"safitri, mamak akan tinggal Bersama adek mu di banda aceh, dia belum bisa mengurus dirinya sendiri, apalagi katanya semester awal seperti ini jam kuliahnya sangat padat, saya khawatir dia lupa makan, mamak akan menemaninya satu semester saja, semester depan ibu rasa dia sudah mandiri". Tutur ibunya safitri sambil mereka menyiapkan sarapan di dapur.
Sekarang sudah ada laki-laki pengganti bapaknya di rumah ini, nafi ternyata sangat suka bercanda, dia berhasil mengambil hati ibu mertuanya. Dia juga dekat dengan adeknya safitri, adeknya tidak sungkan-sungkan meminta tolong abang iparnya saat dia butuh bantuan seperti memanjat untuk memasang rel gorden di jendela.
"safitri sudah kamu siapin makanan untuk makan malam nafi? Siapin dulu makanan untuk suami mu. Kasihan suami mu pulang dari sawah nanti pasti kelaparan". Ibunya safitri sangat peduli pada nafi, dia selalu mengingatkan safitri untuk jadi istri yang baik buat suaminya.
"ya mak, ya iya, sekarang saya siapin".
"juraida, ayuk masuk ke dalam, kita ngobrol di dapur saja sambil aku mempersiapkan makanan untuk suami tercinta". Safitri cengi-ngiran sama juraida. Biarpun safitri sudah menikah, pertemanan mereka masih seperti semula.
"memangnya suami kamu kemana?". Tanya juraida yang baru sadar kalua nafi sedang tidak ada di rumah.
"bang nafi lagi di sawah, dia mulai belajar untuk bersawah". Safitri tertawa Bahagia dengan juraida. Juraida mengacungkan dua jempolnya kea rah safitri.
Nafi di kampungnya tidak pernah ke sawah, mata pencaharian orang kampungnya kebanyakan adalah berkebun seperti dirinya, dia mempunyai beberapa hektar kebun sawit dan beberapa kebun rempah-rempah seperti kebun kemiri, cabe dan juga cengkeh.
"kenapa makannya sedikit sekal bang? Apakah masakan saya tidak enak malam ini?". Nafi hanya menyendok satu sendok nasi saja untuk di taruk kedalam piringnya, sekarang dia meninggal nasinya hamper setengah di piring.
"kecapean saying, kan adek tau kalua abang kecapean gak selera makan. Nanti ya abang lanjut makan lagi".
Sebenarnya safitri sudah mulai paham dengan beberapa kebiasaan suaminya, apa yang disukai, apa yang kurai disukai. Nafi tidak suka kalua air tehnya terlalu pekat, dia suka minum the yang hanya rada-rada kecoklatan.
"abang malam ini setelah shalat insya di menasah, ke warung kopi sebentar bareng bang yahya ya, sudah janji tadi di sawah mau ngopi bareng mala mini sambil nonton bola".
"tapi jangan terlalu telat pulang ya bang". Sebenarnya safitri masih ingin ngobrol lama dengan suaminya setelah seharian tidak bertemu, hanya hanya pulang sebentar tadi siang buat shalat zuhu dan makan siang.
"iya, gak lama". Nafi menyambar pecinya terus keluar rumah menuju meunasah untuk shalat insya dulu.
Safitri pun beranjak menuju kamar mandi mengambil wudhu untuk shalat insya, kalua nafi kelelahan karena seharian di sawah, biasanya mereka shalat berjamaah di rumah, shalat di imamin oleh nafi adalah salah satu hal yang terindah dalam hidup safitri. Suara nafi sangat merdu saat mengimami shalat istrinya, suaranya yang mendayu-dayu saat membacakan surat alqur'an membuat safitri berimajinasi seolah-olah lagi shalat di mesjidil haram.
"treet treeet treeet treet", getaran hanphone nafi bunyi, safitri sedang khusyuk dalam shalatnya. Akhirnya getaran itu pun mati sendiri.
"Treeet treeet treet". Suara getaran handphone kali membuat safitri terganggu kusyuk dalam shalatnya, apakah itu sesuatu yang penting? Sehingga yang si penelepon menelepon berulang kali.
"assalamualaikum warahmatullah", setelah selesai shalatnya safitri langsung menyambar handphonnya nafi yang diletakkan di atas tempat tidur, sepertinya nafi lupa membawa handphonnya bukan sengaja ditinggalkan.
"nomor tidak dikenal, siapakah ini yang menelpon? Apakah dari kampunya nafi?apakah terjadi sesuatu sama ibunya?". Saat safitri mencoba menelepon balik, dia cek nomornya ternyata itu nomor luar negeri.
