Chapter 8 - Bab 4

"Minggir, gendut!" Lexa mendorong punggung Olive yang sedang berjalan sendirian di taman menuju foodcourt.

Olive hampir terjatuh sampai pundaknya menabrak salah satu pohon di sana. Ia menoleh pada keenam bidadari cantik di belakangnya, terutama pada Patty yang, seperti biasa, berjalan di paling depan di sebelah Lexa. Patty memandang muka Olive dengan pandangan menghina.

"Sendirian saja?" ejek Debby sambil tertawa.

"Hush jangan gitu! Ada induknya nih di sini." kata Sharon sambil menepuk pundak Patty kemudian tertawa.

"Ew no!" kata Patty sambil tertawa memandang teman-teman barunya.

"Kalau gitu gua boleh adopsi Olive? Biar gua yang jadi induknya."

Semua melihat ke arah sumber suara. Nick sedang membantu Olive untuk berdiri tegak, tidak memedulikan QS sama sekali. Setelah Olive berdiri tegak, Nick berdiri di depan Olive menghadap QS dengan senyuman khasnya. "Boleh kan?" katanya kemudian melihat Patty dengan tatapan kesal.

"Nicky, come on! Sadar! Buat apa lu bantu orang kaya Olive? Lu belum tahu kebusukkan dia, kan? Apa yang dia lakukan ke Patty." kata Lexa sambil bertolak pinggang dan memiringkan kepalanya menatap Nick dengan tatapan kasihan.

"Gua percaya, apa pun yang dia lakukan nggak sekejam yang kalian lakukan. Secara gua sudah kenal dia bertahun-tahun. Iya kan, Pat?" kata Nick menatap Patty dalam-dalam.

"Kayanya selama ini gua nggak pernah benar-benar kenal dia. Gua hanya kasihan sama dia dan dia manfaatin gua. Iya kan, Live?" kata Patty sambil melipat kedua tangannya di depan dada.

Nick tertegun sebentar kemudian menoleh melihat Olive. Ia ingin melihat reaksi Olive untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Olive menunduk menatap tanah, tidak dapat berkata apa pun.

Lexa terlihat sangat muak dengan pemandangan di depannya. Ia memutar bola matanya dan menyadari sesuatu, banyak sekali siswa-siswi yang berkerumun melihat mereka dengan penasaran tetapi tidak berani mendekat. Suatu pikiran terbesit dalam benak Lexa, membuatnya tersenyum kemudian berbalik badan menjauhi foodcourt. "Girls kalian duluan saja ke foodcourt. Gua mau lakukan sesuatu dulu." katanya kemudian menoleh kepada Patty dan berkata. "Pat ikut gua."

Patty mengikuti Lexa berjalan menuju gedung sekolah dan menaiki tangga ke lantai 4, tempat laboratorium-laboratorium, perpustakaan, dan ruang siaran berada. Lexa berjalan dengan sangat cepat sampai membuat Patty kesulitan mengejarnya.

Lexa mendorong pintu coklat yang besar dan berat dengan kedua tangannya membuat siswa yang duduk di sana terlonjak berdiri. Siswi yang saat itu menjadi penyiar radio GIS, yang sedang duduk dalam ruangan siaran yang dibatasi dengan kaca, menatap Lexa dan Patty dengan kaget.

"Wah guys kita kedatangan tamu spesial!" serunya kemudian melambaikan tangan pada Lexa dan Patty menyuruh mereka masuk.

Lexa dengan cepat masuk ke ruangan itu dan mengambil headset yang ada di sebelah penyiar dan duduk menghadap mic yang kosong. "Hey guys!" seru Lexa ceria.

Patty tersenyum dengan canggung pada siswa yang menjadi manajer siaran radio GIS masih terkaget-kaget itu. "Boleh duduk?" tanya Patty dengan canggung sambil menunjuk kursi yang kosong sedari tadi.

Siswa itu mengangguk sebelum kemudian ikut duduk di sebelah Patty.

"Gua Lexa. You know Lexa who (kalian tahu Lexa siapa)!" seru Lexa ceria.

"Mau apa kalian?" tanya siswa itu bingung menatap Patty, membuat Patty tidak enak.

"Sorry tapi gua nggak tahu." Kata Patty sambil menatap siswa itu dengan penuh rasa bersalah.

"Qualified Squad~!" seru Lexa memancing seluruh anggota QS untuk menyanyikan jingle mereka.

"The most qualified girls in the universe~! (para perempuan paling terkualifikasi sejagat raya)" seru anggota QS yang ada di foodcourt.

Patty juga menyanyikan jingle itu sambil menunduk malu. Siswa itu menatap Patty dengan tatapan bingung dan jijik karena jingle tadi.

"First of all, Debby sayang tolong pesan menu biasa untuk gua dan Patty, ya!" kata Lexa sambil tertawa senang. Hah? Menu biasa apa? Memangnya Patty punya "menu biasa"?

"Ok, tanpa bertele-tele lagi. Kalian pasti tahu apa yang terjadi tadi di taman menuju foodcourt. In case kalian penasaran, ada satu orang yang mencari masalah dengan salah satu anggota QS. Gua nggak mungkin spill apa permasalahannya, tapi siapa pun yang berteman dengan Olive, sekali lagi gua bilang, siapa pun yang berteman dengan Olivia Teguh, siswi tingkat sophomore, akan menjadi musuh QS dan Bandha Bandhu. Kalian tahu betul apa artinya itu, kan? Hidup kalian nggak akan tenang di GIS."

Patty kaget sampai hampir tersedak ludah sendiri rasanya. Walaupun apa yang Olive lakukan bukanlah hal yang baik, tapi sepertinya apa yang Lexa lakukan ini sangat kejam.

Semua anggota QS bersorak begitu juga dengan anggota Bandha Bandhu. Tidak termasuk Nick yang duduk di meja kantin dengan Olive yang tiba-tiba menjadi sorotan siswa-siswi di lantai 1 foodcourt. Bahkan tidak sedikit siswa siswi yang mulai melempar bill makanan atau menertawakan Olive.

"Tenang saja, Live." Kata Nick sambil tersenyum. "Gua bakal berusaha beresin masalah ini, just like old times (seperti dulu)."

Olive yang ternyata sudah menangis, mengangkat kepalanya menatap Nick. "Thank you."

***

Setelah insiden siaran tadi, suasana kantin menjadi semakin ricuh sehingga Nick tidak dapat berkata apa pun pada Olive. Di kelas pun siswa-siswi terus mengejek Olive, terlebih saat QS sudah memasuki kelas. Berkali-kali Nick menegur semua yang mengganggu Olive. Awalnya usaha Nick berhasil sampai akhirnya Lexa tiba-tiba berdiri sesaat setelah kelas selesai dan berkata. "Guys, like I said before. Siapa pun yang berteman dengan Olive, menjadi musuh QS dan Bandha Bandhu, tidak terkecuali Nicholas Aipassa." sambil menatap Nick tajam.

Kelas menjadi ricuh dan hampir semua siswa dan siswi mengejek Olive, tidak lagi memperdulikan hardikan Nick. Keadaan menjadi semakin keruh karena di kelas-kelas berikutnya, Patty, Lexa, Nick, dan Olive berada dalam satu kelas sehingga kejadian yang serupa terus berulang.

Saat istirahat siang, keadaan menjadi semakin parah. Nick yang sedang menuntun Olive menuju taman di sudut belakang GIS tiba-tiba dihadang oleh beberapa siswa sebelum sempat melewati foodcourt. Salah satu dari mereka menyiram Olive dengan kuah bakso panas dari belakang. Nick yang melihat hal itu dengan sigap menepis tangan siswa tersebut dan menarik Olive. Akibatnya, seragam Nick pun ikut terkena siraman kuah bakso.

