Chereads / DEVIL SON [MILEAPO FANFICTION] / Chapter 6 - BAB 6: VAEWOLFS

Chapter 6 - BAB 6: VAEWOLFS

BAB 6

"Half-vampire... half-werewolf. But stronger than both. A hybrid would be deadlier than any werewolf or vampire. Nature would not stand for such an imbalance of power..." (DEVIL SON_Chapter 6: Vaewolfes).

***

"Setengah vampir, setengah werewolf. Tapi lebih kuat dari dua-duanya," kata Apo yang tengah membaca buku sejarah di perpustakaan Mile. Sang suami ikut menemani waktu itu, dan berkeliling untuk mencarikan buku lain yang sejenis. "Hibrida akan lebih mematikan daripada vampir atau werewolf mana pun. Dan alam tidak akan mendukung ketidakseimbangan kekuatan seperti itu ...."

"Hm, benar. Mereka memang sangat mematikan," kata Mile. Lalu meletakkan satu buku lagi di depan Apo. "Bayangkan, Vaewolf bisa berjalan bebas di siang hari, tapi juga memangsa layaknya vampir."

"Oh, bisa kusebut monster kalau begitu?" kata Apo.

"Mereka pemimpin monster diantara para monster," kata Mile. Iblis itu lalu duduk di sebelah Apo dan menunjuk sebaris tulisan. "Coba lihat catatannya. Vaewolf muda bisa membunuh tetua vampir dengan mudah, dan membantai Alpha werewolf dalam satu hari."

DEG

"Shiaaaa!! Jadi, Vaewolf seperti orang jago berkelahi yang mendadak jadi ketua 2 geng terkenal?" tanya Apo penasaran.

"Semacam itulah." Mile pun mengusap belakang kepala Apo. Dia senang sang istri cepat paham dengan caranya sendiri, padahal dunia mereka sangat berbeda. "Vaewolf itu lebih cerdas, lebih kuat, lebih cepat, dan tahu saat seseorang berbohong. Mereka bahkan langsung sembuh setelah diserang, dan darahnya bisa digunakan mengobati luka bangsa apapun."

"Woowwwww!!! Sinting!" kata Apo, yang, merasa itu Cuma dongeng lain. "Terus bagaimana cara matinya? Aku jadi penasaran."

Mile pun menjelaskan sekilas kekacauan dalam Devil Realm di masa lalu sebelum mereka berhasil mencincang kepala si Vaewolf. Tentang dosanya yang memangsa Ratu Shera, istri Rouhan, tepat sebelum melahirkan adik Pim di masa lalu. Namun, kerajaan gagal melakukan aksi penyelamatan. Sehingga ibu dan bayi itu terbunuh sekaligus.

Perang seketika pecah, tentu saja. Banyak yang kehilangan diantara bangsa iblis, padahal hanya bermusuhkan satu Vaewolf, ditambah para vampir dan werewolf yang dia tundukkan.

"Oh ...." Apo pun mengangguk-angguk. "Jadi pas bayi si Vaewolf disegel dalam kurungan, lalu dewasa-nya lepas dari mantra nenek moyangnya."

"Ya, padahal jika tidak, Vaewolf itu akan mati dengan sendirinya setelah umurnya terlalu tua."

"Hah? Tunggu-tunggu ... tunggu-tunggu ... jadi, Cuma ada 2 Vaewolf dalam sejarah? Aku baru benar-benar paham," kata Apo. "Yang generasi pertama berhasil mati dengan cara kuno, yang generasi kedua lepas dan membabi buta. Terus sebenarnya vampir dan werewolf dilarang menikah karena ini ...."

"Pintar sekali," puji Mile dengan senyum lebarnya. "Bisa dibilang, Vaewolf ini keturunan yang tak boleh ada. Mereka bisa merusak, sebab selama hidup hatinya dikendalikan kekuatan yang dimiliki. Tidak stabil. Benar-benar tidak boleh ada. Dan ratu-ku adalah makanan pertama yang dia cicipi setelah bangun."

"Shit, sudahlah. Aku tidak sanggup lagi," kata Apo yang melepaskan buku di tangannya. "Cukup di sini ceritanya. Toh si Vaewolf-nya juga sudah tidak ada."

"Ha ha ha. Kenapa? Kau takut dia bangkit lagi dan menerkammu?"

"Mana ada. Kecuali Vaewolf bisa reinkarnasi juga."

"Tidak mungkin ...." kata Mile menenangkan. "Reinkarnasi itu hanya untuk manusia. Bahkan aku saja tidak bisa, tetapi umurku panjang."

