"Tumben pisan." kata Desi sambil duduk di ranjang besar dari kayu jati dengan sprei merah marun dan kelambu merah muda samping Bimo.
"Tumben pisan naon (sangat tumben apanya)?" tanya Bimo dengan suara parau masih sambil memejamkan matanya di dalam selimut sutra merah marun.
"Ieu Nick (ini Nick)," kata Desi sambil memasukkan kedua kakinya ke dalam sendal beludru merah muda miliknya dan berjalan di atas lantai kayu cendana, melewati bed tabble dari kayu jati dengan lampu tidur dari perunggu dengan sentuhan gaya Sunda tradisional, melewati lemari besar dari kayu jati menuju pintu jati besar sambil berkata, "Mau bawa sarapan cenah (katanya)."
"Em... terus kamu mau apa? Kok keluar?" tanya Bimo sambil mengangkat badannya, setengah tertidur.
"Rek nyieun nagasari. Masa Nick mawa sarapan teu dibere nanaon (Mau buat nagasari. Masa Nick bawa sarapan nggak kita kasih apa-apa)?" kata Desi sambil tersenyum kemudian melangkah keluar sambil berkata, "Sok papah mah tidur deui we. (tidur lagi saja)"
Bimo kembali merebahkan badannya sambil tersenyum. Memang tidak salah ia memilih Desi menjadi istrinya. Begitu bertanggungjawab mengurus keluarga, baik hati, perhatian pada Bimo dan Patty, penuh kasih sayang. Bimo jadi semakin sayang dan ingin memperlakukan Desi dengan lebih baik lagi. Seperti kata orang, if you don't treat him like a king, don't expect him to treat you like a queen (bila kamu tidak memperlakukan dia seperti raja, jangan berharap ia memperlakukanmu seperti ratu).
Desi mengolah adonan, di samping Inem yang sedang memotong-motong pisang, sambil tersenyum. Teman-temannya sering bertanya mengapa ia masih rukun dan mau mengurus suami dan rumah tangga dengan rajin seperti ini. Desi selalu tertawa dan menjawab dengan candaan tapi sebetulnya tentu saja ia melakukan ini semua karena ia mengasihi Bimo, ia melayani Bimo karena ia menghormati Bimo. Lagipula, Bimo juga memang selalu memperlakukan Desi dengan sangat baik dari sejak pacaran dan bahkan lebih baik lagi setelah menikah. Itulah makanya mengapa kita harus selalu ingat bahwa when it comes to love, never settle for less. Jangan mau menerima orang yang bahkan tidak dapat memperlakukan kita dengan baik. Apapun alasannya. Kecuali kalau kalian sudah siap menerima risikonya.
Bel rumah Patty berbunyi. Dengan tergopoh-gopoh, Desi keluar dari dapur hendak membukakan pintu sedangkan Inem ia suruh mengawasi nagasari dan membuat teh manis untuk sarapan.
"Awas labuh (Awas jatuh)." kata Bimo sambil menahan badan Desi agar berhenti berlari. "Mamah masak saja. Papah saja yang buka pintu." kata Bimo tersenyum.
Melihat senyum Bimo yang lembut, Desi rasanya seperti jatuh cinta lagi ke sekian ratus juta kali pada Bimo.
Bimo membuka pintu depan dan melihat Nick di depan pagar di atas motor Dukatihnya membawa satu plastik putih besar dan satu kresek hitam besar. Nick mengangguk sopan sambil berkata, "Pagi, oom!" sambil meloncat turun dari Dukatihnya.
"Pagi, Nick! Wah luar biasa. Bawa apa, nih?" goda Bimo tepat saat ia sampai di depan pagar.
"Ada deh, oom. Semoga oom sekeluarga suka." kata Nick.
"Kita suka semua makanan, kok." kata Bimo sambil tertawa tepat ketika ia berhasil membuka kunci pagar. Nick ikut mendorong pagar itu agar terbuka kemudian naik ke atas Dukatihnya dan membawanya masuk sampai ke dalam sebelum kembali membantu Bimo menutup pagar.
***
"Ada apa sih, mah?" tanya Patty ketika sampai di lantai 1. Ia masih mengusap-usap matanya mengantuk. "Masih jam 8, nih."
"Nya atuh masa gadis molor wae nepi ka siang (masa anak gadis tidur (dalam bahasa Sunda kasar) terus sampai siang)?" omel Desi sambil berjalan masuk ke ruang makan.
Patty mencibir kesal kemudian mengikuti Desi masuk ke ruang makan. "Loh?! Nick?!"
"Good morning kebo." kata Nick sambil tertawa melihat rambut Patty yang acak-acakan dan daster biru tua Patty yang kusut.
"Tumben banget lu sudah datang jam segini."
Nick tersenyum riang sambil berkata, "Sudah cepat makan! Gua ada surprise buat lu!"
Patty duduk di sebrang Nick dan melihat ada kupat tahu di setiap piring di meja itu. "Wah!" seru Patty. "Lu ingat saja gua suka kupat tahu."
Nick tersenyum senang memperhatikan Patty yang mulai melahap kupat tahunya dengan lahap. Perlahan, ia juga mulai memakan kupat tahu di piringnya.
Desi berpandangan dengan Bimo. Pemandangan ini mengingatkan mereka pada masa mereka berpacaran dulu. Kalau dengan Nick sih pasti orang tua Patty memberi restu.
***
"Wah?!" seru Patty saat membuka plastik yang Nick berikan pada Patty.
"Suka?" tanya Nick sambil tersenyum lebar.
"Sukalah!" kata Patty sambil memantul-mantulkan badannya di atas sofa panjang rumahnya.
"Mau dipasang sekarang?" tanya Nick sambil tertawa. Badannya ikut bergoyang akibat Patty di sebelahnya.
"Mau mau mau!" seru Patty.
Nick mengambil plastik berisi Playstation 4 Pro terbaru dari tangan Patty kemudian berdiri dan berjalan menuju TV. Ketika Nick berlutut membuka plastik, Desi datang sambil mendecakan lidahnya beberapa kali.
"Eleh eleh si ujang. Tante oge aya kejutan keur si ujang ngan teu se-"wah" ieu (tante juga punya kejutan untuk kamu tapi nggak se-"wah" ini)." kata Desi sambil membawa piring besar berisi beberapa nagasari yang masih berada dalam balutan daun pisang.
Mendengar itu, Nick berusaha mengeluarkan kotak Playstation dari dalam plastik sambil berkata, "Ya ampun tante, nggak usah repot-re..."
Nick tidak dapat menyelesaikan kalimatnya karena melihat apa yang Desi bawa di tangannya sambil tersenyum lebar dengan jahil. Nagasari!
"Wah! Tante!" Nick langsung berdiri menyambut nagasari dari tangan Desi. "Kok tante tahu saya suka nagasari?"
"Patty pernah cerita ke tante." kata Desi sambil tersenyum senang melihat muka bahagia Nick.
"Ya ampun, thank you so much tante!" kata Nick sambil menatap Desi dengan riang kemudian ia menatap Patty dengan lembut. Ia tidak menyangka Patty masih ingat makanan kesukaannya. Nick kemudian berkata dengan riang, "Thank you, Pat!" tapi semua orang tentu dapat menangkap kelembutan dalam nada suara Nick.
Desi berdeham kemudian berkata, "Tante balik dieu ka dapur atuh nya (tante balik lagi ke dapur ya)." katanya kemudian meninggalkan ruang TV. Inem meletakan nampan berisi pitcher teh manis dingin dengan dua gelas tinggi sebelum mengikuti Desi kembali ke dapur.
Nick meletakan piring berisi nagasari itu di meja dan tersenyum. Ini pasti adalah momen paling membahagiakan dalam hidup Nick. Tapi ternyata masih terlalu cepat untuk menarik kesimpulan itu. Ternyata sepanjang hari itu adalah hari terindah dalam hidup Nick. Setelah mereka bermain game sampai puas, Desi dan Bimo mengajak mereka makan ke kafe baru di daerah Riau.
"Sebentar!!" seru Patty sambil cepat-cepat mandi lalu naik ke kamarnya dan berdandan.
"Nick, yang sabar ya nunggu Patty." kata Bimo sambil menepuk-nepuk pundak Nick dan memasang muka prihatin kemudian tertawa.
"Selalu sabar, oom." kata Nick sambil meletakan tangannya di dada.
Nick duduk di kursi meja makan sambil memainkan ponselnya. Melihat-lihat katalog mobil. Ia ingin membeli mobil...
"Ayo ayo! Sorry lama." kata Patty setelah menghabiskan hampir satu jam berdandan.
Nick menoleh ke belakang dan melihat Patty memasuki ruang makan dengan rok midi hitam dan croptop biru muda, handbag kecil biru muda, dan riasan natural yang manis. Jantung Nick berdebar kencang melihat Patty yang begitu cantik sore itu.
"Cantik banget, neng. Mau kemana?" goda Nick dengan gaya mang-mang di jalanan sedang menggoda pejalan kaki perempuan yang lewat.
Patty mencibir kemudian berjalan setengah meloncat-loncat ke dapur, memanggil Desi.
***
Patty menggugah fotonya yang diambil oleh Nick kemarin di kafe. Ia terlihat sangat cantik hari itu. Baru saja satu jam ia mengunggah foto itu, jumlah like yang ia dapat sudah menembus angka 1.000. Luar biasa memang. Padahal di foto itu, Patty tidak bergaya macam-macam. Ia hanya berpose seakan berjalan kemudian dipanggil dari belakang.
Patty membuka gallerynya dan melihat foto-foto yang diambil kemarin. "Ribuan" foto Patty, beberapa foto Nick yang terlihat sangat tampan dengan kaus Guest hitam dan celana pendek abunya, beberapa foto selfie Nick dan Patty, lalu beberapa foto Nick dan Patty bersama Desi dan Bimo. Patty tersenyum sendiri mengingat kejadian kemarin. Semua kejadian kemarin, tanpa ada yang terlewat. Termasuk kejadian memalukan di mobil.
Seperti pada umumnya, setelah kenyang makan dan lelah berfoto ria, Patty sangat mengantuk. Ia tertidur di jok belakang dengan sangat pulas. Ketika Nick membangunkannya lembut, ia baru sadar ia tertidur lelap di pundak Nick. Ketika Patty mengangkat kepalanya dan melihat Nick, Nick sedang tersenyum lebar pada Patty, membuat Patty sangat salah tingkah. Tapi... ternyata alasan Nick tersenyum lebar adalah... KARENA PATTY TERTIDUR SAMPAI ILERNYA MENGGENANG DI PUNDAK NICK DAN MEMBASAHI PIPI PATTY!!