Siswa-siswi di sana bersorak ricuh. Nick langsung menarik Olive, menerobos kerumunan dan pergi dari sana menuju gedung parkir. Semua siswa-siswi yang ada di sana semakin ricuh meneriaki mereka sedangkan Patty menyaksikan semuanya dari balkon foodcourt lantai 2 dengan tatapan dingin.

Ia berdiri menggenggam besi penjaga di ujung balkon. Kesal sekali melihat Nick yang bertindak seakan sebagai pahlawan Olive. Apa-apaan itu? Sejak dulu… Nick kan selalu membela Patty. Tapi sekarang?

***

Nick mengendarai motor Dukatih XDiavel hitam melewati portal perumahan di daerah Pasteur Bandung. Berkendara di sini benar-benar membawa begitu banyak kenangan dalam benak Nick. Meskipun sudah bertahun-tahun tidak ke sini, Nick masih ingat betul letak rumah Olive.

Nick terus berkendara sampai di rumah yang berada di ujung jalan. Rumah dengan gerbang kayu coklat tua dan benteng dari batu-batu kali berwarna abu-abu. Nick membuka kaca helm fullfacenya untuk melihat gerbang itu dengan lebih jelas. Kangen sekali rasanya.

Nick mematikan mesin motornya, menegakkan badannya dan mengeluarkan ponselnya. Ia mengetik pesan untuk Olive, memberitahu bahwa dirinya sudah sampai di depan rumah Olive. Selesai mengirim pesan itu, Nick menghembuskan napas. Ia lelah.

Setelah insiden penyiraman tadi siang, Nick menawarkan Olive untuk pulang dengannya naik motor, tetapi Olive menolak. Ia memilih untuk pulang sendiri. Entah bagaimana Nick tahu Olive ingin memiliki waktu untuk menangis sendirian. Karena itu, Nick meminta Olive untuk bertemu setelah maghrib di rumah Olive. Nick sangat khawatir bila membiarkan Olive benar-benar sendirian dalam kondisi yang Olive hadapi sekarang. Bagaimana kalau Olive sampai kenapa-napa dan...

Nick mengusap lehernya. Untuk apa juga dia mengingat-ingat apa yang terjadi tadi siang? Membuatnya makin lelah saja.

Nick melepaskan helmnya dan mengacak rambutnya sedikit supaya tidak terlalu lepek. Ia melayangkan pandangannya ke rumah yang ada di sebelah rumah Olive, rumah yang ia lewati tadi. Rumah yang berada di belakang pagar pendek berwarna abu. Rumah 1 lantai model Belanda berwarna putih gading dengan atap berwarna merah bata yang sudah mulai lusuh dan taman yang cukup luas ditanami dengan pohon mangga dan bougenville dan aneka bunga di pot di serambinya. Agak berbeda dengan rumah Patty yang Nick ingat.

Nick tertawa. Tentu saja! Ia sudah pergi berapa tahun? Masa rumah Patty masih begitu-begitu saja? Tapi... siapa anak perempuan yang duduk di ayunan rotan putih di serambi rumah itu?

Gadis itu sedang menatap Nick dengan seksama sampai Nick merasa kikuk. Berusaha berlaku sopan, Nick tersenyum sambil mengangguk kemudian cepat-cepat berpura-pura bermain dengan ponselnya lagi.

Gerbang rumah Olive berdecit membuat Nick terlonjak kaget.

"Hey!" seru Olive. Ia keluar dari gerbang dan kembali menutup gerbang tersebut kemudian berbalik menatap Nick dengan muka yang ceria.

Nick tersenyum lega melihat Olive kembali menjadi ceria. "Lu nggak apa-apa, Live?"

Olive tertegun sebentar. Nick mengkhawatirkan dirinya? Pikiran itu membuat senyum Olive bertambah lebar. Ia menggeleng sambil menjawab "Nggak apa-apa. Ayo! Kita mau kemana?" tanyanya bersemangat kemudian berusaha naik ke boncengan Nick.

"Eh sebentar! Lu nggak dingin apa?" tanya Nick sambil memiringkan badannya, berusaha menghadap Olive yang sudah hampir menginjak step motor Nick.

Olive, yang hanya memakai kaus hitam tangan pendek dan jeans hitam yang luntur dan sepatu sandal, menggelengkan kepalanya. "Gini-gini gua kuat juga loh!"

Nick mengangkat bahunya kemudian memiringkan motornya sedikit supaya Olive dapat naik dengan lebih mudah. Nick kemudian menoleh dan menatap Olive "Live, gua nggak bawa helm lagi nih. Nggak apa-apa, ya, lu nggak pakai helm?"

Olive menggangguk sambil tersenyum. Nick tersenyum menanggapi itu, membuat hati Olive terasa dingin. Nick yang memakai jaket kulit hitam dengan jeans biru tua dan kaus tangan hitam terlihat sangat tampan dan gagah. Duh, bagaimana ini?

***

Olive duduk di kursi panjang yang terbuat dari kayu di hadapan meja kayu besar dengan taplak meja dengan motif kotak-kotak merah-putih kecil di Rumah Makan Gelfara. Salah satu rumah makan sunda yang terkenal dan mahal di daerah Dago. Rumah makan ini memiliki konsep yang unik dengan bangunan yang tampak seperti saung dari depan. Terdapat ijuk yang menutupi atap besar rumah makan ini yang memiliki dinding yang terliht seperti dibuat dari anyaman bambu. Di dalam pun dinding rumah makan ini dilapisi dengan wallpaper bercorek anyaman bambu. Lantainya dibuat dari ubin oranye kecoklatan, meja kasir dari anyaman bamboo begitu juga dengan mayoritas meja dan kursi di sana. Meskipun demikian, kursi-kursi itu diberi bantalan dan bantal sungguhan agar para pengunjung dapat duduk dengan nyaman. Satu-satunya kursi yang tidak dibuat dari bamboo adalah kursi kayu panjang yang diduduki Olive ini.

Rumah Makan Gelfara in juga memiliki dekorasi yang unik dimana terdapat banyak wayang yang besar, sebesar pria dewasa, beridiri di dekat tangga dan di pintu masuk dan beberapa menempel pada dinding-dinding. Tangga menuju lantai 2 terbuat dari ubin yang sama dengan lantai dengan pegangan dari bamboo yang sudah dihamplas sehingga halus.

Lantai 2 rumah makan itu memiliki atap yang memiring, mengikuti bentuk kerucut atap rumah makan itu. Tetapi hanya sebagian lantai 1 rumah makan itu yang tertutupi lantai 2. Karenanya, pengunjung yang ada di lantai 2 dapat berdiri di ujung lantai 2 dan berpegangan pada pagar pembatas sambil menikmati indahnya Kota Bandung dari sisi kanan Rumah Makan Gelfara, tempat dimana Olive duduk, yang selalu terbuka dan juga dari jendela atap di sissi kanan atap Rumah Makan Gelfara.

Di tengah kerucut atap berwarna coklat tua itu, tergantung lampu gantung besar dari besi berwarna hitam dengan satu lampu kuning besar di tengah dan enam lampu kuning di sekelilingnya. Lampu itu bergaya Sunda kuno yang indah. Instrumen angklung lagu Sunda pun mengalun lembut membuat suasana menjadi semakin nyaman dan homy (seperti di rumah).

