Setelah para pejuang yang menjaga daerah pertambangan memeriksa Sean dan Maria, mereka memproses daftar identitas Sean dan Maria sebagai orang yang selamat dari perburuan dengan pengecualian. Para pejuang itu menyematkan sebuah cincin pada masing-masing tangan Sean dan Maria. Setelah itu, para pejuang memberikan tanda bagi mereka untuk melewati daerah pertambangan dengan mobil kapsul mereka, walaupun para pejuang memandang keduanya dengan tatapan curiga.
"Mengapa mereka menatap kita dengan penuh kecurigaan?" Maria bertanya kepada Sean. "Mungkin mereka meragukan bahwa kita benar-benar selamat dari perburuan tersebut. Mereka takut ada manusia klon yang memasuki daerah ini tanpa ketahuan." Sean menjawab sambil mengemudikan mobil mereka melalui daerah pertambangan.
'Manusia klon… Ada berapa mahluk dengan inteligensia tinggi yang hidup di dunia ini?' Maria melihat ke arah jendela dan memperhatikan pemandangan rumah-rumah yang bentuknya seragam, hanya ada beberapa rumah yang bentuknya berbeda dengan yang lain. 'Apakah disini tidak ada perbedaan antara orang miskin dan orang kaya?'
Setelah hampir satu jam berkendara, Sean menghentikan mobilnya di depan rumah Maria. "Kita sudah sampai." Sean keluar dari mobilnya. "Ibumu pasti akan sangat senang akan kepulanganmu ke rumah." Ujarnya sambil membantu Maria keluar dari mobilnya.
"Apakah tidak apa-apa begini? Maksudku, kita tidak perlu mengisi formulir untuk kepulangan kita? Akankah ibu mengetahui aku selamat dan sedang berada di depan rumah?" Maria bertanya-tanya kepada Sean. Sean membalasnya dengan tawa kecil "Hahaha… Kau ini lucu, Maria. Tentu saja ibumu akan mengetahui itu, pertukaran informasi di koloni kan terhubung satu sama lain dengan arloji kita."
Pipi Maria memerah karena dia sadar akan tingkahnya yang konyol. "Baiklah, aku akan masuk sekarang. Apakah kau akan ikut masuk?" Tanya Maria kepada Sean. "Tentu saja. Akan sangat tidak sopan bagiku untuk langsung pergi meninggalkan penyelamatku bukan?" Sean tersenyum sambil menepuk pundak Maria.
Maria membuka pintu rumahnya dan menemukan Nyonya Anjali sedang berdiri menunggu Maria di depan pintu. Ketika melihat Maria, seketika Nyonya Anjali memeluknya seerat mungkin. "Aku tak percaya aku dapat melihatmu lagi. Apabila kau pergi meninggalkanku seperti ayahmu, aku… aku tidak tahu lagi apa yang harus kulakukan." Suaranya parau sambil terdengar isakan ditengah-tengah kalimat yang dia ucapkan.
Maria tersenyum seraya merangkulkan tangannya kepada ibunya. 'Maria, kau memiliki ayah dan ibu yang baik.' Maria menutup matanya sambil berkata "Aku pulang ibu." Maria merasakan punggungnya yang ditepuk-tepuk perlahan oleh ibunya. "Selamat datang, anakku."
Sean yang berencana untuk mengucapkan salam ketika mereka tiba akhirnya terdiam melihat Nyonya Anjali yang terlihat begitu senang ketika anaknya pulang. Dia hanya melihat mereka dari belakang punggung Maria sambil mengangkat tangannya dan menaruhnya di tengkuknya.
Setelah momen haru itu berlalu, ibu Maria mengangkat kepalanya dan menyadari keberadaan Sean yang sedang diam tersenyum di belakang Maria "Siapakah pemuda tampan ini?" Tanya Nyonya Anjali sambil melepaskan tangannya yang masih menggenggam tangan Maria.
"Pacarmu kah Maria?" Nyonya Anjali menoleh ke arah Maria sambil tersenyum lebar. Wajah Maria terlihat kemerahan, ntah karena perasaannya ataupun karena kesalahpahaman ibu Maria. "Bukan demikian ibu. Kami berdua terpisah dari mobil para pemburu, sehingga kami bekerja sama untuk menyelamatkan diri di hutan perburuan." Maria menyangkal keterangan ibunya.
