"Kangen banget!" Patty meloncat-loncat sambil memandangi pemandangan Kota Bandung di hadapannya.
"Memang sudah berapa lama nggak ke sini?" tanya Nick seraya duduk di kursi kayu kebangsaan mereka.
Patty ikut duduk di sebelah kiri Nick, meletakan tas ranselnya di samping kirinya. Patty terlihat sangat cantik hari itu dengan leging hitam dan sweater biru mudanya. "Sejak... 4 tahun lalu."
"Hah? Sejak terakhir kita ke sini? Sebelum gua ke Korea?"
Patty mengangguk dengan senyum bersalah. Ia kemudian mengangkat rambutnya dan menjepitnya dengan jedai (Jepit badai yang popular di Indonesia sejak tahun 2012an karena dianggap praktis untuk menata rambut dan membuat rambut menjadi bervolume dan ikal setelah dijepit dengan jepit ini) beningnya. Membuat jantung Nick berdebar semakin kencang.
Nick berdeham, mengalihkan pandangannya ke pemandangan sore Kota Bandung yang indah di hadapannya. Tidak pernah ia sangka, ia akhirnya dapat berjalan-jalan keliling Lembang sepanjang hari dengan Patty seperti hari ini. Sesuatu yang bahkan tidak berani untuk ia harapkan selama ia di Korea.
"Parah banget!" kata Nick sambil tertawa. "Kalian nggak kangen gua, ya?"
"Justru kami kangen banget! Makanya nggak ada yang sanggup ke sini!" Patty tiba-tiba menjewer Nick lembut dan berkata, "Justru lu! Lu nggak kangen kami apa? Kenapa nggak ada kontak sama sekali?"
"Aw aw aw!"
"Jawab!" kata Patty dengan nada yang dibuat marah, tapi muka Patty tidak dapat berhenti berseri.
"Soalnya..." Nick menatap Patty dengan senyum tetapi Patty tahu tatapan Nick terlihat sedih "Gua nggak tahu apa gua bisa balik Indonesia lagi atau engga."
"Oh..." Patty melepaskan jewerannya.
"Apa sih?" Nick tertawa. Hatinya ingin sekali mencubit pipi Patty tapi... Patty kan 'pacar' Satrya. "Kenapa jadi gloomy (suram) gini?"
"Nick, are you okay?" tanya Patty, menatap mata Nick dengan khawatir.
Nick menelan ludahnya. Ia tidak ingin menunjukkan perasaannya pada Patty, pada siapa pun, bahkan pada dirinya sendiri. "Kenapa sih?" Nick tertawa kemudian membuang mukanya, tidak ingin menatap Patty. Tidak ingin membiarkan emosinya keluar.
"Waktu bagi rapor saja bokap lu nggak datang. Apa nyokap baru lu segitu teganya?"
Hening. Patty jadi tidak enak. Baru saja ia mau berkata pada Nick untuk tidak menjawab pertanyaannya, tiba-tiba Nick tertawa dan melihat Patty. "Tumben lu bisa nanya, Pat. Biasanya ragu-ragu."
Patty cemberut. "Gua khawatir tahu!"
Nick cukup kaget mendengarnya. Nick tahu sih Patty sayang padanya. Nick juga sayang pada Patty walaupun mungkin agak berbeda dengan sayangnya Patty pada Nick. Tapi Nick tidak menyangka Patty sampai mengkhawatirkan dirinya. Rasanya... ada rasa hangat di hati Nick.
Nick tersenyum kemudian menepuk pundak Patty pelan. "Thanks."
"Just... let me know if anything happens. ( Kalau… ada apa-apa kasih tahu gua)"
"I will. " ("aku akan (kasih tahu kamu)" singkatnya Nick setuju untuk memberitahu Patty bila nanti terjadi sesuatu)
"Punten, a. (permisi kak) Ini paket nasi timbel dan es kelapa jeruknya." kata pelayan laki-laki muda dari belakang Nick.
Nick bergeser sedikit memberi ruang pada pelayan itu untuk meletakan makanannya sedangkan Patty melongo. Setelah pelayan itu pergi, Patty bertanya pada Nick. "Kapan kita pesannya?"
Nick mengedipkan mata pada Patty dengan genit. "Sebelum kita sampai ke sini."
"What?" Patty tertawa. Dengan tidak sabar, Patty membuka tutup bakul dan mengamati makanan di depannya. Nasi liwet di bakul yang sangat wangi dengan ikan jambal dan petai di atasnya, 2 potong paha ayam bakar, tumis kangkung, beberapa tempe mendoan, sambal terasi, dan lalaban. Wah! Ini makan sore terbaik! Apalagi ditambah es kepala jeruk!
Bayangkan, makan makanan selezat itu dengan minuman yang menyegarkan setelah lelah berjalan-jalan, duduk di kursi kayu menghadap pemandangan sore Kota Bandung yang indah ditambah matahari terbenam yang menakjubkan, angin yang sepoi-sepoi dan udara Dago yang mulai dingin. Ditambah lagi… di sebelah Patty, Nick dengan jaket kulit hitam kebangsaannya yang terbuka memperlihatkan kaus merah marun di dalamnya terlihat sangat keren. Rasanya Patty seperti kembali lagi ke rumah.
"Kesukaan lu, kan?"
Patty menatap Nick dengan mata berbinar-binar. "Kok lu masih ingat, sih?"
"Karena… lu teman favorit gua?" kata Nick sambil menggoda Patty dengan jahil.