Olive menatap pemandangan Bandung di depannya dengan hati berat. Kenapa ini semua harus terjadi padanya?

"So tell me about it (nah, ceritain ke gua dong)."

Olive menoleh, melihat Nick yang datang lalu duduk di sebelahnya. Dengan sigap, Nick mengambil secangkir susu coklat panas dari nampan yang dibawa pelayan tepat di belakangnya dan menyerahkan cangkir itu pada Olive. Olive menerima cangkir itu dan menyeruputnya sedangkan Nick mengambil gelas tinggi berisi es teh leci manis miliknya dari nampan pelayan tersebut.

Olive menghembuskan napasnya dengan senang. Susu coklat panas, udara malam di kawasan Dago atas, dan pemandangan Kota Bandung yang indah. Benar-benar memukau.

"Cantik, ya?" kata Nick memandang pemandangan Bandung di depan mereka. "Selama gua di Korea, gua sering banget mimpi main ke sini lagi sama kalian."

" 'kalian'?" tanya Olive sambil menoleh pada Nick. Maksudnya Olive dan Patty?

Nick mengangguk masih sambil menatap pemandangan di depannya. "Ya, kalian. Lu, Patty, dan Lexa. Waktu SD kita sering ke sini 'kan? Gua ingat dulu waktu bokap gua dan bokap Lexa survey tanah untuk penginapan, kita pasti lari-lari di sini. Teriak-teriak."

"Ya, tapi yang lari-lari 'kan cuman kalian. Gua biasanya cuman duduk di ujung." Kata Olive mengenang masa lalu mereka. Saat itu, orang tua Nick dan orang tua Lexa memang berencana membuat sebuah penginapan dengan pemandangan Kota Bandung di daerah sini. Ibu Patty, yang waktu itu adalah sekretaris pribadi ibu Nick, ikut dengan mereka sambil membawa Patty. Tentu Patty selalu mengajak Olive juga. Jadilah mereka berempat selalu duduk di kursi kayu itu setelah lelah berlari kejar-kejaran sampai lewat maghrib lalu makan malam di sana, di Rumah Makan Gelfara milik ayah Nick. Benar-benar menyenangkan menyantap hidangan di meja yang berbatasan langsung dengan pagar, menawarkan pemandangan Kota Bandung yang indah. Namun biasanya Olive terlalu takut untuk ikut bergabung bersama mereka meskipun Patty dan Nick sudah mengajaknya berkali-kali untuk bergabung. Ya, Olive terlalu takut dengan Lexa yang sedari kecil sudah sangat bersinar.

Nick tertawa. "Ya, dari dulu sampai sekarang lu selalu pendiam sih, Live. Jadi banyak yang mudah salah paham tentang lu."

Olive jadi kesal mendengarnya. Maksudnya apa sih? Tapi Olive tidak berani berbuat apa-apa jadi ia hanya menatap pemandangan di depannya dengan kesal dan meminum susu coklatnya.

"Jangan pundung, dong!" canda Nick sambil menyikut Olive pelan kemudian tertawa.

Alih-alih tertawa, mata Olive malah memanas dan air mata mulai bercucuran dari pipinya. Ia kesal sekali. Bahkan saat ini pun di mata Nick semua yang terjadi hanyalah kesalahpahaman karena ia terlalu pendiam? Padahal Nick bahkan tidak tahu apa-apa!

"Eh, Live!" Nick mulai gelagapan. Ia meletakan gelasnya di meja dan mendekat pada Olive. Dengan bingung dan kikuk Nick berusaha menepuk pundak Olive. Ia harus bagaimana? Memangnya ia buat salah apa sampai Olive menangis?

Nick yang bingung harus bagaimana akhirnya teringat sesuatu: makanan manis! Ia langsung berdiri dan menghampiri pelayan sedangkan Olive yang masih menangis mulai berpikir bahwa Nick meninggalkannya karena sudah lelah dengan tangisan Olive. Sekarang Olive harus bagaimana? Ia tidak punya siapa-siapa lagi.

Tangisan Olive semakin menjadi. Memang ia tidak bersuara, namun air matanya semakin deras mengalir dan beberapa kali ia terseguk karena tangisannya. Ia harus melakukan sesuatu agar Nick tidak meninggalkannya. Harus! Lagipula, Nick satu-satunya orang yang perhatian dengannya sekarang.

Olive menoleh perlahan karena merasa pundaknya ditepuk pelan. Nick mengulurkan sebatang coklat dengan muka bersalah. Olive mengambil coklat itu dari tangan Nick sambil masih terisak sesekali.

"Sorry, gua nggak maksud buat lu nangis." kata Nick kemudian duduk di sebelah Olive, memperhatikan Olive yang sedang membuka bungkusan coklat itu perlahan. Suasana yang hening itu terpecahkan karena suara tawa Nick.

"Apa?" tanya Olive galak sambil mengunyah coklatnya.

Nick tertawa semakin keras kemudian berkata. "Muka lu itu loh, Live! Lu bisa berubah banget hanya karena makan coklat. Gua lihat muka lu pelan-pelan berubah ceria setiap lu gigit coklat."

Olive menelan coklatnya dan menatap coklat di tangannya dengan perasaan… entahlah. Bahagia? Ia senang sekali rasanya. Tapi kenapa, ya?

Nick berhenti tertawa dan tersenyum melihat Olive yang akhirnya dapat tersenyum kembali. Ia mengangkat tangannya dan menepuk kepala Olive sambil berkata. "Nah, gitu dong! Jangan cemberut lagi."

Olive semakin tidak mau mengangkat kepalanya. Ia menggigit coklatnya sekali lagi untuk menyembunyikan senyum malu-malunya. Duh jangan samapi deh Nick tahu Olive sedang segembira ini. Malu banget!

"Live," kata Nick. "Gua nggak mau lihat lu dan Patty berantem. Sedih banget gua lihat Patty tadi sampai dorong lu begitu."

Apa? Nick khawatir pada Olive? Itukah alasannya kenapa Nick begitu peduli pada Olive sejak pagi tadi?

"Kalau lu nggak keberatan, Live, gua boleh tahu apa masalah kalian? Siapa tahu kalian bisa berteman lagi seperti dulu. Gua nggak mau lihat kalian begini."

Olive menelan coklatnya dan menatap Nick. "Lu mau tahu?"

Nick mengangguk.

Olive membuka mulutnya, ia baru saja hendak memberitahu Nick semua yang terjadi. Tentang Patty, QS, Lexa, dan Satrya. Tentang betapa kecewanya Olive karena harapannya hancur. Tentang Patty yang kemudian memilih meninggalkan Olive setelah semuanya yang mereka lalui. Tapi… tapi Olive ingin memastikan bahwa apa pun yang ia katakan tidak akan membuat Nick menjauh dari dirinya. Haruskah… Olive berbohong? Tapi kalau memang Nick peduli padanya harusnya apa pun yang terjadi Nick tidak akan meninggalkan Olive, kan? Buktinya saja Nick sampai rela dimusuhi satu sekolah demi Olive. Tentu…tentu Nick adalah seorang pahlawan di mata Olive. Olive ingin memiliki Nick sepenuhnya. Nick, adalah milik Olive!

"Tapi Nick, kenapa lu begitu mau tahu?"

Nick tersenyum melihat Olive. Nick terlihat sangat tampan malam itu. Tidak setampan Satrya tapi lebih menawan hati Olive. Nick melayangkan pandangannya ke pemandangan malam Kota Bandung di hadapannya sambil menghembuskan napas dan berkata. "Karena gua nggak mau kalian bermusuhan. Karena gua tahu, Patty pasti punya alasan kenapa ia jadi seperti itu."

