patty. Kok lu tega banget mutuskan hal sekejam ini tanpa cross check dulu. Mungkin dia dijebak."
"Impossible! Siapa yang bakal jebak dia, Nicky? Stop being so blind! Kenapa lu selalu bela orang yang gua benci, sih?" seru Lexa dari podium.
"Gua setuju sama Nick," kata Wilson yang duduk di sebelah Nick dengan kaki yang selalu bergetar naik turun. "Kita nggak bisa ambil keputusan sepenting ini tanpa dengar sisi dari orang yang bersangkutan."
Lexa dan Nick terdiam. Ini di luar rencana mereka. Mereka pikir anggota Bandha Bandhu dan QS akan menurut-nurut saja apa pun yang akan Lexa katakan. Tapi biarlah, keadaan ini justru memudahkan rencana mereka.
"Iya," sambung Debby yang duduk di paling depan. "Gua sebenarnya nggak mau banyak omong. Gua sengaja biarkan lu ambil waktu untuk merenung supaya tenang. Tapi, memang menurut gua Patty punya hak untuk membela diri."
Terdengar gumaman di antara anggota Bandha Bandhu. Kemudian Satrya yang duduk di paling depan berkata, "Walaupun gua sakit hati banget dengan apa yang sudah Patty lakukan, tapi gua setuju dengan Debby. Pasti ada alasannya. Tapi apa Patty masih mau datang ke sekolah setelah semua ini?"
Sharon yang duduk di belakang Debby ikut berkata, "Ya, Xa. Kita nggak boleh gegabah. Ayo kita kasih kesempatan Patty untuk explain her reason. Kalau dia nggak berani, gua bersedia jadi juru bicara dia."
Mulut Lexa ternganga lebar. Ia tidak menyangka ternyata Bandha Bandhu dan QS memiliki pikiran yang jauh lebih terbuka daripada sebagian besar siswa siswi GIS yang memberi komentar di unggahan akun palsu itu. Komentar-komentar yang penuh dengan hujatan, cacian, makian, bahkan kutukan seakan mereka telah mengetahui seluruh cerita yang ada di balik foto itu. Mulai dari komentar yang berkata bahwa itu adalah karma karena meninggalkan teman demi ketenaran bersama QS sampai komentar yang paling membuat Lexa—dan Ayu—geram yang mengatakan bahwa Patty sebenarnya memang sudah sering dipakai di Hotel Nusan.
"Okay okay kalau itu mau kalian," kata Lexa sambil mengangkat kedua tangannya seakan menyerah kemudian melanjutkan, "Tapi gua nggak akan sanggup untuk ada di sana waktu Patty bela dirinya. Jadi, gua mau minta tolong orang yang paling bisa tenang dalam segala situasi untuk gantiin gua nanti."
Semua siswa siswi di sana terdiam. Menanti dengan penasaran siapa yang Lexa maksud.
Lexa menatap Sharon yang memasang senyum tanpa dosa pada Lexa. Ingin sekali rasanya Lexa merobek bibir itu. Dasar munafik!
"Sharon," kata Lexa. Lexa melihat Sharon menegakkan badannya dengan kaget dan penuh harapan. Lexa ingin sekali melempar podium, yang sedari tadi ia genggam dengan tangannya yang semakin bergetar, ke muka Sharon. Tetapi ia menahan dirinya dengan mencengkram podium sampai ujung podium itu retak. "Gua percaya sama lu. Gantiin gua, ya."
Sharon mengangguk dengan amat gembira, membuat Lexa benar-benar ingin berlari ke arah Sharon dan menjambak rambutnysa sampai rontok. "Siap, Xa! Serahkan semuanya sama gua!"
Lexa langsung mengarahkan matanya pada Nick sebelum ia meledak kemudian berkata pada Nick, "Nicky, lu kontak Patty, suruh dia datang ke gedung olah raga GIS besok pagi. Gua akan kontak kepala sekolah supaya seluruh siswa dikumpulkan di gedung olahraga di jam pelajaran pertama."
"Nggak, Xa. Patty nggak akan mau ngomong sama gua. Dia benci banget sama gua sekarang." kata Nick murung.
Lexa melihat ekspresi Sharon dan Satrya semakin berseri setelah mendengar perkataan Nick. Ternyata benar mereka memang ingin memisahkan Nick dan Patty juga. Keterlaluan. Walaupun Lexa belum tahu apa alasan mereka, tapi pikiran itu sudah cukup membuat Lexa meledak. Ia memukul podium dengan keras sampai ujung podium yang retak itu patah sepenuhnya dan jatuh ke panggung, membuat semua siswa siswi di ruangan itu kaget dan terdiam.
"Kalau gitu siapa? SIAPA yang bisa?!" teriak Lexa sambil memejamkan kedua matanya.
"Xa, kalau ini bisa membantu lu tenang, gua akan datang ke rumah Patty untuk jemput dia besok." kata Satrya.
Lexa menatap Satrya kaget. Bukannya ia tidak memperkirakan kalau Satrya akan mengajukan diri, ini pun sudah diantisipasi dalam rapat kecil mereka kemarin di rumah Patty. Hanya saja ia pikir Sharon yang akan mengajukan diri.
Lexa melirik Sharon. Tangan Sharon masih setengah terangkat di udara, matanya menatap Satrya dengan tidak percaya dan mulutnya setengah ternganga. Ternyata benar, Sharon juga ingin mengajukan diri. Bagus. Semoga mereka bertengkar sehabis ini.
Ini bahkan lebih lancar dari skenario yang mereka bayangkan. Oh, baiklah. Agar para pembaca dapat mengerti, penulis akan memundurkan alurnya sedikit.
Kemarin malam.
"Kalau dia buat ingstaramnya terbuka untuk publik dengan banyak hashtag, bukannya berarti dia setuju kalau fotonya dilihat semua orang?" kata Nick.
Patty tertegun. Logika Nick benar juga.
"Eleh eleh... berarti tante ge kudu ngonci ingstaram tante, nya? (berarti tante juga harus mengunci ingstaram tante, ya?)" kata Desi yang muncul sambil membawa nampan berisi bala-bala dan gehu.
"Eh tante." kata Nick sambil mengangguk sopan.
"Eleh eta kunaon panon jeung pipina?(waduh kenapa itu mata dan pipinya?)." tanya Desi kaget menatap Nick. Iya, Patty juga penasaran dengan mata dan pipi Nick tapi ia terlalu malu untuk bertanya. Gengsi dong!
"Jatuh dari tangga tante." kata Nick sambil tertawa.
"Eleh ati-ati atuh, jang." kata Desi sambil tersenyum lalu langsung mengambil satu potong gehu dan duduk di pegangan sofa Patty. "Punten, nya. Tante pengen denger masalahna naon. (maaf ya. Tante mau dengar masalahnya apa)"
Nick mengangguk ramah dan berkata, "Nggak apa-apa dong, tante. Apalagi ini tentang Patty juga."
Lexa dan Ayu menyambut kata-kata Nick dengan anggukan setuju.
"Jadi kumaha (gimana)? Eta foto-foto rek dinaonkeu? (foto-foto itu mau diapakan)" tanya Desi antusias.
"Iya, nih. Gua juga penasaran!" seru Lexa pada Ayu, "Ayo dong spill it out (kasih tahu)!"