Patty memukul tangan Nick gemas. "Ih! Stop teasing me! " (berhenti godain gua)
Mereka makan dengan lahap. Selesai makan, pelayan kembali datang mengambil semua piring kosong dan menggantinya dengan 2 mangkuk es buah. Lagi-lagi, kesukaan Patty.
Patty memandang Nick dengan tidak percaya. "Aslinya?"
Nick tersenyum dan mengangguk. "(Jal deuseyo)."
"Hah?"
"Enjoy your meal. " ((silakan) nikmati makananmu ) kata Nick sambil memakan es buahnya.
"Kayanya gua harus belajar bahasa Korea deh. Siapa tahu lu home sick (kangen rumah)."
Nick tersenyum. Kangen rumah? Rumah ya...
Nick jadi teringat rumah kakek neneknya di Korea. Begitu hangat dan harmonis. Lalu... rumahnya di Bandung saat masih ada HyeMin. Begitu... nyaman.
Ya, betul. Nick sebenarnya cukup merindukan Hye Min, ibunya. Cukup merindukan? Nick sangat rindu pada Hye Min. Nick tidak tahan lagi. Tanpa ia sadari, satu bulir air mata jatuh ke dalam es buahnya.
Patty yang melihat itu kaget. Sangat kaget. Selama Patty kenal Nick, ini kedua kalinya Patty melihat Nick menangis. "Nick…"
Nick tersadar. Ia buru-buru menghapus air matanya, berusaha tersenyum dan menatap Patty. Tapi tatapan Patty yang khawatir membuat Nick tidak lagi dapat berpura-pura. Nick akhirnya membiarkan air matanya bercucuran. Ia menangkupkan kepalanya pada kedua tangannya dan menangis tanpa suara.
Patty yang bingung harus bagaimana akhirnya memeluk Nick, membiarkan Nick bersandar pada bahunya dan menangis, tanpa suara sedikit pun. Patty mulai menepuk-nepuk kepala Nick perlahan, berharap dapat meredakan kesedihan Nick. Namun alih-alih mereda, Nick malah semakin tidak tahan untuk menahan semuanya sendiri.
"Gua… kangen eomma. Kenapa eomma harus pergi?"
Nick cerita bagaimana Gelfara Aipassa, seorang pria yang tinggi besar sedang mengantar pulang seorang wanita dengan mobil Jaguar XJ 2011 putih milik Gelfara. Tanpa ia ketahui, Kim Hye Min sedari tadi telah mengikuti suaminya dengan mobil rental di belakangnya. Di dalam mobil, Hye Min, wanita cantik berdarah asli Korea Selatan yang masih terlihat seperti berusia akhir 20an di umurnya yang ke-38 tahun itu, memegang stir mobil kuat-kuat, menahan agar tangisnya tidak dilihat oleh Nick kecil yang duduk di sampingnya.
Sore itu, sepulang Nick bermain basket dengan Satrya merayakan kebebasan mereka dari Ujian Nasional, Nick dikejutkan dengan pemandangan yang mengerikan. Hye Min sedang didorong oleh Gelfara ke tembok, tangan Gelfara teracung dan sudah siap untuk menampar Hye Min. Nick langsung berlari mendorong Gelfara menjauh dari Hye Min, tetapi akibatnya Nick dilempar oleh Gelfara ke lantai.
Hal selanjutnya yang Nick ingat ialah beberapa hari kemudian, Hye Min membereskan baju-bajunya dan memasukkannya ke dalam koper. Nick yang melihat hal itu langsung masuk ke kamar orang tuanya dan memeluk Hye Min yang sedang melipat-lipat baju di atas ranjang besar mereka.
" (Eomma gajima! Geunyang…geunyang jeohago gathi isseoyo)." kata Nick sambil menangis tersedu. (Ibu jangan pergi! Ayo… ayo di sini saja bareng aku.)
"(Andwe. Uri Nikoya, eomma jal deureo. Eomma neo jeongmal jeongmal saranghajiman…) " (Nggak. Nico sayang, dengar ibu baik-baik. Ibu sangat sangat sayang sama kamu tapi…) kata Hye Min lembut sambil mengelus kepala Nick. Suaranya bergetar, menahan semua emosinya supaya tidak meledak. Ia sangat sedih harus meninggalkan anak semata wayangnya.
"(Aniyo! 'hajiman' mal hajimayo! Jebal.) " (Nggak! Jangan bilang 'tapi'! aku mohon) seru Nick sambil menangis semakin keras.
" (Geumanhae) !" (Berhenti) teriak Gelfara sambil dengan kasar memukul pintu kamar sehingga terbuka lebar. "Kalau kamu mau pergi, pergi sana sama dia ke Korea! Silakan bereskan barang kamu dan pergi!"
Dengan marah Nick berdiri dan keluar melewati ayahnya menuju ke kamarnya. Ia membereskan semua bajunya dengan acak-acakan kemudian dengan marah kembali pada Hye Min, menggenggam tangan Hye Min dan berkata. "Ayo kita pergi, eomma."
Namun akhirnya Hye Min memutuskan untuk tinggal sementara di hotel supaya Nick dapat mengucapkan perpisahan pada teman-temannya. Itulah yang terjadi, setelah pembagian rapor anak-anak kelas 1 sampai 5, Nick dan Hye Min ikut mobil Panther Bimo. Bimo menyetir di sebelah Desi sedangkan Patty, Lexa dan Olive bercanda di jok tengah. Nick berusaha terlihat ceria dan terus bercanda sambil sesekali menjahili Patty. Namun, tidak jarang Nick bersender pada Hye Min setiap Hye Min terlihat akan menangis. Nick tahu, dia harus kuat demi ibunya.
