Olive turun dari mobil Fortunernya dan seperti biasa ia berjalan menuju gerbang sekolah, menunggu Patty datang untuk berjalan masuk sekolah bersama. Olive bersandar pada gerbang sekolah sambil memegang erat kedua tali ransel di pundaknya. Ia asyik memperhatikan sepatu kets Naik putihnya. Bukan karena ia senang dengan sepatu itu tapi karena itu kebiasaan Olive, selalu menunduk menghindari tatapan mata orang. Ia tidak berani melihat ke depan bahkan untuk sedetik pun bila tidak ada orang lain, terutama Patty, di sampingnya.
Sepasang sepatu Edidas hitam berhenti di depannya. Olive mengangkat kepalanya perlahan dengan takut. Apa yang Olive takutkan memangnya? Olive sendiri tidak tahu. Hanya saja rasanya semua orang memiliki penilaian yang buruk pada dirinya karena dirinya yang…gendut, pendiam, tidak bisa bergaul, bodoh, dan terutama karena ia jelek dan memalukan.
Olive terkaget-kaget melihat wajah tampan di hadapannya. Ya ampun, siapa coba yang tidak terpesona melihat mahluk ini? Badannya yang tinggi dibalut kemeja seragam dengan lengan yang dilipat, wajah yang tampan dibingkai dengan rambut hitam dengan bando hitam.
Satrya berdeham sebentar dan memegang lehernya kemudian mengalihkan pandangannya. Hah? Apa jangan-jangan Satrya malu? Apa ia gugup berpandangan lama dengan Olive? Ah tapi masa sih? Kalau dengan Patty, mungkin saja hal itu terjadi. Tapi dengan Olive? Olive juga tahu diri, kok. Walaupun tidak bisa dipungkiri, dirinya berharap juga.
"Em, Live, gua boleh minta nomor lu?" tanya Satrya masih sambil tidak menatap Olive.
Olive melongo. Ia kaget sekaget-kagetnya manusia bisa kaget. "Apa?" tanya Olive. Satrya meminta nomor ponselnya? Apa Olive salah dengar? Mana mungkin, sih!
Satrya memandang Olive, membuat Olive semakin terpesona dengan tatapan kebingungannya. Satrya menunduk sebentar, menggigit bibirnya sambil berpikir. Ya ampun! Jangan begitu dong! Satrya terlihat sangat keren melakukan itu! Tidaaak!! Kasihan jantung Olive, pasti lelah berdetak secepat itu.
Satrya kembali menatap Olive sebentar. Kemudian matanya kembali melirik tanah meskipun wajahnya sekarang sudah tidak lagi menunduk "Boleh gua minta nomor lu?" tanya Satrya sekali lagi. Kali ini lebih keras dan jelas, walaupun tanpa menatap Olive.
Olive melihat ke sekitar kemudian menatap Satrya. Mukanya merah padam kemudian berkata. "Abang yakin? Nomor gua? Bukan nomor Patty?"
Ditanya seperti itu, Satrya jadi ingin mengisengi Olive. Ia menatap Olive dan tersenyum jahil. "Kalau gua minta nomor Patty apa boleh?"
Olive menundukkan mukanya, matanya mulai berkaca-kaca. Ia sangat kecewa dan kesal pada dirinya yang berharap. Seperti orang bodoh saja.
Satrya tertawa kemudian menepuk-nepuk kepala Olive sebentar sebelum kemudian meletakan tangannya kembali ke dalam saku. "Becanda, Live! Gua minta nomor lu, kok!"
Olive mengangkat kepalanya dan satu butir air mata jatuh ke pipinya. Kenapa juga Olive sampai menangis? Satrya risih melihatnya tapi ia tetap berdiri di sana dan menyerahkan ponselnya dari dalam sakunya.
Perlahan Olive mengambil ponselnya sambil berkata. "Yang benar?" yang dijawab Satrya dengan anggukan dan senyum manis di bibirnya. Dengan gemetar Olive mengetik nomornya dan menyimpannya pada ponsel Satrya. Kemudian, masih dengan tangan yang gemetar, ia mengembalikan ponsel Satrya.
Satrya tertawa geli kemudian mengambil ponselnya dan mengangkatnya seraya melambai pada Olive sambil tersenyum tampan. "Thanks! Nanti gua chat ya!" katanya sambil berjalan pergi.
Olive menatap punggung Satrya. Rasanya sudah seperti mimpi! Laki-laki yang ia perhatikan selama 8 tahun akhirnya berbicara padanya untuk pertama kali! Ditambah lagi, ia meminta nomor Olive! Biar deh mau diapakan juga nomor Olive. Olive sudah tidak peduli! Yang penting ternyata Satrya tahu namanya dan berbicara padanya!!
Rasanya Olive hampir meledak. Lebih baik ia masuk dulu menenangkan diri sebelum kembali keluar menunggu Patty.
Olive berjalan masuk ke dalam gerbang. Rasanya takut dan menegangkan berjalan sendirian di tengah-tengah siswa-siswi di sana. Mereka pasti bingung kenapa ada gadis gendut dan jelek berjalan sendirian. Pasti mereka kasihan dan menertawakan Olive dalam hati.
Namun, perasaan tidak percaya diri itu tertutup dengan perasaan berbunga-bunga di hati Olive. Ia terus berjalan ke dalam sambil menatap jalanan di bawahnya, tidak berani mengangkat kepalanya sedikit pun. Olive terus berjalan sampai ia sadar ia sudah sampai di gerbang belakang GIS. Selama 3 tahun bersekolah di GIS, ini pertama kalinya Olive sampai di situ. Sangat tenang. Rasanya Olive ingin duduk di situ dan menghilang sebentar dari kenyataan. Ia ingat dulu saat masih SD, Olive sering melakukan itu. Duduk di taman kecil di belakang lapangan olah raga sendirian.
Saat itu, Olive sedang menangis sendirian karena dirudung oleh teman-temannya sedangkan Patty saat itu tidak masuk sekolah karena flu. Olive terisak sendirian dan berjalan tanpa tujuan sampai ia menemukan taman itu. Tidak ada apa-apa di sana kecuali rumput-rumput dan beberapa perkakas seperti sapu, meja, kursi, ember yang sudah tidak terpakai.
Olive duduk di pojok, di antara dinding, bersembunyi dari jarak pandang pagar yang sudah berkarat menuju ke lapangan olah raga. Olive mulai menangis di sana tanpa suara.
