Maria memutuskan bahwa daun yang dia hinggapi sama sekali tidak membantunya melihat ke kejauhan. Ia melompat ke arah pohon tempat Sean beristirahat dan menggunakan setiap kulit pohon yang terkelupas untuk memanjat.
Setelah ia merasa berada di ketinggian yang cukup untuk mengamati tumbuh-tumbuhan di sekitarnya, Maria berhenti sejenak untuk mencari lokasi dimana dia dapat mencari buah-buahan yang dapat dia angkat dengan ukuran tubuhnya. 'Bangkai cockatrice di arah timur laut… Area buah-buahan di bagian selatan… itu artinya kemarin kami berlari ke arah barat daya.'
Baru saja ia memetakan area di sekitar lokasinya, Maria menyadari ada sekelebat bayangan yang datang menuju lokasinya. Maria segera melompat turun dari pohon tersebut. BAM! Maria terpelanting dari pohon yang dia panjat. Beruntung baginya, ia terjatuh di salah satu daun yang dapat mengakomodasi tubuhnya dari batu yang berada tepat dibawahnya.
Maria memaksakan dirinya untuk bangun dan mendongak. 'Burung pemangsa.' Maria kemudian berlari ke area buah sambil menghindari dedaunan yang bentuknya tajam. Dia kemudian melompat ke area rerumputan yang tertutup dedaunan untuk bersembunyi dari burung besar itu. 'Semoga dia tidak menyadari kemana aku berlari.'
Burung besar itu menengok ke arah bawah dan pandangannya menyusuri lokasi dimana Maria bersembunyi. Setelah beberapa saat, nampaknya dia memutuskan untuk mencari buruan lain dan terbang menjauh dari lokasi tersebut.
KAOK! KAOK!
Suara burung tersebut terdengar untuk beberapa waktu. Maria menunggu di bawah dedaunan sampai ia merasa bahwa situasi sudah aman baginya untuk melanjutkan perjalanannya ke area buah-buahan. Dia kembali melompat dan berlari ke selatan sambil sesekali menghindari dedaunan dan ujung rerumputan yang runcing.
'Baju ketat ini cukup efisien dalam menghindari goresan-goresan dari dedaunan. Selain itu penggunaan choker juga mempermudah orang-orang disini untuk membuka baju mereka di kondisi tertentu. Tidak heran mereka menggunakan baju seperti ini kemana-mana, walaupun secara estetik…'
Tiba-tiba, Tubuh Sean yang berotot terpintas dalam benaknya. Kulit tubuhnya yang sangat menarik ketika dia membuka baju ketatnya membuat jantung Maria kembali berdegup kencang. 'Nampaknya tidak baik untuk memikirkan fashion di saat seperti ini.' Ia menepis semua pikirannya dan memfokuskan dirinya untuk berlari.
Tanpa sadar, Maria telah sampai pada area dimana para pemetik memilah-milah buah-buahan dan sayuran pada pagi hari kemarin. 'Ini tempatnya, semoga mereka menyisakan sesuatu yang dapat kami makan.' Maria berharap masih ada sisa buah-buahan yang tertinggal di tumbuh-tumbuhan tersebut sambil melompat berputar dan mencari diantara dedaunan.
Maria melihat beberapa buah yang telah jatuh ke tanah dan mulai membusuk. 'Tidak mungkin kami dapat memakannya." Pikirnya dalam hati. Dia kembali melompat ke tumbuhan lainnya sambil memperhatikan tumbuhan yang ada di sekelilingnya. Dia melewati buah yang jatuh namun masih cukup terlihat baik, buah-buah yang masih tergantung hijau di pohonnya, dan buah-buahan yang terlalu tua untuk diambil.
Setelah beberapa waktu berputar-putar dan memilah buah-buahan yang ada pada daerah tersebut, Maria akhirnya menemukan sebuah tumbuhan rambat yang masih memiliki beberapa buah yang cukup matang. 'Mungkin kurang sedikit lagi, namun ini mungkin yang terbaik yang bisa aku dapatkan.' Maria menggunakan damaskusnya untuk melompat dan memotong buah tersebut.
Buah tersebut terjatuh ketika maria memotongnya. Maria segera melompat turun ke daun di bawahnya dan mendorong kakinya melawan daun tersebut untuk melontarkan dirinya ke arah buah yang sedang jatuh. Dia mengambil buah itu dari samping kemudian melakukan salto ke daun yang lainnya sebelum akhirnya dia mendorong dirinya untuk melompat ke tanah.