"Itu kan rencana Nick. Coba Nick ceritakan rencana lu. Gua juga belum dengar rencana detailnya." kata Ayu dingin sambil menatap Nick datar. Namun, bila diperhatikan dengan seksama, sorot penasaran di mata Ayu sangat besar.
"Em..." Nick menggaruk kepalanya dan bertanya pada Ayu, "Memangnya gua belum cerita detail?"
Ayu balas menatap Nick dengan bingung.
"Kan gua sudah bilang, foto-foto itu mau gua kasih lihat ke siswa-siswi GIS di depan Sharon, Satrya, dan Patty lalu paksa mereka untuk kasih klarifikasi."
"What?!" seru Ayu mengagetkan semua orang di sana. "Lu nggak mikir lebih jauh dari itu? Dimana kita kumpulkan anak-anak GIS? Gimana kita kumpulkan mereka supaya nggak ada yang curiga? Dan terutama gimana supaya Patty datang ke sana tanpa membuat penasaran Sharon dan Satrya?"
"Sabar, sabar, Yu." kata Lexa yang masih kaget dengan reaksi Ayu. "Nicky memang begitu."
Patty memukul jidatnya. Aduh, kenapa juga ia sempat memercayakan masalah ini pada Nick, sih? Anak yang selalu impulsif ini tidak mungkin bisa membuat rencana detail seperti itu.
"Ke heula (sebentar)," kata Desi. "Punten nya tante geus denger sebagian ti tadi (maaf ya tante sudah dengar sebagian dari tadi). Mun ceuk anak muda mah (kalau kata anak muda sih), please correct me if I'm wrong (tolong betulkan bila salah), bukannya neng Lexa teh kepala geng hits di GIS?"
Lexa mengangguk dengan penasaran. Dalam hati ia mulai semangat lagi. Wah, kira-kira apa nih rencana yang dimiliki Desi?
"Gampang atuh mun kitu mah (mudah dong kalau begitu). Buat saja rapat kecil gitu. Neng Lexa nanti bilang mau keluarkeun Patty gitu dari geng hits eta (geng hits itu). Biar resmi, Neng Lexa mau ada macam sidang buat dengar pembelaan Patty. Tah, di ditu engke foto-foto eta disebar (nah, di situ nanti foto-foto itu disebar)."
Semua orang di sana melongo. Membuat Desi salah tingkah dan akhirnya berkata, "Eh... tapi susah teuing, nya? (terlalu susah, ya?)"
"No!" seru Lexa dengan muka cerah dan berseru, "It's brilliant, tante!"
"Ah masa?" tanya Desi dengan muka tersipu.
"Kalau gitu, kita tinggal arahkan supaya Sharon atau Satrya yang jemput Patty ke rumah di hari sidang. Supaya mereka semakin nggak curiga." tambah Ayu sambil memegang dagunya.
"Supaya mereka nggak curiga pada Lexa," tambah Nick semangat, "Lu harus kelihatan marah dan sedih banget di rapat itu, Xa."
Lexa mengangguk sepakat dan menambahkan, "Dan lu harus jadi satu-satunya orang yang membela Patty. Secara semua orang kan tahu lu sayang banget sama Patty."
Kata-kata Lexa yang tidak memiliki maksud apa pun itu sukses membuat muka Patty memerah. Nick sayang sekali padanya?
Nick yang tidak menyadari apa-apa itu malah mengangguk dengan semangat dan berkata, "Iya, benar. Setuju!"
Nick melirik Patty, ingin melihat apakah Patty juga setuju. Tapi ternyata muka Patty malah berubah menjadi semakin merah. Bagaimana tidak? Dengan berkata seperti itu kan seakan-akan Nick benar-benar setuju dengan kata-kata bahwa ia sayang sekali pada Patty!
Setelah beberapa saat bingung dengan reaksi Patty, Nick akhirnya menyadari hal itu. Ya ampun! Nick baru saja mengakui perasaannya. Tapi ya sudahlah. Toh semua orang sudah tahu.
Nick melemparkan senyum lebar dan tulusnya pada Patty saat Patty tidak sengaja menatap Nick. AAAH! Patty ingin kabur saja rasanya.
***
Patty mengoleskan kembali eyeshadow merah dan jingga sekali lagi di hidungnya kemudian menatap bayangannya. Sempurna. Patty sengaja tidak tidur malam itu, ia begadang menonton film-film dan series sedih sehingga matanya menghitam dan bengkak alami, hidungnya ia buat bengkak supaya dramatis dengan sentuhan eyeshadow, ia memakai bedak dan tidak memakai lipstick supaya bibirnya terlihat pucat.
Ponsel Patty bergetar, menandakan ada satu pesan masuk. Jantung Patty langsung beredgup kencang. Jangan-jangan Satrya sudah ada di depan menunggunya. Patty menarik napas dan menghembuskan napasnya, menenangkan dirinya sekaligus mempersiapkan diri. Setelah siap, ia mengambil ponselnya dan membuka pesan yang masuk. Ternyata dari Nick.
"Semangat ya Pat! Jangan lupa briefing kita kemarin!"
Patty tersenyum. Ia ingat kemarin Nick, Lexa, Ayu, dan dirinya telepon video berempat di rumah mereka masing-masing. Nick dan Lexa heboh bercerita bagaimana Lexa hilang kesabaran di podium sedangkan Ayu hanya mengangguk-angguk tanpa ekspresi. Patty sangat sangat bersyukur. Meskipun ada masalah yang menghadang tapi teman-temannya terus mendukungnya dan melindunginya.
Ponsel Patty bergetar. Jantung Patty berdegup lebih kencang karena kali ini Satrya meneleponnya, bukan hanya mengirim pesan. Patty mengangkat teleponnya dengan tangan bergetar, "Halo?"
"Gua di depan. Cepat keluar."
Patty langsung mematikan teleponnya. Ia sangat takut. Ia kembali ingat apa yang terjadi di hotel Senin itu. Rasanya ia ingin kabur saja. Biar saja masalah ini tidak selesai asal ia tidak perlu bertemu Satrya.
Patty sangat panik sampai-sampai ketukan lembut di pintu kamarnya membuatnya menjerit. Desi membuka pintu kamar Patty perlahan. Matanya berkaca-kaca melihat anak semata wayangnya begitu ketaktuan dengan semua yang terjadi.
"Aduh eneng meuni karunya pisan kamu téh." kata Desi sambil merentangkan kedua tangannya dan berjalan masuk kemudian memeluk Patty. "Sing kuat nya neng. Sumaget nya geulis." lanjut Desi sambil mengelus-elus rambut Patty lembut dan mengecup pucuk kepala Patty.
Patty balas memeluk Desi. Ia sangat ingin menangis tapi tidak boleh! Nanti bedaknya luntur semua! Patty mengerjapkan matanya dan menatap atas, berharap air matanya tidak jatuh ke pipinya.
Desi mengelap kedua matanya, memasang senyum cerianya, melepas pelukannya dan menatap Patty kemudian berkata, "Gih buru turun. Éta si bedegong gues di hareup."
Patty tertawa kemudian salim pada ibunya sambil berkata, "Enya mah," Patty menatap Desi dan melambai pada Desi, berusaha bersikap seriang mungkin sambil berkata, "Eneng inditnya mah! Doakeun sing lancar!"