Muka Patty langsung merah padam mengingat itu lagi. AH!
Patty membuka ingstaramnya lagi dan melihat Nick mengunggah foto di tempat yang sama dengan foto Patty. Di foto itu, Nick hanya duduk di lantai dan menatap kamera dengan senyum lebarnya. Dada Patty berdebar kencang melihat itu.
Patty baru sadar Nick menutup kolom komentarnya. Kenapa ya?
Ketika Patty melihat ingstaram miliknya, ia baru sadar mengapa Nick mengunci kolom komentarnya. Beberapa teman Patty memberi komentar yang menggoda Patty dan Nick karena foto mereka itu. Mulai dari Lexa, Sharon, Ayu, bahkan beberapa anggota Bandha Bandhu. Ya ampun. Tapi... tapi tidak ada komentar dari Satrya. Bahkan sampai malam, Patty sengaja membiarkan kolom komentarnya dibuka tapi Satrya belum juga memberi komentar apa-apa. Padahal Patty sudah berusaha mengalihkan pikirannya dengan bermain game dengan Nick.
"Kenapa gloomy banget sih?" goda Nick sambil meletakan stick PSnya di paha.
"Kenapa ya Satrya sama sekali nggak komentar apa-apa soal foto kita?" tanya Patty. Pandangannya masih terpaku pada ponselnya.
Hati Nick terasa seperti tertusuk. Tuh, benar kan?! Patty masih suka pada Satrya.
Nick berusaha tertawa kemudian berkata, "Pantaslah. Lu nggak tutup kolom komentar lu."
Patty menatap Nick dengan sedih. Membuat hati Nick semakin sakit. Sakit karena Patty masih suka dengan Satrya dan lebih sedih lagi karena melihat Patty sedih. Jangan pasang muka sedih begitu dong, Pat.
"Kenapa ya?" tanya Patty lagi.
"Lu mau gua tanya Satrya?" tanya Nick sambil tersenyum lembut.
Patty menggeleng murung.
"Jangan sedih gitu dong, Pat." kata Nick lembut. Melihat Patty yang masih murung, Nick berpikir sebentar kemudian berkata dengan sangat impulsif, "Besok kita ke taman safari, yuk!"
"Taman Safari Bogor?!" tanya Patty kaget.
Nick mengangguk senang melihat Patty yang terlihat bersemangat.
"Hayu hayu!!"
"Ayo!" seru Nick. "Besok pagi gua jemput, ya!"
"Naik Dukatih?"
Nick terdiam. Iya juga, ya. Kalau ia sendiri sih tidak apa-apa. Tapi masa ia bawa Patty naik motor sih? Apalagi perjalanan ke taman safari dari Bandung itu jauh sekali.
"Nggak apa-apa, loh!" seru Patty girang. "Ayo! Gua malah senang kayanya seru!"
"Jauh banget loh, Pat." kata Nick khawatir.
Patty menggeleng kemudian berkata, "Biarin! Ayo!" bagaimanapun Patty perlu melepaskan pikiran dari Satrya, kan? Mencoba hal baru seperti ini tentu merupakan ide yang sangat bagus!
"Tapi..."
"AH pokoknya ayo!"
***
Patty duduk bersila di atas ranjang, menghadap jendela. Ranjang itu empuk dan nyaman dengan sprei putih bersih, menempel pada tembok kamar mandi dan menghadap ke TV di dekat kaki ranjang. Di sebelah ranjang, hanya terdapat sedikit ruang sebelum kemudian diisi kembali oleh lemari coklat dan meja beserta kursi kayu coklat tepat di bawah jendela awning. Jendela itu sebenarnya dapat ditutup dengan gorden kuning pekat yang Patty biarkan terbuka agar dapat memantau hujan yang belum juga berhenti sejak tadi. Bagaimana mereka bisa pulang?
Nick keluar dari kamar mandi. Ia mengeringkan rambutnya yang setengah kering dengan handuk di pundaknya sambil duduk di sebelah Patty. Patty menoleh ke arah Nick. Nick memang hanya mengenakan celana pendek coklat yang sepasang dengan kaus putih bertuliskan taman safari yang baru Nick beli tadi, tapi… kenapa Nick terlihat sangat tampan, ya? Apalagi… sekarang ia tersenyum lebar.
"Rambutnya dikerangkan dong, Pat." kata Nick. Ia mengulurkan tangannya lalu mengambil ujung handuk di atas kaus Patty yang sama dengan kaus Nick kemudian mulai mengusap-usap rambut Patty lembut.
Muka Patty memerah. Ia sangat salah tingkah, ingin rasanya ia menghilang dari sana tapi… tentu saja tidak. Patty malah mendekatkan kepalanya pada Nick, membiarkan Nick mengeringkan rambut Patty lembut.
"Pat," kata Nick masih sambil mengeringkan rambut Patty. "Kayanya kita harus menginap di sini."
Patty kaget. Ia langsung menatap Nick. "Menginap?" tentu saja Patty senang akan menginap bersama Nick tapi… apa yang akan Desi katakan, ya?
Nick mengangguk kemudian cepat-cepat menambahkan. "Tapi tenang saja. Gua akan minta extra bed, kok. Jadi kita nggak akan tidur satu ranjang. Tenang, tenang, tenang." kata-kata Nick itu lebih tepat ditujukan pada dirinya sendiri karena Nick yang mendadak terlihat panik.
Patty tertawa, membuat Nick terdiam dan tersenyum lembut menatap Patty. "Tenang saja kali, Nick."
"Ya sudah, aku keluar dulu, ya. Minta extra bed ke resepsionis." kata Nick buru-buru. Jantungnya tidak kuat melihat tawa Patty.
"Kan bisa lewat…" Patty tidak sempat menyelesaikan kalimatnya karena Nick terlanjur keluar dari kamar. "… telepon kamar."
Patty tertegun sebentar kemudian ia teringat sesuatu. Ia cepat-cepat mengeluarkan ponselnya dan menelpon Desi. "Halo, mah." kata Patty tepat saat Desi mengangkat teleponnya.
"Kumaha? Atoh, neng? (Gimana? Senang, nak?)" tanya Desi bersemangat.
"Atoh, mah (senang mah). Tapi di sini hujan besar banget dari tadi. Jadi Patty masih di Taman Safari."
"Eleh. Kumaha atuh (gimana dong)?"
"Kayanya Patty mau nginap di sini sama Nick, mah. Tapi pisah ranjang kok."
Desi terdiam sebentar kemudian berkata, "Nya enggeus (ya sudah). Kalau sama Nick mah mamah percaya. Tinimang eneng uujanan bisi geuring, bisi calaka (daripada eneng hujan-hujanan takutnya sakit, takut celaka). Jaga diri nya, neng."
Patty mengangguk semangat walaupun ibunya tidak dapat melihat itu. "Iya, mah. Tenang saja."
"Nya nggeus. Rèk ngomong jeung papah teu (mau ngomong sama papah nggak)?"
"Mau mau!"
***
"Dah oom dah tante!" seru Nick sambil melambai pada layar ponsel Patty.
"Dah mah pah!" kata Patty sambil mengangkat ponselnya tinggi agar Desi dan Bimo dapat melihat mereka berdua.
Nick datang di tengah-tengah telepon tadi bersama mas pelayan hotel yang membawa extra bed berupa kasur busa dan bantal juga guling serta selimut. Sayang sekali, kaki mas itu menabrak kaki ranjang Patty sehingga mengaduh kesakitan, menjatuhkan extra bed yang dibawanya. Bimo yang mendengar itu langsung panik dan tidak dapat mencerna kata-kata Patty yang menjelaskan apa yang terjadi sampai meminta Patty untuk melakukan panggilan video.
Itulah ceritanya bagaimana akhirnya Patty dan Nick melakukan panggilan video dengan Bimo dan Desi. Sampai panggilan itu selesai di pukul setengah tujuh malam, hujan masih turun dengan deras di luar. Untung saja mereka cepat mengambil keputusan untuk menginap.
Nick baru saja menghela napas dan hendak berbaring untuk berisitrahat ketika terdengar ketukan di pintu. Ia baru akan berdiri ketika Patty menahan badannya sambil berkata, "Gua saja. Dari tadi lu sudah capek ke sana sini."
Patty memakai sendal putih yang disediakan hotel kemudian berjalan ke pintu. Kalau novel ini bergenre thriller, sekarang saatnya muncul penjahat di depan pintu dan mengagetkan Patty. Tapi, sekali lagi, untunglah novel ini bukan novel thriller. Namun, Patty tetap terkaget-kaget melihat pelayan perempuan yang tadi mengantar mereka ke kamar sedang berdiri di hadapannya. Tidak, ia tidak memegang pisau atau alat mengerikan lainnya tentu saja. Tapi, ia membawa nampan berisi dua nasi goreng dengan telur mata sapi dan sapi asap serta salad seadanya di pinggir piring itu. Selain nasi goreng, terdapat pula dua botol air mineral 600ml dan dua gelas susu putih hangat.
Wah! Perut Patty langsung keroncongan. Ia baru ingat ia belum makan apa-apa setelah sarapan indomie tadi pagi. Tapi… ia kan tidak memesan apa-apa.
"Ini pesanannya, mbak." kata pelayan itu ramah.
"O… oh tapi kita nggak pesan nasi goreng." kata Patty terbata-bata.
"Pesan, Pat!" seru Nick yang kepalanya muncul dari balik dinding yang memisahkan kamar dengan kamar mandi sedangkan badannya berada dalam posisi merondang di atas ranjang.
"Oh?" tanya Patty sambil menoleh pada Nick yang sedang tersenyum lebar, memamerkan giginya. Dengan gugup, Patty mengambil nampan dari pelayan itu dan kembali pada Nick yang sedang tertawa melihat hal itu. Kenapa Patty harus gugup begitu, sih?
Patty kembali lagi ke pintu kamar setelah Nick mengambil nampan dari tangan Patty dan meletakannya di atas meja dekat jendela. Masih dengan gugup, Patty mengunci pintu kamar itu. Tentu saja ia gugup! Ia merasa seperti sedang bulan madu. Makan malam di hotel bersama Nick. Apalagi, Patty sangat sadar sejak hari ini Nick mulai memanggilnya dengan kata "kamu", membuat jarak di antara Patty dan Nick seakan semakin dekat.
Memang "bulan madu" seperti ini sangat jauh dari bulan madu yang dapat diimpikan seorang gadis, sih. Tapi kan tetap saja! Piyama yang seragam dan makan malam di kamar hotel… AAAAH
***
"Halo! Aduh anak mamah geus balik. (anak mama sudah pulang)" kata Desi ketika membukakan pagar untuk Patty dan Nick.
