Hari itu, Maria baru saja selesai membereskan semua buku-buku dan kotak data di perpustakaan distrik dodo. Dia dan Lisbeth menyelesaikan tugas mereka lebih awal. Lisbeth melirik Maria "Maria, aku main ke tempatmu hari ini ya?" Matanya terlihat agak bengkak dibandingkan biasanya.
"Beth, kau putus lagi dengan pacarmu?" Maria menebak-nebak kejadian yang menimpanya. Ketika Maria mengatakan hal itu, Lisbeth memeluk Maria sambil menangis tersedu-sedu "Huhuhu…. Mariaaaaa… Kau tidak akan percaya, pria itu ternyata brengsek dan berselingkuh di belakangku." Lisbeth menangis untuk beberapa lama sebelum dia melepaskan pelukannya pada Maria.
"Kupikir setelah aku mendapatkan medali kedewasaan, kita dapat segera mencari seorang pria yang baik dan segera menikah." Lisbeth menatap ke lantai sambil berjalan bersama Maria menuju pintu gerbang perpustakaan. Tak lama kemudian dia menghela nafas "Semakin hari, mengharapkan seorang pria untuk setia pada satu orang wanita saja semakin sulit, terutama dengan timpangnya jumlah wanita di zaman kita. Mereka pikir mereka hebat." Mukanya mengernyit menunjukkan jijik.
Lisbeth segera mengeluarkan mobilnya dari arlojinya dan mengundang Maria untuk naik ke dalam mobil tersebut. "Kurasa aku akan gila apabila aku tidak bersama denganmu untuk saat ini. Kau tahu, ibuku memintaku untuk segera menikah, padahal calonnya saja sulit dicari." Lisbeth mengungkapkan mengapa dia ingin berada di rumah Maria malam itu.
"Yah… Apa boleh buat, kau tahu ibumu mengalami kondisi penuaan dini. Mungkin dia khawatir dengan dirimu apabila suatu saat dia harus meninggalkanmu. Bagaimana kondisi ibumu sekarang?" Maria bertanya sambil menoleh ke arah Lisbeth.
Maria mengetahui bahwa sahabatnya itu sesungguhnya peduli terhadap ibunya. Hal itu terlihat dari perubahan raut wajah Lisbeth yang menunjukkan kesedihan dan perasaan yang kompleks mengenai masalah pernikahannya.
"Dia baik-baik saja, hanya penuaannya memang terjadi semakin cepat." Lisbeth mengernyitkan dahinya sambil melihat arah jalan. "Aku juga ingin cepat menikah dan memberikan cucu untuk ibuku sebelum dia pergi meninggalkanku..." Matanya terlihat berkaca-kaca dan kalimatnya tersekat. "terkadang aku tidak mengerti bagaimana pikiran pria yang kupacari itu. Seandainya saja… kakakku masih hidup…"
Kalimat Lisbeth terhenti sampai disitu, Maria pun tidak ingin melanjutkan cerita tersebut. Maria kemudian berkonsentrasi melihat jalan di samping jendela mobil. "Maafkan aku." Ujar Maria singkat. Lisbeth tersenyum sambil tetap melihat jalan. "Kau tidak bersalah apa-apa. Kau benar tentang hal itu dan aku juga mengerti keinginan ibuku kok."
Mobil yang mereka tumpangi berhenti di depan rumah Anjali. Maria dan Lisbeth turun bersama-sama dan hendak memasuki pintu gerbang keluarga Anjali. Ketika Maria baru saja membuka pintu gerbang rumahnya, dia dikejutkan dengan berdirinya Ibu Maria di depan pintu.
Nyonya Anjali menatap Maria dengan perasaan yang campur aduk. Dia tersenyum pahit kepada Maria, "Nampaknya surat yang kau tunggu-tunggu sudah datang. Ini, ambillah." Nyonya Anjali menyerahkan surat itu kepadanya. Ibu Maria menundukkan kepalanya sambil terdiam sementara waktu. "Maafkan aku, aku mendukung semua keputusanmu. Namun tetap saja…" Ia masuk ke dalam rumah sambil menyentuh pipinya. "Aku akan naik duluan ke atas, kalian dapat menikmati waktu kalian."