Entah sudah berapa lama Olive menangis, namun tiba-tiba pundaknya ditepuk lembut oleh seseorang. Olive mengangkat kepalanya dan menatap Nick di depannya. Ia sedang memperhatikan Olive dengan khawatir. "Kamu kenapa?"
Olive malah menangis semakin menjadi. Nick panik tapi kemudian memilih untuk duduk di samping Olive sampai ia tenang.
Setelah tangisan Olive mulai mereda, Nick berkata. "Tadi waktu aku mau ke lapangan, aku lihat kamu belok ke lorong di sebelah kantin. Aku penasaran ngapain kamu ke sini, padahal di sini nggak ada apa-apa. Awalnya aku mau main basket saja sama Satrya, tapi waktu aku di lapangan, aku nggak sengaja lihat bayangan orang dari balik pagar dan aku punya feeling kalau itu kamu. Jadi aku ke sini. Ternyata benar ada yang nangis cengeng di sini." kata Nick sambil tertawa.
Olive cemburut tapi kemudian ikut tertawa. "Nick, jangan bilang siapa-siapa, ya."
Nick mengangguk dan menyodorkan jari kelingkingnya pada Olive "Janji! Ini akan jadi tempat rahasia kita berdua!"
Sejak saat itu, setiap kali Olive menghilang pasti Nick yang menemukannya karena Nick tahu betul dimana Olive berada. Lalu Olive ingat di hari kenaikan kelas, satu tahun setelahnya, setelah mereka bagi rapor dan Olive, Patty, Nick, dan Lexa sedang duduk di tempat duduk kebangsaan mereka di Rumah Makan Gelfara, Nick tiba-tiba berkata bahwa ia akan pergi ke Korea. Hati Olive sangat hancur saat mendengarnya. Olive ingat, mereka berempat menangis di sana. Patty dan Lexa memeluk Nick sambil menangis tersedu-sedu sedangkan Nick hanya meneteskan air mata sambil berusaha tertawa dan menepuk-nepuk punggung kedua temannya.
Olive ingat, Olive tidak berani memeluk Nick saat itu jadi ia hanya terisak sendiri di samping Patty. Namun, saat mereka akan pulang, Nick merentangkan tangannya pada Olive. Melihat Olive yang ragu-ragu, Nick maju dan memeluk Olive dengan erat sambil berkata, "Jangan nangis sendirian terus, ya!"
Mata Olive terasa memanas. Kenapa juga ia harus ingat Nick? Padahal ia baru saja disapa oleh pangeran yang ia idam-idamkan sejak SD. Tapi…karena sekarang ia teringat akan Nick, ia jadi sangat merindukan Nick.
Duh! Jangan sampai deh Olive merindukan Nick! Sejak ia pindah ke Korea 3 tahun lalu, tidak ada satu pun yang mendapat kontak dari Nick. Seakan seperti mimpi, semua sudah melupakan Nick. Tidak ada lagi satu pun yang berusaha mencari Nick di ingstaram atau fesbuk.
Olive berbalik dan berjalan menuju ke gerbang sekolah lagi. Sepertinya sebentar lagi bel berbunyi. Bagaimana kalau Patty terlambat karena menunggu Olive? Namun langkah Olive terhenti ketika ia melihat Patty dan Ayu sedang berbicara di dekat kolam ikan koi kemudian berjalan bersama masuk ke dalam gedung sekolah.
Hah? Patty sama sekali tidak menunggu atau mencari Olive?! Sungguh?! Olive menatap mereka berdua sambil melongo tidak percaya. Ya ampun ya ampun! Haruskah Olive lari saja? Buat apa coba Olive kabur? Sudahlah Olive masuk pelan-pelan saja. Semoga tidak berpapasan dengan Patty.
Memang sih niat Olive untuk jalan sendirian ke kelas sudah bulat. Tapi tetap saja rasanya tegang sekali berjalan di koridor sendirian seperti itu. Olive mulai berjalan dengan cepat. Ia mendengar beberapa siswa menggodanya menanyakan dimana induk ayamnya berada. Memangnya ini maunya Olive apa sendirian ditinggal induk? Jahat!
Sesampainya di depan pintu kelas, Olive mendengar suara Lexa "Oh my dear Patty finally kamu join sama kita di deretan qualified!"
Hati Olive seperti tenggelam ke perutnya. Pantas saja Patty meninggalkan Olive begitu saja. Ternyata Patty mau bersama dengan anak-anak QS. Ya bisa dimengerti sih kenapa Patty seperti itu.
Olive membulatkan hatinya untuk masuk ke kelas dan langsung melihat Patty yang sedang tertawa canggung. Pandangan mereka bertemu. Olive sangat sakit hati. Apalagi ketika Olive berjalan melewati Patty, Patty sama sekali tidak berkata apa-apa.
Pasrah, Olive berjalan ke kursi belakang kelas, tempat dimana ia selalu duduk. Ia meletakan tasnya dan ketika ia sudah duduk, ia menatap ke depan dan melihat Patty tertawa terbahak-bahak pada Lexa. Jadi, memang Patty sudah membulatkan keinginannya untuk meninggalkan Olive.
Olive jadi teringat hampir setiap kali Olive menelpon Patty, apalagi akhir-akhir ini, Patty selalu terdengar seperti tidak berminat. Sering kali Patty merespons dengan jawaban yang tidak nyambung atau sama sekali tidak menjawab sampai Olive mematikan telponnya. Biasanya, Patty akan menanyakan pada Olive kenapa telponnya mati lalu mengajak Olive untuk cerita kelanjutannya dan Olive akan membalas 'soalnya batre gua habis' dan Patty percaya! Padahal jelas-jelas sebelum telpon ditutup, Olive sudah berkata pada Patty kalau ceritanya sudah selesai.
Terlebih saat kemarin Olive ke rumah Patty dan Patty terus menerus melihat ponselnya, mengecek jam. Seakan seperti ia sedang menunggu sesuatu dan tidak sabar ingin Olive segera pulang. Ternyata benar saja, sore itu, Patty mengunggah story di ingstaramnya yang memperlihatkan durasi telpon videonya dengan Lexa. Sangat berbeda ya dengan saat ia telpon dengan Olive. Apalagi dengan kata-kata bahwa itu mimpi Patty yang menjadi kenyataan. Ya, berarti telepon dengan Lexa berjam-jam adalah mimpi yang menjadi kenyataan unutk Patty. Sedangkan dengan Olive?
