'Waktu berjalan sangat cepat ketika kau menikmatinya' Pikir Maria sambil bersiap-siap dan memasukkan semua chokernya pada kotak kecil miliknya. Beberapa hari yang diberikan oleh institusi seakan terlalu cepat berlalu. Hanya dalam sekejap mata saja, Maria sudah harus kembali ke institusi pejuang untuk mempersiapkan dirinya mengikuti misi yang akan datang.
Maria turun ke lantai bawah dan makan bersama ibunya dan Sean. Mereka sedikit bercakap-cakap sebelum menikmati makanan yang dibuat oleh ibu Maria. Ibu Maria nampak akrab dengan Sean setelah beberapa hari menghabiskan waktu bersama Sean dan Maria.
"Ingatlah untuk selalu menjaga keselamatan kalian berdua. Aku sangat berharap kau datang kembali kemari, Sean. Maria anakku, Apabila misi ini telah berakhir, jangan lupa untuk kembali mengajaknya kemari." Ibu Maria memegang tangan sean dengan kedua tangannya dan melirik Maria. "Kalian harus kembali dengan selamat, dan Sean, kau sudah kuanggap anakku sendiri. Datanglah kembali kemari biarpun Maria lupa mengundangmu."
Maria terlihat sedikit mencibir ketika ibunya mengatakan hal itu kepada Sean. Sean tertawa ketika Maria menanggapi perkataan ibunya "Tenang saja ibu, aku akan memastikan dirinya datang kembali kemari, kalau bisa aku akan menyeretnya." Gelak tawa terdengar dari ruangan makan tersebut.
Sesaat kemudian, ibu Maria memandang mereka berdua "Aku serius sayang. Aku akan sangat merindukan kalian berdua, kalian harus menjaga diri kalian disana." Ibu Maria berdiri dari tempat duduknya setelah semua orang selesai makan. "Kurasa ini sudah waktunya kalian pergi bukan?"
Maria dan Sean mengangguk dan berdiri dari kursi mereka masing-masing. Keduanya mendekati ibu Maria. "Baiklah ibu, kami pergi dulu. Sampai jumpa lagi." Maria kemudian mencium kening ibunya, diikuti oleh Sean yang meniru sikap Maria kepada Nyonya Anjali. "Jagalah dirimu baik-baik Nyonya Anjali, aku pasti akan datang kembali dan mengunjungimu." Ujar Sean kepada Nyonya Anjali.
Ibu Maria mengantarkan mereka sampai ke pintu gerbang rumah mereka dan melambaikan tangannya ketika mobil yang mereka naiki mulai bergerak. Maria melambaikan tangannya, sementara Sean yang sedang mengendarai mobil kapsul tersebut hanya menganggukkan kepalanya sedikit sebagai tanda hormat kepada ibu Maria.
Mobil kapsul mereka kemudian melaju kencang dan tanpa sadar telah melintasi distrik dodo. Sean dan Maria tidak banyak berbicara selama perjalanan mereka menuju institusi. Maria hanya bercerita mengenai kegiatannya selama berada di rumah Maria, karena baik Sean dan Maria tidak selalu menghabiskan waktu mereka bersama-sama.
"Aku sangat berterima kasih kepadamu, Maria. Aku sangat menikmati waktu pulang ke rumahmu, dibandingkan dengan waktu-waktu sebelumnya dimana hanya aku yang berada di institusi sementara para pejuang lainnya pulang kerumah mereka masing-masing. Rasanya seperti memiliki tempat untuk pulang." Sean memandang ke kejauhan sambil tetap mengendarai mobil tersebut. Sejujurnya untuk Sean, dia merasakan kebahagiaan untuk pertama kalinya setelah sekian lama merasakan kesendirian ketika semua teman-teman pejuangnya pulang ke rumah.
Maria tersenyum kepada Sean "Tak perlu kau sebutkan. Aku sangat menghargai adanya dirimu di rumah itu beberapa hari ini. Aku menyadari banyak hal berkat dirimu Sean. Dan kurasa sekarang aku dapat hidup sebagai Maria di dunia ini seperti perkataanmu sebelumnya." Maria mengingat kembali betapa sedih ibunya tanpa dirinya, dan memori Maria yang menjadi sebagian dari memori Amelia menjadi sebuah hal yang terintegrasi bagi dirinya untuk menerima jati dirinya sebagai Maria.
Setibanya mereka di institusi pejuang, bagian administrasi institusi pejuang memberikan informasi bagi para pejuang yang baru saja pulang untuk mengikuti rapat bersama dengan para petinggi koloni enam belas. "Mereka akan membicarakan teknis perjalanan ekspedisi tersebut, dan terutama kalian sebagai penunjuk jalan bagi para ilmuwan." Tuan Anderson menyampaikan pesan dari Derrik yang dititipkan kepadanya. "Rapat tersebut akan diadakan dua jam dari sekarang, jadi sebaiknya kalian segera bersiap-siap" Lanjutnya.