***
Patty masuk ke mobil Satrya tanpa berkata apa pun. Satrya pun langsung menjalankan mobilnya tanpa berkata apa-apa.
Patty yang tegang terus memainkan kedua tangannya sambil sesekali melihat kaca spion. Saat itulah, Patty sadar sesuatu. Di belakang mereka ada motor bebek. Ya tentu saja. Pasti banyak motor bebek di Bandung. Tapi yang spesial dari motor bebek ini adalah sang pengendara memakai jaket kulit hitam dengan helm doraemon yang Nick belikan untuk Patty. Itu pasti Nick!
Patty tersenyum lega. Setidaknya ia merasa sedikit aman mengetahui Nick ada di sekitarnya. Memang dasar Nick ada saja akalnya.
Satrya tiba-tiba membuka jendelanya. Membuat Patty menatapnya dengan terkejut. "Gua nggak tahu kenapa lu tiba-tiba tersenyum," kata Satrya dengan suara yang agak pelan sehingga hampir tidak terdengar di tengah bisingnya suara kendaraan di jalanan luar, "Tapi kalau lu senyum karena lu pikir lu bisa membuat gua mengaku, lu salah besar. Apa pun yang lu rencanakan, nggak akan ada orang yang percaya omongan lu. Nggak akan ada orang yang menyangka kalau orang di foto itu adalah gua."
Patty ternganga. Okay, tapi kenapa dia harus buka jendela begitu sih?
"In case you're wondering, gua cukup pintar untuk bicara di tengah bising jalan raya. Gua kan nggak tahu apa lu sekarang rekam pembicaraan kita atau nggak." lanjut Satrya kemudian tertawa kecil sambil menggelengkan kepalanya. Seakan sedang memuji dirinya sendiri 'pintar sekali aku'.
Patty mencibir. Kenapa dulu ia tergila-gila dengan orang narsistik ini sih? Dia tidak cukup pintar untuk tahu dia sedang berjalan langsung ke dalam jebakan, tuh.
Mereka tidak berbicara lagi sampai di GIS. Saat itu GIS sudah sepi karena bel sudah berbunyi. Patty berusaha mengatur napasnya. Tenang, tenang, ada Nick di sekitar Patty. Patty pasti aman. Tenang.
"Turun!" kata Satrya sebelum ia membuka pintu mobilnya dan keluar dari mobil kemudian menutup pintunya keras-keras.
Patty menatap Satrya dengan kesal. Untuk apa sih seperti itu? Berlebihan! Patty keluar dari mobil Satrya dan menutup pintunya perlahan dan lembut. Membuat Satrya kesal. Patty ini sedang meledek dia atau apa sih?
Mereka berdua berjalan menuju gedung olah raga. Patty menahan napas ketika Satrya membuka pintu gedung di depannya. Ketika mereka melangkah masuk, Patty sadar semua mata menatap ke arah Patty yang berjalan di lapangan, di bawah semua siswa siswi GIS. Tatapan yang penuh dengan penghakiman dan asumsi, meski memang ada beberapa yang memandang Patty dengan kasihan dan dengan dukungan yang tidak terucap.
Patty terkesan bagaimana Lexa berhasil mengumpulkan semua siswa siswi GIS di satu sisi menghadap Sharon yang sedang berdiri di tengah lapangan. Sharon menoleh dan tersenyum lembut menatap Patty.
Satrya meninggalkan Patty begitu saja dan duduk di sebelah Lexa yang sedang menyender pada pundak Debby, terlihat seperti sedang terisak-isak sedangkan Listy duduk di samping Debby dengan muka serba salah dan Ayu duduk tanpa ekspresi di samping Listy. Luar biasa memang Lexa ini. Tapi Patty tidak melihat Nick dimana pun. Bukannya tadi Nick mengikuti Patty dan Satrya dari belakang?
Sharon menepuk pundak Patty dan memberikan senyum manisnya. Kalau Patty belum mengetahui yang sebenarnya, ia pasti sekarang sudah tertipu lagi dan mengira Sharon benar-benar tulus ingin membantunya. Luar biasa.
"Pat, lu sudah siap? Kalau lu nggak bisa ngomong, gua bisa gantiin lu ngomong, kok." katanya lembut.
Patty menggeleng kemudian berkata lemah, "Gua coba sendiri saja."
Sharon mengangguk dan menepuk pundak Patty. Ingin rasanya Patty menepis tangan itu dari pundaknya. Sharon berdeham kemudian mendekatkan mic ke mulutnya dan berkata, "Pagi, semuanya." Semua siswa-siswi di sana berhenti berbicara dan memperhatikan Sharon—dan Patty tepatnya—dengan rasa penasaran. Sharon kemudian melanjutkan, "Seperti yang diumumkan dari radio tadi pagi, kita sekarang berkumpul di sini untuk mendengarkan penjelasan Patty atas…insiden yang menimpa Patty."
Patty ingin sekali merebut mic dari tangan Sharon dan berteriak padanya "Ngaku saja deh lu, cewek munafik!"
Sharon menatap Patty lembut dan berkata, "Lu bisa ngomong, Pat? Atau mau gua yang wakilkan?"
Patty menggeleng kemudian ia berkata pada Sharon, "Lu mau ngaku sekarang atau nggak?"
"Apa?"
Patty berkata semakin keras sehingga semua siswa-siswi di gedung itu dapat mendengar, "Lu mau ngaku sekarang atau lu mau gua bongkar semuanya?"
Mata Sharon terbelalak. Ia menatap Patty dengan ngeri. Ia berusaha tertawa kemudian menatap siswa-siswi yang dengan bingung mulai berbicara satu dengan yang lain membuat banyak gumaman dan bisikan yang memenuhi gedung itu. Sharon menatap Satrya yang terlihat bingung dan terkejut.
"A…apa maksud lu, Pat?" tanya Sharon pada Patty masih sambil tersenyum dengan mic di tangannya.
"Okay. Ini pilihan lu. Lu nggak mau ngaku?" tanya Patty sekali lagi. Cukup keras hingga tertangkap oleh mic dan terdengar ke seluruh gedung.
"Gua… nggak ngerti." kata Sharon panik. Tidak mungkin kan Patty punya bukti apa-apa? Masa sih Ayu?
Sharon melirik Ayu yang sedang menonton mereka berdua dengan tatapan dingin tanpa eksresi. Keringat dingin mulai membasahi tubuh Sharon. Masa sih Ayu?
"Okay. Dia sudah milih untuk nggak ngaku. Biar gua yang bongkar."
Itu yang seharusnya Patty lakukan. Tapi ia malah membeku. Sharon yang masih menunggu dengan tersenyum berkata sekali lagi, "Pat, lu yakin bisa ngomong?"
Patty gemetar. Tanpa sengaja ia melihat Satrya yang menyeringai dan tertawa kecil meledek Patty. Patty mengedarkan pandangannya. Semua mata melihat Patty dengan penasaran, sebagian memandang Patty sambil tertawa, ada yang memandang Patty dengan tatapan kasihan, ada yang memandang Patty dengan jijik. Patty tidak dapat menyadari banyaknya siswa-siswi yang sebenarnya memandang Patty dengan tulus, ingin mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Patty terlalu terfokus pada pandangan mereka yang membencinya.