"Patty?" jangan bilang alasan Nick ingin tahu adalah… Nick tidak percaya bahwa Patty juga jahat!

Nick kembali menghadap Olive dan memandang Olive tepat di matanya, membuat jantung Olive sulit berdetak. "Iya, gua yakin Patty nggak jahat. Gua yakin…"

Mata Olive mulai berkaca-kaca lagi. Ia cepat-cepat menundukan kepalanya dan menghapus air matanya. Jadi Nick peduli pada Patty, bukan padanya. Bodoh banget Olive!

"Live, kenapa…" Nick tidak menyelesaikan kalimatnya. Sudah dua kali ia membuat Olive menangis dalam waktu kurang dari satu jam. Nick yakin, yang salah adalah dirinya. Ia pasti melakukan sesuatu yang menyakiti Olive. Tapi apa?

"Nick," kata Olive. Air matanya terus bercucuran dari matanya tapi ia sudah membulatkan tekadnya. Ia tidak akan membiarkan apa pun diambil lagi dari dirinya. "Gua akan cerita semuanya supaya lu tahu orang macam apa Patty itu."

Baiklah, kalau itu yang harus ia lakukan, Olive akan "membumbui" ceritanya agar Nick tidak lagi ada di sisi Patty. Agar Nick ada di sisi Olive sepenuhnya.

***

Semua mata tertuju pada Patty saat Patty turun dari Mercedex Lexa. Lexa, yang sudah turun sebelum Patty, mengangkat kepalanya dengan anggun dan tersenyum pada…dirinya sendiri. Patty yang masih belum terbiasa dengan semua itu menggaruk kepalanya kikuk kemudian buru-buru berdiri di sebelah Lexa supaya ia tertular sedikit kepercayaan diri Lexa.

Mereka berjalan bersama menuju loker dan kelas. Patty masih belum dapat percaya bahwa ia ternyata senang dengan perhatian semacam ini. Ia merasa dirinya cantik, terkenal, berkelas, dan penting. Sesuatu yang ia tidak pernah rasakan saat ia masih berteman dengan Olive. Bukan lagi perasaan malu karena dilihat seperti induk ayam, melainkan perasaan bangga layaknya seorang selebriti.

Oh, satu hal lagi yang sangat Patty sukai! Sebelum ia bergabung dengan QS, jumlah pengikut di ingstaramnya hanyalah sekitar 4.000 orang. Tetapi setelah ia sering muncul di story Lexa, jumlah pengikutnya naik dengan cepat. Apalagi setelah ia masuk ke QS. Jumlah pengikutnya sekarang sudah lebih dari 15.000 orang. Tinggal tunggu saja. Siapa tahu nanti akan ada tawaran endorse untuknya.

Patty duduk di kursi kebangsaan barunya. Di tengah kelas di antara Sharon dan Ayu. "Halo!" sapa Patty girang sambil meletakan tasnya sedangkan Lexa langsung duduk di kursinya di sebelah Sharon, dekat dinding, dan langsung mengeluarkan ponselnya, memulai ingstaram livenya.

"Hey!" sapa Sharon dengan ramah. Hanya sebentar sebelum kemudian ia kembali sibuk dengan ponselnya. Pasti sedang trading saham atau crypto seperti biasa. Ayu yang sedang berbaring malas di mejanya, mengangkat kepalanya sesikit, hanya tangannya lemas pada Patty, kemudian kembali meletakan dahinya di atas tangannya.

Patty duduk dan tersenyum bahagia. Rasanya hidupnya sudah sempurna. Apalagi…

Patty mengeluarkan ponselnya dan melihat satu pesan di whatsin-nya yang belum ia buka "Good morning my pretty Patty. " bunyinya.

Ya, inilah kehidupan yang semua siswi impikan bukan? Masuk geng hits, disukai oleh siswa yang paling popular di sekolah, tetap mendapat nilai bagus, kaya, modis, disayang orang tua. Apalagi yang kurang?

Patty mengetik balasan pesan untuk Satrya dengan cepat. "Morning." katanya. Memang harus sedikit jual mahal, kan?

Tiba-tiba suasana kelas menjadi ricuh, membuat Patty mengangkat kepala dari ponselnya dan melihat… Nick yang sedang berjalan di depan Olive, melindungi Olive dari lemparan kertas dan bolpen dari siswa-siswi di kelas itu. Semua bersorak mengejek mereka.

Patty terperangah. Ia tidak menyangka Nick akan terus melindungi Olive sampai seperti ini. Untuk apa, sih? Nick kan dari dulu selalu melindungi Patty, kenapa sekarang tiba-tiba melindungi Olive?

Nick menarik Olive agar berjalan di depannya sambil melewati lorong antar meja siswa agar Nick bisa melindunginya dari belakang. Mereka melewati Patty dan Nick melirik ke arah Patty dengan marah.

Itu adalah pertama kalinya Patty mendapat tatapan marah Nick seperti itu. Patty ingat, waktu mereka masih SD dulu, Patty sering diganggu oleh siswa-siswa sebaya Nick, terutama teman-teman Nick dan Satrya. Suatu kali Patty diganggu sampai menangis oleh mereka dan Nick datang dan langsung memukul mereka satu persatu. Patty masih ingat tatapan Nick saat itu. Tatapan marah Nick ternyata masih belum berubah.

Patty kesal sekali sampai ingin menangis rasanya. Kenapa Nick malah membela Olive, sih? Apa Nick tidak tahu kalau yang seharusnya dibela itu Patty?

***

Hari ini tidak seperti biasanya, Lexa mengusulkan agar meja QS dan Bandha Bandhu di foodcourt digabung lagi. Seperti biasa, Queen Lexa memerintah para budak, anggota Bandha Bandhu, terutama budak kesayangannya, Ilyas, untuk bekerja rodi mengangkut meja, kursi dan sofa di sana agar menempel pada meja QS. Sejak saat itu, karena itu adalah titah seorang Queen Lexa, meja mereka tidak pernah dipisahkan lagi.

Banyak drama yang terjadi. Mulai dari Ilyas yang terlihat sangat keren saat semua ototnya terlihat jelas saat mengangkat meja bersama teman-temannya, kelakuan Satrya yang ikut berusaha membuat otot-ototnya semakin menonjol agar tidak kalah gagah, sampai kaki Zaki yang tertindih kursi saat Wilson tidak sengaja menjatuhkan kursi di atas kakinya, Zaki dengan berlebihan berguling-guling di lantai. Semua anggota QS dan Bandha Bandhu tidak berhenti tertawa. Semuanya, kecuali Patty yang hanya ikut tertawa basa-basi tanpa benar-benar mengetahui apa yang terjadi.

Saat akhirnya semua sudah duduk di meja dan menunggu pesanan, suasana di meja itu pun riuh ramai. Ilyas yang mengelus-elus Lexa yang sedang menempel pada pundaknya dengan manja seperti kucing, Zaki yang sibuk ber-drama queen pada Wilson yang tidak memedulikan Zaki sama sekali sehingga membuat drama Zaki menjadi semakin konyol, dan Satrya yang terus merangkul Patty sambil sekali-kali menggoda Patty. Semua merasa terhibur dengan kelakuan para laki-laki itu. Tentu saja, kecuali Patty. Patty hanya menanggapi Satrya seadanya dan ikut tertawa saat yang lain tertawa. Tapi tetap saja pikirannya kembali ke pemandangan sepanjang pagi ini saat Nick terus melindungi Olive dari sorakan maupun kejahilan teman-teman sekelas mereka.