Maria dan Sean kemudian berpamitan dengan Tuan Anderson sebelum mereka kembali ke kamar mereka masing-masing. Maria segera naik ke tangga di lantai dua, yang mana kamar tersebut merupakan kamar untuk para pejuang yang baru saja naik tingkat ke kelas dua. Maria sudah diakui sebagai pejuang veteran kelas satu, namun dia masih menggunakan kamar kelas dua karena kecepatannya naik tingkat pada organisasi para pejuang veteran.
Maria membersihkan dirinya dan mempersiapkan dirinya untuk pergi ke aula untuk mengikuti rapat sebelum ekspedisi. Kali ini, Maria segera membuka arlojinya dan memberikan pesan untuk ibunya bahwa dia telah sampai di institusi. Dia menyatakan perasaan rindunya kepada ibu Maria.
Maria bergegas pergi ke aula para pejuang. Nampaknya, ia selalu menjadi salah satu orang yang datang paling pagi sebelum acara dimulai. Selain dirinya, Maria hanya melihat beberapa pejuang dari distrik lain yang menyapanya dengan senyum di deretan yang berbeda dengan dirinya.
Tidak lama setelah Maria duduk di kursinya, Adlyn datang dan duduk di sebelah kursi tersebut. "Hai Maria, apa kabar? Sudah cukup lama kita tidak bertemu." Ujarnya sambil menepuk pundak Maria perlahan.
"Rupanya kau Tuan Williams. Semula aku mengira rekanku dari distrik dodo duduk dikursimu." Maria sedikit terkejut dengan kedatangannya. Hal itu karena Maria sudah sangat terbiasa berkelompok dengan rekan sedistriknya, tetapi kali ini pejuang distrik dodo disatukan ke dalam sebuah tim dengan pejuang dari distrik Ibex.
"Hahaha, kurasa ini merupakan hal yang tidak biasa ya? Akupun merasa ganjil ketika aku menyapamu tadi. Biasanya kita hanya berpapasan saja untuk beberapa waktu." Adlyn terkekeh kepada Maria. "Kau menikmati waktumu di rumah?"
"Ya, kurasa demikian. Aku senang aku dapat menghabiskan waktuku di rumah sebelum kita pergi ke area ekspedisi. Bagaimana dengan dirimu Tuan Williams?" Tanya Maria kepada Adlyn. Adlyn tersenyum kepada Maria sambil berkata "Aku banyak menghabiskan waktuku di kamar tanpa keluar kemanapun, aku bukan orang yang suka bepergian, sehingga mungkin untukku tidak ada perbedaan antara diam di institusi dan pulang ke rumahku."
"Bagaimana dengan latihanmu? Kudengar kau tidak akan bergabung dengan kami sebagai penembak jitu. Mereka berkata bahwa kita kekurangan pengguna perisai, sehingga kau akan menjadi salah satunya. Apakah itu benar?" Tanya Adlyn lagi kepada Maria.
"Yeah." Maria menjawab pertanyaan Adlyn dengan singkat. "Sejujurnya, karena aku tidak memiliki pengalaman sebagai pengguna perisai, aku agak khawatir akan performaku nanti. Tapi kurasa itu hanyalah ketakutanku saja." Lanjut Maria sambil menjelaskan perasaannya sebagai pengguna perisai yang baru kepada Adlyn.
Untuk beberapa saat, Maria mengingat dirinya di masa lampau sebagai Amelia. Dia mengingat pertama kalinya dia memasuki lingkungan Kowad dan gemblengan yang dia terima dari senior-seniornya. Hal yang paling dia ingat adalah bahwa seorang Kowad harus tetap membuka wawasannya dan tidak takut akan tantangan. Sebaliknya, seorang Kowad harus menjadikan tantangan itu sebagai cermin untuk memperkuat dirinya sendiri.
'Aku harus berterima kasih atas pengalaman hidupku sebagai Amelia. Ketika itu, para senior yang menggembleng Amelia untuk tetap tegar membuatku tetap berdiri sebagai Maria disini.' Maria sedikit melamun untuk beberapa waktu.
Sebuah tangan lain menepuk pundak Maria ketika Maria terdiam. "Hai, jangan tenggelam dalam lamunanmu." Maria segera tersadar dari lamunannya dan menoleh ke atas. Sean sedang tersenyum kepadanya dan duduk di sisi yang berlawanan arah dari Adlyn.
Sean memandang Adlyn dengan sedikit tajam sambil tersenyum kepadanya "Apa kabar Adlyn. Sudah lama kita tidak duduk bersama seperti ini." Sean mengulurkan lengannya untuk menjabat tangan Adlyn. "Aku merasa asing ketika melihatmu duduk di sebelah Maria. Rasanya janggal karena biasanya kursi itu adalah milik Sophia."
"Yeah. Kurasa demikian. Akupun merasa agak aneh duduk disini, namun kurasa tidak ada salahnya menyapa rekan satu tim kita bukan?" Adlyn nampak kesal dengan pernyataan Sean yang seakan-akan mengusirnya dari tempat duduknya tersebut. "Dan kebetulan, Maria disini sudah datang terlebih dahulu daripada kau Sean." Dalam waktu sesaat, ada sebuah ketegangan yang dirasakan oleh Maria karena percakapan mereka mengenai kursi di sebelah Maria.