Patty gemetar. Ia harus mencari dukungan dari teman-temannya. Namun, saat ia melihat Lexa, Lexa sudah duduk dengan tegak sambil menatap Patty dengan kesal. Ayu pun memandang Patty tanpa ekspresi sebelum kemudian berdiri dan berkata dingin, "Lu mau ngomong atau mau diam saja? Kalau lu nggak mau ngomong, biar Sharon saja yang bicara."
Air mata mulai bercucuran di kedua pipi Patty. Entah mengapa ia sangat takut. Bahkan sekarang teman-temannya mulai kesal padanya. Bagaimana ini? Tidak ada lagi yang ada di pihaknya.
Di luar dugaan, Ayu maju ke depan, mendorong Patty ke samping sampai Patty bergeser beberapa langkah sebelum kemudian berdiri di antara Sharon dan Patty. Sharon menatap Ayu kaget dan ngeri. Ayu merampas mic dari tangan Sharon kemudian berkata, "Lu mau ngaku sekarang nggak?"
"What? What are you talking, girl?" tanya Sharon dengan nada setenang mungkin. Siswa-siswi mulai berbisik-bisik bingung.
"Kalau lu nggak mau ngaku, biar gua yang buat lu ngaku." kata Ayu dingin.
"Yu!" Sharon menggenggam tangan kanan Ayu dengan kedua tangannya, hampir membuat Ayu menjatuhkan mic di tangannya itu. "Yu kenapa?"
"Gua sudah peringatkan lu berkali-kali, tapi lu nggak mau dengar. Ini balasan karena lu sudah membuat nama hotel gua tercemar." kata Ayu kemudian menepis tangan Sharon.
"Apa maksud lu, Yu?!" Satrya berdiri dengan kedua tangan terkepal di sisinya.
"Lu mau ngaku juga? Atau sekalian gua bongkar semuanya?" tanya Ayu dingin.
"Gua nggak ngerti lu ngomong apa. Jangan bawa-bawa orang yang nggak ngapa-ngapain." kata Satrya kemudian berjalan keluar dari tempat duduknya, turun ke tengah lapangan dan berkata kepada Sharon sambil berjalan keluar, "Ayo pergi. Daripada difitnah." katanya sambil terus berjalan keluar tepat ketika banyak notifikasi dari ponsel siswa-siswi GIS yang berbunyi.
Lexa dengan cepat berlari menghadang Satrya dan Sharon kemudian tertawa dan berkata, "Kalian takut? Oh no worries, gua sudah kirim foto kalian ke grup besar GIS. Foto kalian when you were walking out together side by side. Both in green outfits. (Waktu kalian sedang berjalan keluar bersama berdampingan. Dua-duanya dalam baju hijau)" Lexa tersenyum puas kemudian menutup mulutnya sambil berkata, "Ups," dengan centil.
Sharon melihat ke sekliling. Siswa-siswi GIS sedang sibuk berbicara satu dengan yang lain tentang foto yang dikirim Lexa. "Lu kirim apa, Xa?!" serunya.
"Loh, jangan panik dong. Ayo ke depan. Kita ngobrol baik-baik." katanya kemudian menggandeng tangan Sharon.
Satrya menahan tangan Lexa dengan cengkraman yang kuat sampai Lexa mengaduh dan melepaskan tangannyadari Sharon. "Apa-apaan lu?"
"Loh? Kenapa kalian panik gini sih?" tanya Lexa sambil tertawa. "Kalian mau nyangkal? Apa yang gua kirim itu adalah fakta!"
"Xa, itu cuman kebetulan. Kebetulan saja waktu Patty dijebak di Hotel Nusan, gua dan Satrya juga lagi di sana." jelas Sharon panik.
Lexa mengangkat alisnya dan menyilangkan kedua tangan di depan dadanya sambil tersenyum sementara Satrya dengan panik berusaha mencari ponselnya dan membuka ruang pesan grup besar GIS di whatsin-nya.
"Kenapa juga kalian harus pakai baju seragam hijau begitu?" tanya Lexa sambil tersenyum.
"Karena… karena gua dan Satrya baru saja selesai datang ke acara launching mobil baru di dealer ayah Sat…"
"Stop!" seru Satrya pada Sharon. Membuat Sharon terlonjak kaget. Satrya menatap Lexa dengan marah dan menunjukkan ponselnya. "Ini?!"
Lexa tertawa terbahak-bahak melihat foto yang ia kirim. Foto Satrya dan Sharon yang sedang berjalan di lapangan dalam seragam hijau GIS yang baru saja ia ambil sesaat sebelum berlari menghadang mereka. "Aww poor you two. (Aduh kasihan kalian) Tapi gua jadi penasaran deh. Jadi kalian ke Hotel Nusan right after (Segera setelah) acara launching itu?"
"We have nothing to do with that photo! (Kita nggak ada sangkut pautnya dengan foto itu)" seru Satrya pada Lexa. Lexa tetap tersenyum. Nah begini dong baru seru.
Satrya mendorong Lexa ke pinggir dan berjalan ke pintu ketika ponsel para siswa-siswi berbunyi. Lexa kemudian berseru pada Satrya, "Once you walk out of that door, you'll lose your only chance to defend yourselves. Do you want your father to be embarrassed by you after being left by his b*tchy wife, Sharon? (Sekali kalian keluar dari pintu itu, kalian akan kehilangan satu-satunya kesempatan kalian untuk membela diri. Apa lu mau ayah lu malu pada lu setelah ditinggal oleh istri murahannya, Sharon?)"
"Apa?" Satrya berhenti berjalan. Dengan bingung, ia menoleh pada Sharon, ingin meminta penjelasan dari kata-kata Lexa tadi. Namun, Sharon sudah tidak ada di sana, ia sedang berjalan ke arah Lexa dan menampar Lexa dengan keras. Semua siswa-siswi GIS di gedung itu terkaget, ada yang terkesiap, ada yang menjerit, ada yang bergumam, ada yang berseru.
Lexa tersenyum kemudian tertawa. "What? Don't you wanna say something ab... (Apa? Lu nggak mau ngomong tentang…)"
"Shut up you mother***er! (Diam lu sial***!)" seru Sharon. "Kenapa sih lu segininya sama gua? Lu kan tahu betapa kerasnya gua berusaha supaya nggak ada yang tahu nyokap bokap gua pisah!" Sharon mulai terisak.
"Orang tua kamu pisah?" tanya Satrya yang sudah ada di sebelah Sharon. Melihat Sharon yang membuang muka, Satrya mulai kesal dan berkata, "Kok gua nggak tahu? Padahal selama ini gua selalu ada buat lu tapi kenapa lu nggak cerita apa-apa sama gua?"
Siswa-siswi GIS menjadi semakin berisik. Bagaimana tidak? Selama ini, yang mereka tahu adalah Satrya berkencan dengan Patty. Kenapa tiba-tiba Satrya berkata ia selalu ada untuk Sharon? Ada apa ini?
Melihat Sharon yang tidak kunjung menjawab dan menyadari keadaan di ruangan itu, dimana siswa-siswi terus bertanya-tanya satu sama lain dengan ponsel pada tangan mereka, Satrya teringat dengan kata-kata Lexa tadi. Apa sih memangnya yang Lexa kirimkan?