Suasana hati Patty masih tetap seperti itu sampai jam pulang sekolah. Tanpa sadar, Patty mengikuti Lexa keluar sekolah. Toh, memang tadi pagi Lexa mengajak Patty untuk pulang bersama.

"Pat!" panggil Lexa dengan keras setelah sekian kali memanggil Patty.

Patty tersadar. Mereka sekarang ada di depan gedung parkir. Hah? Untuk apa mereka ke sini? Lexa 'kan tidak bawa mobil.

"Itu, Bang Satrya dari tadi ngomong sama lu!" kata Lexa sambil menunjuk Satrya yang berdiri memandang Patty bingung. Patty baru sadar Satrya hari itu terlihat begitu tampan dengan jaket basketnya. Kedua tangan Satrya berada dalam sakunya dan kepalanya miring memandang Patty dengan penuh perhatian.

"Lu nggak apa-apa Pat? Atau kita mau date besok saja?" tanya Satrya.

"Date?" tanya Patty bingung.

"Lah lu gimana sih, Pat? Kan tadi di foodcourt Bang Satrya ajak lu date sepulang sekolah!" kata Lexa dengan tidak sabar. "Kita jadi double date nggak nih?"

"O… oh…" Patty tergagap. "Oh iya, hayu!" kata Patty. Siapa tau dengan pergi double date ia dapat menjauhkan pikirannya dari Nick dan Olive. Lagipula untuk apa dia memikirkan Nick saat sudah ada Satrya? Satrya kan jauh lebih segala-galanya daripada Nick.

Satrya tersenyum lebar, membuat wajahnya terlihat semakin tampan. Ia langsung maju merangkul Patty dengan gemas. "Nah gitu dong, my pretty Patty! Tinggal nunggu Ilyas, nih. Dia kemana ya?" tanyanya pada Lexa.

Lexa mengangkat bahu dan melihat ke sekeliling dengan tidak sabar. "Duh! Kenapa sih dia lelet banget?" baru saja Lexa hendak mengeluarkan ponselnya untuk menelpon Ilyas, tiba-tiba Nick dan Ilyas muncul dari belakang Patty. Nick memegang pundak Patty sampai Patty terlonjak, Satrya yang sedang merangkul Patty dengan cepat menarik Patty ke belakang punggungnya, membuat Patty berdebar. Rasanya seperti berada di film-film romantis dimana tokoh prianya melindungi tokoh wanitanya.

Lexa yang menyaksikan semua itu hanya membuang mukanya dengan ekspresi jijik. Tentu saja. Berlebihan sekali, sih!

Ilyas meninggalkan Nick dan berjalan menuju Lexa yang sedang membuang pandangannya jauh-jauh ke gedung parkir. "Hey sayang, sorry ya aku lama. Tadi tiba-tiba ketemu Nick…"

Lexa memandang Ilyas sambil cemberut. "Jadi kamu lebih milih nemenin Nick daripada aku?"

"Bukan gitu sayang…"

Nick yang tadinya memasang muka marah saat menepuk pundak Patty berubah menjadi jijik setelah melihat drama antara Lexa dan Ilyas. Kenapa sih? Ada apa sih dengan novel ini?

"Ada apa Nick?" tanya Satrya setelah untuk beberapa saat dibuat diam oleh sang penulis supaya Patty semakin berdebar-debar.

"Pat," kata Nick tanpa menghiraukan Satrya. Ia menatap mata Patty yang masih terlihat kaget dan bingung. "Ikut gua sebentar."

"Kalau lu mau ngomong sama Patty, ngomong di sini saja." kata Satrya sambil memegang pergelangan tangan Nick dan mengangkatnya dari pundak Patty.

Nick meringis sedikit kemudian menarik tangannya dari genggaman Satrya dengan kasar. Patty baru sadar, pergelangan tangan Nick berdarah dan lebam. Tidak seperti biasanya, Nick tidak memakai jam tangan ataupun gelang hari ini. Mungkin ia tahu kalau jam dan gelangnya bisa rusak karena ulah siswa-siswi GIS. Tidak hanya itu, seragam dan rambut Nick juga kusut. Kemeja seragam Nick keluar sedikit dari celananya, sabuk seragam Nick juga sudah bergeser agak ke samping. Apa yang siswa-siswi lakukan pada Nick sih? Lagi pula, buat apa Nick sampai mati-matian membela Olive seperti ini?

"Lu mau apa, Nick?" tanya Patty sambil melangkah ke depan, sejajar dengan Satrya, menatap Nick dengan tegas tepat di matanya.

"Gua cuman mau tahu. Kenapa lu jahat banget sama Olive?" kata Nick sambil memegang tangannya yang mulai berdarah lagi setelah ia menarik tangannya dari Satrya.

Patty tertawa sinis sambil membuang tatapannya ke atas, melihat pohon-pohon di atasnya sambil menenangkan dirinya sedikit sebelum kemudian menatap Nick. "Kenapa sih lu peduli banget sama Olive? Nick, lu nggak sadar lu buat hidup lu sendiri jadi miserable karena dia?"

"Gua nggak lakuin ini buat Olive." kata Nick masih dengan tatapan kesal pada Patty. "Please Pat gua mau kalian akur lagi seperti dulu." pandangan Nick mulai melembut pada Patty, membuat Patty mulai luluh.

"Nick, kalau lu nggak tahu masalahnya nggak usah sok-sok baik, deh." kata Lexa dari belakang Patty. Menyadarkan Patty dari keluluhan hatinya. "Kalau sekarang lu mau tinggalkan Olive, lu masih bisa diterima lagi di Bandha Bandhu," Satrya mengangguk menyetujui hal itu kemudian Lexa melanjutkan, "Lu nggak akan dimusuhi lagi. Lu bisa hidup normal lagi."

Nick menggelengkan kepalanya. "Kalau gitu, Olive jadi sendirian."

"Apa sih?!" amuk Patty, membuat semua orang di sana terkaget-kaget. Patty yang biasanya tenang tiba-tiba meledak. "Olive lagi, Olive lagi. Sejak kapan lu berubah jadi bodyguard Olive?!"

Nick kaget menatap Patty bingung. "Gua…"

"Lu bahkan nggak tahu alasannya kenapa gua pergi dari Olive!" Patty semakin histeris.

"Karena Olive sekarang seperti beban buat lu, kan? Dia mengekor lu kemana-mana?" tanya Nick lembut, mengingat cerita Patty waktu itu padanya.

Lexa tertawa kemudian berjalan menuju Nick dengan gaya khasnya yang lebih terlihat angkuh daripada anggun. "Nicky…Nicky… kalau alasannya hanya sebatas itu, kenapa baru sekarang Patty bergabung dengan QS?" Lexa sampai tepat di depan Nick dan menepuk pundak kanan Nick pelan. Nick kembali meringis. Apa lagi yang terjadi pada pundaknya?

Lexa cukup kaget melihat itu, tapi alih-alih meminta maaf, ia berkata, "Aw did I hurt you?" Lexa mendengus sinis sambil menyeringai sebelum melanjutkan, "No I didn't, pilihan lu untuk berada di sisi Olive bahkan tanpa tahu cerita sebenarnya, itu yang buat lu sakit."

"Gua sudah dengar cerita dari Olive," kata Nick. "Makanya, gua mau dengar cerita dari sisi Patty." Nick memandang Patty dengan tatapan memohon.