Setelah menaruh buah yang dia dapatkan ke sebuah daun yang telah dia siapkan sebelumnya, kepala Maria kembali mendongak ke atas dan mulai memilih buah lain di tumbuhan tersebut. Dia memilih satu buah yang berwarna kekuningan dan mengulangi prosedur yang sama.
Setelah Maria mendapatkan buah kedua, ia mencari beberapa daun panjang yang dapat dia pakai untuk menggendong buah-buahan tersebut. Ia menggotong buah-buahan yang telah dia alasi dengan daun di punggungnya dan digendongnya buah-buahan tersebut dengan mengikatkan dedaunan panjang yang dia temukan di dadanya. Dimasukkannya damaskus yang dia pakai kembali ke dalam sarung pisau damaskus yang ada di sisi pinggangnya. Setelah dia siap, dia mulai berlari kembali ke akar pohon dimana Sean menunggunya.
Sekembalinya Maria ke celah akar pohon, dia menurunkan buah-buahan yang dia dapatkan di area luar akar pohon. Maria membawa buah yang berwarna kekuningan ke dalam akar pohon tersebut, dan menemukan Sean yang sedang tertidur di dinding akar dengan keringat dingin mengucur dari dahinya. Sean menggertakkan giginya dalam tidur. Maria segera mendekatinya dan memegang kepalanya.
'Demam.' Maria bergegas mengambil kain bekas yang dipakainya untuk mengambil tombak Sean, lalu berlari ke luar celah akar. 'Kurasa aku melihat sebuah sungai kecil di utara pohon ini. Semoga aku tidak salah lihat.'
Maria berlari secepat mungkin menuju arah utara dari pohon tersebut. Setelah dia berlari untuk beberapa menit, dia melihat sebuah mata air mengalir. Mata air tersebut terlihat seperti sebuah danau besar yang jernih berisikan banyak ikan-ikan yang berenang dengan lincah. Ia membasuh kain yang penuh darah di tangannya.
Banyak hal terlintas dalam kepalanya ketika dia membasuh kain-kain tersebut. Dia memikirkan tentang kondisi Sean, kondisi para pemburu dan para pejuang yang kembali ke koloni enam belas, kemudian dia berpikir untuk menangkap ikan-ikan tersebut besok hari.
Maria segera kembali ke akar pohon dan masuk ke dalamnya. Dia melihat keadaan Sean yang masih belum menunjukkan perbaikan. Dia merobek daun yang dipakainya untuk mengalasi buah dan menggunakannya untuk menaruh kain basah di sampingnya. Kain tersebut diperas Maria dan ditaruhnya di atas kepala Sean. 'Berjuanglah Sean. Kau kan seorang pejuang.' Cemas Maria sambil mengelap keringat dingin yang mengalir di kepalanya.
Maria menoleh ke arah kotak makan kosong yang ada disebelah Sean. 'Beruntunglah ibu Maria telah membuatkan bekal makanan sebelum pergi ke area perburuan.' Maria mengalihkan pandangannya ke arah buah besar yang tergeletak di dekat celah akar. 'Kurasa aku tidak akan makan malam pada hari ini.' Selera makannya sudah hilang sejak dia melihat keadaan Sean.
Untuk beberapa saat, Maria terdiam dan baru menyadari bahwa baju ketat yang dia pakai menghangatkan dirinya dari suhu malam yang dingin. Maria segera menumpangkan kepala Sean di pangkuannya dan menekan tombol di leher Sean dan menggantikan pakaiannya secara otomatis. 'Sebuah baju ketat dengan lengan panjang. Tidak buruk.'
Malam itu, Maria mengelap dahi Sean sambil sesekali mengelus kepala yang berada di pangkuannya itu. Sesekali, kepalanya menunduk sambil menjaga keadaan Sean. Dia memperhatikan wajah Sean dengan terperinci. Bulu matanya yang panjang melebihi wanita, hidungnya yang mancung, dan rambut pirangnya yang berwarna platinum. 'Selama ini aku mengira rambutnya berwarna perak.' Maria tersenyum kecil ditengah kecemasannya pada kondisi Sean.
Malam semakin larut dan Maria merasakan seluruh tubuhnya keletihan setelah berlari dan melompat sepanjang hari. Dia berusaha tetap terjaga, namun dengan kondisi malam yang sunyi dan terlihat damai, Maria akhirnya terlelap ke dalam mimpinya.