Setelah tiga hari berada di hutan tersebut, luka Sean mengering dan jahitan yang ada pada kakinya mulai bersatu dengan kulit Sean. "Apakah jahitan itu memang seperti itu? Ataukah aku perlu menggunting benangnya?" Tanya Maria kepada Sean.
"Tidak apa, ini normal. Mereka akan memperbaiki lagi jahitan ini bila kita kembali ke koloni nanti." Sahut Sean menjawab pertanyaan Maria. Sean kembali menggunakan pakaian ketat panjangnya setelah Maria memeriksa lukanya.
"Tingkat penyembuhan luka pada kakimu sangat cepat, aku sedikit tidak percaya bahwa kau baru terluka dua hari yang lalu. Selain itu, dengan kecepatan penyembuhan lukamu itu, nampaknya kita dapat meninggalkan tempat ini segera." Maria memandang ke selatan sambil mendongak. Matahari bersinar melalui dedaunan yang rimbun di atas pohon yang tingginya puluhan meter.
Sean mengangguk setuju kepada Maria "Kita bisa pergi sekarang. Perlu bantuan untuk membereskan peralatanmu sebelum kita pergi?" Tanyanya. Maria menoleh kepada Sean "Daging-daging ikan yang baru saja kita makan pagi ini dapat kita bawa sebagai perbekalan. Bisakah kau membantuku membawanya?"
Maria segera membereskan peralatannya setelah mengatakan hal tersebut. Ia mulai mengasah mata tombak, mengasah damaskus, menggulung tali yang dia buat dengan sulur, dan membereskan kotak pertolongan pertama yang isinya hanya salep untuk memar, kain, dan gunting.
"Bukan masalah" Jawab Sean singkat. "Kemarikan tombakmu, biar aku yang membawanya." Lanjut Sean sambil mengepak daging-daging ikan yang telah matang dan mengikatkannya ke punggungnya.
'Aku berharap perbekalan kami cukup untuk kembali sampai ke koloni.' Maria memperkirakan bahwa mereka bisa mencapai tempat tersebut dalam waktu satu hari. Ia mengoper tombak berburu kepada Sean, sementara dirinya membawa damaskus dan kotak pertolongan pertama.
Baru saja mereka selesai bersiap-siap, Sean mendengar sesuatu dari kejauhan. "Sttt…" Ujar Sean kepada Maria. Maria segera menanggapi isyarat Sean dengan menutup mulutnya dan meningkatkan kewaspadaannya terhadap lingkungan di sekitar mereka.
Terdengar suara derikan ular dari sebelah kanan. Mata Maria segera membesar saat dia tersadar ada sesuatu yang bergerak dari arah atas. Sepasang mata berwarna kuning sedang melihat mereka sambil melaju dengan kecepatan tinggi. Mulutnya terbuka lebar ketika kepala mahluk tersebut melaju kencang ke arah area yang mereka pijak.
Maria dan Sean segera berlari untuk menyelamatkan diri mereka, namun ular yang bergerak dengan kecepatan tinggi itu dapat mengimbangi kecepatan lari mereka. Sean menoleh pada Maria "Kita tidak bisa berlari terus seperti ini. Nampaknya kita harus melakukan perlawanan."
Maria memandang Sean sambil terus berlari ke arah barat dari akar pepohonan yang mereka tinggali sehari sebelumnya. Setelah mempertimbangkan saran Sean, Maria mengangguk padanya, "Apakah kau sudah siap?" Sean membalas anggukannya sambil menjawab "Kapanpun kau siap."
Ular itu segera menyerang Sean dan Maria ketika keduanya berhenti berlari. Sean dan Maria memeperhitungkan besarnya ular tersebut. Ular tersebut memiliki besar sepinggang mereka. Namun demikian, dengan ukurannya ular itu dapat menelan mereka hidup-hidup.
Racun kental tersembur dari mulut mahluk tersebut tepat ketika Maria dan Sean menghindar. Maria segera mundur ke belakang, sementara Sean melompat ke samping. "Ular beracun." Ujar Maria sambil setengah berbisik. Kedua orang yang menjadi sasaran ular tersebut segera melompat mencari posisi yang tepat untuk menaiki badan ular tersebut.
Sean berlari mengikuti Maria sementara ular tersebut mencoba menggigit Sean ke samping. Mereka mencari bebatuan yang cukup besar sebelum melompat ke arah akar pepohonan yang letaknya cukup dekat dengan area mereka. Mereka melompati akar-akar tersebut sampai mereka yakin mereka berada di posisi yang cukup tinggi untuk dapat melompat ke kepala ular besar itu sebelum akhirnya mereka memutuskan untuk berpisah satu sama lain.
Maria segera mengeluarkan damaskusnya sementara Sean menarik sulur yang mengikat tombak yang tergantung di tubuhnya. Keduanya segera melompat ke bagian samping kanan dan kiri dari kepala ular tersebut. Tanpa perlu aba-aba, keduanya mengeluarkan senjatanya masing-masing dan segera menusuk kedua mata ular tersebut secara bersamaan.
