Chereads / DEVIL SON [MILEAPO FANFICTION] / Chapter 12 - BAB 12: YOU'RE FUCKING BASTARD

Chapter 12 - BAB 12: YOU'RE FUCKING BASTARD

Usai memastikan Apo terlelap, Mile turun dari ranjang dan membentuk segel di lantai kamar. Dia melukis wanita ular di tengah segel (tidak seperti biasa) semua agar Apo tidak bisa menyusul. Segel ini khusus untuk dirinya. Hanya bisa dilewati seorang saja. Ibarat kunci pintu hanya dari dalam ruang. Dia pun masuk ke Dunia Iblis sendirian. Dan besok pagi harus sudah kembali. Maaf, Apo. Kuberitahu kau detailnya nanti di rumah saja, Batin Mile sebelum melompat terbang menjadi naga. Dia mengitari langit dengan waktu melambat. Sebab Dunia Iblis tak seperti Dunia Manusia. Di sana Iblis mana pun tak bisa melipat waktu, dan mereka hanya bisa melakukan perjalanan seperti biasa.

Mile pikir, dia harus menemui Feng si Penjaga Hutan tanpa Apo karena trauma perjalanan terakhir kali. Mile tidak mau kesehatan Apo menurun karena memaksakan diri ikut. Atau malah kedinginan di gua es, demam, dan lain sebagainya. Dia sangsi dengan betapa lemahnya manusia. Biarlah Apo ikut ketika perjalanan utama saja.

BRUGHHH!!

"KRAAAAAAAAA!" jerit naga Mile saat turun ke daratan. Dia mencengkeram bebatuan tebing dengan cakar. Seolah permisi, lalu didatangi beberapa Iblis kecil.

"Kraaaaaa!"

"Kraaaaaa!"

Mile pun menundukkan kepala kepada mereka. "Apa aku bisa menemui Feng lagi?" tanyanya. "Dimana dia sekarang? Aku ingin masuk ke perpustakaan pribadi raja."

Iblis-Iblis kecil itu pun terbang dengan sayap naga yang baru tumbuh. Mereka imut karena seusia bayi tiga tahun, dan Mile membayangkan salah satu dari mereka anaknya--hei, pastinya lucu sekali ....

DDRRRKKK! DRRRKKK! DRRRK!

Bumi bergetar saat suara desisan keluar. Tampaklah Feng si Ular Naga menawan. Dia menghadapi Mile dari atas langit. Turun ke bawah. Lalu menunduk kepada Panglima Perang di masa lalu. "Hormatku kepada Anda, Tuan Arthur Cirillo Dante. Maaf, seharian ini ribut karena ada dokumen kerajaan yang harus ditata." (*)

(*) Arthur Cirillo Dante (Nama Italia) Nama asli Mile di Dunia Iblis. Soalnya Mile menetap + wilayah memangsa roh-nya di Milan, Italia. Itu juga sebab keluarga Mile tinggal di Romawi saat masih di zaman kuno (artinya "Yang selalu memiliki harapan, doa, serta keagungan hati"). Tapi para iblis sering manggil "Mile" kalau sama Apo. Demi menghormati Apo sebagai istrinya.

Mile pun mengangguk. "Tidak apa-apa, tenang saja," katanya. "Oh, iya. Apa pesanku sudah disampaikan? Aku ingin mencari dokumen Feifei untuk dapat petunjuk mencarinya. Bilang saja padaku kalau ada persyaratan."

"Feifei?" tanya Feng. "Maksud Anda Naga Putih yang memiliki pecahan 3 jiwa?"

"Ya."

"Wah, itu dokumen yang lama sekali ...." kata Feng. "Tapi, mari masuk dulu, Tuan Arthur. Saya akan usahakan, walau mungkin tertimbun dokumen lain."

Mile dan Feng pun langsung berubah menjadi naga-naga mungil. Mereka menelusup ke lubang di jantung hutan. Lalu melompat ke ruangan bawah tanah. Di sana tumbuhlah pepohonan seperti dunia peri, tapi ribuan rak-rak buku menghiasi tempat itu dengan rapi. Oh, betapa lucunya karyawan Feng yang tengah bekerja. Mereka semua mengangkat keranjang buku dengan sayap-sayap kecil. Menyusun rapi. Lalu berpindah ke rak lain untuk tugas berikutnya.

Well, ini juga salah satu alasan Mile tak perlu mengajak Apo. Sang istri takkan bisa ikutan masuk ke dalam (kecuali tangannya mengobok pintu) dan Mile tidak suka meninggalkannya sendiri di luar lubang.

