MENCIUM aroma roti panggang, ham, mentega serta manis-manis susu hangat. Apo pun terbangun dari tidur melelahkan. Lelaki carrier itu berkedip-kedip agar pandangannya jelas. Hal pertama yang dia lihat adalah lampu gantung dalam kamar luas, perabotan mewah namun asing, serta ranjang tinggi berukuran dua kali lipat dari miliknya di rumah. Selimut yang menimpa Apo amat tebal, lembut nan wangi. Saat disingkap, Apo gagal fokus dengan tangannya versi berplester.
Eh? Siapa yang merawatnya?
Belum lagi dirinya dimana.
Apo berniat turun ranjang untuk mencari jawaban. Namun dia kesulitan karena tersangkut sesuatu dalam selimut. Apo pikir guling atau bantal yang menimpa perut dan pahanya. Ternyata eh ternyata, Samoyed dewasa lah yang menjaga si manis selama tidur. Anjing putih itu melongok senyum tanpa dosa, dia rebahan lagi padahal belum pernah bertemu Apo sebelumnya.
Seperti panggilan alam, si Samoyed menutup mata tanpa peduli ekspresi Apo. Dia tampak bangga melakukan tugas dengan baik hingga sang pemilik datang. Raja Millerius muncul dari pintu tidak lama kemudian. Dia mengenakan baju hijau forest berlencana tiga, pertanda tidak dalam tugas resmi kerajaan. Apo masih bingung saat sang raja mendekat. Dia celingak-celinguk menilik sekitar demi mencari jam atau yang sejenis.
"Ada apa," tanyanya kepada Apo.
Si carrier baru sadar telah "diculik" sang raja. Bukannya pulang, jam segini justru berada di tempat orang.
"Heh--Yang Mulia kok di sini? Tunggu, reward-nya terus bagaimana--"
"Tenang saja. Masih bisa diundur besok pagi. Istirahatlah." Raja Millerius mengambilkan piring appetizer untuk Apo nikmati pertama. Dia duduk di tepian ranjang. Senyum licik muncul di bibirnya tanda kegelapan yang mencuat ke permukaan. "Ini sudah masuk ke dalam rencana. Hhh ...." kekehnya. "Aku harus mengakali perdana menteri karena mereka agak mengerikan."
"Apa?"
"Butuh waktu sehari untuk memperingan sesi depan, Natta. Karena jika kau belum tahu, ujian ke-10 adalah tentang strategi perang," kata Raja Millerius. "Ini agak kasar, memang. Tapi aku harus punya alibi kuat untuk memundurkan pelaksanaan. Karena 700 pertanyaan itu sangat berlebihan."
"Heeeeeeeeeeeh," kaget Apo. "Jadi ini semacam bocoran?"
"Tidak juga."
"Hmmh."
Mata Apo tidak tahan tidak julid.
"Kan aku tidak memberikan soalnya padamu." Raja Millerius menyilangkan lengan di dada. "Hanya saja lusa berubah jadi 400. Beberapa dokumen persiapan akan dibobol orang-orangku agar ditata dari awal lagi."
Apo pun membuang muka. "Ckckck, tapi ini tidak adil kan ...." katanya. "Anda mengorbankan saya, Yang Mulia. Sakit banget tidak makan siang. Anda betulan keterlaluan."
"Oh, ya?" Raja Millerius tampak tak menyesal. "Terus maumu bagaimana, Natta? Dulu kau memusuhiku karena protes lamanya ujian. Sampai-sampai Magnolia pingsan kan di kursi? Padahal yang membuat soal bukan aku. Itu pengaturan dari pusat, oke?" katanya. "Aku berusaha menurutimu untuk next sess, tapi tak masalah kalau kita keluar sekarang. Info reward bisa kuperbarui jika kau tak kelelahan. Karena momen ini memang hak-mu sebagai pemenang. Tapi, jangan salahkan orang-orangku kalau batal mengatur ulang yang tadi. Nikmati saja lusa kalian ujian dari pagi sampai siang. Aku tak ikut-ikutan."
Apo seketika cemberut. "Cih, astaga ...." keluhnya sambil memainkan es krim dengan sendok. "Aku benar-benar benci situasi ini."
Berbagai rasa pun Apo campur jadi satu. Kesal sekali diperalat, tapi lebih kesal kalau yang menang bukan dirinya. Bisa saja, Raja Millerius kencan dengan yang lain sekarang. Bisa saja dia kalah, dan hanya mendapat sakit.
"So?"
"Apanya?"
"Bukankah caraku lumayan bagus?"
"Diam!"
"Hmmm."
"Anda bahkan tidak minta maaf, Yang Mulia. Padahal aku dilibatkan dalam akal-akalan tadi siang ...." protes Apo sambil memasukkan es krim-nya ke mulut. Bodoh amat Apo terlalu lapar untuk jaim-jaiman segala. Bisa saja ini sudah lewat waktu dinner. Ah!! Dasar dominan tak tahu diri! ".... atau setidaknya kasih tahu, sejak awal? Kalau begitu kan saya tak kaget amat."
"Tapi memberitahumu berarti tak supportive dalam ujian. Aku bisa dinilai sebelah tangan."
"Anjing!"
