Mata Youth terbelalak hebat begitu melihat guru matematika mereka yang tak lain adalah ayah dari Eci sedang dihajar oleh Gema.
— "Dasar guru sialan! Sudah kubilang untuk jangan mengajar kedalam kelas ini mengapa tak mau dengar sih?" —
Gema kemudian melempar guru matematika itu ke tembok dengan keras.
Darah dari guru matematika menempel pada tangan Gema yang berkali-kali menghajar guru tersebut.
Badan seluruh murid sekelas yang melihat hal tersebut merinding bukan main, namun tak ada yang berani berteriak sedikitpun.
Rasa takut, manusia memiliki insting alami ini ketika melihat, merasakan dan sedang di intimidasi oleh sosok yang kuat.
—Getaran hebat pada tubuh Youth tidak bisa ditahan, rasa marah, takut bercampur menjadi satu dan menghasilkan keraguan.
Gema yang ingin beranjak pergi ke tempat cuci tangan, menyadari Youth yang membeku di depan pintu kelas.
Dengan mata melotot Gema menatap tajam pada Youth. "Apa yang kau lakukan disitu? Minggir dasar bodoh!"
Sontak saja, tubuh Youth langsung minggir begitu saja.
Namun sebuah tendangan dari belakang dirinya mengenai punggung Youth yang membuatnya terbanting ke lantai.
"Si brengsek ini berpikir kalau dia akan selamat tahu. Gema," ucap Satya dengan senyum penuh maksud.
Gema menyahut dengan santai, "oh, kau ingin menghajarnya kah? bagaimana jika ibumu nanti kena skandal Satya? Apa kau tidak berpikir sejauh itu?"
Satya tertawa kecil, ia kemudian berkata. —"Tak ada yang perlu di khawatirkan, media tak akan menyorot ibuku, karena ibuku tidak pernah memperkenalkan keluarganya pada publik.
Dan juga, aku ingin melakukan tes pada beberapa hal yang baru kupelajari."
Gema tersenyum puas sambil terus membersihkan darah yang menempel pada tangannya. "—Lakukanlah sesukamu." senyum Gema.
—BUK!
Dengan tenaga penuh dan hasrat superioritas yang sudah menyelimuti tubuhnya.
Tanpa ragu, Satya menginjak-injak tubuh Youth hingga membuatnya berteriak meringis kesakitan.
'Apa yang seru? Apakah menghajar yang lemah itu mengasyikkan?'
Hal aneh terjadi begitu saja, ini sungguh aneh. Youth bangkit kembali dan menatap tajam kearah Satya.
—"Oh ... lihat bajingan ini. Ia berani melotot kearahku?" Satya berjalan menghampiri Youth yang berdiri seperti patung tanpa bergerak sedikitpun.
'aku tidak akan takut lagi! mereka akan kulawan!' Youth bertekad di dalam hatinya.
Satya yang tanpa penjagaan langsung diserang dengan tinjunya yang spontan.
Duagh!
Tinju uppercut yang sangat kuat berhasil mendarat dengan telak di dagu Satya.
Semua orang terkejut dengan hal yang terjadi saat ini, Youth melawan para perundung.
Repo terkejut bukan main melihat Youth yang berhasil menumbangkan Satya hanya dalam satu pukulan saja.
—Orang bernama Repo itu menggertakkan giginya kemudian berlari kencang sambil menahan tinju di kepalan tangannya.
Moralitas dan kesadaran seorang pemenang terlihat dengan jelas. —"Maju kau!"
Efek yang sangat buruk, merasakan secercah cahaya. Dan dijatuhkan kembali oleh sinar cahaya yang terlalu terang.
—"Kau! Youth bajingan, mati kau!" Seekor monster mengerikan muncul dari samping Youth yang bersiap menahan Repo.
Buk! — sebuah pukulan keras mengenai ulu hati Youth dengan begitu kencang.
Mata Youth seolah terguncang, tak butuh waktu lama. Youth langsung tepar di lantai sekolah.
Gema menampar wajah Youth yang sudah tak sadarkan diri itu berkali-kali.
Plak! Plak! Plak! Plak! Plak!
"—Beraninya seekor anjing menggigit majikannya?! Jawab aku! memangnya kurang apa aku mendidik-mu? Kurang apa sialan!" Teriak Gema dengan wajah geram dan sorot mata melotot.
Cahaya yang baru saja terang seolah langsung tertelan dalam kegelapan begitu saja.
Obsesi. Pada akhirnya hasrat yang sudah tersesat akan menjadi sebuah obsesi, dan mencari pembelaan dengan obsesi itu sendiri.
Akhirnya kebisingan terdengar ke dalam kelas sebelah, melihat keributan yang tengah terjadi ini langsung membuat guru tersebut shock.
Kelas Youth menjadi ramai pada siang hari itu.
Seorang pria berambut pirang acak-acakan dengan wajah mengantuk menguap setelah terbangun dari tidurnya.
—hoahhhmmmm...
Keributan di kelasnya membuat dirinya terbangun dari tidur siangnya.
Yuto adalah namanya, ia mengambil botol minum yang ada di tasnya kemudian minum untuk menghilangkan dahaganya.