Seperti biasa, Nick membantu Desi membukakan pagar dengan sigap. Patty? Oh, dia memilih jalan kaki ke dalam. Kakinya sakit, kesemutan, dan tidak bisa berjalan dengan kaki rapat lagi rasanya. Pahanya pegal sekali.
Desi tertawa terbahak-bahak melihat itu sambil menutup pagar lalu berkata, "Neng… neng. Kunaon atuh aneh-aneh wae rek ka Bogor naek motor (kenapa dong aneh-aneh saja mau ke Bogor naik motor)?"
Patty hanya memperlihatkan senyum manisnya kemudian bertanya pada Nick, "Nick, beneran nggak mau di sini dulu?"
Nick mengangguk kemudian berkata, "Gua harus pulang dulu sebentar."
"Okay deh." kata Patty.
Patty dan Desi masuk ke rumah ketika Nick sudah berlalu dari sana. Lalu Desi langsung mendorong Patty masuk ke kamar mandi sambil berkata, "Mandi sana."
"Eh bentar atuh, mah." kata Patty sambil tertawa. Ia melepaskan ranselnya dan meletakannya di bawah sebelum kemudian masuk ke kamar mandi.
Setelah mandi dan makan siang, Patty langsung pergi ke kamarnya dan berbaring. Kakinya sakit sekali. Kalau kakinya saja sakit, bagaimana dengan kaki Nick?
Nick ya… kenapa rasanya sepi sekali ya ketika Nick tidak ada di rumahnya? Ah gawat. Apakah Patty mulai… suka pada Nick? Tapi Patty kan punya Sa…trya.
Patty membuka aplikasi whatsin di ponselnya lalu membuka chat Satrya. Setiap kali Patty pergi dengan Nick, Patty selalu memberi kabar pada Satrya karena dua hal. Pertama, Patty masih ingat bagaimana Satrya marah di mobil saat Patty terus membicarakan Nick. Tentu Patty tidak ingin pangerannya marah lagi. Lalu yang kedua, karena Patty ingin membuka obrolan dengan Satrya. Tapi sampai hari ini, tidak ada satupun pesan Patty yang dibalas.
Suasana hati Patty malah menjadi semakin murung. Patty mengunci layar ponselnya sambil cemberut. Baru saja Patty hendak meletakan ponselnya saat ponsel itu berdering. Ia menyambar ponselnya dengan cepat dan melihat nama yang muncul di layar itu. 'Nick'
***
"Halo!" seru Nick segera setelah Patty sampai di depannya. Seperti biasa, setelah pintu pagar terbuka, Nick mendorong pagar itu dan memasukkan motornya sebelum kembali menutup pagar rumah Patty sebelum kemudian mengendarai motornya melewati taman drumah Patty dengan Dukatihnya.
"Ayo masuk!" kata Patty sambil turun dari motor Nick ketika mereka sudah sampai di depan serambi.
Nick mengangguk. Ia turun dari motornya dan melepas helmnya kemudian menggelengkan kepalanya sebentar agar rambutnya tidak terlalu menempel pada kepalanya. Patty, sekali lagi, terpesona melihatnya. Kenapa pula ia harus terpesona, sih?
Nick kemudian mengikuti Patty masuk ke dalam rumah sambil melangkah riang. Ia memegang tali ranselnya yang cukup besar dengan kedua tangannya sambil setengah meloncat-loncat. Patty yang bingung melihat itu tidak tahan untuk bertanya pada Nick. "Kenapa kamu malah loncat-loncat gitu?"
Nick yang sedang mengikuti Patty melepas sepatunya sebelum mengganti dengan sendal khusus untuk Nick yang dibelikan Desi beberapa bulan lalu, menjawab Patty sambil tersenyum riang, "Jadi gua nggak boleh senang nih? Padahal gua senang banget dikasih ijin menginap oleh Tante sama Oom."
Patty bertolak pinggang sambil memperhatikan Nick yang sedang memakai sendal kemudian berkata, "Rasanya tadi lu bilang lu diusir Oom Gelfara deh makanya mau menginap."
Nick mengangkat kedua bahunya sambil tetap tersenyum girang dan berkata, "Kan sudah ketemu kamu lagi."
Patty merasa pipinya memanas. Ia cepat-cepat berbalik dan berjalan ke keluarga tamu sambil berkata, "Ayo main saja!"
Nick mengikuti Patty sambil tertawa geli.
***
"Wah luar biasa, tante! Kok tumben banget masak tenderloin steak gini?" seru Nick ketika Inem meletakan piring di depannya. Bagaimana tidak? Di hadapannya ada daging tenderloin yang masih berasap, sangat wangi dan terlihat juicy. Di sebelah daging itu, terdapat mashed potato yang memiliki tekstur creamy, juga salad yang terdiri dari wortel yang dipotong bulat-bulat, buncis, dan kacang polong juga sedikit potongan bawang bombay. Inem kemudian meletakan mangkok kecil berisi saus jamur yang kental dan wangi berwarna coklat muda. Perut Nick langsung berbunyi melihatnya.
"Enya atuh. Pan jarang-jarang kamu nginep di dieu, jang (ya dong. Kan jarang-jarang kamu menginap di sini, Nick)." kata Desi yang kali ini duduk di kursi meja makan yang biasa Patty duduki, di seberang Nick.
Patty yang duduk di sebelah Nick dapat melihat Desi menatap Nick dengan tatapan sedih walaupun senyuman riang masih ia paksakan ada di mulutnya. Tentu saja Desi sedih.
Saat Patty turun dari kamarnya tadi pagi dan bilang Nick ingin menginap, awalnya Desi tidak setuju. Wajar, kan? Bagaimana pun juga, Nick adalah seorang laki-laki dan mereka baru saja menginap bersama di Bogor. Tapi, setelah mendengar bahwa Nick dimarahi oleh Gelfara lalu diusir, Desi jadi tidak tega juga.
Sebenarnya Desi sendiri tidak tahu separah apa kondisi di rumah Nick tapi membayangkan Nick sudah harus menghadapi situasi dimana orang tuanya bercerai saat ia masih SD, lalu melihat ibu yang ia kasihi meninggal dan harus kembali tinggal bersama ayahnya yang lebih menyayangi ibu tirinya daripada Nick, apalagi mengingat Nick masih remaja, membuat Desi sangat iba. Ingin rasanya ia memeluk Nick dan menenangkan Nick, memberitahu Nick bahwa semuanya akan menjadi semakin baik seiring berjalannya waktu.
"Ya sudah, ayo makan, makan!" kata Bimo yang sadar betapa Nick melihat makanannya dengan penuh nafsu.
"Yeay! Selamat makan! Thank you banget oom, tante." kata Nick riang sebelum mulai menyantap makananya dengan semangat.
"Tenang, tenang, Nick. Asli deh lu kaya orang yang belum makan sejak tadi pagi." kata Patty.
"Memang iya." kata Nick kemudian menjulurkan lidahnya mengejek Patty.
"Loh? Lu belum makan sebelum ke sini?" tanya Patty kaget.
"Kunaon teu bilang atuh, jang? Pan tante tiasa masak sorean kitu. Eleh… mana ayeuna geus jam delapan. (Kenapa nggak bilang, Nick? Kan tante bisa masak lebih sore. Ya ampun… mana sekarang sudah jam delapan)." kata Desi khawatir.
"Bener." kata Bimo sambil menyantap makanannya dengan lahap kemudian berkomentar. "Enak pisan! Aduh istri papah meuni hebat kieu (enak banget! Aduh istri papah hebat begini)."
Nick hanya tertawa menanggapinya kemudian kembali makan, tapi Patty dapat melihat sorot sedih di mata Nick. Sebenarnya apa yang terjadi?
***
Kalian tahu jumping man, kan? Variety show dari Korea Selatan dimana para pesertanya diharuskan menyelesaikan misi tertentu untuk menang. Terkadang ada beberapa scene yang lucu dan membuat kita terbahak-bahak ketika menontonnya. Tapi, sepertinya tidak pernah ada episode Jumping Man yang membuat kita tertawa tanpa henti dari awal hingga akhir.
Tapi Nick, yang sedang menonton Jumping Man bersama Patty di sofa kesayangan mereka, tertawa tanpa henti selama satu setengah jam penuh. Saat episode itu selesai, Patty meanatap Nick khawatir.
Nick sadar akan tatapan itu. Ia berusaha berhenti tertawa sambil mengelap air mata di ujung matanya, "아아, 지금 무슨 … (aah, jigeum museun…) (ah, sekarang apa…)."
"너 (neo (kamu))…" kata Patty terbata-bata sambil berusaha mengingat semua kata Korea yang pernah ia dengar. Nick kaget mendengar Patty mengatakan sesuatu dalam bahasa Korea. Ia tersenyum geli dan lembut mendengarnya. "괜찮아… 아니요… (gwenchanha… aniyo… (baik-baik… tidak…))" kata Patty diakhiri dengan ia memandang karpet dengan penuh kekecewaan. Ya ampun ia tidak ingat bagaimana membuat kalimat yang sederhana dalam bahasa Korea. Kacau.
Nick tertawa lembut kemudian berkata, "아 진짜. 뭐라고? (ah jinjja. Mwolago? (ah serius deh. Kamu ngomong apa?)" kemudian mengacak rambut Patty lembut. Melihat Patty yang semakin cemberut Nick tertawa semakin keras kemudian berkata, "Maksud kamu '니가안 괜찮고? (niga an gwenchanha) (kamu nggak baik-baik saja)?"
"Hm!" jawab Patty kesal, masih menatap karpet. Ia tidak sanggup menatap Nick sedekat ini. Tolong!
Nick tertawa kembali kemudian berkata, "난 괜찮아. 진짜. 걱정하지마 (nan gwenchanha. Jinjja. Geogjeonghajima) (aku baik-baik saja. Benar deh. Jangan khawatir)"
"Kalau emang nggak apa-apa…" kata Patty kemudian menjauhkan dirinya dari Nick. Nick berhenti mengelus Patty kemudian menarik tangannya dan meletakannya di atas paha Nick. Patty menatap Nick. Tidak yakin apa yang harus ia katakan tetapi kemudian kalimat ini meluncur begitu saja. "Mata lu… mata lu nggak bisa bohong."
Nick mengerjapkan matanya beberapa kali. Tentu saja. Siapa yang bisa baik-baik saja setelah diusir dari rumah sendiri sih? Diusir oleh ayah sendiri pula.
