"Night." kata Satrya kemudian mematikan sambungan teleponnya sambil tersenyum. Ia kemudian membalikan badannya hendak masuk dari serambi ke dalam rumah eyangnya. Ia memeluk kedua tangannya kedinginan.
"Cie!" seru seorang wanita muda berkulit coklat manis dan wajah cantik seperti versi wanita Satrya dengan rambut yang dijepit di belakang kepalanya. "Kok senyum-senyum sendiri, sih? Cewek itu, ya?"
Satrya kaget melihat Hana di hadapannya. Sejak kapan dia di sana? "Eh… mbak."
"Dasar bucin. Padahal besok pagi kita mau berangkat tapi telepon sampai jam segini." katanya sambil tertawa.
"Habisnya Satrya suka banget sih, mbak. Kalau nggak telepon lama nanti Satrya kangen." katanya malu.
"Alah… bucin!" kata Hana memasang muka serius kemudian tertawa geli.
"Eh, mbak juga sama saja. Kok belum tidur? Pasti habis telepon sama Mas Rio, kan?" Satrya balas menggoda Hana.
"Tapi aku sih besok kan berangkat ke Norway ndak kaya kamu di Indonesia. Lagian sudah jadian sama Rio toh. Ndak kaya kamu, ndak ada status!" kata Hana kemudian menjulurkan lidahnya dan berlari ke dalam.
Ah iya juga. Kapan ya Satrya bisa melangkah lebih jauh? Apa dia tidak tahu bahwa Satrya belum pernah seserius ini dengan perempuan manapun?