"Itu, Tuan Arthur. Semoga ingatanku tidak keliru," kata Feng. Lalu menabrak-nabrak beberapa rak pilihan. Dia menjatuhkan buku-buku yang depan. Mengobrak-abrik. Lalu merogoh ke dalam. "Ah, semoga benar!"

Brugh! Brakh! Brakh!

Mile hanya memandang timbunan buku tersebut datar. "Hei, pelan-pelan, Feng. Perasaan aku tidak menggugupimu."

"Ha ha ... tapi ini permintaan Tuan Arthur. Aku tidak bisa mengabaikannya," kata Feng. Lalu membuka buku seukuran tabungan anak TK. "Hmm, hmm ... hmm ... ini sih. Benar kok. Coba Anda lihat sebentar ...."

Mile pun terbang mendekat.

Lukisan cantik berbentuk Feifei memang jadi sampul buku, tapi begitu dibuka isinya bukan tulisan. Melainkan serbuk sihir berwarna putih yang melompat ke udara. Serbuk itu berputar-putar dengan gaya magis. Berkelap-kelip. Lalu menampilkan kisi-kisi:

[Hanya jiwa putih yang bisa memenangkan naga putih]

[Hanya tangan menggenggam yang cukup kuat untuk meraihnya]

[Hanya ketulusan yang sanggup memberikan keabadian]

Kalimat-kalimat itu muncul diantara debu buku lawas. Lalu menghilang setelah sesaat. Mile dan Feng pun berpandangan. Barulah menyimak petunjuk lain karena serbuknya berputar kembali. Dia menari-nari seolah menggoda mata. Lalu menyebar di udara dengan bentuk 3 jiwa:

1. Batu Kehidupan

2. Pedang Roh

3. Rubah Merah

... dan tempat ketiganya ditampilkan satu per satu. Mulai palung laut, gunung berapi, dan terakhir diantara bintang-bintang. Hal yang membuat alis Mile berkerut. Sebab semua tempat itu seolah menuntut nyawa.

"Apa Anda yakin akan mencari tiga-tiganya, Tuan?" tanya Feng. Kepakan sayap mungilnya jadi tampak resah. "Hm ... aku tahu sekarang tidak ada perang lagi. Tapi, Anda adalah panglima terbaik kami. Dan aku tidak bisa membayangkan kalau ada kekacauan mendadak dipimpin yang lain ...."

Mile pun menghela napas. "Ya, tentu. Karena aku ingin meminta keabadian istriku," katanya. "Seperti yang kau tahu, Feifei. Dia adalah manusia. Aku tidak mau melihatnya menua, meregang nyawa, atau meninggalkanku sendirian. Bukankah lebih baik jika aku berusaha?"

"Betul, Tuan. Tapi kudengar tiga pecahan jiwa ini berbahaya," kata Feng. "Bagaimana, ya ... sudah mendapatkannya sulit. Nanti kalau dipegang juga sulit--tapi ini memang baru rumor. Soalnya yang Pedang Roh sepertinya meminta tumbal."

"Ho ...."

"Aku khawatir kalau Anda kenapa-napa. Apalagi aku bisa disalahkan," kata Feng. "Jadi, boleh meminta hal khusus? Jika kuberikan bukunya, apa Anda mau izin sendiri? Yang Mulia Rouhan pasti paham."

"Baiklah ...."

"Aku benar-benar minta maaf tidak bisa melepas Anda begitu saja."

Mile hanya tersenyum. Dia pun terbang menghadap Kaisar Iblis.

Mengepakkan sayap dengan kencang menuju istana. Menghormat tunduk. Lalu mengutarakan maksudnya. Hal yang membuat Rouhan tak segera rela. Lalu menanyainya terlebih dahulu. "Apa kau sudah menomor duakan urusan istanaku, Arthur?" tanyanya. "Dulu kau pernah menyerahkan kendali jantung demi menikahi istrimu sesuai adat manusia. Dan setelah tidak jadi, baiklah ... aku lega karena istrimu mengalah. Tapi, apakah harus mencari si Feifei ini? Kalau kau terbunuh dalam proses mencarinya, aku pasti akan mencincang tubuhmu sekalian. Dan patungmu kuhancurkan karena kecerobohan."

Mile menyimak Rouhan baik-baik. "Akan saya pastikan itu tidak terjadi, Yang Mulia," katanya. "Akan saya pastikan tetap kembali sebagai panglima yang pantas ...." lanjutnya dengan dengusan naga. "Hhhhh ...."

