Sean memasuki kawasan koloni tersebut dan segera memasuki ruangan pengendali di kubah tersebut. Sean melihat bahwa ruang pengendali tersebut masih utuh dan semua kontrol panelnya bekerja dengan baik. Pada saat itu, Sean merasa gembira karena dia bisa berharap ada sisa-sisa kehidupan yang menjaga tempat tersebut.
Sean segera duduk dan menyalakan komputer utama di ruang kontrol. Peta koloni dan fungsi kontrol untuk suhu, kelistrikan, dan pengaliran air masih berfungsi dengan baik. Dia segera melihat peta koloni yang ada di layar kiri kontrol panel.
Peta tersebut membuat Sean terbelalak, karena semua area di koloni tersebut sudah hancur berantakan. Hanya dua area di kubah itu yang masih terlihat utuh, yaitu kubah pertama dan kedua. Dia melihat nama area yang masih utuh tersebut: Area Sigillaria dan Bunga Bangkai.
Sean mencari fasilitas yang masih dapat beroperasi di kedua area tersebut. Dia menarik nafas lega dan menyandarkan kepalanya ke tempat duduknya. Pusat medis dan perpustakaan masih berfungsi di area sigillaria. Sementara daerah Bunga Bangkai masih memiliki tempat peralatan walaupun tempat-tempat tersebut sudah lama tidak beroperasi.
Sean menemukan suatu hal yang aneh pada peta koloni tersebut. Ada sebuah pusat teknologi yang beroperasi di distrik Akasia. 'Distrik ini berada agak jauh dengan kedua distrik sebelumnya, mungkin distrik tersebut berada di kubah keenam atau ke tujuh. Dan pusat teknologi tersebut…' Sean melihat distrik yang memiliki pusat teknologi tersebut beroperasi setiap beberapa puluh tahun selama dua ratus tahun belakangan.
'Dua ratus tahun. Dua ratus tahun lamanya tempat ini diterbengkalaikan, namun mengapa area ini masih terawat?' Pikir Sean sambil mengendurkan semua stressnya yang bertumpuk. Dia segera menepiskan semua pikiran itu jauh-jauh. "Setidaknya tempat-tempat tersebut masih beroperasi dan kami membutuhkan pertolongan medis."
Sean bangkit berdiri dari tempat duduknya dan menggendong Maria untuk berlari ke area pusat medis untuk mendapatkan pengobatan, atau setidaknya pertolongan pertama. Setibanya di pusat medis, Sean mengecek peralatan medis yang ada di tempat tersebut.
'Mesin diagnosa masih berjalan, apakah ini dilengkapi dengan mesin untuk mengobati luka?' Sean mencoba mengoperasikan mesin tersebut. Sean melihat tombol-tombol di sekitar tempat tidur untuk mendiagnosa pasien. Dia menemukan tombol-tombol yang familiar, ditambahkan dengan tombol-tombol aneh dengan banyak mode pengobatan.
Di luar dugaan, mesin itu memiliki teknologi yang lebih canggih daripada mesin yang ada pada pusat medis di koloni 16. Apabila mesin di koloni 16 hanya mendiagnosa tanpa ada detail dan mengobati berbagai luka dan penyakit ringan, mesin ini memiliki fitur untuk memindai dan mendiagnosa secara menyeluruh. Mesin itu pun dapat memberitahu berbagai jenis penyakit yang diidap pasien dalam fitur 4 dimensi di kapsul sebelah pasien beserta pengobatan secara keselurahan dan memproduksi obat-obat yang dibutuhkan oleh pasien.
Sean memandang mesin itu dengan kekaguman di wajahnya. Dia segera menaruh Maria ke dalam tempat tidur untuk diagnosa pasien dan menutup tempat tidur itu dengan tutup dari bahan sejenis plastik. Tulang pada kedua tangannya retak dan kepalanya mengalami gegar otak di bagian samping kanan. Memar pada punggung dan dislokasi bahu. Sean menelan ludahnya dan memejamkan kedua matanya sambil menghela nafas lega 'Untunglah kita kesini, kami akan sangat kesulitan bila tidak kesini.'
