"assalamualaikum". terdengar suara orang memberikan salam di depan rumah.
"walaikumsalam". nafi beranjak dari sajadahnya menuju pintu depan.
Ternyata kak umi yang datang, Selama safitri sakit, kak umi hampir tiap hari datang kerumah nafi, dia mengantarkan makanan bahkan sesekali membereskan rumah, menyapu rumah, menyuci piring dan pakaian yang kotor. Kak umi ini sangat baik orang nya, setiap tetangganya kena musibah atau sakit dia akan melakukan hal yang sama seperti saat ini yang dia lakukan pada keluarga safitri, apalagi selama ini safitri sudah dianggap seperti adiknya sendiri. sangat berbeda dengan suaminya, kata orang suaminya yang bernama bang slamet, bang slamet itu orangnya galak dan sombong. Bang slamet akan memilih-milih tetangga yang mau dibantunya, tapi nafi salah satu orang yang sudah dianggap seperti saudaranya sama bang slamet, makanya istrinya diijinkan untuk sering-sering datang kerumah safitri.
"ini saya bawa sedikit makanan untuk makan malam" kak umi menyodorkan rantang makanan ke bang nafi. Bang nafi engambilnya sambil mengucapkan terimakasih.
"malam ini saya akan tidur disini untuk menemani safitri, jadi kamu bisa tidur istirahat dikamarmu sendiri". Kak umi memang sudah beberapa kali menginap untuk menjaga safitri. Jadi selama safitri sakit, dia dibawa tidur kekamar belakang, kamar belakang kamar gantung, kamar ini dibuat khusu dibagian belakang berdampingan dengan ruang makan, ini dibuat menggunakan kayu. Luasnya lebar empat meter, panjang enam meter, terus setengah dari ukurannya di sekat untuk dijadiin kamar, jadi depan kamar ada ruangan untuk duduk-duduk, kamar ini tidak tinggi, hanya menggunakan tiga anak tangga dari ruang makan untuk naik kemari kamar ini sangat nyaman untuk dihuni oleh orang sakit yang tidak bisa banyak gerak. itu dibuat gantung supaya safitri saat muntah tidak harus ke kamar mandi, bisa langsung dia muntahin sambil tidur mendongak kepala sedikit agar muntahnya langsung ke bawah rumah. Besok paginya nafi tinggal menimbunnya dengan pasir agar tidak berlalat di bawah rumah, dia membuat istrinya senyaman mungkin.
"safitri masih tertidur dengan pulas, jadi badannya belum masuk makanan atau minuman sedikitpun dari tadi sore, setelah dirajah sama tengku hasan tadi sore, tidurnya sangat lelap sampe sekarang. Semoga sebentar lagi dia terbangun agar kita bisa kasih dia makan". nafi lega melihat istrinya yang tertidur pulas, tapi di sisi lain dia kasihan karena istrinya belum makan, makanan safitri selama ini Cuma bubur, jus buah naga dan air putih.
Nafi menuju ke dapur dengan rantang makanan di tangannya, seperti biasa dia akan makan sendiri selama istrinya sakit. Rumah semi permanen yang mempunyai tiga kamar ini terasa sangat sunyi selama istrinya sakit. Sebelum menikah, nafi sudah berjanji untuk tinggal di rumah peninggalan orang tua safitri ini, Setelah menikah akhirnya mereka memutuskan untuk tinggal disini untuk selamanya.
Sementara itu kak umi sudah di kamarnya safitri sambil membaca alquran, kak umi seorang tetangga yang sangat tulus, tangannya sangat ringan untuk membantu sesama, apalagi saat safitri masih sehat dia sering minta pinjaman uang sama safitri untuk keperluan sekolah anaknya yang mendadak, safitri suka membagikan sesuatu kepada tetangganya terlebih untuk kak umi yang memang terkenal orangnya jujur dan ringan tangan. Kak umi juga salah satu tetangga yang tidak suka dengan gosip. Sambil membaca alquran sesekali kak umi melirik ke arah safitri yang lagi tidur, ". semoga Allah mengangkat penyakitmu" kak umi berdoa dalam hati. Dia masih teringat bagaimana cerianya safitri kalau lagi bercanda, safitri suka tertawa lepas, giginya yang rapi membuat dia sangat manis kalau lagi tertawa.