Rouhan pun berdecih karena fakta di masa lalu. "Iyakah? Kau harusnya paham kalau kau bukan pihak pertama yang meminta izin," katanya. "Karena--ah ... Arthur, aku sudah kehilangan banyak bawahan berharga karena niat yang sama. Mereka hilang di palung itu. Ada yang jatuh terbakar di kawah gunung, dan beberapa kehabisan napas ketika sejajar dengan langit."

"...."

Rouhan mengepalkan tangan karena Mile teguh sekali. "Tapi, untuk selanjutnya tetap terserahmu. Silahkan pergi kalau memang seingin itu, padahal aku sempat berpikir kau pantas untuk puteriku."

DEG

"Apa?" kaget Mile sampai susah berkata.

Rouhan pun melemparkan sebuah kalung api padanya. ".... ini, bawa. Jangan buat aku yang sudah tua melawan kaum muda sepertimu," katanya. "Dan jangan buat kerajaanku melemah karena kehilangan salah satu pilar terkuatku."

Mile pun menerima kalung itu dengan cakarnya. Dia menggenggam benda itu erat. Langsung teringat Puteri Pim setelah tak pernah berpikiran untuk menjalin cinta dengannya. "Terima kasih, Yang Mulia ...."

"Ya."

"Tapi, kenapa selama ini Anda tidak pernah bilang?" tanya Mile. "Maksud saya, soal perjodohan itu ...."

"Kau pikir Pim-ku mudah diatur? Dia bilang tak ingin menikah, kecuali dengan kerajaan. Ya ampun, heran ... kenapa zaman sekarang kalau sudah kuat tidak mau berpasangan? Dalam pikiranku dia akan lebih kokoh jika kalian berdampingan."

Mile pun membayangkan Pim selalu memberontak kepada ayahnya. Pernah duel, mungkin? Tapi Rouhan terlalu tua untuk itu. "Puteri Pim pasti memiliki alasan tersendiri, Yang Mulia. Anda mungkin harus bicara dari hati ke hati dengannya."

"Ya, tapi semakin ke sini aku tidak paham," kata Rouhan. "Kutanya ada masalah apa dia tak menjawab, dan apa suka seseorang juga tidak. Maksudku, tak masalah kalau itu bukan Iblis. Dia kan bisa mencari Feifei sepertimu ...."

Mile pun ikutan tak paham juga. Dia lalu dipersilahkan untuk pulang. Dan Feng memberikan buku tentang Feifei sebelum kembali ke segel yang sama.

BRAKHHHH!!

"Huaaaaaaaaa!!! MILEEEEEEEEE!!"

DEG

"Apa? Siapa?"

BRAKHHHH!!

Baru saja Mile berbalik dari segel merah itu. Ternyata ada Apo berlari dari dapur sambil menjeblak pintu kamar mereka. Rambut kondisi megar. Matanya bercucuran. Membawa pisau. Bahkan lelaki itu cuma memakai piama atas plus celana dalam.

"Hiks, hiks, hiks ... BODOH! BRENGSEK! KEMANA SAJA KAU SEMALAMAN TADI! ARRRRRGHH! AKU MENCARI-CARIMUUUU!" teriak Apo yang berlari lagi ke arahnya.

"Hei, Apo! Apo! Jauhkan pisaumu dulu! Hei, itu mau dipakai buat apa?"

BRUGHHH!!

Apo pun menghambur ke pelukan Mile. Terisak seperti bocah, lalu mengaku dia ingin menghancurkan segel. Apo panik karena bangun tidak ada suaminya. Lalu dia memukul lantai bertanda itu dengan frustasi.

"ARRRGHHHH! ARRRGHHH!! Hiks .... hiks ... hiks ... kenapa aku tidak bisa masuk?! Aku mau menyusul! Hiks! MILEEEEEE! Jangan bilang ada yang sudah terjadi? Kenapa tidak bilang apa-apa? Kau masih hidup kan di dalam sanaaaaaaaa?!" omelnya pada waktu itu. Apo pun ke dapur untuk mencari benda tajam. Apapun. Untung Mile sudah kembali saat dia mendapat pisau.

"Astaga, kupikir tadi ada apa ... hei, hei. Sudah ... kau tidak perlu sepanik ini ...." kata Mile. Apo pun menjatuhkan pisaunya ke lantai. Dan Mile harus menenangkan Apo di atas segel yang menyala itu. "Semuanya baik-baik saja, Sayang. Maaf aku kembali tidak tepat waktu ...." Dia pun mengesun ubun Apo dengan mata terpejam.

Bersambung ....