Nick menatap karpet di bawahnya sambil berpikir. Apakah… tidak apa-apa kalau dia menumpahkan isi hatinya pada Patty?
"Nick," kata Patty lembut. Ketika Nick sudah menatap Patty, Patty terlihat seperti ingin mengatakan sesuatu tetapi tidak jadi.
Nick tersenyum lembut pada Patty dan berkata, "Kamu mau tanya apa yang terjadi, kan?"
Patty mengangguk sambil menggigit bibir bawahnya gugup.
Nick tertawa melihatnya kemudian berkata, "Kenapa kamu nggak tanya saja, sih?"
"Gua…" Patty menatap karpet sekali lagi. Haruskah? Ah biarlah. Toh Nick yang bertanya terlebih dahulu. Patty menatap Nick lagi kemudian menjawab, "Gua nggak mau lu mikir gua maksa lu untuk percaya sama gua."
"Maksudnya?" tanya Nick bingung.
"Selama ini…" Patty ragu sebentar sebelum mulai berbicara dengan cepat, "Gua tahu lu belum percaya sama gua sepenuhnya makanya lu nggak mau ceri…"
"Woa… wait up there girl (bentar bentar). So you think (jadi menurut kamu) aku nggak cerita ke kamu karena aku nggak percaya sama kamu?" tanya Nick tidak percaya.
Patty mengangguk sedih.
"Aw… nggak, Pat. Sama sekali bukan itu alasannya." kata Nick mengelus kepala Patty lembut.
Patty menatap Nick, ingin tahu ketulusan kata-kata Nick. Patty tahu, dari sorot mata Nick, bahwa semua yang Nick katakan tulus. Ia kemudian berkata, "Terus kenapa?"
Nick berhenti mengelus kepala Patty. Ia mulai menggaruk kepalanya, berpikir. Memangnya… ini tidak akan membebani Patty? Nick kembali melihat Patty yang sedang menanti jawaban darinya dengan penuh perhatian. Nick jadi tidak tega juga. "Em… aku cuman nggak mau membebani kamu sama masalah aku."
"Lu nggak ngebebanin gua kok." kata Patty langsung.
"Pat," kata Nick lembut sambil menggenggam tangan Patty dan menatap mata Patty dalam-dalam, "Kamu punya hidup yang sempurna. Teman-teman kamu sayang sama kamu, orang tua kamu juga sayang sama kamu. Masa depan kamu cerah. Kamu pintar. Aku nggak mau rusak kesempurnaan hidup kamu dengan beban aku."
Patty tercengang mendengarnya. "Nick, mana mungkin gua ngerasa cerita lu membebani. Gua malah senang kalau lu cerita sama gua. Gua senang kalau gua bisa bantu." kata Patty sambil tersenyum menatap Nick.
Nick merasa hatinya hangat sampai ingin menangis rasanya. "Thank you." katanya lembut.
Patty tersenyum kemudian berkata sambil mengangkat kedua bahunya. "Lagipula… memangnya gua nggak bosan kalau hidup gua datar-datar saja? Nggak kaya hidup lu. Roller coaster."
Nick mengacak rambut Patty lembut sambil berkata, "Heh! Dasar!"
"So?"
Pagar megah dan tinggi dari besi baja berwarna putih bergeser terbuka setelah Nick memencet tombol pada remote yang ia bawa. Zaman memang sudah canggih, ya?
Nick mengendarai Dukatihnya melewati carport dari homogenous tile putih dan semen plester abu dengan sedikit kerikil di atasnya, melewati pemandangan taman yang dibuat berundak ke atas dengan tahanan benteng dari beton putih di sebelah kirinya. Taman manis itu sangat kecil, hanya sepanjang carport di depan rumah Nick. Karena carport di rumah Nick cukup lebar sehingga cukup untuk memarkir tiga mobil sedan sekaligus, tentu artinya panjang carport di rumah Nick hanya sekitar 5,5 meter. Meskipun taman depan rumah Nick tidak begitu panjang, tetapi muka taman tersebut cukup lebar, tentu saja, karena muka rumah Nick juga sangat lebar. Di taman itu terdapat kolam ikan dengan air mancur buatan dan beberapa pohon bonzai yang cukup besar.
Nick berhenti tepat di depan pintu garasi putih besar. Masih tetap duduk di atas Dukatih, ia menurunkan satu kakinya, menegakkan badannya, kemudian membuka penutup alat pengunci pintu garasi digital berwarna abu di tembok sebelah pintu garasi. Ketika ia mulai memasukan pin untuk membuka pintu garasi, tiba-tiba suara keras nan menggelegar memanggil namanya dari arah taman.
"Nicholas!"
Nick terlonjak dan menoleh ke kirinya. Di sana, Gelfara muncul di serambi rumahnya. Serambi itu terlihat megah dengan lantai dari granit abu dan tangga dari batu alam abu. Tapi kewahan itu tidak membawa sukacita di hati Nick. Apalagi ketika wanita cantik nan langsing muncul dari balik Gelfara. Tia.
"Dari mana saja lu?" tanya Gelfara.
Nick mengeraskan rahangnya. Ia kembali menatap alat di hadapannya. Baru saja jarinya hendak menekan pin, Gelfara kembali memanggilnya dengan keras.
"Nicholas!"
"Sudahlah sayang. Mungkin dia habis pacaran sampai nggak angkat-angkat telepon kamu dari semalam." kata Tia sambil memeluk tangan kanan Gelfara.
Mendengar itu, Gelfara semakin geram. Ia berteriak keras, "Oh gitu? Lu nggak angkat telepon gua karena lu pacaran?!"
Nick muak. Ia tahu benar Tia sengaja berkata seperti itu supaya Gelfara marah. "Iya." jawabnya sambil cepat-cepat memasukan pin.
"Tuh, aku sudah bilang kan. Anak kalau sudah pacaran pasti lupa sama orang tuanya. Biarin saja." kata Tia, membuat Nick ingin merobek mulut manis tapi berbisa milik Tia.
Nick sudah tidak peduli. Ia cepat-cepat mengendarai Dukatihnya masuk ke dalam garasi luas dengan lantai ubin putih dan tiang-tiang beton putih di antara Jeguer milik Gelfara, Leksus milik Tia, dan Porsye Panamera hitam milik Gelfara. Melihat garasi itu, Nick semakin marah. Ia kembali teringat mobil Mercedex Hye Min lah yang terparkir di tempat Leksus Tia berada.
Dengan geram, Nick turun dari motornya. Ia berjalan secepat mungkin melewati mobil Tia sambil menahan diri untuk tidak menggores mobil itu. Namun, tepat sebelum Nick memegang gagang pintu besi menuju ke dalam rumahnya, pintu itu terbuka lebar sampai Nick mundur selangkah karena kaget.
Gelfara, dalam balutan kaus dalam dan celana pendek, memandang Nick dengan murka. Wajahnya sangat merah dan napasnya naik turun. Nick tahu benar bila ini terjadi artinya Gelfara sudah sangat marah. Tapi apakah Nick peduli? Nick sudah tidak pernah peduli pada Gelfara sejak mereka pindah ke Korea. Hampir tidak pernah.
"Jangan kurang ajar." kata Gelfara geram.
"Kurang ajar?" tanya Nick sambil mendengus sinis. "Lu marah karena gua nggak angkat telepon lu semalam? Hp gua berbunyi kurang dari 10 detik dan lu nggak telepon lagi setelah itu. Apa lu benar-benar cari gua?"
"Jadi lu tahu gua telepon lu?" amuk Gelfara. "Lu tahu dan lu sengaja nggak angkat?!"
Nick mengangkat kedua bahunya kemudian berjalan mendekati Gelfara. Berharap dapat melewati Gelfara begitu saja. Tetapi tentu saja Gelfara tidak menyingkir sedikit pun. Alih-alih menyingkir, ia mencengkram leher jaket Nick kuat-kuat, mendekatkan badan Nick padanya. Ia menongak sedikit agar dapat menatap Nick, yang beberapa sentimeter lebih tinggi darinya, tepat di mata.
"If you wanna live in this house, you gotta follow my rules (kalau lu mau tinggal di rumah ini, lu harus ikuti aturan gua)." desis Gelfara.
Nick melihat Tia yang berdiri bersender pada meja di belakang Gelfara sambil tersenyum pada Nick. Senyum yang sama sekali tidak tulus, malah lebih terkesan menyombongkan kemenangannya. Nick semakin panas melihat itu. Ia melirik mata Gelfara yang berada beberapa sentimeter di bawah matanya dan berkata sambil menyeringai sinis, "Well I refuse (Yah gua menolak)."
"Then leave. (kalau gitu pergi)"
"What?"
"Leave!" seru Gelfara lebih keras.
"Fine (baik)." kata Nick sinis kemudian menghempaskan kedua tangan Gelfara dengan kedua tangannya. Ia mendorong Gelfara ke pinggir dengan tangan kanannya dan masuk melewati Gelfara. "Don't worry. Imma just grab my stuff and go (jangan khawatir. Gua hanya akan ambil barang-barang gua lalu pergi)."
Patty memperhatikan muka Nick yang terlihat sedih. Ia tidak tahu harus bagaimana jadi ia hanya mengangguk tanpa dapat tersenyum.
Melihat itu, Nick tersenyum kemudian menghembuskan napas dan berkata, "Well, setelah itu aku bereskan barang aku sambil menangis, setelah tenang aku langsung telepon kamu and... go straight on the way to your home (dan... langsung berangkat ke rumah kamu)."
"So you're.. not okay, are you (jadi lu... nggak baik-baik saja, kan)?" tanya Patty lembut.
Nick masih tersenyum. Ia menggeleng pelan diikuti beberapa air mata yang bercucuran dari matanya. Nick mengelap air mata itu dengan punggung tangannya tanpa peduli berapa kali ia harus mengelap mereka. Air mata Nick terus bercucuran meskipun Nick tertawa sambil berkata, "Duh payah banget."
Patty memberikan beberapa lembar tisu pada Nick kemudian memeluk Nick erat sambil berkata, "Nick, lu boleh cerita apa pun dan kapan pun. Gua pasti dengar."
Nick tersentuh mendengar itu. Air matanya bercucuran semakin deras. Ia balas memeluk Patty erat. "Thanks, my favorite friend." katanya kemudian tertawa.
"Stop it!" seru Patty sambil menjewer lembut telinga Nick.
"Aw aw aw." kata Nick sambil menegakkan badannya.
"Tapi, Nick," kata Patty.
Melihat Patty yang berubah serius, Nick ikut memasang muka serius dan berkata, "Ya?"