"Ah, maafkan aku kalau begitu. Siapa namamu anak muda?" Ibu Maria tersenyum dengan penuh semangat, seakan-akan aura kebahagiaan terpancar dari dirinya. "Namaku Sean, Nyonya Anjali." Sahut Sean kepada ibu Maria.
"Ayo, ayo masuklah ke dalam. Aku baru saja membuat makanan kecil untuk kalian." Ibu Maria segera mengundang Sean untuk masuk ke dalam rumah. "Sebentar lagi makanan kecil itu akan segera matang, aku tahu kalian pasti sudah lapar dari perjalanan jauh kalian." Ibu Maria segera bergegas ke ruang dapur dan mendudukkan Sean dan Maria di sofa tamu.
Maria dan Sean saling melemparkan tatapan satu sama lain. Tak lama kemudian mereka tertawa bersama-sama. "Ibumu sangat bersemangat." Ujar Sean kepada Maria. "Yeah…" Maria melemparkan senyum sambil mengambil poci teh di tempat ibu Maria menaruhnya. Dia meniru cara ibunya membuat teh dan menaruh poci teh itu di lubang di meja tamu.
Mereka bercakap-cakap sambil meminum teh yang dibuat oleh Maria sebelum ibunya datang membawa sepiring samosa dan menyuguhkannya di meja tamu tersebut. Sean melihat samosa itu sambil tersenyum 'Makanan yang telah menyelamatkanku dari kelaparan di hutan itu.' Dia melirik Maria untuk beberapa saat 'Dan orang yang mengalah untukku agar aku bisa makan layak di kala itu.'
"Ayo dicicipi, jangan hanya dilihat." Ujar ibu Maria kepada kedua muda-mudi tersebut. Sean segera mengambil sebuah samosa itu sambil mengucapkan rasa syukurnya kepada nyonya Anjali "Nyonya Anjali, samosa buatanmu sangat enak. Aku mencicipi makanan ini pertama kali ketika aku sangat kesulitan di hutan perburuan."
Mata ibu Maria membesar, dia melirik Maria sambil tersenyum kepada Sean "Syukurlah bila kau menyukainya. Makanlah yang banyak." Ibu Maria mengambil satu buah samosa dan memakannya bersama dengan mereka. Sore itu, ibu Maria menikmati cerita mereka di hutan perburuan sambil sesekali menyeruput teh yang telah dibuat oleh anaknya.
Tak terasa, sore sudah menjelang malam. Langit yang mulanya berwarna biru terang kemudian berubah menjadi jingga kemerahan. "Ah, nampaknya aku sudah terlalu lama disini. Aku harus segera kembali ke asrama para pejuang." Sean melihat ke luar sebelum dia memeriksa arlojinya untuk mengetahui waktu secara tepat.
"Baiklah, biar aku antar kau." Maria bangkit berdiri dan mengantarkan Sean ke depan rumah. Ibu Maria mengikuti mereka sambil berkata "Berkunjunglah lagi apabila kau ada waktu." Sean tersenyum padanya "Tentu saja nyonya Anjali." Dia memeluk mereka secara bergantian. "Sampai jumpa."
***
Sean mengendarai mobilnya menuju ke majelis pimpinan para pejuang. Dia segera memasuki tempat tersebut dan disambut oleh bagian administrasi. "Tuan Smith, kami benar-benar bersyukur anda dapat kembali dengan selamat. Ada kepentingan apakah anda datang malam-malam ke tempat ini?" Ujar salah seorang staff administrasi di tempat itu.
"Aku ingin bertemu Tuan Brown untuk melaporkan penemuanku di hutan perburuan. Apakah dia belum pulang?" Tanya Sean kepada staff tersebut.
Staff administrasi itu duduk dan memeriksa perangkat komputer miliknya. Peta bangunan tersebut terpancar dalam bentuk 4 dimensi di layar komputer itu. "Nampaknya Tuan Brown masih ada di kantornya. Anda dapat langsung ke sana untuk melapor."
"Baiklah. Terima kasih." Sean segera bergegas menuju lift berbentuk telur yang terhubung di sebuah saluran transparan sementara staff administrasi itu membungkukkan badannya sebelum duduk kembali di tempatnya.