Memang benar, di mata Patty Olive sudah bukan lagi teman terdekatnya.
Tiba-tiba ponsel Olive bergetar, sebuah chat masuk ke whatsinn Olive.
'Hey, Live! This is my number. Save, ya! -Satrya'
Olive terbelalak. Suasana hatinya yang muram mendadak menjadi berbunga-bunga. Dengan cepat ia membalas tanpa dapat berpikir.
'Saved ya Bang! Ada apa nih? Katanya tadi mau bilang lewat whatsin aja. Wkwkwkwk. Tenang, aku siap bantu abang kalau abang butuh bantuan!'
Olive meletakan ponselnya di pangkuannya sepanjang kelas supaya ia dapat langsung membalas Satrya bila pesan darinya masuk. Tetapi sampai jam pelajaran pertama selesai, Satrya belum juga membalas pesan Olive. Yah mungkin Satrya sedang fokus di kelas.
Olive cepat-cepat membereskan barang di mejanya dan berdiri. Sama sekali lupa dengan kejadian tadi pagi.
"Olive!"
Suara Patty ini membuatnya mengingat kembali semuanya.
"Ke kelas matematika bareng, yuk!" kata Patty, berusaha seriang mungkin.
Olive menggelengkan kepalanya kemudian berjalan melewati Patty, secepat mungkin keluar dari pintu kelas. "Ayo dong, Live. Jangan ngambek. Nanti gua traktir iga bakar si pendek di foodcourt deh! Kesukaan lu kan!" seru Patty sambil terus mengikuti Olive.
Olive menghela napas kemudian berbalik menghadap Patty yang sedang tersenyum canggung menunggu jawaban Patty. Olive ingin langsung mengomel dan bertanya pada Patty kenapa ia meninggalkan Olive, kenapa ia lebih memilih untuk mengobrol dengan Lexa berjam-jam. Tapi Olive terlalu...takut. Kalau nanti Patty marah dan Olive benar-benar ditinggal, Olive harus bermain dengan siapa?
"Ya sudah. Mau dua porsi, ya!" kata Olive.
***
Olive memeriksa ponselnya lagi setelah iga bakar mereka sampai di foodcourt, ia hampir meledak bahagia melihat pesan dari Satrya.
Patty menyadari muka Olive yang sangat merah ditambah lagi senyum Olive yang mendadak menjadi sangat lebar seperti akan robek. "Apa? Apa?" tanya Patty antusias.
Olive masih mengetik balasan pesan untuk Satrya. Selesai mengetik, ia meletakan ponselnya di atas meja dan berkata sambil malu-malu pada Patty. "Bang Satrya ngajak gua nge-date." katanya.
"What?!"
***
Olive berdiri dan berjalan melewati ranjangnya menuju lemari baju dengan tiga pintu dan satu kaca besar. Ia memeriksa penampilannya di kaca itu. Ia terlihat...lumayan dalam balutan casual dress berwarna hitam polos miliknya yang baru pertama kali itu digunakan dan heels hitam milik ibunya. Walaupun heels itu terlihat seperti model tante-tante, tapi setidaknya lebih baik daripada sendal yang Olive miliki.
Patty mengacungkan jempolnya pada Olive. "You're good to go girl." katanya sambil berdiri membereskan baju-baju Olive yang berantakan di atas ranjang Olive.
Olive kembali melihat pantulannya di cermin. Lumayan, tapi jauh dibanding Patty. Ia masih gendut dan jelek, berantakan pula. Tidak seperti Patty yang cantik dan teratur. Rasanya Olive ingin merobek gaunnya. Tidak pantas rasanya Olive memakai gaun itu.
Ponsel Olive berdering. Dengan cepat Olive mengangkatnya, lupa dengan semua pikirannya tadi.
"Halo!"
"Pat, gua sudah mau sampai rumah lu nih."
"okay"
"Langsung siap di depan ya biar langsung berangkat."
"siap"
"ok, dah!"
"bye!" kemudian Olive memasukan ponselnya ke tas hitam milik Patty yang dipinjamkan padanya khusus untuk hari ini. "Pat gua jalan dulu, ya." Kemudian langsung berbalik menuju pintu.
"Live!" seru Patty.
Olive berusaha menahan senyumnya sebelum berbalik menghadap Patty. Tapi tentu saja ia gagal. "Ya?" tanya Olive dengan muka yang berseri-seri.
"Em..." Patty terlihat serba salah. Olive rasanya ingin langsung pergi saja daripada menunggu Patty berhasil mengucapkan kalimat yang ingin ia katakan. "Gua hari ini mau kumpul di rumah Lexa, ya." kataya akhirnya.
Dua pikiran terlintas di kepala Olive. Pertama, apakah ini artinya Patty benar-benar ingin bergabung dengan Lexa dan yang kedua Olive harus cepat-cepat keluar supaya Satrya tidak menunggu.
... Satrya, ya?
Olive kembali tersenyum dan berkata. "Okay, have fun!" katanya kemudian berjalan keluar dari kamarnya.
***
Olive duduk terdiam di samping Satrya. Olive cukup kaget melihat penampilan Satrya yang tidak seperti biasanya. Hari ini rambut Satrya dibiarkan terurai di bawah topi Zora-nya. Merek yang termasuk murah untuk orang sekelas Satrya. Selain itu, Satrya hanya memakai celana pendek dan kaus hitam juga sendal jepit. Memangnya setiap kali pergi Satrya selalu begini? Ditambah lagi, ia tidak mengendarai mobil Mercedex miliknya, melainkan mobil Anvanze.
Setelah mereka sampai di mall, Satrya menyuruh Olive turun terlebih dahulu dan mengambil tiket bioskop yang sudah Satrya pesan dari rumah sedangkan Satrya memarkir mobilnya. Di dalam bioskop pun mereka duduk diam dengan canggung. Satrya tidak tertawa sedikit pun walaupun film Aditya Ika kali ini sangat lucu.
Olive mulai merasa tidak enak. Rasanya lebih baik dia pulang saja.
Pelan-pelan Olive mengeluarkan ponselnya dari tas dan menulis pada Patty. "Pat, tolong! Gua sama Satrya awkward banget! Dia sama sekali ga ajak gua ngomong"
Selesai menonton, Satrya berkata pada Olive "Temenin gua beli barang dulu, ya." katanya dengan mata yang masih menatap layar bioskop.
