Chapter 17 - Bab 8 - bagian 4

"Nyebelin banget!" seru Ilyas sambil bertingkah seolah akan membanting ponselnya tetapi kemudian meletakan ponselnya dengan perlahan ke atas meja dengan apik, "Bukannya lu sudah ga pernah main selama liburan? Kok masih jago banget?"

Nick menyeringai jahil sambil berkata dengan bangga, "Oh iya dong. Otak lu kan didesain hanya untuk belajar, jadi nggak akan bisa ngalahin gua."

"Otak lu didesain buat main game saja, ya?" kata Ilyas.

Nick terdiam kemudian tertawa sambil berkata, "See? Memang otak lu encer buat belajar."

Ilyas mengangkat sebelah alisnya. Lelucon Nick tidak nyambung, deh.

"Ah come on, dude. Jangan terlalu serius!" kata Nick sambil meletakan ponselnya dan mengambil kentang goreng yang mereka pesan tadi. Nick mulai menggigiti kentang itu sampai habis seluruhnya.

"Ayo sekali lagi!" kata Ilyas bersemangat sambil kembali mengambil ponselnya.

"Capek, ah!" kata Nick sambil menyenderkan badannya. "Kita sudah main 3 hours straight (3 jam terus-menerus)!"

"Elah, biasanya juga bisa lebih lama." kata Ilyas sambil tertawa.

"Ah bilang saja lu panas karena kalah dari gua." kata Nick sambil tersenyum nakal.

Ilyas mengumpat sambil tertawa kemudian meletakan lagi ponselnya dan mengerang kemudian berkata, "I hate losing (gua benci kalah)." katanya.

Nick tertawa mendengar itu kemudian memeriksa waktu di ponselnya. Ia terkejut dan berksta, "Sudah jam setengah 7, loh. Mereka kok belum beres juga ya?"

"Lu belum pernah belanja dengan Patty, ya?"

Nick menggeleng.

"Selama gua nemani Lexa belanja, nggak pernah tuh dia selesai belanja kurang dari 3 jam. Setelah itu dia pasti cari kopi. Jadi I'm pretty sure (gua cukup yakin) mereka lagi ngopi sekarang." kata Ilyas sambil mengangkat kedua bahunya.

"Lu sering belanja dengan Lexa?" tanya Nick.

Ilyas mengangguk kemudian berkata, "Sering dong. Mungkin karena memang Lexa senang belanja, nggak seperti Patty."

Nick tertawa kemudian berkata, "Untung hobi gua dan Patty sama."

Ilyas menatap Nick kemudian berkata, "So, have you decided (lu sudah putuskan)?"

"What?"

"Fight for her or leave her (perjuangkan Patty atau tinggalkan dia)?"

Tepat saat itu, masuk pesan whatsin dari Lexa. Nick membukanya dan melihat foto quotes dari Lexa. Nick tersenyum kemudian berkata, "I'll do my best to make her happy (gua akan lakukan yang terbaik untuk buat dia bahagia). Gua nggak akan biarkan masalah gua buat gua hancur. I'll prove, at least to myself, that I can be sucessful and I'll bring Patty with me. But in the mean time (gua akan buktikan, setidaknya pada diri gua, bahwa gua bisa sukses dan gua akan bawa Patty bersama gua. Tapi sementara itu), gua nggak mau kekang Patty dulu, kalau dia bisa menemukan orang yang bisa buat dia lebih bahagia daripada gua, kalau memang orang itu tulus pada Patty, gua nggak akan halangi dia. I'll keep supporting and protecting her no matter what though. (Tapi gua akan tetap dukung dan lindungi dia apa pun yang terjadi)."

Ilyas mengerutkan dahinya. Nick ini berbelit-belit sekali, sih? Jadi intinya dia mau berjuang tapi juga merelakan Patty untuk bahagia? Memangnya mungkin?

