Chereads / DEVIL SON [MILEAPO FANFICTION] / Chapter 11 - BAB 11: I'M COMING HOME

Chapter 11 - BAB 11: I'M COMING HOME

"A beautiful creature ...."

[Chapter 11]

SATU hal yang Apo ingat ketika bangun adalah Mile punya nama asli di dunia iblis: Arthur--entah siapa. 

Gumiho di gua es sempat memanggil Mile begitu, tetapi dia menghormati identitas sang panglima pakai sejak bersama Apo. "Tampan, tampan, tampan, tampan, tampan ...." bisik Apo sambil membelai wajah sang suami. Dia mengecup bibir itu beberapa kali, hingga Mile terbangun dari mimpi-mimpi. "Pagi, suami ...." katanya dengan cengiran.

Mile pun heran dengan tingkahnya. Dan ternyata Apo semangat karena ingin cepat-cepat pulang. Iblis itu menuruti Apo karena sudah kangen tanah air, lalu mereka tiba di Bangkok pukul 3 sore. Di sana keduanya disambut para karyawan kafe. Sampai-sampai salah satunya tersedak karena Mile diperkenalkan sebagai suami. "Uhuk-uhuk! Apa, Tuan Natta? Serius? Yang berada di luar itu?"

"Iyaaa ... kami sudah menikah 4 bulan lalu. Tapi kalian memang cuma kupantau dari sana," kata Apo. Dia menoleh ke Mile yang berada di balik dinding kaca, sedang menyapa bocah sambil tersenyum. Kemudian masuk ke dalam. "He he he ... makanya jangan heran kalau Phi Namtan yang mengurus di sini. Maaf, ya ... baru bilang. Tapi nanti ada resepsi ulang kok buat kalian."

"Halo ...." sapa Mile sambil menangkupkan tangan. Iblis itu pun makan malam bersama para karyawan. Ngobrol santai, barulah Apo menggandengnya pulang ke rumah. "Ho, kau suka yang sederhana seperti ini ...." komentarnya singkat. Mile tampak senang karena barang darinya selama menyamar sebagai Mario, Jeff, dan Han Zhuoyao masih disimpan Apo. Lalu melepas long coat di sofa panjang.

"Iya, kan cuma tinggal sendiri. Jadi tidak perlu aneh-aneh. Yang penting bisa makan, tidur, mandi, masak, dan cucian bisa ditaruh binatu ...."

Mile pun menerima kaleng jus dari istrinya. "Terus rencanamu tempat ini mau dipakai apa?" tanyanya. "Kan kau sekarang sudah tinggal bersamaku."

"Oh, itu ... mau kusewakan sebagai tempat kosan saja," kata Apo. "Toh tempatnya dekat dengan kampus. Biar yang kuliah-kuliah bisa tinggal di sini ...."

"Hm ...."

"Oh, ya ... Mile tadi bermain dengan anak kecil? Aku lihat kau gampang akrab dengan mereka ...." celutuk Apo sambil menikmati jusnya.

"Ha ha, ya ... Anak kecil itu seperti keajaiban," kata Mile. "Aku suka saja dengan reaksi polosnya. Memang kenapa kau mendadak bertanya?"

"Tidak ... hanya senang karena kau takkan kaku saat bertemu anak Phi Namtan," kata Apo. "Dia perempuan loh Mile. Sangat imut. Dulu sempat kuhadiahi sepatu waktu ajaran baru."

Mile pun berpikir sejenak. "Oh, sudah sekolah? Umur berapa memangnya?"

"Baru 5 kok. Dia sekarang TK A," kata Apo. Hal yang membuat Mile memutar otak, lalu berbelanja banyak sebelum menyapa keluarga istrinya. Mile juga meminta pendapat Apo tentang barang-barang yang harus dibawa. Apa kesukaan Chen, Namtan, dan lain-lain ... lalu menaruhnya dalam sebuah truck untuk diangkut ke sana. "Wah ... apa ini tidak kebanyakan? Mereka pasti sungkan sekali ...."

Mile malah tertawa bangga. "Makin bagus. Biar mereka tahu Apo Nattawin sudah berada di tangan yang tepat," katanya dengan seringaian tipis.

Benar saja. Saat Mile dan Apo bertamu ke rumah Namtan, si gadis cilik pun menyambut mereka dengan mata bulat yang terheran-heran. Anak Namtan itu tampak berpikir sambil Mundur-mundur. Lalu masuk mobil mini-nya karena Mile mendekat. "Hei, Mile ... bagaimana pun kau itu iblis. Dia pasti peka dirimu bukan manusia ...." bisik Apo di telinga Mile.

Namun, Mile tetap tidak gentar. Dia berjongkok di depan Mai dengan tangan yang terulur. Lalu tersenyum dengan manisnya. "Halo, kecil ... boleh Paman berkenalan denganmu?"

Saat itu, Mai memang sendirian di halaman rumah. Tidak ada Namtan yang menemani bermain. Bahkan babysitter-nya tengah sibuk mengangkat jemuran. "...."

"Nah, kan ... kau dikacangi sama dia. Ha ha ha ha ...."

Namun, baru saja Apo tertawa, Mai justru meraih tangan Mile perlahan. Bocah itu senang karena Mile menunjukkan sulap permen dari balik jaket. Lalu tersenyum lebar meski tak paham asalnya. "He he ... Paman, siapa?" tanyanya dengan suara khas imut.

"Aku? Mile Phakpum Romsaithong ...." kata Mile dengan suara halusnya. "Suami Paman Apo, hm? Dia yang di belakang adalah sepupu ibumu."