Satrya melihat grup besar GIS dan melihat ada 4 foto di sana. Kemudian matanya terbelalak kaget. Ini… foto saat Satrya dan Sharon di acara launching, saat mereka keluar dari kamar hotel 213, foto tangan Satrya yang memegang kamera mini, dan foto lorong berada di belakang Satrya yang memperlihatkan pintu kamar 213 yang terbuka dan terlihat sedikit interior dan ranjang di kamar itu dengan sprei yang sama persis dengan di foto akun ingstaram palsu.
Satrya menarik kerah Lexa sambil berkata, "Apa maksud lu, b*tch?!"
Lexa tertawa mendengar itu kemudian balas berkata, "Apa maksud kalian jebak Patty?"
"We have nothing to do with that photo in ingstaram. (Kita nggak ada sangkut paut apa pun dengan foto di ingstaram itu)" desis Satrya.
"Oh ya? Then explain this (Kalau begitu jelaskan ini)" tanya Lexa sambil mengangkat jempolnya. Ayu langsung mengirimkan foto-foto lainnya pada grup besar GIS. Terdengar bunyi notifikasi-notifikasi pesan masuk yang menggema di seluruh gedung olah raga.
Satrya melepaskan cengkramannya pada kerah Lexa dan mengambil ponselnya dan kembali membuka grup. Foto pertama membuatnya ingin tertawa lega karena itu adalah foto yang diunggah Sharon ke akun ingstaram palsu, namun foto-foto berikutnya membuatnya membanting ponselnya sampai retak. "SIAL**!" serunya.
Sharon yang kaget melihat hal itu dengan cepat membuka grup besar GIS dari ponselnya dan melihat dua foto terakhir dengan ngeri. Foto pertama adalah potongan foto dari ingstaram palsu yang memperlihatkan sedikit kain kemeja Satrya di sana dan foto terakhir adalah foto yang menyandingkan foto kain itu dengan baju Satrya saat launching.
"Gua… gua nggak ada urusannya!" seru Sharon tiba-tiba. Membuat perhatian semua orang tertuju padanya. "Gua… nggak ada sangkut pautnya." lanjutnya sambil menatap lantai. Tidak berani membalas tatapan kaget Satrya.
"Gua memang diundang ke acara launching itu dan gua memang ada di Hotel Nusan saat itu tapi gua nggak tahu apa-apa!" seru Sharon kemudian mengangkat kepalanya dan menatap semua orang di gedung itu dan terakhir pada Lexa, "Please, Xa. Lu teman gua."
Lexa mengangkat kedua bahunya santai kemudian bertanya, "Lu ngapain memangnya di Hotel Nusan waktu itu?"
"Gua…" mata Sharon akhinya melihat Satrya. Satrya menatapnya dengan tidak percaya. "Satrya janji akan… traktir gua malam itu."
Satrya tertegun. Ia mengeraskan rahangnya, mengepalkan tangannya kemudian berkata, "Ya. Betul. Memang semua cuman salah gua. Gua dan Sharon nggak ada hubungan apa pun. Bicara saja hampir nggak pernah."
Sharon menutup kedua mulutnya dan menangis terisak-isak. Ia merasa sangat bersalah pada Satrya. Ia yang menyuruh Satrya melakukan itu tetapi ia yang meninggalkan Satrya untuk menanggung semuanya sendiri.
Lexa mengangakan mulutnya. Ia kira Satrya akan membela diri dan menyalahkan Sharon. Apa Satrya ternyata memang sangat sayang pada Sharon? Bagaimana ini? Masa Sharon dibiarkan lolos begitu saja? Lexa sama sekali tidak memiliki bukti apa pun kalau mereka berpacaran.
Saat itu juga, pintu gedung olahraga terbuka lebar. Nick masuk dengan senyum cerahnya yang biasa terukir di mukanya yang masih agak bengkak. Sangat kontras dengan pemandangan di dalam gedung sampai semua orang terbingung-bingung melihat Nick. Kenapa ia baru datang? Kenapa ia senyum-senyum begitu? Kenapa dia tidak pakai seragam? Eh… dia pakai seragam kok, itu kelihatan dari juntaian seragam yang keluar dari jaket Nick, lagi pula celana yang Nick pakai kan celana seragam. Tapi kenapa celananya kusut begitu?
Tentu Patty-lah yang paling bingung. Ini Nick kenapa baru datang sekarang sih? Bukannya selama perjalanan ia terus ada di belakang mobil Satrya? Kenapa pula dia kelihatan bahagia begitu?
"Kalian kenapa tegang banget sih?" tanya Nick pada Lexa, Patty, dan Ayu sambil tertawa, "Kan foto-fotonya sudah tersebar ke seluruh GIS." katanya sambil melambaikan ponselnya.
Lexa ingin berkomentar tetapi karena sangat kaget dengan semuanya, ia sampai tidak dapat berbuat apa-apa. Karenanya, Nick melewati Lexa begitu saja menuju pada Ayu di tengah lapangan.
"Gua sudah dapat persetujuan Olive, nih." katanya sambil terkekeh bangga.
Nick speaker ponselnya pada mic di tangan Ayu, membuat Ayu menatap Nick dengan risih. Kenapa sih anak ini tidak pegang mic-nya sendiri saja?
Nick kemudian memutar rekaman pembicaraan Nick dan Olive waktu itu. Semuanya mendengarkan dengan seksama. Semakin lama, suasana di ruang itu semakin ricuh. Semakin banyak yang menatap Satrya dengan pandangan benci sedangkan Satrya hanya berdiri di sana dan mengepalkan kedua tangannya kuat-kuat. Ia menatap Sharon, berharap Sharon melakukan sesuatu tetapi tidak. Sharon hanya menunduk menatap lantai.
"Ya! Memang gua the bad guy (penjahatnya) di sini." katanya sinis setelah rekaman itu selesai diputar.
"Nggak!" seru Lexa. "Shar, don't you have anything to say? (Lu nggak mau ngomong apa-apa?) Gua juga mau tahu kenapa Satrya sampai did those things. (Melakukan hal-hal itu) Gua yakin lu dalang di balik semua ini, kan?" tanya Lexa sambil menyilangkan kedua tangannya di depan dada.
Melihat Sharon yang hanya diam saja, Satrya mengambil ponselnya dengan kasar kemudian berkata, "Gua nggak ada hubungannya dengan cewek murah** itu." kemudian berjalan keluar dari gedung.
Semua siswa-siswi mulai ramai memperdebatkan apa yang sebenarnya terjadi. Nick yang kesal langsung menghampiri Sharon sambil berkata, "Tega banget lu!"
Sharon langsung menatap Nick dengan geram dan berteriak, "Lu lebih tega! Lu rebut mama gua dan sekarang lu mau nuduh gua juga?!"
Siswa-siswi di ruangan itu semakin berisik sedangkan Patty dan Lexa menatap Nick dengan kaget. Jadi istri baru Gelfara adalah…
"Gua nggak nuduh siapa-siapa. Tapi gua tahu, lu pacaran dengan Satrya, kan?" tanya Nick sambil berdiri tepat di depan Sharon memasukan tangan kirinya ke dalam saku celana seragamnya.