Olive bingung tapi ia menurut saja.
Satrya terus berjalan di depan Olive. Olive sampai kewalahan mengikuti Satrya. Satrya sama sekali tidak mau berbicara pada Olive. Ia hanya keluar masuk toko, mencoba beberapa potong kemeja.
Olive mulai kesal. Ia duduk di kursi sambil menunggu Satrya berganti pakaian. Ia mengeluarkan ponselnya dan menulis pada Patty. Ia tahu mungkin Patty tidak akan langsung membalas pesannya. Tapi memangnya Olive harus cerita pada siapa lagi? Kalau ia cerita pada ibunya pasti ibunya langsung menyuruhnya menjauhi Satrya.
Olive mengetik dengan cepat pada Patty. "Pat, kesal banget gua dikacangin sama Satrya."
Satrya keluar dari fitting room. Mereka kembali berjalan mengelilingi mall sampai akhirnya di salah satu toko baju yang ternama, Satrya kembali masuk ke fitting room.
Olive duduk di kursi sambil memijit kakinya yang sangat pegal. Tahu begini lebih baik dia pakai sendal jepit saja. Toh Satrya juga hanya memakai sendal jepit.
Olive mengeluarkan ponselnya dan hendak mengirim pesan pada Patty. Pukul 7? Pantas saja kakinya sangat sakit.
"Pat, gua capek banget deh. Parah. Udah berjam2 muter mall sekarang Satrya masih di fitting room. Gua udah kaya babunya yang jalan beberapa langkah di belakang"
Olive menelepon Patty. Tidak ada jawaban. Tentu saja. Patty pasti masih di rumah Lexa.
Tidak lama kemudian, Satrya keluar dari fitting room dan berjalan ke kasir, membayar belanjaannya. Tapi Olive lihat, Satrya juga membeli dress berwarna hijau tua yang serasi dengan kemeja hijaunya yang ia kenakan sejak keluar dari fitting room. Kemeja hijau tua dengan batik emas.
Buat apa Satrya membeli dress? Tapi Satrya terlihat tampan dengan kemeja itu. Perlahan, Olive mengangkat ponselnya dan memotret Satrya. Tidak apa-apa, kan? Untuk koleksi pribadi.
Satrya menuju ke arah Olive dan berkata pelan. "Ayo."
Di mobil Satrya tidak banyak berbicara. Ia hanya mengemudi sampai mereka tiba di warung dekat rumah Olive. "Kita makan di sini saja, ya." katanya kemudian turun dari mobil. Olive bingung apakah ia berbuat salah pada Satrya?
Satrya hanya memesan dua porsi nasi goreng biasa, tanpa menanyakan pada Olive apa yang ia mau. Mereka lalu duduk di meja paling pojok di warung itu. Padahal selain mereka, tidak ada siapa-siapa lagi di sana.
"Jadi," kata Satrya sambil melepas topinya dan menyelipkan rambutnya ke belakang kedua telinganya. Meskipun Satrya berpenampilan seadanya, tapi Olive tetap terpana melihatnya. "Sorry ya gua nggak suka kalau orang-orang tahu gua lagi dekat dengan seseorang. I prefer to keep it private."
Hah? Jadi Olive dianggap dekat oleh Satrya?
"Nggak apa-apa kan kita jadi makan di warung begini?" tanya Satrya menatap Olive sambil mengusap-usap dagunya.
"Nggak apa-apa." Olive tersenyum bahagia. Ternyata bukan Satrya marah pada Olive tapi Satrya ingin privasinya terjaga.
Satrya mengangguk-angguk. Mereka berdua terdiam. Olive mengirim pesan pada Patty "you will not believe this !" aah biar saja supaya Patty penasaran. Tapi Olive sendiri tidak kuat untuk tidak bercerita. Tidak sampai 1 menit kemudian, Olive sudah menumpahkan semuanya di pesan untuk Patty. "Satrya ternyata mau jaga supaya hubungan kita tetep private karena dia bilang dia mau tertutup soal siapa yg deket sama dia."
Ibu warung datang memberikan satu piring nasi goreng pada Satrya dan satu pada Patty. Setelah bergumam terima kasih, Satrya berdoa sebentar lalu makan. Ya ampun, ternyata bukan hanya tampan dan misterius, tetapi Satrya juga seorang agamawan.
"Live," kata Satrya setelah beberapa lama mereka hanya makan tanpa bersuara. "Menurut lu Patty gimana?"
"Apa?" tanya Olive.
"Duh!" Satrya menghembuskan napasnya dengan kesal kemudian berkata, "Apa Patty lagi dekat dengan seseorang?" tanya Satrya tanpa menatap Olive. Malah Satrya sibuk menyantap nasi gorengnya.
"Enggak." kata Olive. Satrya hanya mengangguk-angguk sambil tersenyum. Jangan-jangan Satrya suka pada Patty. Ya tidak apa-apa sih. Memang Patty cantik. Tapi kenapa Satrya mengajak Olive pergi hari ini?
"Patty suka cowok yang gimana?" tanya Satrya sambil menatap Olive kali ini.
Olive terdiam sebentar. Sepertinya dugaannya benar. Satrya suka pada Patty. Ya sudah, Olive akan bantu. Satrya baik dan agamawan. Dia pasti bisa menjaga Patty dengan baik. "Yang..." tapi Olive baru sadar, ia bahkan sama sekali tidak tahu tipe laki-laki seperti apa yang Patty sukai. Lalu Olive ingat, Patty juga ikut bersorak saat pertandingan olah raga saat itu. Saat Satrya melakukan slam dunk. Karena itu Olive asal berbicara. "... kaya lu sepertinya."
Olive menyantap nasi gorengnya kemudian melirik Satrya. Ia penasaran dengan reaksi Satrya. Betul, seperti yang Olive perkirakan, Satrya tersenyum senang sambil menatap nasi gorengnya. Sepertinya betul, Satrya suka pada Patty.
Satrya memakan suapan terakhirnya dan menumpuk sendok dan garpunya di atas piring kemudian bersender pada senderan kursi plastik di sana sambil menghela napas lega. "Kenyang!"
Olive meletakan sendok dan garpunya. Menatap sisa nasi goreng yang masih ada lebih dari setengahnya di sana.
