Ferona Yelenne, Putri tertua Marquis Yelenne. Umur gadis itu sepantaranku dan Serena. Perawakannya yang tidak gemuk dan juga tidak kurus setinggi telingaku. Rambut jingganya yang ikal dikepang rapi sebahu. Dengan tegas, ia memberanikan diri memintaku menjadi temannya.
"Mengapa?"
"Ya?"
"Mengapa kau ingin menjadi temanku?"
Ferona menengok ke kanan dan ke kiri. Kakinya yang berselimut gaun zamrud maju dua langkah. Sehabis mengamati sekitar, ia mendekatkan dirinya ke sisiku. Ia berbisik, "Saat saya melihat ke dalam mata Nona, saya rasa Nona butuh bantuan."
Seketika, otot wajahku menegang. "Hah?"
"Maaf bila perkataan saya kurang sopan. Masa depan Anda ... kurang baik. Jika Anda menginginkan kebahagiaan, maka orang yang berharga bagi Anda harus berkorban untuk Anda."
Ya, aku sangat tahu akan hal itu, mengenai Senika. Tapi, betapa anehnya dia. Maksudku, kita baru saja bertemu hari ini. Namun, dia sudah membahas tentang masalah pribadiku.
" ... maksudnya?" Aku berpura-pura tidak mengerti.
"Anda sendiri sangat tahu akan hal itu."
Kata-katanya ... penuh keambiguan. Serius, anak ini benar-benar aneh. Bukan hanya penampilannya saja yang ketinggalan tren. Tetapi juga gelagatnya itu, penuh teka-teki.
"Oh, ya. Saya ingin memberi tahu Anda satu hal lagi. Boleh saya pinjam tangan Anda?"
Secara insigtif, sebelah alisku terangkat. Penasaran, aku menaruh tanganku di atas telapak tangannya. Sedangkan Ferone, ia memusatkan pikirannya . Perlahan, keluar cahaya biru dari jemariku. Ferone pun mengarahkan tanganku ke liontin kristal bening yang melingkari leherku.
Cahaya biru tadi berpendar, membentuk serbuk kerlap-kerlip. Serbuk kerlap-kerlip itu berubah menjadi larutan bening. Laurtan itu mengucur, kemudian berputar-putar mengitari kristalku. Ferone menjentikkan jarinya dan seketika, larutan tadi masuk ke dalam kristal. Kini, kristal bening yang ada di kalungku berubah warna menjadi biru mengkilap.
"A-apa ini?" kagumku, tak bisa menyembunyikan rasa takjubku.
"Ini adalah kekuatan Anda. Anda memiliki sihir."
"Tidak mungkin."
Sejak kapan Senika memiliki sihir? Aku tidak pernah menuliskan itu di novel.
"Intinya begitu. Kalung tadi adalah hadiah dari saya."
"Kalung apa ini? Sihir apa?"
"Jika Anda ingin tahu lebih jauh, Anda bisa menjadi teman saya."
"Maaf, aku belum bisa," kataku. Aku belajar dari pengalaman agar tidak mudah percaya dengan orang lain.
"Baiklah, saya hanya menawarkan. Anda bisa mengirimi saya surat bila butuh sesuatu."
Ferona pergi setelah memberikan salam kepadaku. Sosoknya sekilas tersenyum melihatku. Gadis itu unik dan misterius. Aura suramnya membuat orang lain takut dan waspada. Itulah mengapa ia selalu berjalan sendirian.
***
Malam harinya, aku mencari buku-buku tentang sihir. Di perpustakaan jarang sekali ada buku yang seperti itu. Aku menemukannya tak sampai lima biji. Salah satunya, ada buku yang sangat tebal, berdebu, dan sampulnya kuno.
Buku demi buku kuperiksa. Halaman demi halaman kubaca, ditemani oleh lentera yang tak padam. Tatkala tengah malam tiba, akhirnya aku menemukan informasi terperinci. Informasi itu terdapat di halaman 499 buku kuno.
-----------------------------------------------------------
Elixir of The Blue
Bentuk: Larutan biru ; serbuk kerlap kerlip ; cahaya biru
Catatan:
Ramuan ini didapatkan dari energi kehidupan sang Peri Air atau orang yang berhubungan darah dengannya. Elixir of the blue bisa digunakan sebagai penawar racun dan penangkal kutukan. Biasanya dituang ke kristal bening dan wadah berbahan kaca.
Penggunaan:
Bisa diminum langsung, dikeluarkan dengan sihir, atau raba kristal elixir sebagai penghangat tubuh.
Dosis:
1 tetes per hari, total 3 kali untuk menetralisir racun
10 ml sekali teguk untuk menangkal kutukan.