Sharon mengatupkan mulutnya kuat-kuat. Ia menatap lantai sebentar. Menarik napas. Ya, tidak mungkin ia mencoreng nama baik ayahnya yang sudah begitu baik dan sayang padanya. Apa yang sudah ia lakukan? Ia tidak menyangka keegoisannya akan membuatnya berada di sini.
Bagaimana dengan ayahnya yang sangat ia sayangi?
Ya betul. Selama ini ayahnya selalu ada untuknya. Memilih untuk membesarkannya seorang diri tanpa menikah lagi. Bekerja hingga larut malam tapi bangun pagi-pagi demi bisa berbicara dengan Sharon. Ya, Sharon harus melindungi ayahnya. Lebih daripada siapa pun.
Sharon menatap Nick tegas. Tidak ada lagi air mata yang bercucuran. "Nggak. I have nothing to do with him. (Gua nggak ada hubungan apa pun dengan dia)" katanya dingin.
Nick kaget. Sharon tega sekali.
"Bohong!" seru salah satu siswa yang duduk di antara barisan siswa-siswi GIS lainnya. Siswa itu perlahan berdiri dan berkata, "Gua lihat semuanya hari itu."
Sharon mengernyitkan dahinya. Ia sama sekali tidak kenal dengan siswa ini. Kenapa dia tiba-tiba begini?
"Tunggu," kata salah satu guru yang duduk di depan siswa itu sambil menoleh menghadapnya, "Kita nggak bisa percaya kesaksian orang yang kita nggak kenal. Jadi tolong sebutkan nama dan angkatan."
Siswa itu menghela napas dan menjawab sambil memutar bola matanya, "Nama saya Andrew dari angkatan senior." Kenapa jadi seperti sedang presentsi begini, sih?
"Hari itu gua sedang ingin berenang. Jadi gua datang ke GIS pagi-pagi. Saat itu hanya sedikit siswa-siswi yang sudah datang. Tapi hari itu gua lihat lu, Sharon." Andrew tetap melanjutkan sambil menatap Sharon dengan kedua matanya. Sharon balas menatapnya dengan dingin. Memangnya kesaksian apa sih yang bisa dia beri?
Andrew kemudian melanjutkan ceritanya tentang bagaimana ia berjalan dengan santai seperti biasa ke ruang ganti baju yang terletak di sisi kolam renang, bersebrangan dengan kantin. Rambutnya yang agak berminyak ia biarkan begitu saja. Toh nanti juga ia keramas setelah berenang.
Andrew baru saja hendak membuka pintu ruang ganti pria ketika ia mendengar suara wanita di dalam. Eh tunggu. Ada apa ini?
Andrew menempelkan telinganya pada pintu. Mendengar perempuan itu terkikik lagi. Loh, kok agak mengerikan, ya? Eh tunggu! Suara perempuan itu terdengar semakin keras disertai langkah-langkah kaki menuju ke pintu!
Dengan cepat Andrew berlari dan bersembunyi di ruang ganti wanita. Ah sial! Kenapa malah jadi begini, sih? Kok malah bertukar tempat dengan wanita itu?
Andrew mengintip dari sela-sela pintu. Mereka sudah lewat!
Eh tunggu. Rasanya tadi ia seperti mengenal perempuan itu? Ah mungkin hanya perasaannya saja.
Ia pun keluar dari ruang ganti wanita dan cepat-cepat masuk ke ruang ganti pria sebelum ada yang melihatnya dan mengiranya seorang penguntit. Duh amit-amit deh.
Tetapi baru saja ia masuk ke ruang ganti pria, ia melihat sesuatu di atas bangku panjang dari kayu di antara deretan loker yang satu dan loker yang lain. Ia tidak tahu mengapa tapi dengan spontan ia memotret kedua barang itu.
Semua siswa-siswi gempar melihat foto yang dikirimkan ke grup besar GIS. Foto bondu hijau Doir milik Sharon di kamar ganti laki-laki di atas tas slempang hitam Satrya dengan gantungan bola basket dari emasnya yang khas. Tidak ada lagi di sekolah itu yang memiliki gantungan tas dan bondu itu kecuali mereka berdua. Bahkan Sharon sedang memakai bondu itu saat ini.
*
"Nggak hanya itu…" kata Andrew sebelum kembali bercerita bagaimana ia keluar membalas pesan pacarnya. Baru saja ia akan meloncat ke kolam renang ketika ia sadar di tangannya masih ada ponselnya. Ya ampun.
Ia berjalan ke bilik penjaga kolam renang dan meletakan ponselnya di sana. Memang sudah sering ia meninggalkan ponselnya di sana. Siapa pula yang akan mencuri ponsel ini?
Andrew terus berenang tanpa memedulikan waktu. Setelah lelah berenang ia akhirnya melihat jam yang terpasang di dinding di samping kolam. Ya ampun! Sebentar lagi bel masuk!
Ia cepat-cepat keluar dari kolam, meninggalkan genangan air di tegel. Ia mandi secepat mungkin. Ia berusaha memakai baju seragam secepat mungkin. Ia tidak mau terlambat! Dengan panik ia mencari-cari ponselnya. Ya ampun kemana ponsel itu?! Oh iya!
Andrew keluar dari ruang ganti, berjalan dengan hati-hati menuju ke bilik penjaga. Tetapi sesuatu menangkap matanya. Ya ampun, itu kan Sharon dan Satrya?
Satrya dan Sharon datang dari arah belakang GIS. Satrya merangkul Sharon lalu menciumnya satu kali di pipi. Andrew mengangakan mulutnya lalu cepat-cepat masuk ke dalam ruangan yang ada paling dekat dengannya. Ruang ganti wanita. Duh ya ampun! Eh, tunggu dulu. Untuk apa dia bersembunyi di sini?
Andrew kembali mengintip dari sela-sela pintu kamar ganti. Satrya dan Sharon seperti berdebat kecil sebelum kemudian Sharon mendorong Satrya maju sambil tersenyum dan Satrya akhirnya berjalan ke arah bilik penjaga kolam renang.
Andrew semakin tidak tenang. Untuk apa sih Satrya berdiri di situ? Hanya diam saja pula? Apalagi sebentar lagi bel. Duh bagaimana ini? Andrew kan tidak mungkin keluar begitu saja dari kamar ganti wanita. Apalagi di depan Satrya! Aduh!
Bel berbunyi. Aduh, sudah deh. Terlambat. Ya sudahlah, Andrew lebih baik terus mengintip saja kejadian ini. Lumayan seru juga.
Andrew melihat Satrya menunggu beberapa lama dan mengeluarkan gadis bertubuh tambun ketika semua orang sudah pergi dari kantin. Hah? Sejak kapan ada orang di sini? Aduh, bagaimana dengan ponsel Andrew?!
Dengan panik, Andrew berjalan cepat menuju bilik itu hingga hampir terjatuh karena terpeleset genangan airnya sendiri. Andrew menyeimbangkan badannya, mengintip Satrya dan gadis tambun itu berbicara. Untunglah tidak ada yang menyadari keberadaannya. Kalau sampai a...
Tiba-tiba Andrew melihat cahaya blitz dari kirinya. Kilatkah? Tidak mungkin. Terlalu samar bila itu kilat. Apa jangan-jangan ada yang melihatnya keluar dari ruang ganti wanita? OH TIDAK!