"Loh? Nggak habis?" tanya Satrya menatap Olive. "Lu nggak level ya makan di warung? Ya ampun, padahal gua saja makan. Kok lu sok-sokan sih Live?" katanya sambil tertawa.
Olive menatap Satrya kaget. Kok bisa-bisanya Satrya berkata begitu.
"Ya sudah, gua bayar dulu. Belajar mensyukuri makanan, dong." katanya kemudian berjalan pergi.
Olive termangu. Ia mengeluarkan ponselnya dan mengirim pesan pada Patty. "Pat, parah banget Satrya! Dia nggak kaya yang kita bayangin. Masa dia sama sekali ga ngajak gua ngomong selama di mall, maksa gua nemenin dia belanja, ngajak gua makan di warteg, ngejek gua, dan nanyain lu terus. Kayanya ada something wrong. "
Olive langsung menyusul Satrya ke mobil. Sepanjang perjalanan, Satrya terus bertanya tentang kenapa Olive yakin Patty suka dengan Satrya. Rasanya Olive ingin keluar dari mobil saat itu juga. Tapi Olive tidak berani.
"Live." kata Satrya sambil menatap Olive saat mereka sudah sampai di depan rumah Olive. "Kita ajak Patty double date, yuk!"
"Apa?" tanya Olive kaget. Double date? Pasangan date Satrya nanti Patty atau Olive?
Satrya mengangguk dengan ceria. Giliran soal Patty saja Satrya langsung ceria. Tapi ya sudahlah memang toh nyatanya apa sih bagusnya Olive dibanding Patty? "Nanti tolong kasih tahu Patty, ya!" katanya.
Olive mengangguk lalu buru-buru keluar dari mobil Satrya. Sepertinya benar, yang Satrya incar itu Patty, bukan Olive. Olive buru-buru masuk ke kamarnya tanpa menghiraukan Henny yang menyapanya.
Olive langsung menguci pintu kamarnya dan terduduk di lantai. Menangis tanpa suara. Ya memang Olive tahu kok Olive jelek. Memang dasar sampah tidak berguna! Kenapa juga Olive berharap? Tidak tahu diri!
Dengan gemetar Olive mengeluarkan ponselnya dan menelepon Patty. Tidak diangkat. Bahkan Patty pun sudah membuangnya. Olive memang benar-benar tidak berharga!
"Pat, kayanya Satrya sukanya sama lu deh. Dari tadi nanyain lu haha."
"Gua emang bodoh banget, berharap dia suka sama gua. Tapi lu harus tau, gua pasti tetep dukung lu sama Satrya."
Lama tidak ada balasan, Olive jadi semakin kesal. Ia mengambil ponselnya dan mengetik dengan penuh emosi. "Kenapa sih Pat? Lebih asik ya main sama mereka daripada sama gua?! Ok silakan! Gua ga akan ganggu! Memang gua ga ada harganya jga di mata lu, ya kan?!"
Olive masih menangis untuk beberapa lama namun ia sadar, bagaimana kalau nanti Patty membaca pesannya dan tidak mau lagi bermain dengan Olive? Olive memutuskan untuk menghapus pesannya yang terakhir pada Patty. Namun, setelah dipikir-pikir, setelah Olive membaca ulang pesannya pada Patty, ia sadar buat apa juga ia cerita itu semua pada Patty? Toh Patty tidak peduli. Ia memutuskan untuk menghapus semua pesannya.
***
Hari Senin, baru saja Olive turun dari mobilnya, ia sudah melihat pemandangan yang mencengangkan. Satrya bergerak merangkul Patty dan Patty tidak menepisnya sama sekali.
Hati Olive serasa membeku. Ya, Olive sudah menduga kalau Satrya suka pada Patty. Olive juga sudah rela untuk mendukung Patty kalau Patty mau bersama dengan Satrya. Tapi Olive tidak menyangka kalau Patty akan mau didekati Satrya ketika Olive bahkan belum berkata apa-apa.
Olive cepat-cepat berjalan melewati mereka ke dalam. Ia terus berjalan ke pojok belakang GIS. Rasanya ia sangat ingin duduk di sana menangis sendiri. Tapi memangnya Olive masih sama dengan Olive saat SD? Lagi pula memangnya akan ada pahlawan seperti Nick lagi yang akan menyelamatkannya?
Olive berjalan-jalan di sekitar taman belakang GIS sebentar sebelum kemudian kembali ke gedung sekolah sambil berharap dalam hati agar tidak bertemu Patty. Namun, yang terjadi justru sebaliknya. Segera ketika Olive masuk melalui pintu gedung, pundaknya ditabrak sampai ia jatuh terjungkal.
Aduh! Olive malu sekali. Tapi karena badannya yang gemuk, ia tidak dapat berdiri dengan segera. Tapi orang-orang ini kejam sekali, sih. Bukannya membantu malah menertawakan Olive. Memangnya sekonyo…
Olive baru sadar posisinya saat itu, roknya yang terangkat, dan... celana dalamnya hari itu… robek.
"Hah? Live... sorry sorry... gua..."
Suara ini…. Olive mendongak melihat pelaku yang telah membuatnya terjatuh. Manusia cantik ini lagi!
Olive sudah tidak tahan lagi. Ia mulai menangis dan, dengan kekuatan yang entah dari mana, berdiri dan kabur dari sana. Olive berlari tanpa arah. Ia berlari menuju belakang GIS. Ia ingin sendirian saja lalu kabur ke rumah.
Namun, di sana ternyata ada dua orang yang sedang… berciuman.
Olive kaget melihatnya. Ia segera berbalik dan lari dari sana. Alih-alih ke tempat yang sepi, Olive malah duduk di bilik penjaga kolam renang yang berwarna biru. Setidaknya dalam bilik ini tidak ada yang memperhatikan Olive.
Tapi tetap saja ya, walaupun sudah dekat bel masuk masih ada saja siswa yang masih berenang. Memangnya dia tidak takut terlambat? Ini pula! Ada ponsel mahal tergeletak begitu saja di dalam bilik. Tidak takut hilang, ya? Memangnya ini murah?
Seperti dapat mendengar pikiran Olive, siswa itu keluar dari kolam renang dan berjalan menuju ruang ganti. Kalau saja Satrya juga begitu. Saat Olive memikirkan Satrya datang, Satrya akan langsung datang. Tapi itu kan mustahil. Tadi saja Satrya...