Begitulah kemudian setelah perpisahan dengan pertumpahan air mata, Nick dan Hye Min berangkat ke bandara diantar oleh Patty, Desi dan Bimo. Selama di Korea, Nick berharap Gelfara akan menghubunginya, sekali saja. Tetapi tidak. Gelfara baru menelepon Nick ketika tahu Hye Min sakit. Gelfara meminta maaf pada Nick sambil menangis yang hanya Nick balas dengan kata 'ya' dingin. Berkali-kali Gelfara memohon Nick untuk membiarkannya berbicara pada Hye Min. Tentu awalnya Nick tidak mengijinkannya, tetapi saat Hye Min bertambah parah, Hye Min-lah yang meminta Nick untuk menghubungi Gelfara.
Nick menelepon Gelfara di samping ranjang ibunya di rumah sakit. Nick menyalakan speaker ponselnya dan bergeser ke dekat kepala Hye Min agar Hye Min dapat berbicara tanpa harus memegang ponsel Nick. Nick tidak tega bahkan untuk membuat Hye Min harus mengangkat tangannya. Tubuh Hye Min sudah sangat kurus dan sudah tidak ada lagi sehelai rambut pun di kepalanya. Mata Nick kembali panas dan basah. Setiap kali ia memperhatikan Hye Min, hatinya terasa sangat sakit.
"Nick?" jawab Gelfara, tidak percaya bahwa Nick akhirnya menelponnya terlebih dahulu.
"Gelfara," kata Hye Min lemah.
"Hye Min? Ini kamu, sayang?" tanya Gelfara di ujung telepon sana. Nick ingin sekali memaki Gelfara. Beraninya ia memanggil Hye Min 'sayang' setelah apa yang dilakukannya! Apa dia pikir dia masih pantas untuk memanggil Hye Min begitu?
"Ya," Hye Min tersenyum. Satu butir air mata jatuh di pipinya. Nick mengurungkan niatnya. Sepertinya ibunya memang ingin berbicara pada Gelfara. Entah apakah ibunya merindukan laki-laki kejam itu atau apa tapi Nick akan biarkan selama itu membuat Hye Min bahagia.
"Sayang… aku dengar kamu sakit… aku benar-benar…" Gelfara terdiam dan mulai terisak-isak. Air mata yang jatuh di pipi Hye Min pun semakin banyak.
"Aku mau minta tolong." kata Hye Min akhirnya.
"Apa, sayang?"
"Jaga Nico, ya. Bawa Nico kembali ke Indonesia. Aku titip Nico."
"Eomma!" seru Nick. Hye Min ini kenapa? Apa jangan-jangan Hye Min…
"Nico, ini juga appa kamu. Ayah kamu. Eomma mau kalian berbaikan lagi. Sekarang juga kamu sudah punya ibu baru di Indonesia. Maaf eomma nggak bisa nemenin kamu lebih lama."
"Eomma jangan bilang gitu!"
Tetapi Hye Min hanya tersenyum menatap Nick dan setelah itu Hye Min tidak bergerak lagi. Nick berteriak-teriak memanggil Hye Min, memanggil dokter dan suster, menjadi histeris. Gelfara di ujung telepon juga berteriak-teriak pada Nick, bertanya apa yang terjadi.
Setelah kemudian dokter menyatakan Hye Min meninggal, Nick mengangkat ponselnya dan berbicara pada Gelfara. "Hey,"
"Nick! Hye Min kenapa?"
"Sudah meninggal."
Gelfara menangis meraung di ujung telepon sana tetapi Nick hanya diam, tidak ada setetes pun air mata yang jatuh lagi. Ia tidak merasakan apa-apa. Namun lama kelamaan, tangisan Gelfara membuat Nick semakin jengkel. Ia membentak Gelfara dengan keras.
"Puas?! Sekarang setelah lu usir gua dan eomma demi cewek itu, baru lu nangis-nangis seakan lu merasa bersalah?!"
"Fader memang…" (Fader adalah bahasa Ambon untuk ayah yang merupakan bahasa serapan dari bahasa Belanda)
"Jangan pernah sebut diri lu 'fader'. Dengar baik-baik, gua akan pulang ke Indonesia, bukan karena gua rindu lu atau rumah terkutuk lu. Gua pulang ke sana karena eomma yang suruh."
"Nick, maaf. Fa… aku akan berusaha supaya Tia mau terima kamu di…"
"Waw," Nick tertawa sinis. "Jadi lu masih tinggal dengan perempuan murahan itu?"
Nick mematikan sambungan teleponnya. Mengabaikan panggilan Gelfara yang masuk sampai berhari-hari setelahnya. Nick setengah berharap Gelfara akan muncul di pemakaman Hye Min tapi tidak. Gelfara sama sekali tidak muncul. Ia hanya mengirimkan kode book tiket pesawat dari Korea ke Indonesia pada Nick. Dengan berat hati Nick menceritakan semuanya pada kakek neneknya sebelum kemudian Nick memutuskan untuk terbang kembali ke Indonesia.
Tentu kakek nenek Nick menganjurkan Nick untuk tetap di Korea. Tapi Nick tahu, ini adalah keinginan terakhir Hye Min. Selain itu, Nick tidak ingin menyulitkan kakek neneknya lebih lagi.