Andrew cepat-cepat bersembunyi ke dalam bilik penjaga kolam. Perlahan, ia melongokan badannya dan melihat... Sharon? Sharon masih mengangkat ponselnya tinggi-tinggi. Walaupun lampu blitznya sudah mati, Andrew yskin cahaya blitz tadi pasti dari ponsel Sharon.
Kalau Sharon memiliki foto aib Andrew, Andrew juga harus punya foto aib Sharon! Dengan cepat Andrew mengambil ponselnya dan dengan sembunyi-sembunyi merekam aksi Sharon itu. Tapi...Sharon memangnya sedang merekam apa, sih?
Andrew mengarahkan kameranya pada arah pandang kamera Sharon dan.... Ya ampun!
Andrew sangat kaget sampai ponselnya hampir terjatuh dari tangannya. Yang benar saja?! Satrya dan... loh bukannya tadi Satrya dan Sharon... kenapa dia sekarang berciuman dengan...
*
Ponsel semua siswa-siswi berbunyi. Dengan gemetar, Sharon membuka video yang masuk ke grup itu. Video itu terlihat diambil dengan panik. Terlihat dari kamera yang bergoyang-goyang di awal video, didorong dengan buru-buru ke atas tapi tidak sepenuhnya merekam apa yang ada di luar sana karena sebagian bawah dari layar hanya menunjukkan tembok bilik berwarna biru. Tampak tangan dan kepala Sharon di kejauhan, memegang ponselnya. Kemudian kamera beralih ke Satrya dan Olive yang sedang berciuman bersandar pada pohon. Setelah itu, video itu berakhir dengan suara pekikan pelan Andrew yang terdengar seperti suara wanita, gambar yang berantakan karena ponsel yang tergelincir dari tangan Andrew, diakhiri dengan muka panik Andrew yang tersorot dari bawah.
Para siswa-siswi semakin riuh. Tapi tidak sampai di sana, siswa ini masih melanjutkan ceritanya, "Nggak lama dari situ, terdengar bunyi orang jatuh, setelah itu gua dengar Satrya bilang persis seperti yang Olive bilang di rekaman itu kalau Satrya ingin privacy dan melarang Olive untuk kejar Patty. Tapi nggak cuman itu…"
Semua siswa-siswi hening, penasaran dengan kelanjutan cerita ini. Andrew mengutak-atik ponselnya dan mengirimkan satu foto ke group. Andrew membuka mulutnya, ingin berkata sesuatu tapi ia urungkan dan alih-alih bercerita lebih lanjut, ia malah berkata dengan masam, "Sekian dari saya. Terima kasih." Sebelum kembali duduk.
Semua siswa membuka foto yang baru masuk ke grup besar GIS. Meskipun foto itu miring dan tertutup sedikit dengan bilik biru, namun terlihat jelas muka Sharon dan Satrya dari samping. Mereka berciuman tepat di depan pohon dimana Satrya dan Olive berciuman tadi.
"Memang apa buktinya kalau ini benar?!" pekik Sharon panik melihat tatapan menuduh dari siswa-siswi GIS di sana.
"Buat apa lu foto Olive dan Satrya?" tanya Nick tajam.
Sharon hanya menunduk, menatap layar ponselnya sambil mengatupkan kedua mulutnya.
"Apa tadinya lu mau kirim foto itu ke Patty juga? Sama seperti foto-foto gua dan Olive lainnya?" tanya Nick lagi.
Sharon menatap Nick dengan kaget. Lexa pun ikut menatap Nick dengan kaget. Lexa sama sekali tidak berpikir tentang nomor tidak dikenal itu lagi. Namun setelah dipikir-pikir lagi, benar juga. Sangat mungkin kalau pelakunya adalah Sharon. Tapi atas dasar apa Nick berkata begitu?
"Coba lu telepon supir ganteng lu itu. Tanya dia ada dimana dan apa yang terjadi." kata Nick lagi.
"Lu apakan Ugun?" tanya Sharon panik.
"Ugun? Ada apa sih sebenarnya?" tanya Debby akhirnya sambil berdiri. Menatap mereka dengan serius. Kemudian berkata lagi sambil cemberut, "Kalian jangan cuman ngomongin hal yang kita nggak tahu dong. Kita kan jadi penasaran, iya nggak?"
Semua siswa-siswi berseru "Iyaa!!" dengan kompak. Membuat Nick tertawa dan berkata, "Apa yang terjadi itu nggak penting. Kami di sini cuman ingin kalian tahu kalau Patty sama sekali nggak salah. Semuanya hanya jebakan…" Nick menatap Sharon yang masih berdiri membeku di sana. Ia tidak tega melihat Sharon begitu. Tapi… mengingat apa yang telah ia lakukan pada Patty, Nick akhirnya berkata, "Jebakan Sharon dan Satrya."
Siswa-siswi di ruangan itu kembali berseru. Ada yang menyoraki Sharon ada juga yang menyoraki Nick yang memilih untuk tidak menjelaskan semuanya secara rinci. Di tengah-tengah kegaduhan itu, Sharon berlari keluar dari gedung.
"Shar!" panggil Lexa sebelum Sharon keluar melalui pintu, "Kalau lu pergi lu nggak akan bisa bela diri lagi. Ayo jelaskan dulu semuanya." katanya sedih.
Sharon berhenti sebentar tetapi kemudian berjalan pelan dengan ragu menuju pintu keluar gedung. Lexa berjalan menghampiri Sharon dan memegang tangannya.
"Shar, lu teman pertama gua di Indonesia dan gua somehow believe lu punya alasan kenapa lu lakuin itu semua." kata Lexa lembut.
Sharon menatap Lexa dengan matanya yang sudah berlinang air mata, membuat Lexa ikut ingin menangis. Tapi tidak lama kemudian Sharon membuang muka dan menepis tangan Lexa kemudian berjalan keluar dari gedung.
***
Kondisi sekolah setelah itu tentu saja sangat tidak kondusif. Banyak siswa yang berusaha meminta maaf pada Patty pada tiap jeda antar kelas, tidak sedikit juga yang berusaha bertanya pada Patty, Lexa, dan Nick tentang apa yang terjadi. Tentu saja tidak ada yang berani bertanya pada Ayu karena sikapnya yang terlalu dingin. Banyak sekali pesan yang masuk ke ingstarm mereka menanyakan apa yang sebenarnya terjadi. Tidak hanya itu, banyak juga siswa-siswi yang memasukan video, foto, maupun tulisan mengenai apa yang terjadi di gedung olah raga tadi ke ingstaram mereka sehingga hal ini menjadi viral. Akun ingstaram palsu itu pun sudah hilang. Entah karena report yang banyak dari siswa-siswi GIS atau Sharon telah menghapus akun itu.
QS dan Bandha Bandhu akhirnya menghabiskan istirahat makan siang mereka di ruang VVIP 5 untuk menghindari pertanyaan-pertanyaan dari para siswa-siswi. Ya inginnya sih begitu, tapi tetap saja Patty, Nick, dan Lexa dipaksa untuk bercerita apa yang terjadi.
"Sudahlah!" kata Ayu kemudian maju ke panggung di dekat mesin DJ dan berkata, "Gua cuman jelaskan satu kali jadi dengarkan baik-baik."