Olive menghebuskan napasnya sedih sambil melihat ubin di bawahnya.
"Hey!"
Olive mengangkat kepalanya dan sangat terperanjat melihat Satrya. Olive sampai tidak dapat berkata atau melakukan apa-apa.
"Ngapain sendirian di sini?" tepat saat itu bel berbunyi. Satrya mendongak memperhatikan speaker di ujung kolam renang seakan dapat meredam suara bel yang memekakan telinga. Satrya kemudian berdiri membelakangi bilik penjaga kolam, menunggu semua siswa yang ada di sekitar kantin pergi.
Setelah area kolam renang dan kantin kosong, Satrya kembali berbalik pada Olive dan menyentuh pipinya. "Lu habis nangis?"
Olive menundukkan kepalanya. Jantungnya berdebar tidak keruan seperti akan meledak. Tapi, apa-apaan ini? Satrya peduli padanya?
"Sini!" bisiknya kemudian menarik Olive berdiri.
"Mau kemana?" tanya Olive sambil berdiri mengikuti tuntunan Satrya ke pohon yang berada di belakang dinding kantin. Satrya menempelkan punggungnya di pohon dan menarik Olive mendekat. "Lu mau apa?" Olive mulai terlihat panik.
"I know you like me. " bisik Satrya sambil menyeringai.
"Tapi nggak gini juga, bang… gua nggak ma…." Olive belum selesai berbicara ketika Satrya mencium bibirnya. Olive tahu seharusnya dia menjauh tapi dia tidak bisa. Ia tidak berani dan lagi ini ciuman pertamanya. Boleh kan dia menikmati ciuman ini sebentar?
BUK! Terdengar suara orang terjatuh.
Satrya dan Olive langsung menoleh ke arah suara itu. Patty terjatuh di dekat kolam renang. Ya ampun, itu berarti Patty lihat semuanya?
Olive baru saja hendak berlari mengejar Patty saat tangannya dipegang oleh Satrya. "Live, inget gua mau ada privacy. Kalau lu kejar Patty sekarang, malah akan menyebar gossip yang nggak-nggak. Lu pura-pura nggak tahu saja."
Hah? Apa maksudnya? Tidak akan ada yang percaya Satrya dekat dengan Olive maksudnya?
***
Olive sangat, sangat, sangat senang sejak saat Olive melihat Nick di sekolah dan lebih senang lagi saat tahu Nick mengikuti semua kelas yang Patty ikuti, yang artinya mereka akan berada di kelas yang sama terus! Rasanya sangat nyaman seperti kembali ke rumah. Apalagi sekarang, Olive memandang pantulan dirinya di cermin. Rambutnya dibuat berombak oleh Patty dan dirinya tampak langsing dengan balutan dress hitam juga cardigan milik Patty.
Olive tidak pernah menyangka akan ada Welcoming Party untuk Nick. Rasanya... seperti mimpi. Mimpi yang sangat indah.
Namun semua kebahagiaan itu sirna ketika Olive baru saja memegang handle pintu mobil Patty dan Patty berkata. "Nah, gitu dong. Kalau mau jadi ceweknya Satrya harus tahu gimana jadi cantik sedikit. Nggak malu-maluin, kan?!" katanya.
Olive menatap Patty dengan tidak percaya. Patty memang tersenyum dan mengatakan itu dengan nada bercanda. Tapi kata-kata itu benar-benar mengena di hatinya.
Olive mundur beberapa langkah, membuat Patty menoleh bingung. Sebelum Patty berkata apa-apa, Olive langsung berkata. "Gua nggak jadi pergi deh, Pat." katanya kemudian berlari kembali ke kamarnya. Olive menutup pintu kamarnya pelan, tidak ingin membuat keributan. Ia tidak ingin ibunya tahu apa yang terjadi dan malah melarang Olive untuk pergi karena sebagian dari dirinya tetap ingin pergi ke sana. Ingin menyambut Nick secara resmi.
Akhirnya setelah menenangkan dirinya, Olive memesan taksi online. Benar! Ia ingin menyambut Nick. Laki-laki yang sudah seperti abangnya sendiri. Namun, apa yang Olive lihat saat ia sampai di sana benar-benar membuat Olive menyesal.
Patty duduk berdua dengan Satrya di bar. Olive sadar betul mata Satrya sempat melirik Olive. Baru saja Olive hendak beranjak pergi dari sana, tiba-tiba Satrya mencondongkan badannya pada Patty dan… mereka berciuman.
Hati Olive serasa menciut. Ingin sekali ia menangis rasanya. Olive tidak menyangka Patty tega melakukan itu padanya padahal Patty belum dengar bahwa Olive akan mendukung Patty dengan Satrya, padahal Patty melihat mereka berciuman dekat kolam renang, padahal Patty kemarin ikut double date dengan mereka. Olive ini sebenarnya apa di mata Patty?
Olive langsung membalikkan badannya, keluar dari ballroom hotel menuju ke lobi. Olive duduk di sofa lobi, mengeluarkan ponselnya dan memesan taksi online. Tepat ketika Olive memencet tombol pesan, sepasang sepatu Oldo berhenti di hadapannya.
Olive muak. Olive tahu betul sepatu siapa itu.
Olive mengangkat kepalanya. Air mata sudah bercucuran di pipinya. Kenapa sih ia harus mengganggu Olive terus?
"Kok lu masih muncul di sini?" tanya Satrya dengan sangat dingin.
Hati Olive masih terasa berdebar saat melihat muka tampannya. Apalagi hari ini dia tampak sangat keren. Tapi Olive hanya menggeleng dan menunduk.
"Mau gua panggil Surya?" tanya Satrya dengan nada mengejek. Ternyata benar, Satrya mengajak Surya saat itu untuk menjadi teman kencan Olive. "Lu harus tahu..." lanjut Satrya diikuti dengan dengusan yang menghina "Bahkan Surya merasa terhina waktu gua bilang mau jodohkan dia sama lu, Live."
Olive ingin menjerit rasanya. Untung saat itu supir taksi onlinenya menelepon. Olive cepat-cepat keluar dari lobi.