Ilyas baru akan mengucapkan sesuatu ketika ponselnya berbunyi. Honey.

"Hai, hon. Kamu sudah selesai?" tanya Ilyas dengan suara yang mendadak lebih manja.

Nick menatap Ilyas dengan geli. Ilyas selalu berpegang teguh pada logika dan bersikap keren dan dingin tapi setiap berbicara dengan Lexa ia berubah menjadi budak cinta yang manja. Memangnya mungkin? Ternyata mungkin, guys. Memang sulit dipercaya.

"Cepat banget. Kamu nggak ngopi?... oh penuh banget? Ya sudah lanjut ngopi di mobil saja. Kita ketemu di main lobby, ya."

"Mereka sudah beres?" tanya Nick ketika Ilyas memasukkan ponsel ke sakunya.

Ilyas mengangguk sambil berkata, "Mmhmm, ayo ke lobi."

Mereka berdiri, membayar pesanan mereka, berjalan keluar amusement park, mampir ke toilet, dan menunggu di lobi. Mereka menunggu dan menunggu tapi kok Lexa dan Patty tidak kunjung datang? Ilyas mulai gelisah dan berpikir kemana-mana.

"Nick, kok Lexa nggak angkat telepon ya? Gua sudah telepon berkali-kali." katanya ketika panggilan kelimanya tidak kunjung diangkat. Ia mencoba menghubungi Lexa sekali lagi.

"Tenang saja. Mungkin dia lagi diajak foto sama fans. Secara dia kan selebgram." kata Nick santai sambil melihat-lihat brosur mobil. Kebetulan sekali di lobi itu sedang ada pameran mobil. Nick sekarang semakin bertekad untuk dapat membelikan mobil untuk Patty.

Ilyas berkata sambil menggigit ibu jarinya sedang tangan sebelahnya memegang ponsel di telinganya, "Nggak. Dia nggak biasanya begini. Apa dia…"

"Apa?" Nick melirik Ilyas yang tidak kunjung menyelesaikan kalimatnya.

"Diracun?" Ilyas melirik Nick dengan tatapan penuh kehorroran.

Nick tertawa terbahak-bahak dan berkata, "Kaya kasus tahun lalu?"

Nick tertawa semakin keras kemudian berkata, "Maksud lu kaya awal kasus tahun lalu itu?"

Ilyas mengangguk ngeri sambil menatap Nick membuat Nick tertawa lagi. Ilyas... Ilyas... mungkin karena pintar jadi sering over-thinking, ya?

"Hey, lu tahu kan cewek lu selebgram?" kata Nick geli.

Ilyas mengangguk sambil mencoba menghubungi Lexa lagi.

"Lu tahu bokapnya Lexa terkenal bukan pengusaha yang sembarangan?" tanya Nick lagi.

"Oh! Gimana kalau saingan bisnis ayah Lexa yang…"

"Yas! Mana ada yang berani macam-macam dengan orang seperti Lexa? Paling juga dia sedang foto-foto dengan fansnya." kata Nick santai sambil melihat-lihat mobil di depannya.

"Memangnya lu nggak kepikiran? Patty juga nggak ada kabar, loh. Sudah hampir satu jam! Apa lu…" Ilyas tidak menyelesaikan kalimatnya dan malah berseru, "Honey!"

Nick ikut melihat ke arah mana Ilyas berteriak. Lexa dan Patty sedang berdiri di eskalator menuju ke lobi. Lexa melambai pada Ilyas sedangkan Patty tersenyum pada Nick dengan senyum canggung dan lelah.

"Hon, kemana saja? Kok telepon aku nggak diangkat?" tanya Ilyas dengan muka memelas ketika Lexa dan Patty sudah turun dari eskalator.

"Ah... iya tadi ada satu fan yang lihat aku di Coffee's Orbit dan minta foto. Setelah itu malah jadi makin banyak yang minta foto." kata Lexa sambil tersenyum manis meluluhkan hati Ilyas yang sudah meleleh bagai air. Entah seluluh apa hatinya sekarang.