"Kurasa siapapun yang duduk disini tidak masalah, karena sekarang kita sama-sama berada dalam satu tim, biarpun kita berbeda distrik, bukan?" Ujar Maria menengahi percakapan mereka yang kurang bersahabat. "Lagipula kurasa kalian sudah mengenal satu sama lain cukup lama bukan?"
Adlyn kembali menenangkan dirinya sambil menanggapi Maria, "Ya kurasa demikian. Sean tinggal disini lebih lama daripada aku karena dia sudah menjadi pejuang sejak dia masih muda. Siapa sih yang tidak mengenalnya." Ujar Adlyn sambil mencairkan suasana. Sean menanggapi perkataan Adlyn dengan lebih tenang "Terima kasih atas komplimenmu, tetapi kurasa kau terlalu merendah. Adlyn adalah seorang penembak jitu yang sangat handal, tidak mungkin ada orang di institusi ini yang tidak mengenalnya."
Setelah mereka saling memuji satu sama lain, percakapan antara mereka bertiga menjadi lebih santai dan tidak ada lagi ketegangan yang dirasakan oleh Maria. Tidak lama kemudian, Sophia, Isaac, James, dan Maribelle datang mengisi kursi kosong di sebelah mereka.
"Kurasa Derrik akan kembali mengulangi pidato yang sama seperti apa yang dia lakukan setiap kali kita akan pergi ke sebuah ekspedisi."Seorang pejuang pria dari distrik Ibex yang belum dikenal oleh Maria kemudian duduk di sebelah Maribelle sambil menyandar dengan posisi santai pada kursinya.
"Apa yang kau harapkan, James. Itu merupakan sebuah ritual penting sebelum kita pergi, untuk mensyukuri setiap hal yang kita nikmati dalam koloni ini. Menurutku itu sangat penting" Ujar Maribelle kepada James. Maribelle kemudian melihat Maria yang duduk beberapa kursi dari dirinya "Wow Maria, ini pertama kalinya kau ikut bersama kami untuk misi ekspedisi kan? Kau sudah menyiapkan hatimu?" Tanya Maribelle kepadanya.
Maria menjawabnya dengan penuh percaya diri "Kurasa aku dapat melakukan ini. Sayang sekali selama ini kita tidak pernah berlatih bersama-sama, tapi aku senang berada satu tim bersama denganmu dan tuan Williams."
Maribelle melirik Adlyn sambil terkekeh kecil "Ha… Anak ini tidak perlu kau panggil Tuan. Dia tidak lebih tua daripada Grey yang kau panggil dengan nama depannya." Adlyn terlihat sedikit cemberut ketika Maribelle memanggilnya dengan sebutan 'anak ini'.
Adlyn kemudian menimpali Maribelle "Usia kita tidak terpaut jauh. Enak sekali kau menganggapku anak kecil, hatiku terluka." Ujarnya sambil berakting seakan dadanya tertusuk sesuatu. Aktingnya itu membuat teman-teman di deretan kursi tersebut tertawa.
Adlyn kemudian menoleh ke arah Maria dengan tatapan yang lebih serius "Tapi memang benar perkataan ibu Maribelle, kau tidak perlu memanggilku tuan. Rasanya tidak enak didengar, apalagi kita akan berada dalam satu tim." Adlyn menyengir ke arah Maribelle yang ia panggil dengan sebutan 'ibu'. Dinamika keduanya membuat tim tersebut tidak terasa membosankan.
Tak lama kemudian Tuan Brown beranjak ke arah podium dan memulai pidatonya mengenai detail yang perlu diperhatikan selama ekspedisi tersebut berlangsung. Para pejuang veteran akan berkumpul bersama timnya masing-masing pada esok hari dan bersiaga sesuai dengan pos mereka masing-masing. Adapun distrik Ibex dan dodo bertugas untuk melindungi para arkeolog selama kegiatan mereka di perjalanan menuju area yang misterius.
'Itu artinya aku dapat bertemu kembali dengan Adel dan Malika.' Pikir Maria dalam hati. 'Kurasa ini bukanlah sebuah kebetulan, tetapi hal ini tidak jelek.' Maria kembali berkonsentrasi dalam pidato yang disampaikan oleh tuan Brown, kali ini mengenai perlunya seorang pejuang yang harus selalu menghargai kehidupan sebagai seorang pejuang dan mengingatkan tugas mereka sebagai seorang pejuang.
Pidato itu berlangsung cukup lama, namun setiap pejuang yang duduk di tempat tersebut menyimak seluruh perkataan Tuan Brown dengan serius. Bahkan Maribelle dan James yang pada awalnya bercanda mengenai pidato yang akan disampaikan Tuan Brown, bersikap serius dan hening. Pidato tersebut berjalan lancar dan dilanjutkan dengan sesi pertanyaan mengenai perjalanan mereka yang akan datang.