Setelah mesin itu mendiagnosa Maria, mesin itu mengeluarkan suara beberapa kali dan menyemprotkan cairan berwarna putih yang kemudian menutupi tabung yang menutupi tempat tidur tersebut. Setelah proses itu selesai, cairan itu berubah kembali menjadi transparan dan mencair ke sisi tempat tidur sebelum akhirnya mengalir ke sebuah lubang di sisi-sisinya.
Setelah tabung itu kembali terbuka, Maria kembali membuka matanya perlahan. Dia melihat ke arah Sean dan mencoba bangun dari tempat tidur itu. 'Urgh… dimanakah ini?' Pikir Maria. Ia mengangkat tangan kirinya dan menaruhnya di antara alis matanya. "Sean…? Apa ini kelanjutan mimpiku? Dimanakah kita?"
"Kita di pusat medis." Jawab Sean singkat.
"Pusat medis? Kita sudah kembali ke koloni? Apakah kau sudah diobati?" Tanya Maria kepada Sean.
Alis Sean mengernyit, namun bibirnya tersenyum "Aku tidak tahu bagaimana menjelaskan ini." Sean membantu Maria untuk bangun dari tempat tidur itu.
Maria melihat baju ketat Sean yang berwarna merah darah di bagian kakinya. "Sean, kakimu… kau belum diobati?" Bola matanya melebar sambil menatap Sean dengan serius.
"Masalah kita adalah, kurasa kau perlu membantuku melakukan itu." Sean menundukkan kepalanya sambil memegang punggung lehernya. "Kau bisa mengoperasikan mesin ini kan?"
Maria terhenyak ketika dia mendengar perkataan Sean "Sejujurnya, aku belum pernah menggunakan peralatan ini." Dia memalingkan mukanya dari Sean sambil meliriknya dengan sudut matanya, 'Apakah dia akan curiga kepadaku bahwa aku bukan Maria?'
"Baiklah, aku akan memandumu kalau begitu." Sean mulai menekan tombol-tombol untuk memulai diagnosa. "Perhatikan aku baik-baik, ini adalah dasar dari penggunaan mesin ini. Nanti aku akan mengajarimu mengenai kegunaan masing-masing tombol lainnya."
Dalam waktu setengah jam, Maria mempelajari cara mengoperasikan mesin tersebut. Termasuk didalamnya bagaimana cara memindai tubuh, mengobati, dan memproduksi obat-obatan yang diperlukan.
Setelah persiapan untuk memulai pengobatan selesai, Sean membaringkan dirinya di atas tempat tidur diagnosis. Pintu tabung kemudian tertutup dan Maria mulai menjalankan mesin tersebut.
Di tengah prosedur pemindaian, tiba-tiba Maria mengingat sesuatu yang pernah terjadi pada Maria yang sesungguhnya.
Maria yang sesungguhnya mengalami depresi sehingga dia pergi ke pusat medis. Dia masuk ke dalam tempat tidur pengobatan, namun ketika pengobatan itu berlangsung, tiba-tiba aliran listrik yang seharusnya mengobatinya terputus karena suatu hal. Sejak saat itu, Maria yang seharusnya sudah terobati malah merasa semakin parah, dan pengobatan selanjutnya tidak berpengaruh terhadap perasaan depresi Maria yang semakin menjadi-jadi. Jantungnya terus berdegup sangat kencang sehingga dia bahkan tidak dapat tertidur selama berhari-hari. Tepat satu hari sebelum perburuan, Maria yang sesungguhnya merasa tidak tahan dan tertidur di meja perpustakaan.
