Chereads / Sebuah Perjalanan di Dunia Kai / Chapter 17 - Undangan Untuk Menjadi Seorang Pejuang

Chapter 17 - Undangan Untuk Menjadi Seorang Pejuang

Pada malam dimana Maria baru saja kembali dari rumah Lisbeth, Hari sudah sangat larut. Maria pulang ke rumahnya dan menemukan ibunya sudah berada di kamarnya. Maria kemudian masuk ke kamarnya dan membersihkan tubuhnya.

Sekeluarnya dia dari kamar mandi, Maria terduduk di samping foto keluarga Maria yang asli. Maria termenung. Seribu satu pertanyaan muncul dalam benaknya 'Bagaimana kabar ayah Amelia? Apakah Amelia sudah meninggal sehingga aku hidup sebagai Maria? Apakah masih ada harapan bagiku untuk pulang?' Dia menyentuh bingkai foto yang ada di tangannya sebelum dia menaruhnya kembali ke atas meja.

Ketika dia menaruh bingkai foto itu, ada sebuah amplop yang tergeletak di lantai. Maria membuka isi surat tersebut. 'Bukankah seharusnya surat resmi seperti ini sudah tidak lagi dibuat oleh orang-orang di koloni ini?' Maria tidak sabar untuk melihat isinya, karena orang-orang sudah berkomunikasi dengan menggunakan arlojinya.

Ketika Maria membuka isinya, dia melihat sebuah kertas putih yang resmi bertuliskan tanggal 30 Januari 2496. Maria kaget, karena itu berarti surat tersebut tiba sejak sebulan yang lalu. Maria mengangkat surat tersebut ke jarak bacanya dan mulai membaca isinya:

Yang terhormat Nona Maria Anjali,

Dengan segala hormat, kami mengucapkan terima kasih kami atas bantuan yang telah Nona lakukan demi menyelamatkan salah satu pejuang kami, Tuan Sean Smith.

Dengan segala pertimbangan atas kehandalan Nona Maria Anjali dalam kegiatan perburuan sebelumnya, kami ingin memberikan kesempatan bagi Nona untuk mengembangkan potensi Nona Maria Anjali dalam berburu. Beserta surat ini kami mengundang Nona untuk bergabung dengan kami di persatuan para pejuang koloni ke enam belas.

Salam Hormat,

Tuan Derrik Brown

Maria terdiam untuk beberapa saat. 'Sebuah undangan untuk menjadi seorang pejuang. Aku pikir para pejuang harus mendapatkan penghargaan terlebih dahulu sebagai seorang veteran perburuan. Sementara aku hanya seorang pemburu pemula.' Dia tidak habis pikir mengenai bagaimana hal tersebut dapat terjadi. 'Apakah Sean yang merekomendasikan aku pada para pejuang?'

Maria menaruh surat tersebut di meja tempat tidurnya. Dia beranjak ke arah dinding kamarnya yang dilengkapi dengan sebuah tombol. Dia menekan tombol pada dinding tersebut dan seketika jendela ke arah luar terbuka. Maria memandang ke kejauhan. Adegan-adegan yang terjadi sebelum Amelia terkirim ke koloni enam belas sebagai Maria, mulai berputar di dalam kepalanya.

***

Hari itu adalah bulan yang sama dengan bulan pada tanggal di surat yang diterima Maria, Januari, lebih dari empat ratus tahun yang lalu. Salju yang seharusnya turun di kota Vladivostok sama sekali tidak turun tahun ini. Suhu di tempat tersebut yang biasanya hampir menyentuh -8o Celcius, sekarang melewati nilai 0o Celcius. Walaupun demikian, bagi Amelia yang tinggal di daerah tropis yang iklimnya lebih stabil, dia tetap menggunakan baju hangatnya sebelum berpatroli di sekitar kota tersebut.

Sebagian dari kota tersebut sudah hancur karena peperangan dua kubu, Aliansi Timur dan Barat. Pasukan TNI Indonesia, yang termasuk kowad di dalamnya, dikirim ke dalam misi bantuan penyelamatan untuk para rakyat sipil karena pengeboman sempat terjadi di tengah masyarakat Rusia beberapa waktu yang lalu. Walaupun sebagian kota itu hancur, tetapi masih banyak penduduk yang menolak keluar dari kota tersebut.

BOOM! Ketika Amelia sedang menggendong senjata api jarak jauhnya di saat dia berpatroli, ia mendengar ada sebuah dentuman tidak jauh dari area patrolinya. Amelia menoleh ke arah dentuman tersebut dan segera berlari kesana. 'Itu adalah area yang diputari Siti.' Amelia merasakan adrenalinnya mulai bekerja.

Ketika Amelia sudah dekat dengan area tersebut, dia segera mendongak ke atas dan melihat ke sekitarnya untuk memeriksa keamanan pada tempat tersebut. Setelah dia merasa aman, dia pergi ke tempat kawan-kawan seperjuangannya. Dia berhenti di satu bangunan yang terbuka, lalu menggunakan teropong yang tergantung di lehernya untuk mencari kawan-kawannya.

Amelia melihat beberapa anggota kowad yang sedang mengevakuasi rakyat sipil dari daerah tersebut. Di seberang arah mereka ada sepasukan militer asing yang sedang melakukan serangan. Siti dan kawan-kawan TNI terlihat sedang mengendarai tank harimau ke garis depan. Peperangan nampaknya akan terjadi di tempat tersebut.