"Allah huakbar" kak umi berteriak kaget saat melihat safitri tiba-tiba membuka matanya dengan melotot ke atap rumah. Karena panik kak umi pun lari keluar dari kamar menuruni tangga menuju dapur. Nafi yang mendengar teriakan kak umi, langsung meninggalkan piring makannya menuju ke kamar safitri.
"kenapa?". Nafi bertanya dengan panik
"dia membuka matanya dan melotot ke atap rumah" kak umi jelasin dengan badannya yang masih gemetar. Nafi segera lari kearah kamar istrinya, belum sempat nafi menaiki tangga, dia sudah melihat istrinya keluar dari kamar melata seperti ular. Gaya safitri merayap persis seperti ular yang lagi mencari mangsa. Nafi dan kak umi sama-sama terkejut melihat safitri seperti itu, tanpa berfikir panjang, Nafi langsung lari ke arah istrinya, menangkap istrinya agar tidak jatuh ke lantai bawah. Sementara itu kak umi masih berdiri kaku di tempatnya.
" kak umi, tolongin angkat kak, kita bawa masuk balik ke kamar". setelah mendengar permintaan nafi, kak umi pun berjalan ke arah mereka sambil istighfat tanpa henti. Mereka mengangkat berdua tubuh safitri yang kembali kaku, setelah dibaringkan kembali di atas kasur, mata safitri masih melotot ke atap rumah. Nafi menunduk sambil memegang kepalanya dengan tangan kanannya. Nafi mulai teringat dengan ucapan tengku hasan, kemungkinan besar istrinya diganggu sama jin, melihat tingkah safitri barusan menunjukan perkataan tengku hasan benar, karena tidak mungkin manusia normal yang lagi sakit parah, bisa merayap seperti ular.
Kak umi mengambil gelas yang berisi air putih kemudian meminumkannya ke mulut safitri dengan menggunakan sendok makan. safitri mencoba membuka mulutnya untuk meminum air putih itu, setengah yang masuk kedalam mulutnya, setengahnya lagi keluar lewat samping mulutnya membasahi leher.
Tiba-tiba azan subuh berkumandang, tidak terasa ternyata mereka bergadang semalam, ternyata perkiraan nafi salah, melihat istrinya yang tertidur lelap disore hari sampai magrib, dia berfikir kalau semalam dia bisa tidur dengan tenang, ternyata yang terjadi justru sebaliknya, dia belum pernah melihat safitri merayap seperti ular selama ini. Kak umi beranjak keluar dari kamar menuju kamar mandi mengambil air wudhu untuk shalat subuh. Setibanya kak umi kembali dari kamar mandi, " kamu bisa turun untuk shalat subuh, saya shalat disini saja di samping kasur safitri". kak umi menyuruh nafi untuk segera shalat subuh.
Setela selesai dari shalatnya, kak umi melihat safitri sudah menutup matanya kembali, kak umi meraba dadanya safitri mencari detak jantungnya, ternyata jantungnya berdetak dengan stabil. Kak umi pun turun menuju dapur menyiapkan sarapan untuk nafi.
"saya pulang dulu menyiapkan kopi bang slamet dan sarapan untuk anak-anak sebelum berangkat sekolah"; kak umi mohon ijin sama nafi untuk segera pulang kerumahnya. nafi menjawab 'ya" sambil menganggukan kepala.