Selama di Indonesia, Nick hampir tidak pernah bertemu dengan Gelfara. Gelfara hanya dapat bertemu muka dengan Nick saat sarapan atau saat makan malam, tetapi Nick selalu menghindar. Ia pergi dari rumah pagi-pagi sekali dengan motor Dukatih milik Gelfara, pulang selarut mungkin setelah menghabiskan waktunya di luar rumah.
Lalu tentang Tia....
*
"Apa?!" seru Patty kaget. "Jadi si Tia ini adalah ibu dari salah satu siswi di GIS?!"
Nick mengangguk. "Itulah alasan kenapa Gelfara nggak datang ambil rapor gua, Pat. Tia nggak mau sampai Gelfara ketemu mantan suaminya di sana."
"Tapi tega banget, Nick!"
Nick mengangguk kemudian menghela napas panjang dan tertawa. "Ah lega banget rasanya!"
Patty memperhatikan muka Nick. Muka Nick masih terlihat sedih namun tidak seberat tadi. Patty tersenyum dan berkata. "Iya, kan? Kadang curhat itu penting! Supaya nggak gila!"
"Thanks ya Pat sudah mau dengar gua cerita." kata Nick sambil tersenyum lebar dan mencubit pipi Patty.
"Kali-kali gua juga mau kali jadi your hero. "
Nick tersenyum memandang Patty. "You always are (selalu) , Pat. Selama gua di Korea, setiap gua sedih gua selalu ingat waktu kita bermain dan bercanda. Itu yang membuat gua nggak benci Indonesia. Selama gua di sini pun, cuman lu Pat yang buat gua semangat nunggu hari besok untuk ke sekolah."
Patty tertegun. Ini seperti… pengakuan cinta kan?
Nick merogoh sakunya, mengeluarkan dompet Guccu miliknya dan menarik gelang biru muda-hitam yang Patty berikan pada Nick di bandara sebelum Nick pergi ke Korea. "Gua selalu bawa ini kemana-mana."
Patty tertegun. Tidak tahu harus berkata apa.
Nick memasukkan kembali gelang dan dompetnya ke saku belakangnya. Kemudian ia tersadar. Apa yang sudah ia lakukan? Kenapa ia malah jadi mengakui semuanya pada Patty?
Nick melihat Patty. Patty mengaduk es buahnya dengan tatapan kosong. Lihat kan? Nick malah membebani Patty.
Nick tertawa kemudian berkata. "Pat, you are my hero, bukan berarti gua suka sama lu, kok. I'm just saying that lu teman terbaik gua."
Patty terlihat kaget. Nick tidak dapat membaca ekspresi Patty saat itu. Tapi kemudian Patty tersenyum pada Nick dan berkata. "Lu juga teman terbaik gua, Nick. Jangan pergi lagi, ya!"
Nick tersenyum. Ia mengulurkan jari kelingkingnya dan berkata. "Janji!"
Patty ingin menyambut kelingking Nick dengan kelingkingnya tapi yang terjadi malah Patty memeluk Nick erat-erat. Nick sampai hampir terjatuh. Ia menahan badannya dengan tangan kiri di belakangnya. Bingung dan kaget.
Nick akhirnya membalas pelukan Patty. Biarlah setidaknya hari ini saja Nick dapat menghidupi apa yang tidak pernah berani ia mimpikan. Betul, nikmatilah saat-saat ini selagi masih bisa, Nick.
***
"Dingin bangeeet!!" seru Patty ketika mereka keluar dari pintu Rumah Makan Gelfara dan berjalan menyusuri tempat parkir.
Nick melihat Patty dengan kaget. "Loh? Lu nggak bawa jaket, ya?"
Patty menatap Nick dengan cengiran lebar di mulutnya dan menggelengkan kepalanya. Manis sekali.
"Aduuh si eneng! Padahal sudah aa kasih jaket. Masih saja nggak bawa." Nick menggelengkan kepalanya beberapa kali tepat saat mereka sampai di samping Dukatih Nick. (dalam bahasa Sunda, aa berarti kakak laki-laki)
"Habis, gua kira pakai sweater saja cukup. Mana gua tahu ternyata Dago bisa sedingin ini kalau malam." kata Patty sambil cemberut.
"Ck. Yang lama di luar negeri tuh gua apa lu sih?" kata Nick sambil tertawa dan melepaskan jaketnya.
"Lu ngapain?" tanya Patty kaget.
"Buka jaket, lah! Kok masih nanya?" jawab Nick sambil tertawa lebar.
"Iya gua tahu mas!" sahut Patty kemudian tertawa. "Maksud gua lu ngapain…"
Belum selesai Patty bertanya, Nick sudah menyodorkan jaketnya ke depan muka Patty. membuat Patty bungkam dan terpana sesaat.
"Kenapa?" tanya Patty pada Nick.
"Loh? Lu kedinginan, kan?" tanya Nick lagi. Dada Nick yang bidang terlihat cukup jelas di balik kaus merah marun tipisnya.
"Ya… tapi lu ngapain kasih jaket lu ke gua?"
"Buat lu pakai lah, neng!" kata Nick sambil tertawa. Ia melangkah maju dan melingkarkan jaketnya di bahu Patty, membuat napas Patty tertahan. Patty bahkan dapat meraakan kehangatan tubuh Nick dari situ.