Lisbeth memandang heran dengan sikap Nyonya Anjali. Dia menepuk punggung Maria sambil bertanya keheranan "Ada apa dengan ibumu? Mengapa dia terlihat sedikit kecewa?" Lisbeth melihat surat yang ada di tangan Maria dengan kop surat yang berasal dari Institusi Para Pejuang. "Maria, mengapa kau mendapatkan surat dari institusi para pejuang, apa yang terjadi?"
"Ah, surat ini. Ini adalah balasan dari institusi para pejuang mengenai keputusanku untuk menjadi salah satu dari para pejuang." Ujar Maria dengan tenang.
Lisbeth terlihat terkejut, namun Maria tetap tenang membuka amplop yang dia terima. Isi amplop tersebut menyatakan bahwa Maria diterima menjadi seorang pejuang dan proses pengangkatan Maria sebagai salah satu pejuang yang sah.
"Apa?! Kau benar-benar akan menjadi seorang pejuang?!" Lisbeth terbelalak setelah ikut membaca isi surat tersebut. "Apa mereka gila mengangkat seorang pemburu pemula yang bahkan tidak mendapatkan medali kedewasaan untuk menjadi seorang pejuang?! Apa kau gila menerima undangan mereka seperti ini?!" Lisbeth tiba-tiba mondar mandir di depan Maria sambil memancarkan raut wajah yang kesal.
"Kurasa tidak. Aku dan Sean terjebak bersama-sama di hutan perburuan. Kau ingat?" Maria melirik Lisbeth sambil melipat kembali surat tersebut ke dalam amplopnya. "Kurasa aku punya kemampuan untuk hal itu. Dan aku pikir menjadi seorang pejuang adalah sebuah kehormatan untuk melindungi koloninya." Maria memberikan isyarat kepada Lisbeth untuk ikut dengannya masuk ke dalam rumah dan mengikutinya ke kamar.
"Duduklah." Ujar Maria ketika mereka tiba di kamarnya. "Aku akan membersihkan tubuhku sebentar." Maria pergi ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya dengan uap air dan sabun. Hal itu jauh lebih mudah daripada istilah mandi di bumi pada waktu dia menjadi Amelia.
Tidak lama kemudian dia keluar dengan baju ketat yang berbeda daripada sebelumnya. Dia melihat Lisbeth sedang menunggunya sambil duduk di kamarnya. Lisbeth nampak khawatir "Kau tahu? Aku sudah mengganggapmu sebagai saudariku, dan hal ini membuat aku benar-benar terkejut." Lisbeth mengomel kepada Maria "Tentu saja ibumu terlihat kecewa. Akupun khawatir ketika aku mendengar kau ikut menjadi seorang pejuang! Bagaimana bila sesuatu terjadi padamu di luar sana?!"
Maria tersenyum. Dia duduk di samping Lisbeth, "Dengarkan aku Beth, aku mengerti kekhawatiran kalian kepadaku, dan aku berterima kasih untuk itu." Maria menggenggam punggung tangan Lisbeth sambil melanjutkan pembicaraan mereka "Aku tahu sebagian dari kita kaum perempuan masih menganggap wanita penting untuk menghasilkan keturunan di koloni ini, terutama ibu yang sudah kehilangan ayah di perburuan terdahulu."
Maria menepuk pundak Lisbeth, "Tetapi aku merasa bahwa keamanan dan kelangsungan koloni ini salah satunya sangat bergantung pada para pejuang yang terus berusaha agar kita bisa menikmati makanan di meja kita dan tidur dengan lelap di ranjang yang empuk." Maria menepuk-nepuk permukaan tempat tidurnya seraya dia mengatakan hal tersebut. "Mereka merasa aku dapat memenuhi kualifikasi mereka dan seperti kata pamanku, bahwa itu juga adalah sebuah kehormatan untuk keluarga Anjali bahwa aku dapat menjadi seorang pejuang."
"Kurasa apabila mereka mempertimbangkan kemampuanku untuk menjadi seorang pejuang dan mengundangku, aku sudah seharusnya memanggil panggilan tersebut untuk melindungi koloni ini dan itu adalah kebanggaan bagiku." Maria tersenyum kepada Lisbeth sambil mengadukan dahinya perlahan ke dahi Lisbeth.