Semua orang di sana diam dan mulai mencari tempat untuk duduk. Lexa memilih untuk berdiri sendirian di dekat pintu sedangkan Patty dan Nick memilih untuk duduk di ujung ruangan. Nick, masih dalam balutan jaket hitamnya, mengusap-usap punggung Patty yang masih terlihat terguncang dengan semuanya meskipun berusaha tersenyum.
"Sharon dan Satrya sudah berpacaran selama 6 bulan." kata Ayu yang disambut dengan suara kaget dari orang-orang di sana. Ayu berdeham. Membuat perhatian kembali pada Ayu tanpa ada yang berani berbicara lagi. Ayu kemudian menceritakan dengan sangat singkat dan padat mengenai apa yang terjadi. Ketika Ayu turun dari panggung, barulah semua orang di ruangan itu mulai berbicara.
Lalu perhatian semua terarah pada Nick. Nick dan Patty yang duduk di ujung ruangan dalam diam jadi bingung dengan tatapan mereka yang tiba-tiba. "Kenapa semua lihat ke sini sih?"
"Sekarang kita penasaran sama lu, Nick." kata Zaki, "Why did you show up so late? What happened to Sharon's driver? And so on. (Kenapa lu munculnya telat banget? Apa yang terjadi dengan supir Sharon?)"
Nick berhenti mengelus Patty kemudian menggaruk kepalanya sambil tersenyum serba salah sebelum berkata, "Well… intinya gua telat datang karena gua baru saja buat supir Sharon pingsan."
Ruangan itu ricuh sejenak dengan reaksi kaget dari para siswa-siswi. Kemudian Lexa berkata, "But why?"
Nick menatap Patty sebentar kemudian tersenyum malu, "Jadi, tadi pagi gua membuntuti mobil Satrya, dengan motor bebek biasa. Lu sadar nggak, Pat?"
Patty mengangguk sambil tersenyum.
Nick mengelus kepala Patty sebentar, membuat Lexa mengangkat sebelah bibirnya jijik, sebelum melanjutkan, "Makanya gua nggak langsung ke GIS. Gua sengaja mutar dulu satu kali sebelum masuk ke GIS. Tapi, waktu gua baru sampai di GIS, ternyata ada 1 motor di belakang gua yang juga ikut masuk dan mendadak menabrak motor gua dari pinggir. Untungnya gua sempat loncat jadi gua nggak tertabrak, tapi motor gua itu jatuh.
"Setelah itu gua dorong orang di atas motor itu sampai dia dan motornya jatuh. Waktu gua buka paksa helm half-face-nya yang nggak dikunci, gua… gua juga kaget ternyata orang itu supirnya Sharon. Dan… yaa singkat cerita kita berantem sedikit daan siapa sih yang bisa menang lawan gua?" kata Nick sambil cengar-cengir bangga.
"Idih apaan sih lu!" semprot Lexa.
"Tapi… buat apa Ugun nyerang lu, Nick?" tanya Patty khawatir.
Nick tersenyum dan berkata, "Mungkin dia sudah tahu kalau gua sudah lihat rekaman CCTV di rumah Olive kemarin."
"CCTV?" tanya Patty.
Nick mengangguk dan berkata, "Stalker gua selama ini adalah Ugun. Gua pun baru tahu kalau dia supir Sharon waktu lihat CCTV di rumah Olive."
Patty membulatkan mulutnya. Wah, Sharon hebat juga. Semunya direncanakan dengan rapih. Tapi sebagaimana yang peribahasa bilang. Sepandai-pandainya tupai melompat akhirnya akan jatuh juga.
"Tapi dia tahu darimana, Nick?"
"Pertama, hari waktu kita kumpul di rumah Patty itu, hari itu gua sadar ada satu motor yang mengikuti gua setelah gua keluar kompleks. Jadi gua sempat bawa di berkeliling kompleks rumah Patty....
Nick membawa motornya berkeliling kompleks Patty sampai ke satu blok yang masih berupa tanah-tanah kavling kosong. Ia memutar motornya dan melaju cepat ke arah penguntitnya itu.
Melihat hal itu, sang penguntit dengan cepat berusaha membalikan motornya. Namun, dengan cepat Nick mengahadang motornya, membuka kaca helmnya dan berkata, "Mau ikuti gua sampai kapan? Jangan kira gua nggak bisa cari tahu siapa lu."
Tapi sang penguntit yang sedari tadi beruaha memundurkan motornya dan akhirnya kabur melewati Nick. Nick membiarkannya lolos. Biar saja. Kali ini. Hal yang terpenting adalah jangan sampai si penguntit ini tahu Lexa dan Ayu ada di rumah Patty. Bisa berantakan semuanya.
Tetapi ketika keesokan harinya Nick diikuti dari GIS sampai ke depan kompleksnya, ia akhirnya kehilangan kesabaran. Ia turun dari motornya dan menghampiri sang penguntit, memegang kedua stang motor itu supaya ia tidak dapat pergi kemana pun, dan berkata, "Jangan kira gua nggak tahu siapa lu, Guntur."
Meskipun wajah Guntur tertutup helm, tapi dari gerak badannya, Nick tahu pasti Guntur sangat kaget. Melihat hal itu, Nick merasa sedikit puas. Setidaknya sekarang ia tahu dengan pasti siapa yang selama ini menguntitnya.
Karena senangnya itu, Nick lengah. Guntur membelokan motornya dan berhasil pergi melalui Nick.
Nick kira Guntur tidak akan muncul lagi, tetapi ternyata ia tetap muncul. Nick baru sadar Guntur mengikutinya. Nick sengaja memutar sekali lagi agar Guntur mengikutinya dan tidak bertemu dengan Patty. Siapa yang tahu apa yang akan Guntur lakukan pada Patty, kan?
Saat Nick sampai di jalan kecil di sebelah GIS, ia menghentikan motornya sebentar, menoleh dan memperhatikan Guntur yang juga berhenti di sana.
"Buat apa lu ikuti gua sampai sekarang?" tanya Nick sambil membuka kaca helmnya.
Guntur membuka helmnya, memperlihatkan wajah tampannya. Sungguh tidak cocok menjadi supir. Jadi model saja sana, deh.
"Kenapa lu kabur?"
"Karena gua takut lu macam-macam kalau bertemu Patty."
"Apa rencana kalian?"
Nick tersenyum dan berkata, "Gua cukup heran kenapa lu nggak lapor Sharon kalau gua sudah tahu siapa lu."
"Karena gua nggak mau kasih informasi yang gua belum tahu kebenarannya."
Nick tersenyum dan berkata, "Well you had your chance (lu sudah dapat kesempatan)." Kemudian menutup kaca helmnya dan dengan cepat menuju ke GIS.
Saat mereka sudah memasuki gerbang masuk, Guntur berteriak pada Nick, "Jangaaan!" ia tahu apapun yang Nick maksud dengan kata-kata tadi, yang ia tidak mengerti artinya, Nick pasti sudah merencanakan sesuatu.
Nick tetap melajukan motornya sampai akhirnya Guntur menabrakan motornya pada bagian belakang Dukatih Nick hingga Nick yang sedang melaju cepat kehilangan keseimbangannya dan terjatuh.
***