—Suasana kelas yang sunyi namun berat, apa yang sedang terjadi ketika aku sedang tertidur, pikir Yuto.
Namun, hal ini tidak terlalu mengganggu dirinya, dan melihat guru matematika nya tidak masuk. Sedikit membuat Yuto terkejut namun juga senang.
'tunggu!?' Yuto tersentak membatin di dalam hati.
Yuto langsung melirik kembali kearah kursi guru dan lemari yang berantakan, serta lantai yang terdapat bercak darahnya.
Yuto bergegas berdiri dari tempat duduknya dan beranjak melihat keadaan di luar kelas.
'Guru matematika gak masuk?! Konspirasi macam apa ini?' batin Yuto sambil bergegas keluar.
Ketika ia sudah sampai diluar didapatinya, ketiga preman madesu yang sedang di disiplinkan di depan lapangan.
Rupanya tidak hanya Yuto yang sedang melihat mereka dihukum, namun ada banyak siswa-siswi lain yang menertawakan mereka. Kecuali kelas Yuto.
Yuto melirik perlahan kearah belakang untuk melihat siapa murid yang sedang tak ada di bangkunya.
Ada satu bangku, namun ia tak tahu siapa nama pemiliknya. Maka Yuto menghampiri seorang murid perempuan di sampingnya.
—"Apa yang terjadi tadi?" tanya Yuto dengan suara berat dan rambut yang masih acak-acakan.
Perempuan itu bernama Kalen, ia adalah ketua kelas di kelas Yuto berada dan selalu membangunkan Yuto ketika jam pelajaran telah berakhir.
Dengan nada gagap dan ketakutan Kalen menjawab, —"G-G-G-Gema... tadi ia mengamuk dan memukuli guru matematika, ke-ke-kemudian, dia hampir membunuh Youth," tukas Kalen yang nampak trauma melihat darah dan kekerasan yang terjadi di hadapannya. Hal itu dapat dilihat ketika tubuhnya bergetar ketakutan.
Yuto menggaruk-garuk rambutnya yang membuat rambut miliknya itu menjadi semakin acak-acakan, lalu ia langsung pergi ke wastafel kamar mandi.
Yuto mulai menyalakan keran air dan mulai membasuh wajahnya. —'Ya Tuhan... apa perundungan bodoh seperti itu masih berlaku di zaman seperti ini?' batin Yuto yang sedang membasuh wajahnya di kamar mandi.
Setelah selesai membasuh wajahnya Yuto pun beranjak pergi keluar dari kamar mandinya. Yuto menghirup udara segar dang air di wajahnya terasa dingin begitu wajahnya terkena angin yang sepoi-sepoi di sore hari itu. 'fyuhhh... nanti di rumah makan apa ya?'
Kejadian kekerasan yang cukup menggemparkan sekolah, nampak sangat tidak dipedulikan oleh Yuto.
Sementara disisi lain, Eci tak henti-hentinya menangis mengetahui ayahnya harus menjalani operasi setelah dianiaya oleh Gema. Yang membuat tengkorak di pipi ayahnya retak.
Dengan suara parau dan mata berkaca-kaca, Eci memeluk Ibu nya dan berkata, "Bu... Ayah pasti bangun lagi kan? Ayah kan selalu kuat..."
Di saat yang bersamaan juga Youth dirawat dan sedang menjalani perawatan intensif.
Eci bersama ibu nya dan kedua orang tua Youth hanya bisa menunggu diluar, dan tidak bisa berhenti mengkhawatirkan keluarganya masing-masing.
Dua jam telah berlalu, seorang dokter yang baru saja melalukan operasi pada ayah Eci langsung dihadang oleh keluarga Eci.
"B-Bagaimana suami saya dokter?"
Dokter tersebut menghela nafas kemudian berkata, "tak perlu khawatir, suami anda berhasil melewati masa kritis dan nyawanya sudah tidak terancam.
Namun akibat dari retak nya tengkorak di mulut serta kerusakan di syaraf otaknya akan membuatnya tak dapat berbicara lagi."
Dokter itu pun langsung bergegas pergi setelah memberitahukan kenyataan pahit tersebut.
Eci maupun Maya tak bisa mengekspresikan kata-kata lagi, wajah mereka kosong tak percaya. Eci mulai menangis dan tak percaya akan kenyataan bahwa ayahnya tak akan bisa berbicara lagi. "Hikss... Bu... ayah itu kan guru..." Eci mulai menangis di pelukan ibunya.
Maya yang tak lain adalah ibu dari Eci langsung memeluk anaknya dengan sangat erat, meskipun air matanya juga tak dapat ia tahan lagi.
Air mata keduanya tak henti-hentinya menetes dan tak bisa menerima kenyataan ini.
—————
Di belakang gudang sekolah yang sepi, seseorang bersender dengan santai pada pohon apel yang tumbuh di pojok ruangan. —"Baru 3 bulan setelah kenaikan kelas, perundung sudah mulai bergerak lagi?" Yuto menggumam pelan sambil menghisap batang rokok yang ada diantara jemari tangannya.
Yuto meniup asap rokok tersebut keluar dari mulutnya kemudian membuang puntung rokoknya, sambil menggumam, "kuharap para brengsek itu sadar."
Bersambung....