"Heran deh gua, Nick. Kenapa sih lu jadi segininya sama Olive?" Patty tidak dapat lagi menutupi rasa cemburu di hatinya. Saat mereka SD dulu Nick selalu membela Patty dan hanya Patty. Tapi sekarang Nick malah membela Olive? "Ya sudah kalau memang itu mau lu, kita lihat apa lu masih bisa bela Olive sehabis ini."

***

Satrya keluar dari gedung parkir dan berjalan ke luar gerbang sekolah, melewati arus siswa-siswi yang berjalan masuk. Tidak sedikit siswi yang memandang Satrya dengan kagum dan, seperti biasa, Satrya hanya tersenyum sopan menanggapi tatapan itu.

Satrya sampai di depan gerbang dan berhenti sebentar mencari keberadaan siswi yang ia tunggu-tunggu setelah semalaman mempertimbangkan apa yang harus ia lakukan hari ini pada siswi ini. Beberapa pasang mata siswi melihat Satrya dengan heran sekaligus terpesona.

Akhirnya Satrya menemukan Olive, bukan siswi yang ia cari tetapi setidaknya ia menemukan sahabat dekatnya. Ia berjalan menghampiri Olive yang sedang tertunduk memandangi tanah. Tentu saja, kenapa tidak terpikirkan oleh Satrya bahwa Patty pasti akan berjalan menghampiri gerbang ini untuk bertemu dengan Olive?

Satrya berdiri tepat di depan Olive dan Olive mengangkat kepalanya dengan perlahan. Satrya tahu betul tatapan itu, tatapan terpesona. Satrya yang merasa jengah berdeham sebentar dan memegang lehernya kemudian mengalihkan pandangannya pada beberapa siswi yang sedang memasuki gerbang sekolah "Em, Live, gua boleh minta nomor Patty?"

"Apa?" tanya Olive. Satrya memandang Olive dan melihat muka Olive berubah kecewa. Ya ampun, masa Olive benar-benar berharap Satrya akan suka padanya?

"Boleh gua minta nomor Patty?" tanya Satrya sekali lagi.

Olive melihat ke sekitar kemudian menatap Satrya. Mukanya merah padam dan matanya mulai berkaca-kaca kemudian ia menunduk. "Bang, ternyata benar ya abang suka sama Patty?"

"Apa?"

"Sejak SD gua sering perhatikan abang… tatapan kita sering bertemu. Ternyata… aku nggak sangka ternyata abang suka sama Patty," kata Olive masih sambil menunduk.

"Em... iya sorry kalau lu salah paham." kata Satrya bingung harus bagaimana. Ia menggaruk lehernya dan memberikan ponselnya pada Olive.

Olive mengangkat kepalanya dengan kaget. Perlahan ia mengambil ponsel Satrya dan mengetik nomor di sana. Di luar dugaan, apakah Olive hafal nomor ponsel Patty? Hebat juga.

Olive menyodorkan ponsel Satrya kembali. "Bang, ini nomor aku." Satrya yang baru saja menerima ponselnya langsung melihat Olive dengan kaget, "Aku pasti kasih nomor Patty kalau abang dan aku pergi dating satu kali. Chat aku, ya."

Setelah berkata begitu, Olive buru-buru masuk ke gerbang sekolah, meninggalkan Satrya yang kebingungan di sana. Mau tidak mau, Satrya terpaksa mengajak Olive berkencan satu kali. Tapi ternyata Olive tetap tidak mau langsung memberikan nomor Patty pada Satrya saat itu. Malah, Olive meminta syarat tambahan dari Satrya. Satrya harus menjadi pacar Olive selama satu minggu. Tentu Satrya akan melakukan apa pun asal Satrya mendapatkan nomor Patty.

Hari Senin, Satrya sudah menunggu Olive di belakang kantin seperti yang telah mereka janjikan lewat whatsin malam sebelumnya. Tiba-tiba Olive datang sambil menangis dan menghampiri Satrya kemudian menyender pada dinding belakang kantin.

"Ada apa?" tanya Satrya pada Olive.

"Patty, dia tahu kita pacaran."

"Loh, kamu sudah bilang pada Patty?" tanya Satrya kaget. Rasanya Satrya hanya mengajak Patty untuk double date, itu kan bukan berarti Satrya memberitahukan Patty kalau mereka pacaran.

"Ya, dan Patty marah besar. Dia dorong aku sampai aku jatuh." kata Olive kemudian memperlihatkan lecet pada sikunya.

"Kenapa Patty marah seperti itu?"

"Karena Patty ternyata selama ini diam-diam suka sama Bang Satrya." kata Olive sambil menatap Satrya. "Bang, memangnya kita nggak bisa ya pacaran sungguhan selama satu minggu? Nggak perlu ditutup-tutupi." kata Olive dengan lantang.

Satrya kaget mendengarnya. Tentu saja Satrya tidak mau. Satrya kan setuju untuk pacaran dengan Olive supaya ia bisa berpacaran dengan Patty.

"Kalau Bang Satrya nggak mau, aku akan bilang pada Patty kita batal double date dan aku akan bilang kalau Bang Satrya mempermainkan aku." kata Olive sambil cemberut.

Satrya semakin kaget. Ia tidak menyangka seorang Olive bisa berbuat seperti ini. Tanpa Satrya sadari, Olive sudah mendekatkan bibirnya pada Satrya. Satrya kaget, namun tidak berani menolak. Bagaimana lagi? Ini satu-satunya cara untuk dapat bersama Patty.

BUK!

Terdengar suara orang terjatuh.

Satrya dan Olive langsung menoleh ke arah suara itu. Patty terjatuh di dekat kolam renang. Ya ampun, itu berarti Patty lihat semuanya?

Satrya baru hendak berlari mengejar Patty saat tangannya dipegang oleh Olive. "Bang, kalau abang pergi nanti kita nggak jadi double date loh."

Dengan serba salah Satrya kembali diam di depan Olive. Mereka tetap di sana sampai jam pelajaran pertama selesai kemudian Satrya mengantarkan Olive kembali ke kelas dengan guntai. Namun tentu saja, Satrya tidak ingin masuk ke kelas. Pikirannya sama sekali tidak jernih.

Satrya akhirnya memutuskan untuk pergi ke foodcourt saja sambil menjernihkan pikiran. Tetapi, pucuk dicinta ulam tiba, di sana Satrya malah melihat Patty dan teman lamanya, Nicholas Aipassa.

Senang sekali rasanya Satrya bisa bertemu Patty seperti itu walaupun akhirnya Olive ikut bergabung dengan mereka saat jam istirahat. Tetapi, Satrya tetap tidak berani berkata yang sebenarnya pada Patty bahkan sampai selesai double date pun Satrya masih belum bisa berkata apa-apa. Padahal selama double date Satrya sudah sengaja meninggalkan Olive berdua dengan Surya agar Satrya bisa bersama dengan Patty.

Untung saja Olive tidak datang ke Welcoming Party Nick. Akhirnya Satrya bisa berkata yang sejujurnya pada Patty dan mereka bisa menjadi sedekat ini.

Nick melongo sampai Lexa ingin menjejalkan meatball dari spaghetti bolognaise yang ia pesan. "Jadi kejadiannya gitu?"

Satrya yang duduk di sebelahnya mengangguk sambil meminum Lychee Squash di depannya. Haus sekali setelah bercerita pada Nick panjang lebar tentang dirinya dan Olive. Sedangkan Patty yang duduk di sebelah Satrya masih memandang Satrya dengan setengah tidak percaya. Setiap kali ia mendengar cerita itu, rasanya ia kembali tersipu. Ternyata laki-laki seluarbiasa Satrya rela melakukan itu demi Patty.