"Menurut gua, em... Oom Gelfara bukannya nggak sayang sama lu. Dia sayang sama lu tapi..." Patty menggigit bibirnya dan menatap Nick.
Melihat itu, Nick tertawa dan berkata, "Tenang saja. Aku nggak akan marah. Kamu mau bilang apa?"
"Gua nggak takut lu marah sama gua tapi..."
"Aku nggak akan marah sama siapa-siapa." kata Nick sambil mengangkat kelingkingnya. Dasar impulsif. Sebentar lagi dia akan menyesal sudah mengangkat jari kelingkingnya.
Patty menyambut kelingking Nick kemudian berkata, "Okay. Menurut gua, Oom Gelfara marah sama lu karena dia khawatir banget sama lu tapi karena ada Tante Tia yang pengaruhi Oom Gelfara sampai dia marah sama lu."
Nick masih berusaha tersenyum. Berusaha tidak memberikan emosi apa pun. Tapi tentu saja rahangnya sudah mengeras. Ia sangat menyesal karena sudah berjanji untuk tidak marah (tuh benar, kan! Makanya jangan asal janji ya nak anak sekalian). Kalau novel ini adalah komik atau kartun, kalian pasti dapat melihat urat urat keluar di wajah Nick.
Memangnya kenapa Nick marah, kalian tanya? Jelas sekali, kan?
Nick sebenarnya tahu, sangat sadar, bahwa Gelfara dipengaruhi Tia. Ia sadar betul Tia berkali-kali mempermainkan emosi Gelfara dengan kata-katanya. Ah benar-benar.... Karena Nick sudah berjanji, mau tidak mau ia harus memaafkan Tia. Betul, kan? Tapi pasti sulit sekali.
"Makanya..." lanjut Patty. Ternyata dia masih belum selesai berbicara. "Lu harus maafin Oom Gelfara dan coba berbaikan sama oom."
"How? (caranya?)"
Patty mengangkat kedua bahunya kemudian berkata, "Well, pasti ada saja caranya."
Nick tertawa kemudian mengangguk namun dalam hati ia tertawa dan berkata, "Patty ini imannya terlalu besar atau gimana sih?"
Tapi ternyata Patty benar. Malam itu, atau tepatnya subuh itu, Nick masih terbangun di atas kasur empuk di ruang kamar tamu rumah Patty, yang tidak semewah kamar Patty tentu saja. Kamar itu hanya berisi satu tempat tidur dengan matras double-bed tepat di bawah jendela yang menghadap ke taman belakang rumah Patty. Lantainya pun hanya terbuat dari ubin putih, temboknya dicat puith, dan ranjangnya pun berwarna putih. Tidak seperti ruangan lain yang didominasi kayu, ya?
Ada 2 hal yang membuatnya terjaga sampai pukul 3 pagi. Pertama, kamar ini terletak tepat di sebelah kamar Desi dan Bimo. Bagaimana kalau ternyata Nick tidur mengorok? Bagaimana kalau ternyata ia mengorok sangat keras sampai membangunkan Bimo dan Desi. TIDAAAAK!
Alasan kedua, alasan utama Nick, adalah karena NIck terpikir kata-kata Patty tadi. Apakah iya? Apakah betul bahwa ia dan Gelfara masih dapat berbaikan.
Tepat saat itu, ponsel Nick berbunyi. Nick cepat-cepat mengambil dan mengangkat telepon itu tanpa melihat siapa yang menelponnya. Tentu saja! Ia takut Desi dan Bimo terbangun.
Tidak ada suara apa pun. Hanya terdengar suara napas teratur di ujung sana. Hah? Iya juga ya. Sekarang pukul 3 pagi! Katanya kan ini jamnya.... Ah tapi masa sih? Ti...tidak mungkin, kan?
Tunggu dulu! Ini kan bukan novel horor hey!
Nick dengan cepat melihat layar ponselnya. 'Gelfara'. Oh. Tentu saja. Ini setannya?
Nick duduk bersila di atas ranjang, masih dalam balutan selimut putihnya, sebelum berbisik, "Halo."
"Nick?" bisik Gelfara, "Lu dimana?"
Nick hampir membentak Gelfara tapi kemudian ia teringat kata-kata Patty tadi. Berbaikan. "Rumah Patty."
"Oh..." terdengar Gelfara menghembuskan napas lega. Untuk apa dia lega, sih? Memangnya... oh iya tadi Patty bilang Gelfara khawatir pada Nick. Tapi masa sih?
"Ya sudah, bye..."
"Tunggu!" bisik Gelfara.
Nick tidak jadi mematikan ponselnya tetapi tidak juga berkata apa-apa sampai Gelfara kebingungan sendiri. Ia melihat ponselnya dan melihat waktu telepon mereka masih berjalan. Nick belum mematikan teleponnya. Untung lah.
"Halo?" bisik Gelfara.
"Ya." kata Nick.
Untunglah. Gelfara pun berkata, "Nick,".
Gelfara mulai mempertimbangkan, haruskah ia benar-benar meminta ini pada Nick? Sakin bingungnya, Gelfara pun tidak berkata apa-apa sampai beberapa detik ke depan.
Kali ini Nick yang bingung. Ia melihat layar ponselnya dan melihat waktu percakapan mereka masih berjalan.
"Halo?" tanya Nick.
"Ya." kata Gelfara. Ia pikir Nick akan mengatakan sesuatu sehingga ia menunggu. Setelah keheningan yang canggung, Gelfara akhirnya menyadari bahwa Nick lah yang sedang menunggu apa yang akan ia katakan. Dengan canggung ia berkata, "Eh... em.... Pulang."
Nick sudah hampir berkata 'Tidak' saat ingat kata-kata Patty tadi. Berbaikan. Duh! Ya ampun!
"K (dari kata 'ok')." kata Nick akhirnya.
"Ya." kata Gelfara.
"Hm." sahut Nick.
"Besok?" tanya Gelfara.
"Ya." kata Nick.
"Hm." sahut Gelfara.
"Ok." kata Nick lagi.
"Ah... ok." kata Gelfara.
"Bye."
"Iya, bye."
Nick menutup teleponnya kemudian menggaruk kepalanya. Kenapa begini sih?
Tapi, perasaan bahagia mulai menyelimuti dirinya. Apakah... benar Gelfara mengkhawatirkannya?
***
"Wah, luar biasa!" seru Nick melihat piring di hadapannya yang berisi dua lembar roti tawar panggang yang masing-masing dipotong berbentuk segitiga, tomat panggang, bacon, susis panggang, telur mata sapi setengah matang, dan kacang merah dengan saus tomat bawang. Di samping piring Nick, segelas susu tawar dingin sudah menanti.
"Hebat, ya?" tanya Bimo. "Istri siapa dulu, dong!"
"Ah papah mah bisa wae." kata Desi sambil mencubit genit lengan Bimo, membuat Bimo berkata 'ah sakit' dengan manja. Melihat itu, Nick merasa jengah, ia menatap makanannya dengan canggung, masih dengan senyum basa-basi di mulutnya.
"Eh iya, Patty mana, mah?" tanya Bimo.
"Ah si eneng mah can gugah geura (ah Patty pasti belum bangun)." kata Desi cemberut sambil bersiap keluar dari ruang makan menuju kamar Patty.
"Atos atos! (sudah kok!)" seru Patty sambil berjalan masuk dan menjulurkan lidah pada Desi.
"Eh si eneng," kata Desi malu. "Hayu atuh calik calik! (ayo duduk duduk!)" kata Desi sambil berjalan dan duduk di sebelah Bimo. Mau tidak mau Patty jadi duduk di sebelah Nick.
"Tumben. Sudah bangun pagi, kamu lebih rapih juga. Lebih segar kelihatannya." kata Bimo.
"Kamu tidur nyenyak banget, ya?" kata Nick.
"Enya jiga nu gugah ti peti oksigen jiga Michael Jekson. (iya seperti yang bangun dari peti oksigen seperti Michael Jekson)." timbal Desi.
"Hah? Masa sih?" tanya Patty bingung. Padahal semalaman ia tidak tidur dengan nyenyak. Rasanya gerogi mengetahui Nick tidur di lantai 1 rumahnya. Padahal waktu di Bogor saja dia bisa tidur nyenyak. Mungkin karena lelah. Tapi... Patty malah jadi terus teringat bagaimana Nick mengusap rambutnya kemarin dengan sangat lembut dan bagaimana Nick mencurahkan isi hatinya pada Patty. Patty merasa menjadi semakin dekat dengan Nick.
"Wah!" seru Patty yang baru menyadari menu sarapan saat itu, membuat semua orang di sana terlonjak kaget hingga Desi hampir tersedak. "Tumben banget, mah! Aya naon atuh, euy (ada apa nih)? Sampai masak English Breakfast segala."
"Nya pan aya tamu (ya kan ada tamu)." kata Desi setelah meminum beberapa teguk susu. Memang itu alasan Desi. Karena ada Nick, yang baru saja diusir oleh Gelfara. Sungguh Desi kasihan pada Nick. Semoga Nick dan Gelfara cepat...
"Oh iya tante, oom, sepertinya saya nanti sore mau pulang." kata Nick.
"Eh kunaon (eh kenapa)?" tanya Desi panik.
Nick tertawa menenangkan Desi dan berkata, "Tadi subuh em... si bos telepon." kata Nick. Enggan memanggil Gelfara dengan sebutan fader.
"Bos?" tanya Bimo.
"Eta si Gelfara (maksudnya Gelfara)." jawab Desi.
Bimo mengangguk-angguk meskipun belum paham mengapa Nick memanggil Gelfara dengan sebutan itu, bukan 'fader' seperti dulu.
"Oom Gelfara bilang apa?" tanya Patty antusias.
"Dia mau gua pulang," kata Nick sambil tersenyum bahagia, "Makasih ya, ingetin gua untuk baikan sama dia."
Patty tersenyum senang kemudian berkata, "Jadi kalian sudah baikan?"
"Belum sepenuhnya, sih. Tapi seenggaknya aku nggak kabur lagi hari ini." kata Nick bahagia.
Patty senang mendengarnya walaupun ia sedih juga karena nanti malam pasti suasana rumah tidak semeriah ini lagi. Seperti yang dapat membaca pikiran Patty, Nick menepuk kepala Patty dan berkata, "Tapi besok kan aku ke sini lagi," katanya sambil tertawa lalu mengedipkan matanya, "Jangan bosan!"
"Sudah bosan tuh!" kata Patty kemudian menjulurkan lidahnya dan cepat-cepat memakan sarapan di piringnya. Memangnya terlihat jelas, ya? Aduh, malunya!