Amelia yang siaga sebagai seorang penembak jitu kemudian naik ke salah satu bangunan yang cukup tinggi dan menyiapkan senjatanya. Dia mulai mengeker musuh-musuh yang bersembunyi di tempat-tempat yang tidak terjangkau oleh tank tersebut. DOR! Satu musuh tumbang, Amelia kemudian menyiapkan dirinya untuk menembak lagi.

Setelah beberapa kali menembak, Amelia melihat bang Yuda sedang berlari ke bangunan yang dipakai oleh Amelia untuk menembak. Dia melihat bang Yuda memberikan isyarat untuk mundur dari tempat tersebut. Amelia segera menerima perintah tersebut dan bersiap untuk mencari tempat lain yang aman untuk menembak.

Saat Amelia keluar dari bangunan tersebut, Seseorang dengan jaket berwarna hitam menusuk dia dari belakang. Amelia tidak merasakan keberadaannya sehingga dia tidak sempat melakukan perlawanan. Rupanya musuh telah mendeteksi langkah Amelia dan Amelia lengah. Darah bercucuran dari area luka yang ditusuk oleh musuh tersebut.

Amelia melemparkan senjata apinya dan menarik belati untuk bertarung. Dia berguling ke belakang sambil memegang area luka yang masih tertusuk belati lawan. Amelia meringis sambil menahan kesakitan yang dia rasakan.

Lawannya sedang menerjang ke depan Amelia sambil mengeluarkan belati lainnya di pinggangnya. Amelia melihat gerakan lawannya segera menghindari belati yang mengayun tersebut. Dia menggerakkan pundaknya ke samping sehingga lengan lawannya maju ke depan muka Amelia. Tanpa menyia-nyiakan gerakan, Amelia memegang lengan sang lawan dan menyiku perut lawan dengan kakinya.

Musuh tersebut berupaya melepaskan diri dari Amelia dengan menggunakan siku lengannya untuk menyiku pundak Amelia. Amelia yang kalah kuat dari lawannya yang tinggi besar kemudian terpaksa melepaskan lengan tersebut dan menghindar.

Pria dengan jaket hitam tersebut kemudian kembali melakukan penyerangan dan kali ini dia mengarah bagian tubuh Amelia. Amelia membelokkan tubuhnya untuk menghindari serangan belati tersebut, namun pria tersebut segera mengayunkan lengannya yang lain untuk meninju wajah Amelia.

Amelia menggunakan lengannya untuk menahan serangan tersebut dan dia terpaksa mundur ke belakang. Gerakan lawan memang tidak secepat Amelia, namun dengan lukanya yang terus mengeluarkan darah, Amelia mulai berkeringat dingin.

Pandangannya mulai kabur dan Amelia terpaksa menyerang dengan sisa-sisa tenaganya. Ketika Lawan memegang kedua lengan Amelia, Amelia berusaha memanfaatkan kakinya yang masih bebas mengayun ke arah perut lawan.

Pada saat itu, Amelia sudah mulai kepayahan dan dirinya berlutut untuk menopang tubuhnya yang hampir jatuh ke tanah. Pria besar itu sudah kembali berdiri dan tertawa menyeringai. Amelia melihat lawannya dengan pandangan pasrah 'Inikah akhir dari perlawananku?'

'Tidak!' Amelia berusaha mengayunkan lengan kecilnya untuk meninju lawan. Sayang sekali, dengan kondisinya, serangan Amelia tidak berarti apa-apa bagi lawannya. Lengan kecil itu dicengkeram erat-erat dan Amelia mulai kehilangan kesadarannya.

Saat itu lengan yang mencengkeramnya mengendur. "Amel…!!! Kau…?!" Amelia mendengar sebuah teriakan cemas dari arah kiri area pertarungan. Suara itu terdengar seperti suara bang Yuda. Tubuh Amelia yang sudah tidak dapat menahan sakit tumbang ke samping. Hal terakhir yang dia ingat adalah suara derap langkah kaki dengan sepatu boots yang berlari ke arahnya.

***

Maria memejamkan matanya ketika dia memutar kembali kenangan tersebut di dalam kepalanya. Dia mengernyitkan dahinya untuk sementara. Maria memegang punggungnya pada area yang dulu ditusuk oleh musuh tersebut. Rasa sakit yang bercampur dengan panas menusuk ke punggungnya itu sampai sekarang masih bisa dia rasakan. Apabila terhempas oleh seekor ular adalah rasa sakit yang terasa sekaligus dan menghilangkan kesadarannya, perasaan tertusuk oleh belati sambil terus bertarung adalah perasaan sakit yang menjalar sedikit demi sedikit memakan kesadarannya. Maria merasakan bahwa itu bukan sesuatu yang menyenangkan.

Maria memegang sisi jendela kamarnya sambil terus memandang pepohonan di luar rumahnya. 'Apakah aku harus kembali menjadi seorang prajurit? Apa sebenarnya tujuanku dulu menjadi kowad?' Maria bertanya-tanya kepada dirinya sendiri. 'Apakah motivasiku dahulu disebabkan oleh rasa keadilan ayah Amelia? Ataukah pikiran Amelia yang terlalu menggampangkan pelatihan dalam TNI? Ataukah ada hal lainnya yang hilang dari benakku?'

Malam itu, Maria berpikir cukup lama di depan jendela kamarnya tersebut. Setelah malam berganti menjelang pagi, Maria berbaring di tempat tidurnya 'Kurasa aku terlalu banyak berpikir, untunglah besok aku tidak perlu ke perpustakaan'. Tak lama kemudian, dia terlelap dalam mimpinya.