Efek samping:
Kinerja jantung lebih berat, kecanduan, kehilangan rasionalitas.
-----------------------------------------------------------
Jadi, larutan ini didapatkan dari peri atau orang yang berhubungan darah dengannya. Keterangan dari sini semakin mengundang pertanyaan untukku.
Siapa sebenarnya Senika?
Dan ... kenapa aku juga bisa menggunakan sihir?
Aku harus mencari tahu langsung dari ahlinya.
***
"Luka mereka berhasil sembuh dengan cepat bila dibandingkan dengan penyembuhan alami. Formula C adalah komposisi yang pas dan cukup aman. Sekarang, kau bisa menggunakan ekstrak dengan komposisinya untuk diuji coba ke kulit mamalia. Kalau semua benar-benar sudah teruji aman, bisa ke tahap selanjutnya, yaitu diuji coba ke kulit manusia." Guru Alkimiaku menerangkan.
Kucatat hasil percobaan kami di selembar kertas putih. Formula C dengan 95% kandungan lidah buaya dan 5% kandungan lainnya terbukti lebih awet dan efektif dari formula yang lain. Formula ini juga sudah teruji yang ke sekian kalinya pada puluhan ekor tikus. Ideku mengenai produk lidah buaya lumayan berjalan mulus.
Guru menepuk kepalaku. "Di usia muda, kau sudah menemukan hal hebat. Kenapa kau tidak fokus menjadi peneliti atau penemu saja?"
Aku tertawa kecil. Sambil menorehkan tintaku, aku mengelak, "Saya tidak sepandai itu. Terlebih, saya tidak tertarik menjadi peneliti. Selain itu, ini bukan penemuan saya, Guru. Di negeri lain (bumi, dimensi kehidupan sebelumnya) sudah ada penemunya sendiri. Tanaman ini juga sering digunakan lama oleh bangsa yang hidup di padang pasir (Mesir Kuno). Saya hanya meneruskan itu."
"Benarkah? Aku baru mendengar itu. Darimana kau tahu?" Guru memegang dagunya.
"Haha. Itu ... di buku-buku dan literatur. Em, saya juga agak lupa," raguku.
Sebenarnya aku menemukannya dari google. Tapi tidak mungkin kan aku menjawabnya seperti itu?
"Wah, aku ingin membacanya lebih dalam. Bisakah kau berikan padaku buku itu?"
Oh, ini melelahkan. Guru memang orang yang suka penasaran sampai hal terkecil sekalipun. Aku mengangguk pelan agar cepat selesai.
Catatan sudah rampung kurangkum. Sekarang, waktunya berberes bersama. Aku dan Guru merapikan alat, bahan, dan lain-lainnya. Selepas semuanya bersih, kami beristirahat di bangku. Momen ini merupakan kesempatanku untuk bertanya-jawab.
"Guru, aku ingin membicarakan sesuatu. Ini soal rahasia lagi."
"Oke. Aku janji tidak akan membocorkannya."
"Sebenarnya, ada seseorang yang bisa menggunakan sihir. Sihirnya itu mampu untuk membuat satu larutan biru yang dimasukkan ke dalam kristal bening. Saat kucari tahu lebih dalam, ternyata larutan itu bernama 'Elixir of The Blue'. Apakah Guru tahu sesuatu mengenai itu?"
***
Kakiku melangkah cepat masuk ke lorong. Lalu, menumpu ke satu per satu anak tangga. Ragaku semakin dekat ke ruangan kerja ayah. Kala di depan pintu, aku memikirkan apa yang dikatakan Guru.
"Itu adalah ramuan langka yang hanya berasal dari peri air dan peri es. Sedangkan keturunannya, hanya sedikit populasi yang mewarisi kekuatan mereka. Mereka mampu menyembuhkan orang lain. Jika orang itu bisa membuat Elixir biru, bisa jadi kekuatannya cukup besar, karena tidak semua pemurni bisa menangkal kutukan."
"Sebuah sumber mengatakan populasi mereka sudah punah. Sebaiknya orang itu berhati-hati, sebab Kekaisaran Dawnell melarang masyarakatnya menggunakan sihir, kecuali untuk beberapa hal seperti pembuatan alat penelitian."
"Seandainya mereka (pihak kekaisaran, peneliti, dan kuil) mengetahuinya, maka ia bisa ditangkap atau dimanfaatkan. Hidupnya akan terkekang selamanya."
Ceklak
Pintu terbuka. Setelah dipersilakan masuk, aku menduduki kursi tamu. Singkatnya, aku beradu pandang dengan Ayah yang meluangkan waktunya. Kami berada dalam mode serius.
"Ayah, sejujurnya, darah siapa yang mengalir di tubuhku?"
***