"Haish, oke. Tapi aku senang dapat gambaran besarnya," kata Apo yang diikuti Mile keluar dari perpustakaan. "Dan sekarang aku paham kenapa perangmu dulu cukup lama. Sampai 1000 tahun lebih, kan? Ya ampun ... membayangkannya saja capek. Untung banyak pakta-pakta baru setelah itu." (*)

(*) Pakta-pakta ini perjanjian yang ditulis diantara iblis, vampir, dan werewolf setelah perang usai. Diantara yang paling terkenal adalah mereka tidak boleh saling mengganggu. Kemudian kaum vampir serta werewolf pun harus setia pada kubu masing-masing. Tidak boleh ada romansa. Tidak boleh ada persaudaraan atau nanti terjadi sejarah jelek seperti dulu.

"Ya, memang agak rumit kalau dijelaskan lebih utuh."

Apo pun menyilangkan tangan. "Daripada itu, kapan kita ke tempat Phi Jeje? Katamu Phi mau bikin penawar racun untuk jaga-jaga."

"Mau berangkat sekarang?"

"Mau, tapi aku yang menyetir. Kangen sekali rasanya dengan jalan raya."

"Baiklah."

Sesampainya di tempat Jeje, Apo mendapatkan racikan penawar racun yang dipesan suaminya. Jeje bilang, setidaknya cairan dalam botol mungil itu menghilangkan racun-racun ringan, tapi sebaiknya Apo tidak ikut terjun ke ladang.

Mile juga tidak lupa memakaikan jubah tebal untuk Apo sebelum pergi. Di separuh perjalanan dia dalam wujud naga, tapi setelah beberapa jam Mile berubah menjadi kuda. Dia ditunggangi Apo yang sudah terkantuk-kantuk dan baru percaya kalau dunia iblis tidak bisa diarungi secepat milik manusia.

Memang apa bedanya? Apo sendiri tidak tahu. Padahal Mile bilang jumlah iblis dan manusia seimbang. Lantas kenapa wilayahnya tidak bisa dilipat juga?

Mereka melewati hutan yang tenang, padang terbuka yang sejuk, dan menjelang sore sampai di hutan lain yang bersalju. Apo yakin, dia tak pernah diajak melewati bagian itu. Namun tenaga sudah menolak untuk menikmati pemandangannya.

"Mile, aku ...." gumam Apo yang matanya mengabur.

DEG

"APO!!"

BRUGH!!!

Apo pun terjatuh dari punggung Mile yang sigap merubah diri menjadi polar bear. Andai mudah, jantung sang iblis pasti sudah copot dari tempat karena Apo langsung meringkuk diantara bulu-bulu putihnya. "Hhh ... hhh ...." Napas lelaki itu terputus-putus, pertanda kedinginan dan jemarinya sudah membeku.

"Kau kelelahan? Kenapa tidak bilang dari tadi?" tanya Mile. Dia lantas menawari makanan, walau Apo malah mengolok-oloknya.

"Huh? Mnn. Memang kau bawa yang seperti itu? Roti yang di tasku sudah habis sejak tadi siang."

"Tidak, tapi bisa kucarikan. Sebentar. Pasti ada ikan di sekitar sini," kata Mile. Iblis itu celingak-celinguk, lalu mengetuk tanah bersalju di depannya dengan kuku. "Di bawah. Aku akan menyelam sebentar untuk bawakan untukmu—"

"Mile ...." keluh Apo yang malah memeluk semakin kuat padanya. "Aku sudah tidak bisa. Perutku sakit, perih ...."

Mile pun menjilat muka Apo tanda khawatir. "Gerd-mu kambuh?" tanyanya. "Tadinya mau kubawa kau ke gua dulu. Sudah dekat. Bertahanlah sebentar lagi."

Serpihan salju di jubah Apo malah pun semakin menumpuk, sementara wajah lelaki itu pucat sekali.

"Tidak bisa ... tidak mau," kata Apo. Rambutnya bahkan ikutan kaku karena suhu, dan Mile pun balas mengeratkan pelukannya ke badan Apo. "Tenggorokanku panas sekali. Aku mau minum air hangat. Nnh. Yang di botol ikutan membeku ...."

Oh, shit! Apo bahkan mulai batuk-batuk setelah itu. Lalu hidungnya agak pilek dengan napas yang berat. Hhhh ....

"Selemah itu manusia, ini benar-benar tidak bagus ...." batin Mile. Sang iblis pun memutuskan jadi manusia lagi, dan berlari cepat meski tangan kebas setelah menggendong Apo dua puluh menit.

Ah, Mile memang tidak secepat para vampir, tapi setidaknya Apo bisa lebih hangat ketika tubuhnya hangat. Mile juga membakar salju-salju di sekitar, walau cepat padam juga karena angin yang tak punya ampun.

WUSSSSSHHHHHHHHHHH!!

Dia membawa Apo melewati gunung, tumpukan es yang terlalu tua hingga warnanya bening, dan cahaya warna ungu yang membias di langit.

