Setelah nafi meletak kan piring kotor diwestafel cuci piring, dia kembali menemani istrinya sambil membaca surah Al-matsurat, surah ini bisa menjauhkan jin dari kita. Nafi sudah tidak sabar menunggu waktu ashar masuk, karena kalau waktu ashar sudah masuk artinya tidak lama lagi tengku hasan akan datang untuk merajah istrinya. Sesekali dia melirik jam yang tertera di handphonenya. selama ini handphone samsung titutnya itu tidak pernah jauh dari dia, karena banyak telepon masuk atau pesan yang masuk dari saudara dan teman-temannya menanyakan tentang keadaan safitri. Ada teman yang memberikan semangat, ada teman yang mengirimkan dia uang, selama istrinya sakit nafi tidak menerima kerjaan apapun, dia fokus merawat istrinya 24 jam, jadi tabungan yang dia punya perlahan-lahan menipis, sangat banyak sudah biaya yang dikeluarkan untuk pengobatan dan keperluan istrinya selama istrinya sakit. Dia yakin istrinya akan melakukan hal yang sama kalau seandainya dia yang sakit, mungkin bahkan lebih. Bisa jadi safitri akan berurai air mata setiap hari kalau suaminya sakit.
Azan shalat ashar berkumandang syahdu, sepertinya yang azan sore hari bukan muazzin yang biasa, muazzin yang biasa suaranya sudah mulai lemah karena sudah tua, suara muazzin yang ini merdu sekali dan powerfull, sepertinya muazzinnya masih anak muda. Nafi sangat senang mendengarkan suara azan ashar pada hari ini, bukan karena suara muazzin nya yang sangat merdu, melainkan ada harapan yang sedang dia tunggu, dengan masuknya waktu ashar berarti sebentar lagi tengku hasan akan datang untuk merajah safitri.
"adek.. abang ambil air wudhu dulu untuk shalat asahar ya", nafi berbisik kepada istrinya. Setelah wudhu seperti biasa dia langsung kembali kekamar istrinya untuk shalat di samping kasur istrinya. Baru selesai dia gelar sajadah, ponselnya masuk panggilan, saat dia lihat dilayar ponsel ternyata tengku hasan yang memanggil. Tanpa berfikir panjang, nafi langsung menerima panggilan masuk itu,
" asslamualikum tengku", nafi menyapa duluan.
"walaikum salam" tengku hasan menjawab salam nafi dengan cepat.
"begini nafi, hari ini saya tidak bisa datang sore karena ada tetangga yang meninggal. Jadi, saya akan datang setelah shalat magrib nanti ya" tengku hasan ngomong dengan nada sedikit merasa bersalah, tapi juga tidak bisa meninggalkan tetangganya yang lagi kena musibah duka.
"ya baik tengku, apa boleh buat orang meninggal tidak bisa kita cegah" setelah mengakhiri obrolannya dengan tengku hasan, hati nafi jadi tidak karuan, jantungnya berdetak kencang. Dia tidak bisa membayangkan kalau itu terjadi sama istrinya, nafi benar-benar belum siap untuk kehilangan istrinya.
Setelah shalat ashar nafi tertegun diatas sajadahnya, dalam hati dia berdialog dengan rabnya,
" ya rab.. jika kematian itu tidak bisa dihentikan tapi bisa dipercepat, hamba mohon izinkan hamba kembali kepadaMu beriringan dengan istri hamba, hamba belum ikhlas jika kehilangan dia, tapi hamba siap meninggalkan dunia ini menuju surgaMu bersamanya."
Mungkin malaikat yang menyaksikan ikut menangis menyaksikan kesedihan nafi. nafi membendung air matanya jangan sampai jatuh kepipinya, tapi dia gagal, air mata itu tidak bisa dibendung lagi, dia menangis sesegukan menahan suaranya. Safitri yang lagi terbaring jaga, melihat kearah suaminya sambil bertanya" bang, kenapa abang menangis?" safitri menunggu jawaban dari suaminya. Mendengar pertanyaan safitri, tangis nafi jadi pecah, tidak mungkin dia menceritakan apa yang sedang terlintas di kepalanya, nafi mendekat kepala istrinya, dia kecup kening istrinya sambil berkata" abang tidak kenapa-kenapa dek, abang baik-baik saja, ya abang baik-baik saja, kita akan bisa melewati semua ini", nafi mencoba menghibur istrinya.
Dari waktu ashar ke magrib Cuma selisih tiga jam, tapi terasa bagai tiga tahun sama nafi. Karena tujuan hidupnya saat ini Cuma satu, melihat istrinya bisa tersenyum kembali. Sedari tadi, nafi asik membelai rambut safitri, sesekali dia bertanya apakah rambut itu akan dipangkas nanti kalau safitri sudah sembuh, atau dibiarkan memanjang sampai sepinggang? Safitri sesekali tersenyum, dia tidak menggeleng atau mengangguk,tapi hanya tersenyum diantara setengah sadar. Kulitnya yang dulu kecoklatan kini sudah berubah menjadi putih, putih tapi pucat.
Akhirnya waktu magrib tiba, suara muazzin mengumandangkan azan begitu mendayu-dayu, suara yang begitu merdu menyambut kedatangan malam, malam yang mengajarkan kepada semua manusia tentang ketenangan. Apakah ketenangan malam juga akan berpihak pada nafi malam ini? Apakah nafi akan merasakan malam yang tenang malam ini? Hanya safitri yang bisa menjawabnya. Seperti biasa setelah selesai shalat nafi bertasbih diatas sajadah memuja rabnya, tak bosan-bosan dia berdoa meminta kesembuhan istrinya.