"Oh ya ampun. Aku khawatir banget tahu, hon?" kata Ilyas sambil mengelus kepala Lexa lembut. Membuat Patty iri.

"Jangan iri, ya." kata Nick yang ternyata sudah berdiri di sebelah Patty.

Patty menoleh kaget pada Nick kemudian berdecak, "Gimana nggak iri? Sudah jomblo, dighosting sama gebetan pula." katanya.

Nick tertawa kemudian mengelus kepala Patty lembut sambil berkata, "Cowok yang suka sama kamu kan bukan cuman Satrya."

"Terus?"

Nick berhenti mengelus kepala Patty dan memasukan tangan ke sakunya. Masa kamu tidak sadar sih, Patty?

Lexa yang gemas ingin berkata 'Nicky loh yang suka sama lu' pun memutuskan untuk menggandeng Ilyas menjauh dari sana. Lebih baik begitu daripada ia berkata seperti itu, kan? Tapi tetap saja, alih-alih menjauh mereka malah bersembunyi di balik mobil sambil menguping.

Muka Patty memerah mengingat kata-kata Lexa di Coffee's Orbit tadi. Apakah... yang Nick maksud adalah Nick sendiri?

Melihat perubahan di wajah Patty, Nick mulai bingung. Haruskah ia bilang sekarang? Sama sekali tidak romantis. Tapi kalau tidak sekarang... kapan lagi?

"Aku," kata Nick akhirnya. Muka Patty menjadi sangat merah begitu juga dengan muka Nick. Nick cepat-cepat menambahkan, "Kan kamu teman favorit aku. Masa aku nggak suka?"

Ah sial. Begitu lagi. Kenapa Patty berharap, sih? Bodoh.

Lexa dan Ilyas yang sedari tadi menguping di belakang mobil pameran menjadi gemas. Ilyas sampai harus menahan kedua tangan Lexa agar tidak berlari dan memukul Nick.

***

Patty menatap layar ponselnya. Jantungnya sudah tidak berdebar lagi tapi matanya masih juga terbelalak. Kenapa Lexa belum kunjung membalas pesan Patty? Apa dia tidur? Bisa-bisanya Lexa tidur. Padahal Lexa juga minum kopi bersama Patty sampai malam.

Patty kesal. Badannya lelah, matanya juga lelah, tapi jantungnya masih semangat. Tidak lagi-lagi deh ia minum kopi sampai malam.

Ia harus melakukan apa, ya? Ia tidak mau menonton utube atau nepliks lagi. Matanya perih.

Tiba-tiba satu wajah terbersit di pikirannya. Nick. Tiba-tiba semua kejadian tadi malam di lobi kembali terulang, membuat jantung Patty menjadi semakin semangat berdebar.

Ah ya sudahlah. Nick harus membayar perbuatannya ini sampai Patty tidak bisa tidur memikirkan itu. Atau... ini hanya alasan untuk Patty menghubungi Nick? Ah apa pun itu, Patty mulai menelepon Nick. Biar saja sekarang sudah pukul setengah 2 sekalipun.

"Pat?" jawab Nick dengan suara serak dan mengantuk.

"Tidur?"

"Iyalah," kata Nick kemudian tertawa sebelum melanjutkan, "Kok kamu belum tidur?"

Hm... apa Patty kerjai Nick saja, ya? Suruh siapa membuat perasaan Patty seperti rollercoaster?!

Sambil tersenyum jahil, Patty berkata, "Sebenarnya selama ini gua nggak pernah kasih tahu lu tapi... gua selama ini punya sakit maag. Sekarang maag gua kambuh, nih. Mungkin karena telat makan dan minum kopi tadi."

"Hah? Jadi yang kamu rasakan sekarang apa?" tanya Nick panik.