***
Olive sama sekali tidak menyangka, satu hari setelah pertengkaran mereka, Patty malah memilih untuk bergabung dengan QS secara resmi. Setelah 2 hari tidak masuk, Olive memutuskan untuk masuk sekolah hari itu. Tanpa menunggu Patty, Olive buru-buru masuk ke dalam sekolah tanpa melihat kiri-kanan, terus menatap jalanan di bawahnya tanpa memedulikan ejekan atau godaan para siswa.
Olive duduk di tempatnya biasa, di pojok belakang kelas. Bagaimanapun ia tetap merasa lega tidak ada anggota QS yang mengajaknya berbicara.
Ia duduk di sana sambil membaca komik dan novel web di ponselnya. Olive mendengar suara Patty dan Nick yang tertawa saat memasuki kelas. Ia mengangkat kepalanya dan melihat mereka berdua masuk ke kelas. Tentu saja, Nick pasti memilih untuk dekat dengan Patty. Apa sih yang Olive harapkan?
Olive membuang mukanya, melihat ke luar jendela. Namun tidak disangka-sangka, Nick duduk di sebelahnya sambil menyapa. "Sendirian saja, Neng?" tanyanya sambil tertawa.
Olive menatap Nick dengan tertegun. Nick ini benar-benar... selalu seperti pangeran berkuda putihnya Olive. Bahkan Nick menemani Olive di kantin hari itu. Saat pulang pun Nick berjalan bersama Olive ke taman belakang GIS.
Mereka duduk di rumput di pojok taman, di belakang pepohonan. Di tempat yang hampir tidak terlihat oleh para siswa lain. Tidak ada apa-apa di sana. Hanya pohon dan rerumputan.
Nick menepuk-nepuk pundak Olive saat Olive terisak, menceritakan bagaimana Satrya memberitahunya ingin menjaga privasi Satrya namun Satrya sendiri memasukkan story Lexa yang bertuliskan "Finally my two favorite people are gonna be together! @patriciapatty @bang_satrya" ke ingstaramnya.
***
Olive merasa seperti menemukan pangeran berkuda putih yang menyelamatkan hidupnya selama 2 hari ini. Bahkan Nick sampai rela dipukul dan melindungi Olive dari siswa yang melemparkan vas bunga sampai tangannya memar dan lecet-lecet. Namun, kenapa hari ini Nick tiba-tiba datang ke rumah Olive dan bertanya seperti ini? Padahal Olive sudah mengurungkan niatnya untuk mengadu domba Nick dan Olive saat mereka ada di Rumah Makan Gelfara. Padahal Olive sudah berkata pada Nick kalau ia yakin yang Satrya kejar adalah Patty, bahwa Olive tahu ia tidak akan mampu bersaing dengan Patty, bahwa Patty akhirnya merebut Satrya dari Olive.
Esoknya Nick benar-benar meninggalkan Olive. Olive sendirian, terkucilkan di bangku belakang di setiap kelasnya sampai ujian akhir datang.
Bukan hanya merasa ditinggalkan, Olive juga jadi tersadarkan siapa Olive di mata Nick. Saat itu, ia sedang melewati gedung parkir dan melihat bagaimana Nick memberikan jaket dan helmnya pada Patty. Padahal hari saat Nick menjemput Olive pun Nick sama sekali tidak menawarkan jaket maupun helmnya.
***
Seperti biasa, semua orang tua murid dipanggil untuk mengambil rapor anak-anak mereka. Olive melihat bagaimana ayah ibunya memandangnya dengan kecewa. Nilainya hancur semua.
Henny dan Hartono, suaminya, cepat-cepat masuk ke mobil. Menghindari Desi dan Bimo—ibu dan ayah Patty. Mereka begitu malu dengan nilai Olive.
Olive menatap ke luar jendela dan melihat banyak orang tua murid yang tersenyum bahagia pada anak-anaknya dan para siswa pun terlihat tersenyum senang pada orang tuanya. Bahkan Sharon tidak terlihat memegang ponselnya seperti biasa. Ia tersenyum pada ibu dan ayahnya yang mengelus rambut Sharon dengan bangga.
Memang tidak semua orang terlihat bahagia. Olive melihat Lexa tertawa dengan serba salah pada ayahnya yang mengomel. Tapi tentu nilai tidak penting untuk Lexa. Ia kan seorang artis ingstaram. Sekali endorse saja dia dapat mendapatkan jutaan rupiah. Olive?
Di rumah, Olive langsung masuk ke kamarnya dan mengunci pintu. Tidak memedulikan kedua orang tuanya yang berteriak-teriak memanggilnya dan menggedor pintu kamarnya. Ia menangis sejadi-jadinya di sana. Hidupnya sangat hancur karena Patty. Kalau saja Patty tidak meninggalkannya, kalau saja Patty tidak menghasut Nick, kalau saja ia secantik Patty. Semua ini tidak akan terjadi. Ia tentu masih dapat menikmati waktu sekolahnya di GIS tanpa dirudung.
Lihat saja! Ia akan membalas Patty. Tapi bagaimana caranya? Olive takut, ah.
***
Olive duduk di kursinya, di deretan belakang salah satu kelas di salah satu SMA Negeri di Bandung, sekolah barunya. Ya, memang liburan di SMA nasional lebih singkat daripada di sekolah internasional.
Suasana kelas di sana pun berbeda. Dindingnya berwarna hijau, lantainya dari ubin biasa, papan tulisnya pun menggunakan whiteboard biasa, kursi dan mejanya terbuat dari kayu biasa. Tidak seperti di GIS yang mana satu meja hanya dapat diduduki satu orang, di sini menggunakan meja yang besar sehingga Olive harus duduk dengan teman sebangkunya yang baru.
Baru saja guru sejarah mereka duduk setelah selesai menjelaskan sejarah Kerajaan Mataram di papan tulis, tiba-tiba Olive merasa ponselnya bergetar di saku rok abu-abu panjangnya.
Ia mengeluarkan ponsel itu dan melihat nama yang tertera di layar ponsel. Nick? Haruskah ia angkat? Angkat saja, deh. Olive juga penasaran apa yang akan Nick katakan.
Olive berdiri sambil mengangkat ponselnya dan berkata, "Pak, saya angkat telepon dulu, ya. Urusan bisnis."
Tanpa menunggu jawaban guru itu, Olive terus berjalan ke depan, melewati sang guru menuju pintu kelas mereka.
"Ya, saya larang juga percuma." kata sang guru kemudian kembali berdiri dan berkata, "Saya lanjutkan kembali,"
Olive melangkah keluar dari ruang kelas, menjawab telepon Nick pelan.