"Ta… tapi…" duh Patty gugup sekali. Tolong! "Baju lu kan tipis begitu."
Nick tertawa. Ia bertolakpinggang dan mendekatkan mukanya ke muka Patty sebelum berkata, "Gua kan jauuuh lebih kuat dari lu."
Patty mengatupkan mulutnya, membuang pandangannya ke tanah, kemudian menggenggam jaket Nick kuat-kuat. Melihat itu, Nick langsung cepat-cepat menegakkan badannya. Ya ampun, apa yang sedang Nick lakukan sih?
Tapi… apa Patty malu? Kalau begitu apakah Patty…
Ah mana mungkin? Patty kan sudah memiliki pangeran sesempurna Satrya. Tidak mungkin Patty akan mau bersama dengan Nick.
Nick mengacak rambutnya dengan kesal. Kenapa dia bermain api sih?
"Ayo!" kata Nick sambil tersenyum lebar pada Patty.
Patty yang masih asyik memandang tanah pun bingung. Kenapa suara Nick terdengar sangat jauh, ya?
Patty mengangkat kepalanya dan terkaget-kaget melihat Nick sudah duduk di atas motornya. Nick tertawa terbahak-bahak melihat reaksi Patty. Aduh, kenapa pula tadi Patty harus malu-malu begitu, sih? Memalukan!
Alih-alih menunggu Patty, Nick malah memundurkan motornya dan berjalan menjauh sampai Patty teriak, "TUNGGU!!"
Nick tertawa dan membalikkan motornya. Ia mengendarai motornya sampai ke hadapan Patty. Melihat Nick tertawa lepas dengan rambut yang ditiup angin begitu… Patty benar-benar… terpesona.
"Ayo, naik!" kata Nick sambil tersenyum lebar.
Patty cemberut kemudian berjalan mendekat. Imut sekali. Patty memang selalu imut, apalagi dalam balutan jaket kebesaran milik Nick.
***
"Tuh! Gua bilang juga apa!" omel Patty saat melihat Nick duduk di meja makannya dalam balutan sweater hitam dan masker medis.
"Aduh, neng. Karunya atuh ieu si ujang keur sakit kalaka diamuk. (Aduh, nak. Kasihan dong anak ini lagi sakit malah dimarahi)." kata Desi sambil membereskan piring Bimo kemuian masuk kembali ke dapur.
"Justru papah bingung lihat kamu, yang sehat, malah bangun lebih siang daripada Nick, yang sakit." kata Bimo sambil menunjuk Patty dan Nick bergantian. Bimo, ayah Patty, adalah seorang pria setengah baya dengan badan yang agak gemuk namun tinggi, perutnya sudah membuncit tetapi ketampanannya belum sepenuhnya luntur, apalagi ditambah rambut lebatnya yang rapih berwarna abu seperti kumis dan jenggot lebatnya.
"Ih papah mah kitu!" protes Patty.
Nick tertawa dengan suaranya yang agak serak. "Aku padamu, oom!"
Bimo tertawa sambil berdiri kemudian berkata pada Patty dan Nick. "Jalan dulu, ya!"
"Hati-hati, oom. Maaf nggak berani salim. Takut nular." kata Nick sambil berdiri.
"Dah papah! Hati-hati!" kata Patty kemudian salim pada Bimo.
"Mamah, papah pergi dulu, ya!" kata Bimo ke arah dapur.
Desi tergopoh-gopoh berjalan keluar dari dapur kemudian salim pada suaminya sedangkan Bimo mengecup dahi Desi lembut. "Hati-hati nya, pah. Tong pulang malem teuing (Jangan pulang terlalu malem)!"
Bimo tertawa dan berkata, "Enya, enya." Kemudian ia membungkuk tas kerjanya dan melambai sekali lagi.
Setelah Bimo pergi, Desi kembali ke dapur sedangkan Patty langsung duduk di sebrang Nick dan mengambil piring. "Ayo makan!" kata Patty bersemangat melihat nasi uduk panas di dalam bakul.
Nick menggeleng. Kepalanya pusing sekali. "Lu saja, Pat. Gua lagi nggak mau makan."
"Heh! Nggak sopan!" kata Patty sambil tertawa. Namun, ketika ia mengangkat kepalanya melihat Nick, Patty sadar mata Nick memerah begitu juga pipinya.
"Apa?" tanya Nick menyadari perubahan di muka Patty.
"Lu demam, ya?" tanya Patty khawatir.
Nick menggeleng pelan. Aduh, pusing sekali setiap kali ia menggeleng.
"Lu demam." kata Patty lagi. Ia berdiri dan keluar dari ruang makan.
"Pat? Lu kemana?" panggil Nick.
"Sabar atuh!" seru Patty.
Nick mengatupkan mulutnya. Galak sekali. Nick jadi tertawa geli membayangkan muka Patty.
"Kunaon atuh jang senyum-senyum sorangan (kenapa senyum-senyum sendiri, nak)?" goda Desi sambil duduk di kursi tempat Bimo duduk tadi, di ujung meja makan.
"Eh… tante." kata Nick malu.
"Sakedap, tante periksa heula (sebentar, tante periksa dulu)." Desi mengulurkan tangannya pada kening Nick kemudian berkata, "Wah, enya demam ieu mah. Buru makan, jang (wah benar ini sih demam. Ayo cepat makan, nak)!!"
"Demam?" tanya Patty yang ternyata sudah masuk ke ruang makan.