"kalau ini penting, sebentar lagi pasti di telepon lagi, safitri meletakkan Kembali handphone di tempat tidur terus dia melipat mukena dan sajadahnya.
"treeet treeet", safitri meletakkan mukena atas tempat tidur terus mengangkat panggilan telepon yang Kembali bergetar.
"halo, assalamualaikum, bisa bicara dengan encek nafi? Maaf ini dengan siapa?".
"saya safitri istrinya, dia lagi keluar sebentar. Ini siapa yang menelepon? Ada keperluan apa?". Suara safitri sedikit bergetar, dia menahan rasa curiga dan cemburu saat mendengar suara perempuan muda di seberang sana.
" oh cek nafi sudah berkahwin ke? Kenapa saya tak dibagi tau?". Perempuan itu sedikit kaget saat mendengar safitri mengaku sebagai istrinya nafi.
"maaf ini dengan siapa? Kenapa menelpon suami saya malam-malam?". Perasaan safitri mulai tak karuan.
" saya ini cek rohana di malasyia, mohon maaf ya sudah menelepon malam-malam. Tolong sampaikan ke cek nafi kalau saya sudah melahirkan, anaknya laki-laki, nanti kalua cek nafi pulang tolong suruh miscal saya sekejap ya-". Safitri langsung memutuskan panggilannya, dia tidak kuat lagi mendengar cek rohana itu melanjutkan pembicaraanya.
Lutut safitri bergetar sangat hebat, sekujur tubuhnya terasa sangat lemah, dia tidak sanggup berdiri lagi, safitri terduduk lemah diatas lantai bersandar ke tempatnya. Dadanya begitu sesak, dia tidak bisa menahan matanya yang berkabut, akhirnya iar matanya pun tumpah ruah di pipi.
"tuhan.. ada ap ini? Apa yang sebenarnya terjadi saat nafi di malasyia? Apakah dia telah membohongiku dan keluargaku selama ini?". Safitri menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya, sesekali dia memegang kepala dan dadanya, sesekali dia menutup mulutnya agar tidak terdengar suara tangisan oleh ibunya.
Ingin rasanya dia menghampiri nafi dan menanyakan apa yang sebenarnya terjadi, tapi dia tidak ingin terlihat sedih di depan ibunya. Safitri memutuskan untuk menunggu nafi di kamar saja, dia tidak akan keluar kamar sebelum nafi pulang, dia berharap ibunya tidak akan memanggilnya untuk keluar kamar untuk menanyakan sesuatu barang atau minta tolong mencarikan barang yang lupa ditaruk diamana.
"safitri.. safitri..", suara ibunya semakin mendekat kea rah kamarnya. Safitri cepat-cepat berbaring di tempat tidur dan berpura-pura sudah tidur.
"krek". Terdengar suara pintu dibuka
"oh ternyata sudah tidur". Ibunya Kembali ke arah dapur setelah menutup Kembali pintu kamarnya safitri.
"Dimananya gunting merah itu? ". ternyata ibunya sedang mencari gunting. Safitri meletakkan gunting itu di dekat rak piring, dia kasian mendengar ibunya yang sedang sibuk mencari gunting, akan tetapi dia tidak mungkin keluar dengan mata merah yang masih sembab.
Sebentar-bentar safitri melirik jam yang muncul di layer handphone nafi yang sedang dipegangnya. Dia berharap suapaya nafi segera pulang, mala mini dia tidak akan ketiduran menunggu nafi pulang seperti yang pernah terjadi sebelumnya. Perempuan mana yang bisa tidur setelah mendengar suara perempuan di handphone suaminya.
"bagaimana kalau ternyata selama ini nafi punya pacar dimalasyia? Bagaimana kalua ternyata anak yang dibilang oleh perempuan tadi adalah anaknya nafi, kalau bukan, tidak mungkin rohana itu menelepon mengabari nafi kalau dia sudah melahirkan".
safitri terus bermain dengan pikirannya, waktu terasa begitu lambat berjalan saat ini. Jam baru menunjukan pukul sepuluh, itu artinya nafi paling cepat pulang satu jam.
"apakah aku kuat menerima kenyataan ini? Bagaimana dengan mamak? Dia baru saja kehilangan bapak. Mamak tidak akan kuat jika harus melihat anak perempuannya menderita, salah memilih pasangan, dibohongi oleh pasangannya". Safitri Kembali terisak dan menutup mulutnya kuat-kuat dengan tangannya.