Memori Maria yang sesungguhnya berakhir ketika itu dan Maria kembali pada kesadarannya. Dia segera melihat pemindaian tubuh Sean yang mengalami memar di sekujur tubuhnya. Selain memar-memar tersebut, Maria juga melihat bahwa Sean tidak hanya mengalami luka tusuk di kaki, namun juga luka di dalam tubuhnya.
Maria terkejut sekaligus bersyukur bahwa Sean membawanya ke tempat ini. Apabila Sean tidak pergi ke tempat ini, mungkin tubuhnya bisa mengalami cacat permanen. 'Aku sungguh tidak percaya bahwa dengan kondisi seperti ini dia masih menyelamatkan aku. Seberapa besar pengorbanannya untuk orang-orang di koloni enam belas.'
Setelah Sean selesai diobati, Sean mengajak Maria untuk membantunya menjelajahi koloni tersebut, dimulai dari perpustakaan koloni. "Perpustakaan koloni biasanya menyimpan berbagai dokumen mengenai bagaimana koloni ini terbentuk. Bila kita pergi kesana, mungkin kita bisa mendapatkan beberapa informasi penting mengenai koloni ini." Ujar Sean kepada Maria sambil berlari bersama Maria ke perpustakaan koloni tersebut.
Setibanya mereka ke perpustakaan yang dimaksud, Sean menyalakan semua sistem yang mengatur perpustakaan tersebut. Ketika dia telah mencari beberapa data terkait dengan kondisi koloni tersebut, Sean hanya mendapatkan kekecewaan karena semua data yang ada disana terkunci dengan berbagai sandi yang hanya dapat dipecahkan oleh para arkeolog.
"Mengapa kita membutuhkan arkeolog untuk memecahkan sandi-sandi ini?" Tanya Maria kepada Sean sambil menatap buku-buku dan kotak hitam kecil yang ada di tangan Sean. Sean menoleh kepadanya "Para arkeolog mempelajari sandi-sandi yang sudah ada dari datangnya manusia pertama ke dunia ini. Mereka juga mempelajari perkembangan sandi-sandi tersebut selama ratusan tahun untuk berkomunikasi dengan manusia di dunia luar. Aku dengar mereka berhenti mempelajarinya setelah seratus tahun terakhir ini, karena tidak ada lagi sinyal yang mengisyaratkan adanya kehidupan lain di dunia luar sana."
Sean menaruh kembali semua data yang telah mereka ambil dari ruangan tersebut. "Mungkin kita bisa bermalam disini." Ujar Sean sambil menunjukkan ruangan luas yang ada di dekat pintu depan perpustakaan. "Ruangan ini tidak terpakai, setidaknya bisa kita pakai untuk berbaring dengan nyaman." Lanjutnya sambil berbaring di salah satu pojok ruangan.
Maria mendekatinya dan berbaring di sebelahnya. "Aku bersyukur kita datang ke tempat ini, aku sangat kaget melihat lukamu di pemindaian medis tadi." Maria memandang Sean sambil menopang kepalanya dengan kedua tangannya yang berada di lututnya. "Bagaimana caranya kau bisa bergerak dengan luka separah itu."
Sean tertawa padanya, "Itu sudah resiko seorang pejuang. Aku juga merasa beruntung datang ke tempat ini. Tubuhmu ternyata sangat rapuh, aku terkejut bukan main ketika aku melihat luka-luka di tubuhmu karena satu hantaman ular itu." Dia melirik Maria sambil melanjutkan "Aku sempat berpikir kau manusia super yang dapat melakukan semuanya, bertarung dengan menggunakan belati besar, menembak jitu, menjahit luka dengan rapi, sampai dengan mengantisipasi berbagai situasi."
"Aku akan menganggap itu sebagai pujian." Maria tertawa mendengar komentar Sean yang berlebihan. Mereka kemudian kembali bercakap-cakap sampai larut malam. Maria menikmati percakapan dan waktu yang mereka habiskan bersama, malam itu dia memimpikan dunia yang ditinggali Maria dan beberapa ingatan Maria yang sesungguhnya.