Benar, untuk apa Patty cemburu pada Nick yang melindungi Olive sampai terluka? Ia kan sudah punya pangeran yang jauh lebih sempurna di sini.

Karena memikirkan tentang Nick, secara otomatis mata Patty melirik ke arah Nick. Ia cukup kaget karena Nick ternyata sedang memandang Patty dengan ekspresi terkejut dan… entahlah Patty tidak dapat menebak ekspresi apa itu. Mungkin sedih, mungkin… entahlah.

"Jadi lu benci sama Olive karena dia merebut Satrya?" tanya Nick, mukanya terlihat sangat kesal. Santai saja dong! Toh yang memulai perkara duluan kan Olive, bukan Patty. Kenapa sih emosi sekali?

"Bukan," kata Patty dengan nada sesantai mungkin, tapi dari cara ia menusuk lasagna di hadapannya terlihat jelas betapa kesalnya Patty sebenarnya. "Gua nggak habis pikir. Gua sudah berusaha untuk selalu ada buat dia, selalu dengar curhat dia, selalu menemani dia, tapi apa balasannya? Dia malah menghalangi Satrya yang berusaha mendekati gua. Mungkin kalau dari awal dia jujur, gua nggak akan menjauhi dia begini. Bahkan mungkin gua nggak akan…" Patty melirik pada Satrya sebentar. Satrya tersenyum lembut seakan mengetahui apa yang akan Patty katakan, kemudian Patty berkata. "Mungkin gua nggak akan terima Satrya demi Olive."

Patty memakan lasagna-nya dari garpu yang ia genggam sejak tadi. Namun satu hal yang Patty tidak sadari, kata-katanya tadi membuat Satrya benar-benar kesal. Sangat kesal sampai Nick dan Lexa menyadari perubahan di wajah Satrya.

"Ah Nicky! Gara-gara lu, kita jadi batal double date." kata Lexa sambil menusuk-nusuk meatball-nya. Berusaha mencairkan suasana.

Nick tertawa kemudian meninju pelan lengan Ilyas yang sedang menatap Lexa dengan terpesona. "Maaf ya, Lexa dan bucin."

Ilyas menatap Nick bingung, begitu juga dengan Lexa. "'bucin'?" tanya mereka bersamaan.

"Iya, budak cinta!" kemudian Nick tertawa sebelum melanjutkan. "Ilyas kan sudah seperti budaknya Lexa."

"Heh! Kurang ajar!" kata Lexa kemudian memukul kepala Nick dengan tangannya kemudian tertawa dan berkata. "Jadi lu bakal kembali ke Bandha Bandhu, kan? Ayolah Nicky! Masa demi cewek gila itu lu rela dimusuhi satu sekolah?"

Nick terdiam sebentar. Sebenarnya ada beberapa hal yang ia ingin tanyakan pada Satrya tapi…

Nick menatap Satrya sebentar. Satrya sedang mengunyah T-Bone steak nya dengan galak. Sepertinya ia masih kesal. Ya sudah deh, Nick tidak mungkin tanya pada Satrya sekarang. Bisa-bisa Satrya benar-benar meledak.

"Lihat saja besok, ya." kata Nick sambil memperlihatkan senyum cerianya yang khas.

Patty, yang sedari tadi tertawa melihat "pertengkaran" kecil Lexa dan Nick, membeku. Senyum Nick itu, senyum yang dari dulu selalu membuat Patty merasa aman. Rasanya sangat tidak rela kalau Nick… pergi bersama Olive begitu saja.

***

"Nick?!" seru Henny saat melihat Nick di depan gerbang rumahnya. Setengah badannya masih berada di balik gerbang sedangkan kepalanya mencuat keluar dari balik pintu gerbang.

Nick yang sedari tadi menunggu sambil berdiri di samping motornya tersenyum lebar pada Henny. "Halo Tante, lama nggak ketemu, ya?"

"Ya ampun, Nick!" Henny langsung keluar dari gerbang dan memeluk Nick erat-erat. "Kamu gimana? Sehat?" tanya Henny setelah puas memeluk Nick.

"Sehat dong, tante. Duh, tante awet muda banget, ya. Kaya yang nggak menua, deh."

Henny tertawa malu dan berkata "Ah kamu bisa saja. Ayo masuk-masuk."

Henny berjalan mendahului Nick ke dalam rumahnya melalui taman yang cukup luas dengan pohon-pohon bonzai dan diterangi cahaya kuning lampu-lampu taman yang tinggi berwarna hitam. Mereka menyebrangi kolam ikan yang cukup luas dengan jembatan kecil. Nick dapat melihat ikan-ikan koi diam tertidur di bawah pohon-pohon teratai di kiri kanannya. Suasana saat itu memang sangat damai ditambah bunyi jangkrik yang menandakan hari sudah mulai malam.

Baru saja mereka sampai di depan serambi pintu kaca yang lebar, tiba-tiba...

"Kwak! Sampurasun! Rampes!"

(Sapaan dalam bahasa Sunda yang biasa dipakai untuk membuka suatu acara. Kata "sampurasun" sendiri artinya "maaf" seperti ungkapan kerendahan hati sebelum memulai suatu acara sedangkan "rampes" adalah jawaban dari para hadirin yang "mengiyakan" "permohonan maaf" penyelenggara acara. Namun dewasa ini, 'sampurasun-rampes' dipakai dengan nada bersemangat dengan maksud untuk menyapa para hadirin dan sapaan balik dari para hadirin.)

Nick sampai terlonjak kaget. Ia melihat burung beo Kalimantan berwarna hitam dengan corak kuning di kepalanya.

"Loh? Caoza? Masih hidup?" seru Nick sambil berlari mendekati burung beo yang ada di samping pintu kaca lipat geser yang cukup besar, dekat kursi-kursi rotan berwarna marun yang menghadap taman.

"(Buyao! Buyao! Bangwoba!! Bangwoba!!)" seru Caoza sampai Nick tertawa dan tidak jadi mendekat. Ia berbalik pada Henny yang sedang tertawa terbahak-bahak.

"Dia ngomong apa sih tante?" katanya masih sambil tertawa, mengikuti Henny membuka sepatunya sebelum masuk ke dalam ruang tamu.

"Katanya 'nggak mau! Tolong!'" kata Henny kemudian tertawa sambil menunjuk sofa panjang dengan tangannya, memberi isyarat untuk mempersilakan Nick duduk. "Mungkin Caoza punya dendam sama kamu."

Nick tertawa mendengarnya. Ya bisa jadi, dulu memang Nick sering menusuk-nusuk Caoza dengan ranting pohon supaya Caoza terus berbicara.

"Sebentar ya, Nick. Tante panggilkan Olive dulu." kata Henny kemudian masuk ke dalam dari samping partisi.

Nick mengangguk dan duduk di sofa. Ia mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruang tamu itu. Semuanya masih sama seperti terakhir kali Nick ke sana 4 tahun lalu.

Lama-lama, pikirannya terus mengulang cerita Satrya tadi sore. Mana mungkin sih Olive sejahat itu? Lagipula….

"Nick?" Olive keluar dalam balutan piyamanya yang sudah bolong-bolong dengan rambutnya berantakan dan berminyak. Sama persis seperti saat Nick sering bermain bersama Olive dan Patty.

"Hey, Live."

Olive duduk di sofa kecil di samping sofa tempat Nick duduk dan memperhatikan baju Nick. Nick masih memakai seragam sekolah di balik jaket hitamnya. Membuat Olive tidak tahan bertanya. "Lu belum pulang?"