Mirip Aurora Borealis kalau di dunia manusia. Namun, tidak ada waktu untuk itu. Apo bahkan sempat pingsan tepat sebelum Mile sampai di gua, lalu dia ditidurkan dalam kondisi duduk bersandar agar tidak batuk lagi. Pastinya, Mile sudah menghangatkan batu-batu itu dulu. Baru menyalakan perapian seadanya di dekat Apo.

"Apo ... Apo ...." panggil Mile dengan suara lembutnya. Dia duduk di sebelah sang lelaki tercinta dengan air yang baru dididihkan, lalu menyuapi Apo secara langsung dengan daun. "Minum ... sebentar saja buka matamu ...."

Apo tampak mengernyit sebentar, tapi terlalu lemas untuk membuka mata. "Mai ...." desisnya dengan jari bergerak-gerak.

Kelamaan, Mile pun menyesap airnya sendiri sebelum mencium Apo. Sang ibis memaksanya membuka mulut untuk meneguk semua yang diberikan, lalu mengulanginya beberapa kali.

Gulp, gulp, gulp, gulp ....

"Nngh ...."

Mile juga langsung pergi setelah Apo berkedip-kedip, lalu kembali dengan ikan-ikan segar saat lelaki itu membuka mata.

Brakh!

"Sudah bangun? Tunggu sebentar untuk makanannya," kata Mile dengan kaki-kaki menghempaskan serpihan salju. Dia memang tidak butuh waktu bermenit-menit untuk membakar daging yang didapat, tapi Apo hanya makan sedikit sebelum muntah di sisi.

"HUEEEEKK!"

Bukan karena dagingnya tak enak, tapi gerd memang menyebabkan seseorang mudah kenyang atau cenderung kembung meski perutnya kosong. "Apa aku merepotkan?" tanya Apo saat sadar sudut bibirnya dibersihkan jemari Mile.

"Ya, tentu. Karena ini aku tidak ingin membawamu," kata Mile sambil membenahkan jubah Apo agar tetap jadi selimut. "Tapi, aku harus bagaimana? Kalau istriku keras kepala, mungkin memang harus menunggu 100 tahun untuk dia lahir lagi ke dunia."

Apo meraih pipi Mile dengan jari-jari bekunya. "Aku tidak mau sebelum meninggalkan bayinya agar menemanimu." Bola matanya berkaca-kaca. "Maaf karena waktu itu aku memaksa. Aku Cuma ingin tetap bersamamu."

Mile menggeleng dan mengecupi tangannya. "Hmmh, sudah. Tenang. Ini bukan perpisahan. Kau pasti bertahan asal cepat istirahat saja," katanya. "Aku akan tetap di sini sampai kau membuka mata."

Apo tiba-tiba mendekat untuk memeluk. "Apa ladang bunganya masih jauh? Padahal yang kubayangkan tempat hangat dengan rerumputan. Kenapa lewat salju-salju juga ...."

"Sebenarnya sudah tidak jauh. Tapi aku tidak mau memaksakan perjalanan sampai kau mendingan," kata Mile sembari menepuk-nepuk punggung Apo.

"Iyakah?"

"Hm. Ada di balik pegunungan ini. Mungkin satu atau dua jam lagi sampai."

"Mile ...."

"Tidak, ya. Kali ini menurut dengan omonganku."

Apo pun diam dan memejamkan mata. Lalu tertidur dengan napas yang lembut di sebelah telinga Mile. Dia sempat demam tinggi saat malam hari, tapi Mile benar-benar tidak melepaskannya.

Apo mungkin juga tidak menyadari, sudah berapa kali dia muntah di tubuh Mile hingga pagi menjelang dan demamnya turun.

"Mile? Mile?" tanya Apo yang panik karena sang suami tidak menepati janji. Iblis itu tidak ada di sisinya, apalagi di langit-langit ada es tajam bergelantungan yang siap jatuh jika Apo tak bergeser. Prakh! Prakh! Prakh!

"Tuan Nattawin ...." panggil seseorang tiba-tiba. Itu adalah seorang gadis berekor sembilan yang cantik. Rambutnya putih, dan bibirnya tersenyum saat pasukan kelinci ikutan datang untuk menyerbu Apo. "Saya kemari atas utusan Tuan Arthur. Atau lebih dikenal Anda dengan sebutan Mile? Beliau sekarang bertemu tetua kami untuk bertanding demi bunga-nya."

DEG

"Apa?"

Kelinci-kelinci itu ternyata bisa bicara. "Akan ada battle seru! Akan ada battle seru!" teriak mereka bersahutan. "The Endless Reiss adalah wilayah tuan kami, Tuan. Dan suami Anda harus mengalahkannya untuk dapatkan bunganya. Mau lihat?"

Bersambung ....