"Iya, neng. Aduh, eneng sih kamari make jaketna Nick (kemarin pakai jaket Nick)!" kata Desi sambil menegakkan badannya, memberi ruang pada Patty untuk memeriksa Nick.
Nick jadi tidak enak mendengar itu. Ia tertawa, berusaha terdengar tidak canggung, kemudian berkata, "Saya yang paksa, tante. Lagipula kayanya demam saya nggak tinggi."
Patty tidak menghiraukan kata-kata kedua orang itu. Ia mengulurkan tangannya, memberi thermometer pada Nick kemudian menyentuh kening Nick. Hangat. Untunglah, sepertinya demam Nick tidak tinggi.
Nick dengan patuh mengempit thermometer digital itu diantara ketiaknya. Ia kemudian melihat Patty. Raut wajah Patty sudah terlihat lebih santai. Untunglah. Jadi Nick berkata, "Iya, kan? Demam gua nggak tinggi."
"Tetap saja! Duh gua jadi nggak enak sama lu." kata Patty kemudian duduk di sebrang Nick.
"Kenapa harus nggak enak?"
"Kalau saja gua bawa jaket kemarin, lu pasti nggak akan demam." kata Patty murung sambil menopang pipinya dengan kedua tangannya, membuat mulutnya terjepit diantara kedua pipi. Menggemaskan sekali.
Nick tertawa kecil, berusaha mengendalikan dirinya supaya tidak salah tingkah. Bagaimana bisa ia tidak salah tingkah? Pertama, Patty mengkhawatirkannya! Kedua, Patty terlihat sangat imut walaupun rambutnya masih berantakan dan ia masih dalam balutan daster putihnya.
"Nggak apa-apa deh. Daripada lu yang demam." pikir Nick sambil menatap Patty dengan senyum jahilnya. Namun, setelah melihat tatapan kaget Patty, Nick sadar bahwa ia bukan hanya memikirkan itu, melainkan ia benar-benar mengatakannya.
Desi berdeham kemudian berkata, "Ah… tante ka dapurnya! Mantuan Bi Inem (tante ke dapur, ya! Bantuin Bi Inem)." Kemudian ia pergi ke dapur sambil tertawa centil.
"Em…" Nick menggaruk kepalanya. Tidak tahu harus berkata apa. Ingin rasanya ia memukul mulutnya sendiri. Bodoh, bodoh!
Untung saat itu thermometer di ketiak Nick berbunyi. Dengan cepat Nick menarik termometernya sambil berkata, "Wah cepat banget."
Patty tertawa dengan canggung dan berkata, "Iya, luar biasa!" ingin rasanya Patty memaki dirinya sendiri. 'luar biasa'?! yang benar saja!
Nick terdiam menatap termometernya. Wah, ternyata demamnya tidak serendah yang Nick kira. Bagaimana ya? Kalau Nick biarkan Patty lihat, bisa-bisa Patty khawatir berlebihan. Padahal Nick tidak merasa sesakit itu.
"Berapa?" tanya Patty.
Melihat Nick yang diam saja, Patty langsung mengambil thermometer itu dari sebrang meja. 38,5°?!
"Tinggi banget!" seru Patty.
"Eng… nggak lah!" kata Nick kemudian tertawa sebelum menambahkan, "Paling gara-gara gua masuk angin. Tenang, bun, tenang."
"Aduh," kata Patty sambil mematikan thermometer dan mengambil satu piring lagi, menaruh nasi uduk ke dalamnya disusul dengan tempe bacem dan telur dadar suwir, lalu memberikannya pada Nick sambil berkata, "Makan."
"Iya, mamih." kata Nick patuh. Ia mulai memakan nasi uduk di hadapnnya tanpa selera sedangkan Patty berdiri dan keluar dari sana.
Nick hanya memperhatikan punggung Patty sebelum kembali menyantap makanannya. Apa sebaiknya habis ini Nick pulang saja, ya? Nick tidak mau merepotkan apalagi sampai menularkan.
Tidak lama kemudian, Patty kembali masuk dan memberikan satu strip paracematol pada Nick. Ia kemudian duduk di hadapan Nick dan mengambil makanannya.
"Nick," kata Patty.
"Ya?"
"Lu ke sini naik apa?" tanyanya sambil menatap Nick khawatir.
Nick menyeringai lebar, malu. "Motor."
"Duh! Kan lagi sakit, masa bawa motor?" omel Patty.
"Gua kira gua nggak demam." kata Nick sambil memegang keningnya. Oh iya, betul. Ia demam.
"Memangnya nggak kerasa?" tanya Patty. Setengah dari dirinya khawatir tapi setengah lagi kesal. Kenapa Nick tidak memperhatikan diri sendiri, sih?
"Sorry…" kata Nick sambil tersenyum serba salah, "Gua merepotkan, ya."
"Eh… nggak, Nick. Gua kesal saja. Lu harus lebih perhatiin diri sendiri dong. Jangan cuman perhatian ke gu…" Patty langsung mengatupkan mulutnya rapat-rapat. Tadi dia mau bilang apa?!
Nick tertawa kemudian berkata dengan suara yang terlampau keras, "Ah nasi uduknya enak banget." sambil memasukan satu sendok besar ke dalam mulutnya. Akibatnya, ia tersedak sendiri.
Patty mengaduk-aduk nasinya dalam diam. Aduuuh!!
***
"Aduh saya merepotkan banget, tante. Makasih banyak." kata Nick sekali lagi sambil mengambil baju Bimo dari tangan Desi kemudian berjalan masuk ke kamar mandi di belakang ruang makan, meninggalkan Patty di meja makan sendirian.