Sean segera menekan tombol dengan nomor 25 dalam lift tersebut. Setelah dia menekan tombol tersebut, lift segera membawa Sean ke lantai yang dia tuju. Disana, Derrik terlihat sedang menelepon seseorang dengan arlojinya dan mengatakan bahwa dia akan pulang terlambat.
Setelah menutup komunikasinya, Derrik memandang ke arah Sean sambil tersenyum "Selamat datang kembali pejuang menengah, Sean Smith. Aku sangat senang bertemu denganmu kembali, aku bahkan sempat mengira kami telah kehilangan pejuang handal seperti dirimu." Dia bangkit dari tempat duduknya dan berjalan menuju arah Sean sambil merentangkan tangannya untuk merangkul Sean.
"Terima kasih atas pujiannya Tuan Brown. Senang rasanya telah kembali ke rumah." Ujar Sean sambil menyambut rangkulan itu dan menepuk punggung Derrik. "Apakah semua orang yang melakukan perburuan pulang dengan selamat?" Tanyanya dengan penuh rasa penasaran.
Derrik melepaskan rangkulannya dan menundukkan kepalanya. "Kita kehilangan beberapa belas orang pada perburuan kali ini. Perburuan itu sungguh sesuatu yang diluar dugaan." Dia terdiam sesaat sebelum melanjutkan kalimatnya, "Tapi aku sungguh benar-benar bersyukur kau kembali dengan selamat. Asal kau tahu, aku benar-benar menghargai keterampilanmu sebagai seorang pejuang. Walaupun sayangnya…" Derrik tidak melanjutkan perkataannya.
Sean terdiam untuk sementara, dia kemudian tersenyum pada Derrik, "Tidak ada yang perlu disayangkan mengenai diriku. Aku lebih khawatir mengenai orang-orang yang meninggal di waktu perburuan." Sean menutup kedua matanya dan raut wajahnya menunjukkan duka terhadap orang-orang yang menjadi korban di perburuan tersebut.
"Omong-omong, maafkan aku datang kesini selarut ini." Sean membuka pembicaraannya kepada Derrik. "Aku kemari untuk melaporkan beberapa situasi yang kami jumpai selama kami berada di hutan perburuan dan memulihkan diri."
"Ah, ya. Kau dan gadis itu hilang selama hampir seminggu. Apa saja yang kalian lakukan selama itu di hutan perburuan?" Derrik bertanya kepada Sean. "Aku tidak yakin kau akan menghabiskan waktu selama itu bila kau berada dalam keadaan sehat."
Sean kemudian menyatakan bahwa saat itu Maria menyelamatkan dirinya dari kejaran serigala hutan dan melaporkan berbagai keganjilan yang mereka temui sepanjang perjalanan tersebut. Sean melaporkan mengenai keberadaan koloni yang tidak diketahui.
Dia juga melaporkan mengenai binatang-binatang besar yang mereka temui sepanjang perjalanan menuju tempat itu. Ular-ular dan tarantula yang mereka temui di tempat tersebut merupakan hewan-hewan di bumi dengan versi raksasa. Sean mencurigai adanya mutasi yang terjadi di sekitar area hutan tersebut.
Derrik yang mendengarkan laporan Sean kemudian mengetuk-ngetukkan jarinya ke meja kerjanya sambil berpikir untuk beberapa saat. Tidak lama setelah itu, Sean dipersilakan pulang ke asrama pejuang untuk beristirahat.
"Baiklah, Tuan Brown. Terima kasih atas perhatiannya dan sampai jumpa kembali besok." Sean membungkuk kepada Derrik. Derrik menepuk pundaknya sambil berkata, "Berapa kali aku mengatakan untuk tidak bersikap formal terhadapku. Lagipula bila mereka tidak memperhitungkan keturunanmu, saat ini kita tentu sudah menjadi partner kerja."
"Itu adalah sesuatu yang tidak dapat aku kendalikan. Selamat malam Derrik." Ujar Sean sambil membalikkan badannya menuju ke pintu keluar. Derrik hanya menatapnya dari kejauhan sambil setengah berbisik "Selamat malam." Wajahnya menunjukkan tatapan kebapakan terhadap punggung Sean yang sekarang sudah lebih lebar dari dirinya.