Dalam waktu sepersekian detik, Ular itu menggelinjang dan berusaha melemparkan kedua mahluk yang menempel di tubuhnya. Sean dan Maria segera melompat ke arah yang berlawanan. Mereka mencari pijakan untuk menyerang kembali.
'Kepala ular itu memiliki sisik dan sisi sampingnya adalah kelenjar bisa. Tidak dapat menyerang dari sana.' Pikir Maria. Sean mengikuti gerakan Maria dan turun ke sisi rerumputan. Mereka mencari titik lemah yang terletak di leher monster tersebut dan segera menancapkan senjata mereka ke bagian lehernya.
Maria berdoa bahwa senjata mereka cukup besar untuk menikam titik vital ular tersebut. Setelah mengorek titik vital di lehernya, Maria dan Sean menyayatkan senjata mereka yang sudah tertancap dan membelah leher sang ular sejajar dengan arah badan ular tersebut.
Sean dan Maria berhasil memotong nadi yang ada di dalam leher ular besar itu, membuat ular tersebut berdesis dan menyemprotkan bisanya ke udara. Maria dan Sean melompat dan berlari ke arah belakang untuk menghindari racun yang terciprat ke udara. Darah menyemprot dari kedua sisi luka ular tersebut dan mengalir ke tanah.
Bahkan setelah mereka memotong nadi yang berada di sisi-sisi samping bawah kepalanya, ular itu masih terus menggeliatkan kepalanya dan berusaha untuk menggigit Maria yang berdiri di dekatnya. Maria melompat mundur sambil tetap waspada menjaga jaraknya dengan kepala yang berukuran setinggi dada Maria.
Tiba-tiba saja, Sean yang berada di sisi lain ular itu berseru kepada Maria "Maria, Hati-hati!! Di atas!" Maria mendongakkan kepalanya ke atas dan menyadari bahwa ekor dari ular itu sedang menggeliat dan menghantam ke arahnya. Maria berlari secepat mungkin, namun ia sadar bahwa dia tidak akan dapat berhasil menghindarinya dengan jarak sedekat itu. Ia berbalik ke arah ekor itu sambil menyilangkan tangannya di wajahnya untuk melindungi tubuhnya dari serangan ekor tersebut.
BRAKK!!
Maria terpelanting ke tanah karena serangan ular tersebut. Ia jatuh sambil terseret sementara kepala ular itu membuka mulutnya untuk menyemburkan bisa. Tepat di saat itu, Sean menarik tubuh Maria yang sudah terkulai lemas dan membawanya menjauh dari ular tersebut.
Tubuh Maria yang rapuh kesulitan untuk mengatasi cedera yang ia terima. Kesadarannya meredup dan dia pingsan ketika Sean menggotongnya dipundaknya untuk berlari dari ular besar tersebut. Sean melompat ke pohon yang terdekat dan menaiki pohon tersebut dengan cara melompat sambil tetap menggendong Maria.
Setelah dia berhasil memanjat ke salah satu dahan pohon yang cukup rendah, Sean menaruh Maria yang sedang tidak sadarkan diri ke dahan pohon tersebut. Dia berdiri sambil mengamati kondisi di sekitarnya dan arah jalan pulang yang terdekat.
'Nampaknya kita berlari menjauhi koloni.' Sean berpikir sambil mencari padang gelembung. Ketika pandangannya menyusuri hutan perburuan yang luas dari arah barat, Sean melihat sesuatu di arah barat. 'Sebuah koloni?' Tanyanya dalam hati. Sebuah kubah yang sudah rusak beserta puing-puing koloni terlihat di arah barat pohon tersebut.
Sean melihat ke Timur dan dia melihat padang gelembung di arah tenggara. 'Padang gelembung tersebut terlalu jauh untuk diraih untuk saat ini' Sean mempertimbangkan dirinya pergi ke arah barat dan memutuskan untuk beristirahat di puing-puing bekas koloni yang belum pernah mereka lihat tersebut.
Sean menggotong Maria dan kembali turun dari pohon tersebut, lalu dia berlari ke arah barat. Dia berharap bahwa mungkin puing-puing koloni itu masih mempunyai barang yang masih bisa mereka pakai untuk pulang, contohnya sebuah mobil kapsul. Selain itu setidaknya puing-puing tersebut memiliki fasilitas yang lebih baik untuk beristirahat, daripada tidur di bawah akar pohon dengan ancaman mahluk liar di sekitarnya.
Hari semakin malam, namun Sean berlari sambil mengabaikan luka di kakinya yang kembali mengeluarkan darah segar. Pintu dari puing-puing koloni itu terlihat semakin mendekat. Sean menarik nafas panjang ketika dia sampai di pintu tersebut.
Tanaman rambat menutupi sebagian pintu yang sudah rusak tersebut. Untungnya tanaman merambat itu hanya menutupi sebagian dari pintu yang telah rusak itu, sehingga Sean dapat melalui pintu itu dengan mudah.