"Neng," kata Desi sambil membereskan piring-piring Nick yang terpaksa Nick tinggalkan di atas meja karena perintah Desi untuk berganti pakaian tadi.
"Ya?" tanya Patty sambil meminum teh panasnya.
"Jigana Nick bogoh ka neng (kayanya Nick suka sama eneng)." katanya dengan mata menggoda pada Patty.
"Ah nggak lah, mah! Dari dulu juga Nick selalu begini." kata Patty sambil tertawa.
"Mun ceuk budak ngora mah 'exactly' (kalau kata anak muda 'exactly')." kata Desi kemudian mengedipkan sebelah matanya pada Patty dengan genit sebelum membereskan piring Patty dan masuk ke dapur.
Patty tertegun mendengar itu. Ah tapi… mana mungkin, sih! Patty kan cuman… teman… favoit… eh tunggu. Apa maksudnya, ya?
Muka Patty memerah. Ingin rasanya ia kabur saja dari meja makan dan masuk ke kamarnya, berteriak-teriak dalam bantalnya.
Kenapa pula Patty jadi salah tingkah dan bersemangat gini, sih? Nick kan…. Oh iya. Patty lupa. Nick kan bukan pacarnya. Malah, calon pacar Patty jauh lebih segalanya daripada Nick.
Patty jadi teringat, Satrya ada dimana, ya? Ia membuka ingstaramnya, memeriksa ingstaram Satrya. Tidak ada unggahan baru apa pun. Dia kemana, sih?!
"Kangen, ya?" tanya Nick dengan senyum lebarnya.
"Cepat banget, Nick!" seru Patty.
Nick terlihat sangat tampan dengan rambut acak-acakannya meskipun hanya dalam balutan kaus lusuh putih dan celana pendek biru muda yang kebesaran milik Bimo. Ia tersenyum lebar tapi tetap saja mukanya terlihat pusing, pipinya kemerahan dan matanya masih merah.
"Duduk di sofa, yuk!" kata Patty.
Nick berjalan mengikuti Patty ke ruang sofa. Aduh, ia pusing sekali. Patty langsung duduk di sofa yang kecil dan menunjuk sofa yang panjang.
"Duduk sana! Jauh-jauh!" kata Patty kemudian tertawa.
"Duh jahat banget, neng." kata Nick sambil duduk di sofa panjang. Tanpa Patty berkata begitu pun Nick memang tidak ingin duduk di sebelah Patty.
"Lu nggak mau tiduran, Nick?" tanya Patty sambil memandang Nick dengan khawatir.
Nick tersenyum. Walaupun hatinya sempat sakit melihat Patty mengecek ingstaram Satrya, tapi sekarang rasanya ia bahagia. Rasa pusing dan sakit badan ini tidak sebanding dengan perhatian Patty. "Nanti gua malah keenakan tidur, nggak mau pulang." kata Nick sambil tertawa kecil.
Patty mengangkat bahunya kemudian menyalakan TV, membuka Netpliks. "Terserah, sih. Nonton, yuk!" katanya.
Nick mencibirkan bibirnya kemudian membaringkan badannya perlahan. Memang sebenarnya dia sangat ingin berbaring. Ketika badannya berbaring sepenuhnya, kepalanya disanggakan ke pegangan tangan sofa pendek yang empuk, tangannya memeluk bantal sofa, Nick langsung menghela napas pelan. Lega dan nyaman rasanya. Walaupun… badannya masih kedinginan tapi ia senang sekali. Bisa berbaring di sofa ini ditemani Patty.
"Nih." kata Patty yang ternyata sudah berdiri di sebelah kepala Nick.
Nick mengangkat kepalanya dan melihat Patty sudah menyodorkan remote TV padanya. Dengan bingung, Nick mengambil remote itu perlahan.
"Pilih film yang bagus, ya! Awas kalau bosenin." kata Patty kemudian berjalan pergi.
Nick cemberut. Patty mau kemana lagi?
Nick memilih-milih film. Apa ya film yang bagus? Oh! Ini saja! Film yang katanya populer pada Desember lalu sampai awal tahun ini. Cek Toko Sebrang.
"Wah, ini saja, Nick. Kebetulan gua belum nonton film ini." kata Patty sambil menyelimuti Nick dengan selimut beludru lembut berwarna biru muda dari belakang sofa.
Nick menoleh ke belakang, melihat muka antusias Patty. Ia tersenyum kemudian memencet tombol pada remote sambil kembali melihat ke TV dan berkata, "Ya sudah, yang ini saja, ya."
***
"Sedih banget, ya ampun." kata Patty masih sambil mengelap air matanya.
Nick tertawa, ia masih meringkuk di bawah selimut yang Patty berikan tadi. Wangi Patty. sepertinya ini memang selimut yang biasa Patty pakai.
Patty menatap Nick. Matanya sudah terpejam-pejam. "Tidur saja, Nick. Nanti jam makan siang gua bangunin."
Nick menengadah sedikit, melihat Patty. Lucu sekali, mukanya memerah dan matanya sembab. Nick kasihan juga melihat Patty menangis begitu. Nick tersenyum lemah kemudian berkata, "Nggak apa-apa?"
Patty mengangguk dan menyentuh kening Nick. Masih hangat tapi sepertinya sudah sedikit turun.