"Eh… halo, Olive! Apa kabar?" Nick kok terdengar gugup, sih? Apa jangan-jangan dia menyesal meninggalkan Olive?
"Baik. Ada apa?" jawab Olive singkat. Tidak apa-apa untuk jual mahal, kan?
"Gua boleh main ke rumah lu?" tanya Nick. Wah ada apa, nih?
"Buat apa?" tanya Olive ketus. Biar saja supaya Nick merasa sulit untuk mendapatkan Olive lagi. Katanya perempuan yang berkualitas itu lebih sulit untuk didapatkan, kan?
"Sudah lama saja nggak ketemu lu."
Tuh, benar kan! "Kenapa? Sudah bosan main dengan Patty? Atau Patty sudah kembali dengan Satrya?" biar saja, biar Nick tahu rasa.
Nick tertawa gugup kemudian berkata, "Jangan gitu dong, Live. Gua kan memang cuman mau ngobrol saja."
Olive hening sebentar. Wah, apa benar Nick sekarang menyesal dan ingin kembali pada Olive? Tentu Olive mau! Tapi Olive harus jual mahal supaya terlihat mahal. "Okay deh. Tapi nyokap gua sudah nggak mau lihat muka lu lagi. Kita harus ketemu di luar."
Kalimat itu tidak sepenuhnya gimmick. Memang benar Henny sudah marah besar pada Nick karena membuat anaknya menangis malam-malam.
"Oh, nggak apa-apa, kok. Gua jemput saja."
HAHA! Sebegitu ingin bertemu, ya? Olive jadi tidak dapat menahan senyumnya. Ia berusaha untuk berbicara ketus tetapi tidak sepenuhnya berhasil. "Kalau gitu besok pagi saja. Nyokap bokap gua mau pergi sampai siang ke undangan pernikahan anak temannya di Bogor."
"Oh, okay. Kalau gitu jam 8 di rumah lu?"
"Hm." gumam Olive singkat. "Ada lagi yang mau lu katakan?" duh, keren banget kan? Seakan Olive tidak peduli dan sibuk
"Em… kayanya lebih baik besok saja, deh." kata Nick kemudian tertawa. Ah rindu sekali mendengar tawa Nick.
Nick mulai berbicara lagi. Olive cepat-cepat memutuskan sambungan. Kenapa? Supaya terlihat cuek, dong!
***
Olive membuka matanya yang membengkak karena ketukan lembut di pintu kamarnya. Tidak lama kemudian terdengar Henny berkata, "Live, mama papa pergi dulu, ya."
Olive mengerang pelan kemudian berkata, "Okay," dengan suara yang serak kemudian kembali menutup matanya sampai ponselnya berbunyi. Ia membuka matanya dan melihat nama yang muncul di layar. Nick. Ah, apa sih yang Olive harapkan? Paling kejadiannya tidak jauh dari kemarin lagi di sekolah barunya itu… ah sudahlah.
Olive tidak mengangkat telepon Nick. Ia berdiri dan berjalan keluar. Untunglah Olive akhirnya berhasil meyakinkan Henny untuk membawa Bi Isom ikut serta ke Bogor supaya tidak ada yang memberitahu orang tua Olive tentang tamu gelapnya ini. Olive berjalan malas menuju pintu gerbang rumahnya dan membuka pintu itu.
Nick menoleh dengan kaget ketika pintu pagar itu terbuka. Ah, dia terlihat tampan seperti biasa tapi Olive sudah tidak punya semangat lagi karena kejadian kemarin itu… sudahlah.
Nick?"
"Hey," Nick tersenyum dan berkata, "Apa kabar, Live?"
"Masuk saja, Nick. Kita ngobrol di rumah saja. Gua mendadak nggak mood pergi."
Olive berjalan ke ruang tamunya sambil mengepalkan kedua tangan. Tidak, ia tidak boleh berharap terlalu tinggi lagi. Nanti ia malah kecewa lagi. Tapi di sisi lain, pikiran tentang kemungkinan bahwa Nick rindu padanya sangat menghibur hatinya yang sedang hancur berkeping-keping.
Olive duduk dan menundukkan kepalanya. Perasaannya menjadi campur aduk. Kesal sekali. Kenapa sih hidupnya menderita sekali? Dunia tidak adil. Kenapa ia harus lahir jelek dan gendut?
"Lu katanya pindah sekolah, ya?" tanya Nick akhirnya.
Iya! Pindah sekolah karena Patty yang kau sayangi itu, Nick! Sekarang hidup Olive semakin hancur karena itu!!
Tanpa dapat ditahan, air mata Olive mulai menetes membasahi pahanya. Duh kesalnya. Semoga Nick tidak sadar.
"Eh, lu kenapa Live?"
Olive menggeleng. Ia tidak dapat berkata apa-apa karena pasti akan menangis semakin hebat. Lagipula terlalu panjang kalau harus diceritakan sekarang.
"Sorry ya. Gua kemarin akhirnya pergi dan nggak lagi jagain lu. Gua dengar cerita dari Satrya dan gua…waktu itu percaya."
Air mata Olive mengalir semakin deras, tapi Olive tetap tidak dapat berbicara apa-apa.
Tuh, kan! Kenapa baru percaya sekarang? Ugh, Olive kesla sekali.
"Makanya gua di sini, gua mau tahu cerita sebenarnya, Live. Gua yakin ada sesuatu yang salah. Gua…" Nick baru hendak mengatakan bahwa ia mau melindungi Patty kemudian tersadar itu hanya akan membuat semuanya menjadi semakin runyam. Nick menahan lidahnya dan kemudian berkata, "Gua minta tolong sama lu, Live. Mau nggak lu ceritain semuanya ke gua?"
Olive berhenti menangis. Jadi benar, Nick datang ke sini untuk Patty? Hati Olive sangat sakit. Rasanya ia seperti akan meledak. Ia akan membalas semua ini pada Patty. Ia tidak akan lagi takut seperti waktu di Rumah Makan Gelfara kemarin.
Olive menghapus air matanya kemudian menatap Nick dan tersenyum. "Ok, gua bantu. Gua juga nggak mau Patty kenapa-kenapa. Gua akan cerita semuanya dan bantu lu, Nick."
Nick tersenyum dan berkata, "Makasih banget, Live!"