***
"Morning!" seru Patty sambil meloncat-loncat bagai ballerina, masuk ke ruang makan dan duduk di seberang Nick.
"Afternoon," sapa Nick balik sambil tertawa. "Siang banget, Pat! Sudah jam setengah 12, loh! Kepala kamu nggak pusing apa tidur terus?" tanya Nick kemudian tertawa.
Patty mengangkat bahunya bangga dan berkata, "Well, tidur 18 jam ternyata enak juga."
"Heh!" kata Desi yang baru keluar dari dapur sambil mengetuk kepala Patty dengan centong sayur. "Kalaka bangga deui. Lieur ieu budak gadis téh (malah bangga lagi. Aneh-aneh saja anak gadis ini)."
"Ih mamah!" seru Patty.
"Cik atuh gugah téh saencan papah berangkat. Tong berang-berang teuing. (coba deh bangun tidur sebelum papah berangkat. Jangan terlalu siang)."
Nick menonton mereka sambil tertawa. Irinya.
"Iya ih. Bawel!" gerutu Patty sambil mengambil mangkuk dan menyendok bubur ayam ke dalam mangkuk itu, menambahkan suwiran ayam, dua buah cakue, dan kerupuk. Terakhir, ia menaburi bubur itu dengan kacang dan seledri. Wah enaknya.
Nick menigkuti Patty mengambil bubur dan lauk yang tersedia di atas meja sambil tertawa kecil melihat muka bahagia Patty ketika mengambil makanan. "Senang banget, nèng."
"Iyalah! Lapar tahu!"
"Makanya jangan tidur mulu." kata Nick kemudian tertawa.
"Ih!" protes Patty kemudian menyendok bubur ke mulutnya. Duh, enak sekali. Memang masakan Desi selalu enak. Tidak ada yang tidak enak. Luar biasa.
Setelah sendok ke sekian, Patty baru tersadar dari nikmatnya bubur itu. Ia menatap Nick yang juga sedang asyik menyantap bubur itu. Tumben sekali dia tenang-tenang saja.
"Nick," panggil Patty.
"Ya?" tanya Nick tanpa memandang Patty.
"Gimana sama Oom Gelfara kemarin?"
Nick berhenti makan. Ia menatap Patty dan tertawa sebelum berkata, "Tumben banget bisa nanya to the point."
"Ih! Jawab saja." protes Patty sambil cemberut.
Nick masih terkekeh kemudian pura-pura berpikir, "Hm…. Gimana ya?"
"Ya sudah deh nggak jadi." kata Patty sambil cemberut.
Nick tertawa dan berkata, "Ya gitu saja, Pat. Kemarin malam waktu gua sampai rumah, dia cuman bilang 'hai' terus… Tia muncul dan mereka pergi dinner akhirnya."
Patty mengeraskan rahangnya. Walaupun ia belum pernah lihat muka Tia, tapi ia sangat ingin menampar wanita itu. Patty tahu benar Tia sengaja mengajak Gelfara pergi. Sakin kesalnya, Patty tidak sengaja menyebutkan apa yang ada dalam pikirannya, "Dasar nenek gombel."
Nick tertawa mendengarnya dan berkata, "Apa? Apa?"
Patty yang sadar bahwa ia tidak sengaja berkata begitu langsung menutup mulutnya malu. "Hah? Enggak."
Nick tertawa lagi kemudian berkata, "Memang iya kok. Di mata aku memang kaya nenek gombel."
Patty ikut memukul meja makannya kemudian berkata, "Iya kan? Gua sudah benci banget sampai tiap dengar nama itu, muka nenek gombel yang muncul di kepala gua."
Nick tertawa puas kemudian berkata, "Well, penampilan fisiknya jauh dari nenek gombel sih. Memang dia cantik banget dan awet muda. Seperti yang masih umur 30an."
"Masa?!"
Nick mengangguk lagi dengan geli melihat muka Patty yang terlihat sangat kaget. Untung saja masih ada Patty di hidup Nick. Kalau tidak, Nick spertinya bisa gila.
***
Kalian tahu jumping man, kan? Variety show dari Korea Selatan dimana para pesertanya diharuskan menyelesaikan misi tertentu untuk menang. Terkadang ada beberapa scene yang lucu dan membuat kita terbahak-bahak ketika menontonnya. Tapi, sepertinya tidak pernah ada episode Jumping Man yang membuat kita tertawa tanpa henti dari awal hingga akhir.
Tapi Nick, yang sedang menonton Jumping Man bersama Patty di sofa kesayangan mereka, tertawa tanpa henti selama satu setengah jam penuh. Saat episode itu selesai, Patty meanatap Nick khawatir.
Nick sadar akan tatapan itu. Ia berusaha berhenti tertawa sambil mengelap air mata di ujung matanya, "(aah, jigeum museun…) (ah, sekarang apa…)."
" (neo (kamu))…" kata Patty terbata-bata sambil berusaha mengingat semua kata Korea yang pernah ia dengar. Nick kaget mendengar Patty mengatakan sesuatu dalam bahasa Korea. Ia tersenyum geli dan lembut mendengarnya. " (gwenchanha… aniyo… (baik-baik… tidak…))" kata Patty diakhiri dengan ia memandang karpet dengan penuh kekecewaan. Ya ampun ia tidak ingat bagaimana membuat kalimat yang sederhana dalam bahasa Korea. Kacau.
Nick tertawa lembut kemudian berkata, "(ah jinjja. Mwolago? (ah serius deh. Kamu ngomong apa?)" kemudian mengacak rambut Patty lembut. Melihat Patty yang semakin cemberut Nick tertawa semakin keras kemudian berkata, "Maksud kamu '(niga an gwenchanha) (kamu nggak baik-baik saja)?"
"Hm!" jawab Patty kesal, masih menatap karpet. Ia tidak sanggup menatap Nick sedekat ini. Tolong!
Nick tertawa kembali kemudian berkata, " (nan gwenchanha. Jinjja. Geogjeonghajima) (aku baik-baik saja. Benar deh. Jangan khawatir)"
"Kalau emang nggak apa-apa…" kata Patty kemudian menjauhkan dirinya dari Nick. Nick berhenti mengelus Patty kemudian menarik tangannya dan meletakannya di atas paha Nick. Patty menatap Nick. Tidak yakin apa yang harus ia katakan tetapi kemudian kalimat ini meluncur begitu saja. "Mata lu… mata lu nggak bisa bohong."
Nick mengerjapkan matanya beberapa kali. Tentu saja. Siapa yang bisa baik-baik saja setelah diusir dari rumah sendiri sih? Diusir oleh ayah sendiri pula.
Nick menatap karpet di bawahnya sambil berpikir. Apakah… tidak apa-apa kalau dia menumpahkan isi hatinya pada Patty?
"Nick," kata Patty lembut. Ketika Nick sudah menatap Patty, Patty terlihat seperti ingin mengatakan sesuatu tetapi tidak jadi.
Nick tersenyum lembut pada Patty dan berkata, "Kamu mau tanya apa yang terjadi, kan?"
Patty mengangguk sambil menggigit bibir bawahnya gugup.
Nick tertawa melihatnya kemudian berkata, "Kenapa kamu nggak tanya saja, sih?"
"Gua…" Patty menatap karpet sekali lagi. Haruskah? Ah biarlah. Toh Nick yang bertanya terlebih dahulu. Patty menatap Nick lagi kemudian menjawab, "Gua nggak mau lu mikir gua maksa lu untuk percaya sama gua."
"Maksudnya?" tanya Nick bingung.
"Selama ini…" Patty ragu sebentar sebelum mulai berbicara dengan cepat, "Gua tahu lu belum percaya sama gua sepenuhnya makanya lu nggak mau ceri…"
"Woa… wait up there girl (bentar bentar). So you think (jadi menurut kamu) aku nggak cerita ke kamu karena aku nggak percaya sama kamu?" tanya Nick tidak percaya.
Patty mengangguk sedih.
"Aw… nggak, Pat. Sama sekali bukan itu alasannya." kata Nick mengelus kepala Patty lembut.
Patty menatap Nick, ingin tahu ketulusan kata-kata Nick. Patty tahu, dari sorot mata Nick, bahwa semua yang Nick katakan tulus. Ia kemudian berkata, "Terus kenapa?"
Nick berhenti mengelus kepala Patty. Ia mulai menggaruk kepalanya, berpikir. Memangnya… ini tidak akan membebani Patty? Nick kembali melihat Patty yang sedang menanti jawaban darinya dengan penuh perhatian. Nick jadi tidak tega juga. "Em… aku cuman nggak mau membebani kamu sama masalah aku."
"Lu nggak ngebebanin gua kok." kata Patty langsung.
"Pat," kata Nick lembut sambil menggenggam tangan Patty dan menatap mata Patty dalam-dalam, "Kamu punya hidup yang sempurna. Teman-teman kamu sayang sama kamu, orang tua kamu juga sayang sama kamu. Masa depan kamu cerah. Kamu pintar. Aku nggak mau rusak kesempurnaan hidup kamu dengan beban aku."
Patty tercengang mendengarnya. "Nick, mana mungkin gua ngerasa cerita lu membebani. Gua malah senang kalau lu cerita sama gua. Gua senang kalau gua bisa bantu." kata Patty sambil tersenyum menatap Nick.
Nick merasa hatinya hangat sampai ingin menangis rasanya. "Thank you." katanya lembut.
Patty tersenyum kemudian berkata sambil mengangkat kedua bahunya. "Lagipula… memangnya gua nggak bosan kalau hidup gua datar-datar saja? Nggak kaya hidup lu. Roller coaster."
Nick mengacak rambut Patty lembut sambil berkata, "Heh! Dasar!"
"So?"
*
Pagar megah dan tinggi dari besi baja berwarna putih bergeser terbuka setelah Nick memencet tombol pada remote yang ia bawa. Zaman memang sudah canggih, ya?
Nick mengendarai Dukatihnya melewati carport dari homogenous tile putih dan semen plester abu dengan sedikit kerikil di atasnya, melewati pemandangan taman yang dibuat berundak ke atas dengan tahanan benteng dari beton putih di sebelah kirinya. Taman manis itu sangat kecil, hanya sepanjang carport di depan rumah Nick. Karena carport di rumah Nick cukup lebar sehingga cukup untuk memarkir tiga mobil sedan sekaligus, tentu artinya panjang carport di rumah Nick hanya sekitar 5,5 meter. Meskipun taman depan rumah Nick tidak begitu panjang, tetapi muka taman tersebut cukup lebar, tentu saja, karena muka rumah Nick juga sangat lebar. Di taman itu terdapat kolam ikan dengan air mancur buatan dan beberapa pohon bonzai yang cukup besar.