Sementara itu, nafi tertawa Bahagia di warung kopi sambil menyeruput kopi Bersama beberapa pemuda di kampung ini, dia sangat senang klub bola pujaanya menang telak mala mini. Dia lupa kalau dia sudah bilang sama safitri tidak akan pulang terlalu telat malam ini. Biasanya nafi memang pulang terlebih dahulu dari teman-temannya, dia ingin mengobrol dulu dengan istrinya sebelum tidur.
"nafi sudah pukul 11 malam ini. Ayuk pulang, nanti tidak dikasih keluar lagi sama istri kita". Bang yahya berkata sambil terkekeh.
"oh sudah pukul 11 kah? Ayok, ayok bang kita pulang, sebelum kita harus tidur di lar rumah". Nafi membalas candaan bang yahya.
Diperjalanan pulang mereka masih ngobrol tentang trik yang digunakan oleh Ronaldo sehingga dia berhasil membawa timnya sebagai pemenang.
"assalamualakum". Nafi mengetuk pintu sambil memberi salam
"dek, safitri.. abang pulang".
"safitri, udah tidur ya dek?". Safitri belum juga membuka pintu. Dia masih bergelumut dengan sedihnya, ingin rasanya dia mengutuk dirinya sendiri mala mini. Tapi tiba-tiba safitri teringat akan ibunya, kalau dia tidak segera membukakan pintu, pasti ibunya yang akan segera membukakan pintu untuk nafi, akhirnya dia pun segera beranjak untuk membukakan pintu untuk nafi.
"sudah tidur ya? Maaf ya menganggu tidurnya, besok abang akan menduplikat kunci pintu depan, biar kamu tidak usah lagi membukakan pintu kalau aku keluar malam".
"tidak usah, untuk apa punya kunci cadangan, sepertinya besok kamu harus segera balik ke malasyia". Safitri menjawab dengan ketus.
"maksudnya?"
"hei kamu habis nangis? Kamu kenapa safitri?". Nafi memerhatikan dengan dekat safitri yang sudah sembab karena menangis.
"apakah kamu pernah nikah di malasyia bang? Atau jangan-jangan kamu masih punya ikatan pernikahan dengan perempuan itu? Jahat kamu bang, kamu tega membohongi saya dan keluarga saya". Safitri menahan tangisnya.
"ada apa dek? Perempuan mana yang kamu maksud safitri? Kalau aku sudah punya istri kenapa aku menikahi kamu? Kan kamu lihat sendiri data-data aku kalau aku masih single sebelum menikah dengan kamu, perempuan mana yang kamu maksud?".
"kalau kamu tidak pernah menikah, apakah kamu pernah menghamili perempuan di sana? Kamu punya pacar dan tidur dengannya di sana?".
"ngaco kamu safitri, aku tidak mengerti dengan ucapan kamu saat ini, sebenarnya ada apa?". Nafi memegang kepalanya sambil duduk dikaki tempat tidur.
"siapa rohana bang? Siapa encek rohana itu? Apa hubungan kamu dengannya sampai-sampai dia menelepon kamu untuk memberitahukan kalau dia sudah melahirkan anaknya, seorang anak laki-laki". Kali ini safitri tidak bisa lagi menahan amarah dan air matanya.
"maksud kamu rohana tadi telepon ke handphone ku saat aku lagi pergi? Apa saja yang dia katakana?".
"dia Cuma bilang kalau dia sudah melahirkan, seorang anak laki-laki". Safitri menatap mata suaminya lekat-lekat.
"alhamdulillah.. akhirnya dia berhasil untuk menjadi seorang ibu". Nafi malah tersenyum kea rah safitri.
"dek, itu teman abang saat kerja di sana, dia asli orang malasyia tetanggaan dengan abang. Dia sudah menunggu lima tahun untuk bisa punya anak, segala cara sudah dia ikuti dengan suaminya agar bisa punya anak".
"terus kenapa dia harus menelepon kamu malam-malam begini hanya untuk mengatakan kalau dia sudah lahiran?". Safitri masih kurang percaya dengan penjelasan suaminya.
"hari itu aku pernah bilang, kalau mereka sudah punya anak kabarin aku, kalau anaknya laki-laki, aku akan kasih dia hadiah peci khas aceh untuk shalat dan kain sarung bermotif pintu rumah aceh".
"sudah ya.. jangan cemburu lagi istriku.. apalagi marah-marah seperti ini, pake nangis segala". Nafi meraih safitri dalam pelukannya sambil tersenyum.