"Don't worry. I really am ok. (Jangan khawatir. Aku benar-benar nggak apa-apa)." kata Nick sambil tersenyum. Matanya perlahan menutup saat ia berkata, "Cuman butuh… ti…du…"
Rasanya sih Nick tidak tidur terlalu lama, tapi saat ia membuka mata, ruang keluarga Patty sudah berwarna jingga karena sinar matahari sore yang masuk. Nick langsung duduk dengan terburu-buru, membuat handuk kecil putih yang berada di keningnya sejak tadi terjatuh ke pangkuannya. Sejak tadi… ia dikompres?
Nick melirik jam dinding tua kayu besar berwarna coklat tua yang sudah tidak berbunyi karena rusak. Pukul 6 sore. Ya ampun.
Nick memegang keningnya. Sudah tidak hangat. Badannya juga terasa segar.
Ia keluar dari selimutnya dan perlahan berdiri. Ia baru menyadari, sedari tadi ada suara orang berbicara dari ruang makan Patty. Perlahan, ia berjalan menuju ruang makan dan melihat Patty dalam balutan dress rumah berwarna biru muda sedang tertawa bersama Desi.
Patty melihat Nick dengan kaget. Kemudian ia berkata. "Eh… si aa sudah bangun?" tanyanya ceria.
"Kumaha? Tos enakan? (gimana? sudah enakan?)" tanya Desi sambil menepuk kursi di sebrang Patty.
Nick ikut duduk di meja makan sambil mengangguk dan berkata, "Sudah tante. Terima kasih banget dikasih ijin tidur."
"Ah kaya ke siapa wae kamu mah." kata Desi sambil mengibaskan tangannya.
"Papah pulang!" seru Bimo dari depan.
Desi buru-buru pergi ke ruang depan menyapa suaminya. Tidak lama kemudian, mereka kembali masuk. Desi membawa tas Bimo ke dalam sedangkan Bimo duduk di meja makan.
"Eh Nick. Gimana? Sudah enakan?" tanya Bimo.
"Sudah enakan jauh, oom."
"Wah suaranya juga sudah nggak serak, ya." kata Bimo sambil tersenyum.
"Punten, pak." kata Bi Inem sambil membawa dua piring. Piring yang satu besar berisi potongan-potongan ayam goreng serundeng dan piring satu lagi lebih kecil berisi cah bayam.
"Waduh, nuhun (makasih), Nem." kata Bimo sambil meyingkir sedikit.
Inem mengangguk kemudian masuk ke dalam dapur dan tidak lama kemudian keluar dengan membawa rice cooker yang agak besar kemudian membukanya. Nasi dengan harum daun jeruk. Nafsu makan Nick langsung meningkat. Baguslah, berarti Nick sudah benar-benar sembuh.
Desi kembali masuk ke ruang makan dan, seperti biasa, duduk di sebelah Nick. Kadang Patty ingin tertawa melihatnya. Sebenarnya anak Desi itu siapa, sih? Nick atau Patty?
***
Nick beraring di atas ranjangnya. Semakin lama ia mengingat kejadian di rumah Patty, perasaannya semakin campur aduk. Di satu sisi, ia sangat senang menghabiskan waktu dengan Desi dan Bimo yang sudah ia anggap seperti keluarga sendiri. Apalagi melihat mereka sangat akur dan memperlakukan Nick seperti anak mereka sendiri. Tentu saja ia juga sangat sangat senang menghabiskan waktu seharian bersama Patty.
Di sisi lain, ia juga merasa sangat tidak pantas untuk Patty. Patty begitu baik, berasal dari keluarga yang harmonis, masa depan Patty juga jelas. Apalagi Patty sekarang sedang dekat dengan Satrya yang, walaupun menghilang berhari-hari… dasar laki-laki tidak tahu diuntung, tetapi Satrya memiliki keluarga yang harmonis dan masa depan yang sangat cerah.
Nick? Keluarga Nick berantakan. Ia juga tidak ingin meneruskan usaha Gelfara. Malah, ia ingin secepatnya keluar dari rumah itu. Ia tidak ingin bergantung pada Gelfara. Mana mungkin Nick tega menarik Patty masuk ke kehidupannya yang berantakan? Biarlah Nick mencintai Patty dari jauh. Biar Nick melindungi Patty sebagai kakaknya saja. Karena… Nick merasa ia sangat tidak sepadan dengan Patty. Patty pantas untuk mendapatkan laki-laki yang jauh lebih baik darinya.
Nick membalikan tubuhnya, berbaring telungkup sambil memeluk guling. Patty sudah sangat baik padanya, walaupun mungkin Patty sendiri tidak sadar tapi ia memberikan kesempatan pada Nick untuk merasakan rumah yang sesungguhnya, untuk merasakan keluarga yang utuh, ia juga menemani Nick melewati hari-hari Nick. Nick ingin membuat Patty bahagia terus seperti dulu. Seperti... dulu...
Nick memejamkan matanya, tertidur, dan bermimpi. Mimpi saat mereka masih kecil dulu. Mereka bermain PlayStation 3 di rumah Nick. Mereka bermain banyak game di sana, tapi yang Nick paling ingat adalah game Grand Theft Manual. Karakter Patty selalu bersama dengan karakter Nick menyelesaikan misi bersama, naik mobil bersama, membantu Nick melawan musuh dan mencari uang.
Nick terbangun dengan senyuman. Matahari bahkan belum terbit. Ia tahu apa yang harus ia lakukan hari ini.