Nick berhenti tepat di depan pintu garasi putih besar. Masih tetap duduk di atas Dukatih, ia menurunkan satu kakinya, menegakkan badannya, kemudian membuka penutup alat pengunci pintu garasi digital berwarna abu di tembok sebelah pintu garasi. Ketika ia mulai memasukan pin untuk membuka pintu garasi, tiba-tiba suara keras nan menggelegar memanggil namanya dari arah taman.
"Nicholas!"
Nick terlonjak dan menoleh ke kirinya. Di sana, Gelfara muncul di serambi rumahnya. Serambi itu terlihat megah dengan lantai dari granit abu dan tangga dari batu alam abu. Tapi kewahan itu tidak membawa sukacita di hati Nick. Apalagi ketika wanita cantik nan langsing muncul dari balik Gelfara. Tia.
"Dari mana saja lu?" tanya Gelfara.
Nick mengeraskan rahangnya. Ia kembali menatap alat di hadapannya. Baru saja jarinya hendak menekan pin, Gelfara kembali memanggilnya dengan keras.
"Nicholas!"
"Sudahlah sayang. Mungkin dia habis pacaran sampai nggak angkat-angkat telepon kamu dari semalam." kata Tia sambil memeluk tangan kanan Gelfara.
Mendengar itu, Gelfara semakin geram. Ia berteriak keras, "Oh gitu? Lu nggak angkat telepon gua karena lu pacaran?!"
Nick muak. Ia tahu benar Tia sengaja berkata seperti itu supaya Gelfara marah. "Iya." jawabnya sambil cepat-cepat memasukan pin.
"Tuh, aku sudah bilang kan. Anak kalau sudah pacaran pasti lupa sama orang tuanya. Biarin saja." kata Tia, membuat Nick ingin merobek mulut manis tapi berbisa milik Tia.
Nick sudah tidak peduli. Ia cepat-cepat mengendarai Dukatihnya masuk ke dalam garasi luas dengan lantai ubin putih dan tiang-tiang beton putih di antara Jeguer milik Gelfara, Leksus milik Tia, dan Porsye Panamera hitam milik Gelfara. Melihat garasi itu, Nick semakin marah. Ia kembali teringat mobil Mercedex Hye Min lah yang terparkir di tempat Leksus Tia berada.
Dengan geram, Nick turun dari motornya. Ia berjalan secepat mungkin melewati mobil Tia sambil menahan diri untuk tidak menggores mobil itu. Namun, tepat sebelum Nick memegang gagang pintu besi menuju ke dalam rumahnya, pintu itu terbuka lebar sampai Nick mundur selangkah karena kaget.
Gelfara, dalam balutan kaus dalam dan celana pendek, memandang Nick dengan murka. Wajahnya sangat merah dan napasnya naik turun. Nick tahu benar bila ini terjadi artinya Gelfara sudah sangat marah. Tapi apakah Nick peduli? Nick sudah tidak pernah peduli pada Gelfara sejak mereka pindah ke Korea. Hampir tidak pernah.
"Jangan kurang ajar." kata Gelfara geram.
"Kurang ajar?" tanya Nick sambil mendengus sinis. "Lu marah karena gua nggak angkat telepon lu semalam? Hp gua berbunyi kurang dari 10 detik dan lu nggak telepon lagi setelah itu. Apa lu benar-benar cari gua?"
"Jadi lu tahu gua telepon lu?" amuk Gelfara. "Lu tahu dan lu sengaja nggak angkat?!"
Nick mengangkat kedua bahunya kemudian berjalan mendekati Gelfara. Berharap dapat melewati Gelfara begitu saja. Tetapi tentu saja Gelfara tidak menyingkir sedikit pun. Alih-alih menyingkir, ia mencengkram leher jaket Nick kuat-kuat, mendekatkan badan Nick padanya. Ia menongak sedikit agar dapat menatap Nick, yang beberapa sentimeter lebih tinggi darinya, tepat di mata.
"If you wanna live in this house, you gotta follow my rules (kalau lu mau tinggal di rumah ini, lu harus ikuti aturan gua)." desis Gelfara.
Nick melihat Tia yang berdiri bersender pada meja di belakang Gelfara sambil tersenyum pada Nick. Senyum yang sama sekali tidak tulus, malah lebih terkesan menyombongkan kemenangannya. Nick semakin panas melihat itu. Ia melirik mata Gelfara yang berada beberapa sentimeter di bawah matanya dan berkata sambil menyeringai sinis, "Well I refuse (Yah gua menolak)."
"Then leave. (kalau gitu pergi)"
"What?"
"Leave!" seru Gelfara lebih keras.
"Fine (baik)." kata Nick sinis kemudian menghempaskan kedua tangan Gelfara dengan kedua tangannya. Ia mendorong Gelfara ke pinggir dengan tangan kanannya dan masuk melewati Gelfara. "Don't worry. Imma just grab my stuff and go (jangan khawatir. Gua hanya akan ambil barang-barang gua lalu pergi)."
*
Patty memperhatikan muka Nick yang terlihat sedih. Ia tidak tahu harus bagaimana jadi ia hanya mengangguk tanpa dapat tersenyum.
Melihat itu, Nick tersenyum kemudian menghembuskan napas dan berkata, "Well, setelah itu aku bereskan barang aku sambil menangis, setelah tenang aku langsung telepon kamu and... go straight on the way to your home (dan... langsung berangkat ke rumah kamu)."
"So you're.. not okay, are you (jadi lu... nggak baik-baik saja, kan)?" tanya Patty lembut.
Nick masih tersenyum. Ia menggeleng pelan diikuti beberapa air mata yang bercucuran dari matanya. Nick mengelap air mata itu dengan punggung tangannya tanpa peduli berapa kali ia harus mengelap mereka. Air mata Nick terus bercucuran meskipun Nick tertawa sambil berkata, "Duh payah banget."
Patty memberikan beberapa lembar tisu pada Nick kemudian memeluk Nick erat sambil berkata, "Nick, lu boleh cerita apa pun dan kapan pun. Gua pasti dengar."
Nick tersentuh mendengar itu. Air matanya bercucuran semakin deras. Ia balas memeluk Patty erat. "Thanks, my favorite friend." katanya kemudian tertawa.
"Stop it!" seru Patty sambil menjewer lembut telinga Nick.
"Aw aw aw." kata Nick sambil menegakkan badannya.
"Tapi, Nick," kata Patty.
Melihat Patty yang berubah serius, Nick ikut memasang muka serius dan berkata, "Ya?"
"Menurut gua, em... Oom Gelfara bukannya nggak sayang sama lu. Dia sayang sama lu tapi..." Patty menggigit bibirnya dan menatap Nick.
Melihat itu, Nick tertawa dan berkata, "Tenang saja. Aku nggak akan marah. Kamu mau bilang apa?"
"Gua nggak takut lu marah sama gua tapi..."
"Aku nggak akan marah sama siapa-siapa." kata Nick sambil mengangkat kelingkingnya. Dasar impulsif. Sebentar lagi dia akan menyesal sudah mengangkat jari kelingkingnya.
Patty menyambut kelingking Nick kemudian berkata, "Okay. Menurut gua, Oom Gelfara marah sama lu karena dia khawatir banget sama lu tapi karena ada Tante Tia yang pengaruhi Oom Gelfara sampai dia marah sama lu."
Nick masih berusaha tersenyum. Berusaha tidak memberikan emosi apa pun. Tapi tentu saja rahangnya sudah mengeras. Ia sangat menyesal karena sudah berjanji untuk tidak marah (tuh benar, kan! Makanya jangan asal janji ya nak anak sekalian). Kalau novel ini adalah komik atau kartun, kalian pasti dapat melihat urat urat keluar di wajah Nick.
Memangnya kenapa Nick marah, kalian tanya? Jelas sekali, kan?
Nick sebenarnya tahu, sangat sadar, bahwa Gelfara dipengaruhi Tia. Ia sadar betul Tia berkali-kali mempermainkan emosi Gelfara dengan kata-katanya. Ah benar-benar.... Karena Nick sudah berjanji, mau tidak mau ia harus memaafkan Tia. Betul, kan? Tapi pasti sulit sekali.
"Makanya..." lanjut Patty. Ternyata dia masih belum selesai berbicara. "Lu harus maafin Oom Gelfara dan coba berbaikan sama oom."
"How? (caranya?)"
Patty mengangkat kedua bahunya kemudian berkata, "Well, pasti ada saja caranya."
Nick tertawa kemudian mengangguk namun dalam hati ia tertawa dan berkata, "Patty ini imannya terlalu besar atau gimana sih?"
Tapi ternyata Patty benar. Malam itu, atau tepatnya subuh itu, Nick masih terbangun di atas kasur empuk di ruang kamar tamu rumah Patty, yang tidak semewah kamar Patty tentu saja. Kamar itu hanya berisi satu tempat tidur dengan matras double-bed tepat di bawah jendela yang menghadap ke taman belakang rumah Patty. Lantainya pun hanya terbuat dari ubin putih, temboknya dicat puith, dan ranjangnya pun berwarna putih. Tidak seperti ruangan lain yang didominasi kayu, ya?
Ada 2 hal yang membuatnya terjaga sampai pukul 3 pagi. Pertama, kamar ini terletak tepat di sebelah kamar Desi dan Bimo. Bagaimana kalau ternyata Nick tidur mengorok? Bagaimana kalau ternyata ia mengorok sangat keras sampai membangunkan Bimo dan Desi. TIDAAAAK!
Alasan kedua, alasan utama Nick, adalah karena NIck terpikir kata-kata Patty tadi. Apakah iya? Apakah betul bahwa ia dan Gelfara masih dapat berbaikan.
Tepat saat itu, ponsel Nick berbunyi. Nick cepat-cepat mengambil dan mengangkat telepon itu tanpa melihat siapa yang menelponnya. Tentu saja! Ia takut Desi dan Bimo terbangun.
Tidak ada suara apa pun. Hanya terdengar suara napas teratur di ujung sana. Hah? Iya juga ya. Sekarang pukul 3 pagi! Katanya kan ini jamnya.... Ah tapi masa sih? Ti...tidak mungkin, kan?
Tunggu dulu! Ini kan bukan novel horor hey!
Nick dengan cepat melihat layar ponselnya. 'Gelfara'. Oh. Tentu saja. Ini setannya?
Nick duduk bersila di atas ranjang, masih dalam balutan selimut putihnya, sebelum berbisik, "Halo."