Nick menggeleng tanpa menatap Olive. Ia terus memperhatikan kedua tangannya yang saling menggenggam di atas pahanya. "Live," katanya akhirnya.

"Ya?"

"Gua mau tanya," kata Nick, melihat Olive.

"A…apa?" Olive jadi gugup sendiri. Apakah…Nick mau menyatakan perasaannya? Padahal kan mereka baru saja bertemu lagi. Ya, tidak heran sih. Nick sampai rela melindungi Olive sebegitunya. Masa Nick tidak…

"Apa benar lu menghalangi Satrya untuk bisa dekat dengan Patty?"

Serasa disambar petir, Olive langsung melihat Nick. "Apa? Kata siapa?"

"Jawab saja, Live. Jujur, gua kecewa banget…"

"Lu tadi ketemu Patty sebelum ke sini?"

"Iya, dan gua sudah dengar semua cerita dari sisi Patty."

"Jadi lu nggak percaya dengan cerita gua kemarin?" Olive berdiri, tidak tahan ingin menangis. Tapi Nick tidak lagi ingin menenangkan Olive. Apa benar Olive melakukan itu? Kalau benar, berarti ini bukan air mata karena Olive sedih, ia hanya butuh dikasihani.

"Gua butuh jawaban dari lu, Olivia. Apa benar cerita yang gua dengar dari Patty?"

"Kalau iya kenapa? Memangnya kenapa lu peduli dengan cerita Patty? Lu suka sama Patty?" tanya Olive. Matanya memanas dan ia ingin meledak rasanya.

"Iya, dari dulu gua selalu suka pada Patty. Sekarang pun masih sama." kata Nick mantap sambil menatap Olive.

"Kalau gitu, untuk apa selama ini lu lindungi gua?" tanya Olive. Rasanya sakit sekali mendapat harapan yang selama ini tidak pernah ada.

"Bukan lu yang gua lindungi. Tapi Patty. Gua cuman nggak mau Patty menyesal karena perbuatannya. Tapi ternyata gua salah. Keputusan Patty untuk meninggalkan lu itu benar, Live. Apa lu pernah pikirkan perasaan Patty yang selama ini selalu ada buat lu?"

Olive tidak berkata apa-apa. Ia pergi dari situ dan masuk ke kamarnya. Melihat hal itu, Nick jadi serba salah. Ia merasa tidak enak pada Henny karena sudah membuat keributan malam-malam. Tapi, perasaannya jadi semakin kacau. Jadi benar Olive menghalangi Satrya untuk dekat dengan Patty? Yang benar saja! Masa seorang Olive tega melakukan hal itu?

***

Nick meronta-ronta sambil berseru-seru minta tolong sedangkan Satrya dan Zaki dengan iseng terus menggambar dan menulis-nulis berbagai hal memalukan di muka Nick dengan lipstick merah. Ilyas dengan badan tingginya memeluk Nick dari belakang kuat-kuat supaya Nick tidak bisa kabur. Siswa-siswi di foodcourt lantai 2 tertawa geli melihatnya.

"Coba minggir sedikit. Gua mau upload ke ingsataram nih!" seru Lexa sambil memegang ponselnya, merekam semua kegilaan yang terjadi.

"AAAH KENAPAAA?" erang Nick.

"Suruh siapa lu aneh-aneh kemarin?! Ini OSPEK lu buat masuk ke Bandha Bandhu lagi." kata Satrya kemudian tertawa dengan kejam.

"TIDAAAAK!!" seru Nick dengan berlebihan.

Patty ikut merekam kejadian itu di sebelah Lexa, ia berseru pada Nick sambil tertawa. "Lihat sini, Nick!"

Dengan cemberut Nick melihat kamera Patty kemudian berkatan. "Dasar gadis-gadis kejam." Semua tertawa mendengar kata-kata Nick.

Kejadian tadi siang masih terus dibahas Patty bahkan sampai di mobil Satrya. Patty terlihat sangat senang. Tentu saja! Ia sangat lega Nick akhirnya mengetahui kejadian yang sebenarnya. Apalagi melihat Nick harus di-"OSPEK" seperti itu dan lipstick di seluruh muka Nick yang tidak hilang sepenuhnya walaupun sudah dicuci berkali-kali. Tentu saja! Tidak ada yang memberi sabun atau makeup remover padanya. Akhirnya Nick menunduk terus sepanjang perjalanan, sepanjang kelas, dan sampai berjalan ke motornya dan buru-buru memakai helmnya. Patty merekam itu semua dan ia terus mengulang-ulang rekaman itu di ponselnya dan terus tertawa tidak peduli berapa kali pun Patty menonton video-video itu.

"Sudahlah!" tiba-tiba Satrya menyela cerita Patty tentang bagaimana ia senang dengan kembalinya Nick. "Apa sih? Nick terus yang diomongin!"

Patty kaget, ia terdiam menatap Satrya yang sedang menyetir di sebelahnya. Mukanya terlihat sangat kesal dan yang lebih mengerikan lagi adalah ia mulai menyetir dengan ugal-ugalan. Beberapa kali Satrya hampir menabrak mobil atau orang di depannya sampai Patty memohon-mohon Satrya untuk berhenti. Berkali-kali Patty meminta maaf pada Satrya tapi tidak digubris olehnya.

Mobil Satrya mulai melambat saat mencapai gerbang perumahan Patty dan akhirnya berhenti dengan selamat di depan pagar rumah Patty. Pagar yang tinggi dari besi berwarna coklat dan emas dengan ukiran-ukiran yang indah memagari taman depan rumah Patty yang ditumbuhi pohon-pohon Kamboja Putih dan Tabebuya Kuning. Rumah dua tingkat bergaya Jawa modern dengan cat berwarna kuning gading dan atap berwarna merah bata berdiri dengan megah di belakang pepohonan itu. Tiap-tiap pintunya dibuat dari kayu cendana dengan ukiran Jawa yang elegan dengan lampu gantung bergaya Jawa kuno berwarna coklat tua.

Air mata Patty mulai turun ke pipinya. Rasanya lega sudah sampai rumah tapi ia sangat terkejut dengan reaksi Satrya. Satrya mengelus kepala Patty kemudian memeluknya dan berkata lembut, "Pat, oh my God I am so sorry. Aku terlalu cemburu sampai nggak bisa kendaliin diri sendiri." Satrya mengelus-elus kepala Patty lembut.

Patty membiarkan beberapa air matanya jatuh sebelum kemudian ia mengelap kedua matanya, menarik nafas dan menatap Satrya dengan senyum. "Nggak apa-apa. Aku juga salah malah ngomongin Nick terus padahal aku lagi sama kamu."

Selesai berkata begitu, Patty keluar dari mobil dan langsung membuka gerbang rumahnya dan masuk. Dengan cepat Patty melewati tamannya dan langsung masuk ke dalam rumahnya tanpa menoleh kepada Satrya lagi. Patty kemudian mengintip dari lubang intip di pintu rumahnya dan melihat mobil Satrya langsung berbalik dengan kasar dan pergi dengan cepat.

Baru kali ini Patty melihat bagaimana Satrya marah. Tidak pernah terpikirkan oleh Patty bagaimana seorang pangeran marah. Sekarang setelah melihat itu dengan mata kepalanya sendiri, Patty mulai ragu dengan Satrya. Tapi sebenarnya mungkin saja apa yang dibuat Patty benar-benar keterlaluan sampai Satrya cemburu. Kalau begitu bukankah artinya Satrya menyukai Patty sampai sebegitunya? Memikirkannya saja membuat Patty tersipu.