Safitri mondar- mandir di dapur membantu para tetangga dan keluarga besarnya mempersiapkan makanan untuk menyambut mampelai pria atau linto baro orang aceh menyebutnya, dan para tamu undangan yang telah disebarin undangan untuk mengundang para sahabat dan juga kerabat. Malam ini rumah terasa jadi sempit, di dapur dipenuhi oleh emak-emak yang sedang sibuk mempersiapkan bumbu daging rendang, pecal, kuah sayur nangka, bihun dan berbagai macam menu lainnya, menu untuk acara nikah sama dengan menu yang disajikan saat lamaran, Cuma kali ini dimasak dalam porsi yang banyak yang sesuai dengan jumlah tamu undangan.
'safiri, masih ada pisau yang tajam untuk mengupas lengkuas?', safitri membuka tong penyimpanan perkakas dapur yang Cuma dipakai sesekali saja. Dia malam ini betul-betul mondar- mandir memenuhi panggilan setiap orang yang memanggilnya, bahkan sampai ke garam pun ibu-ibu iu menanyakan padanya.
'mana dara baronya? Kenapa masih sibuk di dapur? Sudah bisa bersihkan kaki dan tangannya untuk dipakaikan inai' teriak matun dari arah ruang tamu. Matun, dia adalah orang yang mengkukir inai dijari dara baro. Setiap gadis yang menikah di desa ini matun lah yang mengukir inai yang begitu cantik ditangan setiap dara baro, dia tidak menerima bayaran, katanya itu adalah kado untuk dara baro. Dara baro adalah mampelai wanita, pasangan yang akan melakukan pernikahan disebut dara baro dan sedangkan mampelai pria disebut linto baro.
Safitri mohon izin ke ibu-ibu di dapur untuk segera bergegas masuk ke kamar menahan ukiran inai ditangannya, dia terlihat begitu bahagia, malam ini semua bintang seolah-olah berkerlipan memberikan senyuman ke arahnya, sebenttar lagi dia akan menjadi seorang istri dari laki-laki yang dicintainya.
Dari dapur dia menuju ke kamarnya melalui ruang tamu, ruang tamu sudah dipenuhi oleh para gadis yang membuat serbet menjadi hiasan seperti ikan, nanas dan juga bunga. Para pihak keluarga linto baro yang makan di depan pelaminan nanti akan mengambil serbet hiasan ini untuk lap tangan mereka setelah makan, hiasan serbet ini hanya ditaruk ditempat hidangan untuk keluarga saja, para undangan tamu lainnya menggunakan serbet biasa tanpa dihias.
Orang pelaminan juga sedang sibuk menghias pelaminan, dekorasi pelaminan kali ini ciri khas aceh, warna kuning dan merah sangat dominan menghiasi pelaminan. safitri sangat suka segala sesuatu itu yang bernuansa daerah. Dia bahkan pernah mengatakan ke juraida ingin mempunyai rumah adat aceh, tapi dia sadar membangun rumah adat aceh sekarang bukan hal yang mudah, selain mahal, kayunya juga sulit untuk di dapatkan.
"cie.. dara baro lewat" celutuk beberapa gadis yang sedang menghias serbet. Safitri hanya tersenyum sambil izin ke kamar untuk diukit inai ditangan dan kakinya.
"duduk yang manis ya! Jangan banyak gerak. Aku tidak mau menghapus dan mengukirnya kembali jika cemong". Ternyata matun galak juga sama calon daro yang akan diukir inainya. Safitri tertawa mendengar arahan dari sang pengukir inai, dia tahu kalau sebenartnya maun ini santgatt baik dan setia orangtnya.
Matun meletakkan bantal dibawah lututnya safitri supaya dia tidak mudah pegal menahan kakinya yang ttidak boleh digerakkan sampai inainya kering. Safitri tersenyum melihat matun mulai bekerja.
"ini kamu sudah ke kamar mandi kan? Nanti tidak ada cerita mau buang air kecil apalagi air besar. Kamu hanya boleh bergerak saat inainya sudah kering".
Safitri mengeulum senyum melihat matun seperti emak-emak yang lagi menyuruh anaknya untuk tidur.