Mai pun memiringkan kepala sesaat. Dia tampak berpikir karena situasi ini. Lalu Namtan keluar dengan gaya ibu-ibu. "AHHHHHH!! SIAPA ITUUUUUU! YA AMPUN APOOOOO! KAU PULAAAAAAANG!!!"

"HA HA HA HA! PHIIIII!"

Mereka pun berpelukan seperti Teletubbies, meredam rindu, lalu Namtan melotot karena Mile yang dibawa ke hadapannya. "APA? SUAMI?! Tunggu--bukannya kau dekat dengan tiga orang itu? Terus kenapa malah dengan dia?" Nadanya syok parah hingga suara truck datang di belakang Mile. Mulut Namtan menganga karena hadiah yang banyaknya tidak terhitung. Apalagi Mai digendong Mile saat bocah itu jarang akrab sembarangan orang.

"Yah, begitulah. Pokoknya sudah terjadi. Ceritanya panjang kalau dijelaskan satu-satu," kata Apo. "Yang pasti Mile itu orang baik. Jadi Phi tidak perlu khawatir lagi ...."

"Oh, iya ... iya. Halo ...." kata Namtan sambil menangkupkan tangan kepada Mile. Mile pun menyapanya serupa. Lalu diterima masuk ke dalam. "Astaga, tapi ini tetap mengejutkan. Tunggu sampai suamiku dengar dia pasti lebih jantungan dariku. Ha ha ha ha ...." tawanya karena melihat rumah seperti tempat jualan. Namtan melihat kotak hadiah dimana-mana. Isinya bervariasi. Dan sepupu Apo itu menyanggupi pembagiannya untuk kerabat.

Mereka mengobrol random, tapi Mile mengaku sebagai direktur pemasaran saja saat ditanya pekerjaannya. Iblis itu tidak mau repot menjelaskan, toh jawabannya untuk alibi. Faktanya dia merupakan panglima perang, dan bisnis di berbagai negara tak perlu diberitahukan sedetail itu. "Jadi, apa resepsi ulangnya akan dilakukan Minggu ini? Atau kalian break dulu untuk jalan-jalan?" tanya Namtan sambil menyuguhkan kudapan.

"Langsung saja, Phi. Biar Mile tidak meninggalkan pekerjaannya terlalu lama ...."

"Oh ...." Namtan pun duduk lagi sambil menata rok. Dia meniti penampilan Mile baik-baik. Lalu membatin karena penasaran. Hmm, wajah Asia kan? Terus kenapa tinggalnya di Italia? Tapi wanita itu menelan pertanyaannya. Dia berpikir, Mile pasti dulunya merantau atau semacamnya. Toh itu biasa dilakukan seseorang. Dia juga memilih tak mengorek terlalu jauh, sebab aura Mile berat sesopan apapun caranya bicara. Apa dia bukan orang biasa? Keluarganya orang kaya ya? Apo beruntung sekali ....

"Kenapa Phi?" tanya Apo penasaran.

"Ah, tidak. Bukan apa-apa," kata Namtan sambil tersenyum. Dia pun mengibaskan tangan. Berusaha tidak salah tingkah. Lalu memperkenalkan Chen ke Mile begitu sang suami pulang. "Itu Chen, sapa dia ... Mile baru datang kemarin tapi sekarang sudah ke sini."

"Salam kenal, aku Chen ...."

"Salam kenal juga, Phi. Aku Mile ...."

Mile dan Apo pun memaparkan rencana resepsi mereka kepada Namtan, lalu sang sepupu memberikan saran harus kemana mencetak undangan bagus. Apo inginnya in-door saja, toh ini cuma formalitas. Yang penting bisa makan-makan satu keluarga besar Wattanagitiphat.

"Jadi setelah resepsi kita akan langsung pulang?" tanya Apo saat ganti baju dengan piama bermotif kucing.

"Ya."

"Sudah ingin mencari Feifei lagi, ya?"

"Hm, terus latih tanding juga dengan Pim nantinya."

"Eh? Kenapa jadi Nona Pim?" Di kamarnya, Apo pun langsung menutup lemari. Dia buru-buru mendekat karena ingin  mengobrol. Sementara Mile menutup buku yang dia baca. "Karena kekuatan kalian setara?"

"Begitulah. Tapi aku belum mengajaknya janjian."

Apo pun mengangguk pelan. "Ho, terus kalau menolak bagaimana?"

"Memang apa alasannya menolakku? Selama ini belum pernah terjadi ...."

Apo mengendikkan bahu. "Ya, siapa tahu saja sih ... hati orang kan bisa berubah. Apalagi ini sudah sekian tahun," katanya. "Atau aku saja yang overthinking? Soalnya waktu dia, Max, dan Bas datang terlambat di restoran waktu itu ... aku penasaran apa yang menghambat mereka di perjalanan."

"Hmm ...."

"Apa kau tidak merasa itu aneh, Mile? Atau mereka bertiga memang berkomplot sejak dulu? Maaf kalau pikiranku tidak-tidak ...."

Mile pun menarik selimut untuk menutupi mereka berdua. Lalu menepuk dada Apo seperti bayi. "Sudah, sudah. Tidur saja. Tidak ada gunanya membahas itu kalau mulai larut. Aku akan cari tahu di lain hari dan memberitahukannya padamu, oke? Percayalah Nona Pim masihlah Puteri Iblis yang pantas ...."

"Baiklah."

"Good night, Apo."

Cup.

Apo pun segera terpejam sambil memeluk pinggang Mile, menimpa kakinya. Kemudian membalasnya dengan cara yang serupa. "Good night juga, suami. Hhhh ...." Dia tersenyum hingga lelap dalam mimpi indah.

Bersambung ....