"Natta ...."
Lama-lama emosi Apo meledak. Dia meletakkan piring ke atas nakas lalu meringkuk dalam selimut. Benda tersebut ditarik hingga menutup kepala. Persetan dengan si bocil ini, Apo tidak mau tahu.
"Hei, tadi bilang belum makan siang ...." kata Raja Millerius. "Ayo, ini sudah dipersiapkan banyak menu. Kau bisa lunasi hutang laparnya sekarang."
"PERGI! SEMUA GARA-GARA ANDA! BEDEBAH!" teriak Apo dengan suara teredam. "Keluar dari sini dulu! Saya malas lihat Anda! Enyah!!
"Hm?" gumam Raja Millerius. "Tapi ini istanaku, kamarku. Kenapa harus aku yang pergi?"
"Apa?!" Apo sempat menyingkap selimut syok. Dia merona tebal, tapi terlanjur emosi. Dipikir ulang tempat ini memang penuh aroma tubuh sang dominan. "Arrghhh! Pokoknya marah sama Anda! Tukang red-flag!" bentaknya "Saya nikah sama anjing saja. Anjiiiiiiing ....!!!"
Si Samoyed pun dipeluk erat. Bagusnya Apo direspon dengan pelukan yang sama. Bulu-bulu putih itu Apo cengkeram seperti kapas. Dia kira sang raja menyerah karena ditolak tanpa A-B-C. Namun, tiba-tiba ada beban lain yang naik ke ranjang. Dari sisi kiri, Apo direngkuh, meski terpisah benda yang tebal.
"Dengar, bagaimana pun aku setuju Ibuku. Kau harus belajar kontrol diri jika ingin bertahan di luar," bisik Raja Millerius. "Berkorban makan, tidak seberapa dibandingkan kambing hitam lain. Jangan mudah kena sensitif, dalam lingkup yang profesional. Aku harap calon ratuku bisa menoleransi hal-hal kecil. Jika kau mau, aku suapi sekarang untuk penebusan dosa-dosa tadi, oke Natta?" tawarnya mencoba negoisasi. ".... kapan lagi dilayani Yang Mulia Raja."
Apo tak menjawab karena masih sakit hati. Dia biarkan sang dominan menunggu lama sekali. Waktu terus berlalu hingga terdengar suara perut. Raja Millerius pun geregetan hingga menilik muka --sok-- tidurnya. Jelas sekali bulu mata Apo bergerak-gerak tak nyaman. Bibir merah mengelumit risih ketika ditekan jari. Sang dominan memperhatikan alis presisinya yang sempat mengerut. Tulang hidung super cantik dititi hingga menuju ke dagu.
"Hishh! Geli tahu! MILLERIUS!" batin Apo super dongkol. "Apa-apaan membawaku kemari? Mau ngajak berzina atau bagaimana? Otakku juga harus berhenti membayangkan film porno--arhhh! TAPI MANA BISA KALAU TEMPATNYA BEGINI!! JANCIIIIIIKK! Ck, jangan-jangan yang dibawa masuk selama ini bukan cuma aku? Babi memang! STOP APO! Bisa tidak sih jangan memikirkan penis. Aku jadi takut--aishhhh ... serius tadi siang sepertinya ada yang menyeruduk perutku--"
"Nattarylie Jermaine ...." panggil Raja Millerius. Sejak saat itu Apo pun tahu kepanjangan nama tengahnya sendiri. Dia merasa bodoh, tapi juga tersanjung secara bersamaan. "Aku tahu kau belum tidur sejak tadi. Menyerah saja atau kupeloroti celanamu."
Oke?
Barusan memang ancaman yang paling gelap. Apo pun terbelalak hingga sang raja tertawa. Tangan yang meraba dari pinggul Apo tangkap sebelum mencapai bokong. Dia menoleh dengan pelototan tapi dibalas oleh tatapan memikat hati.
"Yang Mulia Anda jangan macam-macam! Shhhhh ... sakit!"
Mereka saling seruduk, bahkan hampir adu jotos.
"Jadi mau dimulai sekarang?" tanya Raja Millerius ulang. Sang dominan meladeni Apo bagaikan binatang buas. Tak ada yang mengalah dalam permaianan itu hingga bantal mulai berantakan. "Kusuruh dayang mengambil menu hangat jika tidak keberatan. Menunggu sebentar akan untung, Natta. Semua demi perutmu yang sudah demo."
"Tidak usah. Itu saja," tegas Apo tiba-tiba.
"Yakin?"
Napas Apo semakin tertahan jengkel. Apalagi sang dominan meremas lengannya agar berhenti memberontak. Si carrier pun menggigit bibir tidak tahan lagi. Amukannya jadi brutal dengan tendangan mencapai penis. "MINGGIR, YANG MULIA! POKOKNYA MINTA MAAF DULU!"
Jduagh!
"Natta--"
Apo melompat turun ranjang begitu mampu lepas total. Dia tak peduli masa depan Inggris, melainkan mendorong troli makanan menjauh.
"Mampus kau, Cil! Rasakan itu dan pahami tetap perut yang terpenting ...." batinnya berapi-api. "Lain kali pikir dulu kalau melawanku, atau aku tidak memberimu ampun lagi."