Lisbeth melirik ke arah Maria "Kau harus janji kau pulang dengan selamat" Dia mengangkat kedua lengannya ke kepala Maria dan memegangnya. "Jangan bernasib seperti ayahmu" Lengannya tersebut turun ke pundak Maria dan memeluknya dengan erat. "Jadilah seorang pejuang yang hebat!"
Keduanya melepaskan pelukan mereka satu sama lain dan saling melempar senyuman. "Bukankah kau mau bercerita mengenai mantan pacarmu disini, Beth?" Ujar Maria menggoda Lisbeth. Lisbeth tertawa mendengar perkataan Maria. "Kau tahu? Setelah aku mendengarkan keputusanmu sebagai pejuang, kurasa seorang mantan dan masalah pernikahanku hanyalah secuil urusan kecil di koloni ini dibandingkan dengan pengangkatanmu sebagai seorang pejuang." Keduanya tertawa cekikikan.
Lisbeth membuka kasur tidurnya dari arlojinya dan menempatkannya di sebelah ranjang Maria. "Aku akan membersihkan tubuhku dahulu. Kau harus menceritakan padaku bagaimana mereka dapat mengundangmu menjadi seorang pejuang, oke?!" Maria mengangguk dan Lisbeth segera pergi ke kamar mandi dan membersihkan tubuhnya.
Malam itu mereka berbincang-bincang mengenai pengalaman Maria di hutan perburuan yang membuat Adel dan Sean menginginkan Maria untuk ekspedisi selanjutnya. Lisbeth sangat tertarik dengan kelanjutan cerita Maria mengenai pengalamannya di hutan perburuan sampai akhirnya Maria memutuskan untuk menjadi seorang pejuang.
***
Untuk beberapa hari, Ibu Maria menginap di rumah keluarga Suzuki karena orang tua bapak Suzuki sudah mulai mengalami penuaan dan tidak ada orang yang dapat menjaga anak-anak mereka. Ibunya mengatakan bahwa dia merasa sangat tidak enak meninggalkan Maria sendirian, ketika dia sebentar lagi akan berpisah dengan ibunya.
Sementara itu, setelah surat pengangkatan Maria datang kepadanya, Maria dapat mengajukan permohonan untuk mengundurkan diri dalam waktu yang cukup singkat. Seorang wanita muda bernama Lynn menggantikan posisinya di perpustakaan. Lynn adalah wanita muda yang sangat pintar, dia dapat menguasai semua yang diajarkan oleh Maria kepadanya, sehingga Maria dapat menyerahkan semua pekerjaannya lebih awal sementara dia menyiapkan dirinya.
Tanpa terasa, hari pengangkatan Maria menjadi seorang pejuang telah tiba. Ibu Maria menunggunya di depan pintu keluar rumahnya sambil tersenyum kepadanya "Maria anakku, Ini bekalmu yang terakhir dari ibu." Nyonya Anjali menyerahkan sekotak kecil bekal berisi makanan untuk Maria. "Maafkan aku apabila sikapku yang selama ini terlihat kecewa akan keputusanmu."
Ibu Maria memeluknya "Ketahuilah nak, aku tidak kecewa padamu. Sebaliknya aku merasa bangga. Namun daripada itu, perasaanku sebagai seorang ibu yang berat melepaskan anaknyalah yang membuatku merasa sangat khawatir akan dirimu di masa depan." Ibu Maria mengelus-elus rambut Maria untuk terakhir kalinya sampai waktu yang tidak diketahui. "Apabila suatu saat kau merasa tidak sanggup lagi, pulanglah."
Setelah Mereka melepaskan pelukan mereka satu dengan yang lain, Maria kemudian mengecup kening ibunya "Tenang saja ibu, aku akan melakukan itu bila aku sudah merasa tidak sanggup. Namun sebelum itu, aku akan berusaha sebaik mungkin untuk melindungi kita semua." Maria kemudian memegang kedua tangan ibunya dan berkata "Ayo kita pergi." Mereka pun pergi ke institusi para pejuang untuk melihat pengangkatan para pejuang yang baru.