"Nick?" bisik Gelfara, "Lu dimana?"
Nick hampir membentak Gelfara tapi kemudian ia teringat kata-kata Patty tadi. Berbaikan. "Rumah Patty."
"Oh..." terdengar Gelfara menghembuskan napas lega. Untuk apa dia lega, sih? Memangnya... oh iya tadi Patty bilang Gelfara khawatir pada Nick. Tapi masa sih?
"Ya sudah, bye..."
"Tunggu!" bisik Gelfara.
Nick tidak jadi mematikan ponselnya tetapi tidak juga berkata apa-apa sampai Gelfara kebingungan sendiri. Ia melihat ponselnya dan melihat waktu telepon mereka masih berjalan. Nick belum mematikan teleponnya. Untung lah.
"Halo?" bisik Gelfara.
"Ya." kata Nick.
Untunglah. Gelfara pun berkata, "Nick,".
Gelfara mulai mempertimbangkan, haruskah ia benar-benar meminta ini pada Nick? Sakin bingungnya, Gelfara pun tidak berkata apa-apa sampai beberapa detik ke depan.
Kali ini Nick yang bingung. Ia melihat layar ponselnya dan melihat waktu percakapan mereka masih berjalan.
"Halo?" tanya Nick.
"Ya." kata Gelfara. Ia pikir Nick akan mengatakan sesuatu sehingga ia menunggu. Setelah keheningan yang canggung, Gelfara akhirnya menyadari bahwa Nick lah yang sedang menunggu apa yang akan ia katakan. Dengan canggung ia berkata, "Eh... em.... Pulang."
Nick sudah hampir berkata 'Tidak' saat ingat kata-kata Patty tadi. Berbaikan. Duh! Ya ampun!
"K (dari kata 'ok')." kata Nick akhirnya.
"Ya." kata Gelfara.
"Hm." sahut Nick.
"Besok?" tanya Gelfara.
"Ya." kata Nick.
"Hm." sahut Gelfara.
"Ok." kata Nick lagi.
"Ah... ok." kata Gelfara.
"Bye."
"Iya, bye."
Nick menutup teleponnya kemudian menggaruk kepalanya. Kenapa begini sih?
Tapi, perasaan bahagia mulai menyelimuti dirinya. Apakah... benar Gelfara mengkhawatirkannya?
***
"Wah, luar biasa!" seru Nick melihat piring di hadapannya yang berisi dua lembar roti tawar panggang yang masing-masing dipotong berbentuk segitiga, tomat panggang, bacon, susis panggang, telur mata sapi setengah matang, dan kacang merah dengan saus tomat bawang. Di samping piring Nick, segelas susu tawar dingin sudah menanti.
"Hebat, ya?" tanya Bimo. "Istri siapa dulu, dong!"
"Ah papah mah bisa wae." kata Desi sambil mencubit genit lengan Bimo, membuat Bimo berkata 'ah sakit' dengan manja. Melihat itu, Nick merasa jengah, ia menatap makanannya dengan canggung, masih dengan senyum basa-basi di mulutnya.
"Eh iya, Patty mana, mah?" tanya Bimo.
"Ah si eneng mah can gugah geura (ah Patty pasti belum bangun)." kata Desi cemberut sambil bersiap keluar dari ruang makan menuju kamar Patty.
"Atos atos! (sudah kok!)" seru Patty sambil berjalan masuk dan menjulurkan lidah pada Desi.
"Eh si eneng," kata Desi malu. "Hayu atuh calik calik! (ayo duduk duduk!)" kata Desi sambil berjalan dan duduk di sebelah Bimo. Mau tidak mau Patty jadi duduk di sebelah Nick.
"Tumben. Sudah bangun pagi, kamu lebih rapih juga. Lebih segar kelihatannya." kata Bimo.
"Kamu tidur nyenyak banget, ya?" kata Nick.
"Enya jiga nu gugah ti peti oksigen jiga Michael Jekson. (iya seperti yang bangun dari peti oksigen seperti Michael Jekson)." timbal Desi.
"Hah? Masa sih?" tanya Patty bingung. Padahal semalaman ia tidak tidur dengan nyenyak. Rasanya gerogi mengetahui Nick tidur di lantai 1 rumahnya. Padahal waktu di Bogor saja dia bisa tidur nyenyak. Mungkin karena lelah. Tapi... Patty malah jadi terus teringat bagaimana Nick mengusap rambutnya kemarin dengan sangat lembut dan bagaimana Nick mencurahkan isi hatinya pada Patty. Patty merasa menjadi semakin dekat dengan Nick.
"Wah!" seru Patty yang baru menyadari menu sarapan saat itu, membuat semua orang di sana terlonjak kaget hingga Desi hampir tersedak. "Tumben banget, mah! Aya naon atuh, euy (ada apa nih)? Sampai masak English Breakfast segala."
"Nya pan aya tamu (ya kan ada tamu)." kata Desi setelah meminum beberapa teguk susu. Memang itu alasan Desi. Karena ada Nick, yang baru saja diusir oleh Gelfara. Sungguh Desi kasihan pada Nick. Semoga Nick dan Gelfara cepat...
"Oh iya tante, oom, sepertinya saya nanti sore mau pulang." kata Nick.
"Eh kunaon (eh kenapa)?" tanya Desi panik.
Nick tertawa menenangkan Desi dan berkata, "Tadi subuh em... si bos telepon." kata Nick. Enggan memanggil Gelfara dengan sebutan fader.
"Bos?" tanya Bimo.
"Eta si Gelfara (maksudnya Gelfara)." jawab Desi.
Bimo mengangguk-angguk meskipun belum paham mengapa Nick memanggil Gelfara dengan sebutan itu, bukan 'fader' seperti dulu.
"Oom Gelfara bilang apa?" tanya Patty antusias.
"Dia mau gua pulang," kata Nick sambil tersenyum bahagia, "Makasih ya, ingetin gua untuk baikan sama dia."
Patty tersenyum senang kemudian berkata, "Jadi kalian sudah baikan?"
"Belum sepenuhnya, sih. Tapi seenggaknya aku nggak kabur lagi hari ini." kata Nick bahagia.
Patty senang mendengarnya walaupun ia sedih juga karena nanti malam pasti suasana rumah tidak semeriah ini lagi. Seperti yang dapat membaca pikiran Patty, Nick menepuk kepala Patty dan berkata, "Tapi besok kan aku ke sini lagi," katanya sambil tertawa lalu mengedipkan matanya, "Jangan bosan!"
"Sudah bosan tuh!" kata Patty kemudian menjulurkan lidahnya dan cepat-cepat memakan sarapan di piringnya. Memangnya terlihat jelas, ya? Aduh, malunya!
***
"Morning!" seru Patty sambil meloncat-loncat bagai ballerina, masuk ke ruang makan dan duduk di seberang Nick.
"Afternoon," sapa Nick balik sambil tertawa. "Siang banget, Pat! Sudah jam setengah 12, loh! Kepala kamu nggak pusing apa tidur terus?" tanya Nick kemudian tertawa.
Patty mengangkat bahunya bangga dan berkata, "Well, tidur 18 jam ternyata enak juga."
"Heh!" kata Desi yang baru keluar dari dapur sambil mengetuk kepala Patty dengan centong sayur. "Kalaka bangga deui. Lieur ieu budak gadis téh (malah bangga lagi. Aneh-aneh saja anak gadis ini)."
"Ih mamah!" seru Patty.
"Cik atuh gugah téh saencan papah berangkat. Tong berang-berang teuing. (coba deh bangun tidur sebelum papah berangkat. Jangan terlalu siang)."
Nick menonton mereka sambil tertawa. Irinya.
"Iya ih. Bawel!" gerutu Patty sambil mengambil mangkuk dan menyendok bubur ayam ke dalam mangkuk itu, menambahkan suwiran ayam, dua buah cakue, dan kerupuk. Terakhir, ia menaburi bubur itu dengan kacang dan seledri. Wah enaknya.
Nick menigkuti Patty mengambil bubur dan lauk yang tersedia di atas meja sambil tertawa kecil melihat muka bahagia Patty ketika mengambil makanan. "Senang banget, nèng."
"Iyalah! Lapar tahu!"
"Makanya jangan tidur mulu." kata Nick kemudian tertawa.
"Ih!" protes Patty kemudian menyendok bubur ke mulutnya. Duh, enak sekali. Memang masakan Desi selalu enak. Tidak ada yang tidak enak. Luar biasa.
Setelah sendok ke sekian, Patty baru tersadar dari nikmatnya bubur itu. Ia menatap Nick yang juga sedang asyik menyantap bubur itu. Tumben sekali dia tenang-tenang saja.
"Nick," panggil Patty.
"Ya?" tanya Nick tanpa memandang Patty.
"Gimana sama Oom Gelfara kemarin?"
Nick berhenti makan. Ia menatap Patty dan tertawa sebelum berkata, "Tumben banget bisa nanya to the point."
"Ih! Jawab saja." protes Patty sambil cemberut.
Nick masih terkekeh kemudian pura-pura berpikir, "Hm…. Gimana ya?"
"Ya sudah deh nggak jadi." kata Patty sambil cemberut.
Nick tertawa dan berkata, "Ya gitu saja, Pat. Kemarin malam waktu gua sampai rumah, dia cuman bilang 'hai' terus… Tia muncul dan mereka pergi dinner akhirnya."
Patty mengeraskan rahangnya. Walaupun ia belum pernah lihat muka Tia, tapi ia sangat ingin menampar wanita itu. Patty tahu benar Tia sengaja mengajak Gelfara pergi. Sakin kesalnya, Patty tidak sengaja menyebutkan apa yang ada dalam pikirannya, "Dasar nenek gombel."
Nick tertawa mendengarnya dan berkata, "Apa? Apa?"
Patty yang sadar bahwa ia tidak sengaja berkata begitu langsung menutup mulutnya malu. "Hah? Enggak."
Nick tertawa lagi kemudian berkata, "Memang iya kok. Di mata aku memang kaya nenek gombel."
Patty ikut memukul meja makannya kemudian berkata, "Iya kan? Gua sudah benci banget sampai tiap dengar nama itu, muka nenek gombel yang muncul di kepala gua."
Nick tertawa puas kemudian berkata, "Well, penampilan fisiknya jauh dari nenek gombel sih. Memang dia cantik banget dan awet muda. Seperti yang masih umur 30an."
"Masa?!"
Nick mengangguk lagi dengan geli melihat muka Patty yang terlihat sangat kaget. Untung saja masih ada Patty di hidup Nick. Kalau tidak, Nick spertinya bisa gila.
***