"Em... gua mual, perut gua sakit..." kayanya seru kalau Patty berpura-pura GERD. Patty ingin tahu apakah Nick akan khawatir padanya. Jadi, ia menambahkan, "Sekarang dada gua sakit dan gua susah nafas." Patty langsung membuat suara nafas berat.

"Kamu sekarang lagi berbaring nggak, Pat?" tanya Nick panik.

"Mmhmm," kata Patty dengan suara yang dibuat selemah mungkin.

"Jangan baring, Pat. Ayo duduk. Sekarang gua ke rumah lu, ya. Kita ke rumah sakit sekarang juga." kata Nick buru-buru kemudian sambungan telepon terputus. Hah? Apa Nick benar-benar akan langsung berangkat ke rumah Patty?

Dengan panik Patty cepat-cepat menelepon Nick. Nick mengangkat teleponnya bahkan sebelum "tut" pertama selesai berbunyi. "Ya? Ada apa? Kenapa?" tanya Nick panik.

"Lu nggak benar-benar ke sini, kan?" tanya Patty tidak kalah paniknya.

"Benaranlah! Kamu tunggu, ya. Aku mau ganti baju dulu." kata Nick.

"JANGAAAN!" seru Patty sebelum Nick memutuskan sambungan teleponnya lagi. "Gua bercanda!"

"Hah?"

"Iya gua bercanda. Gua nggak bisa tidur gara-gara minum kopi, gua bosan, jadi gua kerjai lu saja." jelas Patty dengan panik.

"Jadi kamu nggak apa-apa?"

"Nggak apa-apa."

"Perut kamu nggak sakit?"

"Nope."

"Dada kamu nggak sakit?"

"Nuh-huh."

"Nafas kamu nggak sesak?"

"NGGAK!" seru Patty kemudian tertawa.

"Thanks God, Pat! Jangan begitu dong bercandanya. Aku kan panik!" kata Nick kemudian tertawa pelan.

"Sowreh (sorry dengan nada berlebihan). Lagian gua nggak nyangka lu bakal sepanik itu." kata Patty kemudian tertawa.

"Iyalah aku panik. Kamu kedengaran seperti orang yang benar-benar sakit. Apalagi yang kamu sebutkan itu gejala GERD. Wajar dong aku takut."

Patty tertawa kemudian berkata, "Karena gua teman favorit lu?"

Nick terdiam sebentar kemudian berkata, "Because you are the most important person in my life. (Karena kamu orang paling penting di hidup aku)"

Hening sesaat. Patty tertegun. Nah benar, kan. Nick membuat Patty merasa seperti ada di rollercoaster.

"Apa mak..."

Belum sempat Patty menyelesaikan kalimatnya, Nick langsung memotong dengan berkata, "Oh ya, tadi aku lihat story Coffee's Orbit. Ternyata banyak juga ya orang yang mau foto sama kamu. Ciee selebgram."

Patty tertawa kemudian berkata, "Jadi malu deh. Padahal rata-rata mereka foto sama gua karena Lexa."

Mungkin para pembaca mulai gemas karena Nick mengalihkan pembicaraan. Sabar dulu, ya. Hati Nick masih belum siap bila harus menjelaskan perasaannya yang sesungguhnya pada Patty. Ia masih takut akan kehilangan Patty sebagai temannya yang paling berharga bila ia benar-benar memberitahu Patty tentang perasaannya.

Di saat seperti inilah kemampuan Nick untuk mengganti topik dikeluarkan. Benar saja, sekarang Patty sudah lupa sama sekali tentang pertanyaannya tadi dan sibuk bercerita tentang interior Coffee's Orbit. Untunglah.

Mereka berbicara berjam-jam sampai Patty tertidur pukul 4 subuh tepat. Sekarang, giliran Nick yang tidak bisa tidur. Bagaimana mungkin ia bisa tidur? Ia hampir mengungkapkan perasaannya pada Patty!

04.02 WIB, Nick tertidur pulas.