Melihat apa yang terjadi sama safitri semalam, sepertinya pagi ini dia tidak sanggup sarapan. Dia tidak sabar menunggu tengku hasan datang nanti sore untu merajah kedua kalinya. Sesekali terbesit di benaknya, bagaimana kalau tengku hasan tidak bisa menyembuhkan istrinya, apa cara selanjutnya yang harus dia lakukan, dia berfikir keras sambil sesekali mengusap muka dengan kedua tangannya. Andai bisa memutar waktu, saat ini juga waktunya akan diputar menjadi sore oleh nafi.
"aghhh". suara safitri mengerang dari kamarnya. Nafi tersadar dari lamunannya di meja makan dan langsung berlari ke kamar safitri. Setibanya di kamar dia melihat safitri sudah membuka matanya sambil menatap kosong kearah suaminya.
"mau makan dek? Sarapan dulu sedikit ya?", nafi membujuk safitri untuk makan. Safitri tidak menjawab sepatah katapun, dia Cuma menggeleng kepalanya pertanda tidak mau sarapan. Safitri menggerakkan tangannya ke bawah kebagian pantatnya, nafi langsung mengerti kalau istrinya minta digantikan pampers.
"ya, kita ganti sekarang" ucap nafi sambil tersenyum kearah istrinya.pelan-pelan nafi mengganti pampers istrinya dengan lembut, sudah lima bulan belakangn entah berapa banyak pampers yang sudah dihabiskan oleh safitri, sepertinya lebih besar biaya pampers yang dikeluarkan daripada uang untuk membeli infus, safitri tidak bisa minum susu, satu kaleng susu ibu hamil yang dibeli jadi sia-sia, setiap dikasih minum susu safitri akan muntah sampai keluar kuning-kuning dari mulutnya.
Entah kenapa kalau lagi berdua saja sama istrinya di rumah, nafi serig kali matanya berkaca-kaca, terkadang nangis diam-diam. Begitu banyak ke khawatiran yang dia sembunyikan.
"mau duduk dek? Bangun duduk dulu sebentar ya". nafi menuju ke arah jendela kamar, membuka jendela agar safitri bisa melihat keluar rumah. Di dekat jendela ada batang salak pondoh dan belimbing hulu yang rindang. nafi membangunkan istrinya untuk duduk dan dia duduk di belakangnya, safitri belum bisa duduk sendiri, nafi selalu memangkunya dari belakang. Sesekali nafi membelai rambut safitri yang mulai panjang sambil mengajak ngobrol, selama ini nafi seperti mengobrol sama boneka, tidak ada jawaban sama sekali dari safitri selain mengangguk dan menggeleng. Safitri menatap kosong keluar jendela sambil mendengar cerita nafi yang mencoba menghiburnya, nafi terus bercerita sambil membujuk safitri untuk sarapan, dia mengambil jus buah naga yang telah disiapin sama kak umi tadi pagi yang letaknya tidak jauh dari kasur safitri, selama sakit safitri ditidurkan diatas kasur kapas, katanya kasur kapas bisa membuat dia lebih nyaman.
Suara azan shalat zuhur berkumandang merdu dari toa menasah, nafi menidurkan kembali safitri dengan pelan-pelan. Dia akan segera turun untuk mengambil air wudhu untuk shalat zuhur, kalau tidak ada orang lain yang menemani istrinya dikamar, nafi selalu shalat disamping safitri. dia tidak pernah meninggalkan istrinya sendirian di kamar, saat kebelet pipis pun dia akan lari kekamar mandi dan segera kembali. Cintanya pada safitri begitu besar, berat badan nafi ikut menyusut seperti safitri, dia tidak menderita raganya, tapi jiwanya meronta-ronta menyaksikan orang yang disayang tidak berdaya.
Setelah selesai shalat zuhur, nafi membawa piring nasi kedalam kamar safitri, makan siang di samping istrinya, sesekali dia mencoba menyuapi safitri seperti seorang ayah yang lagi membujuk anak kecil untuk makan, akhirnya disiang ini safitri membuka mulutnya pelan menerima suapan dari suaminya, nafi tersenyum bahagia saat suapan nasinya berhasil masuk kedalam mulut safitri, tapi sayang, tidak lama kemudian nasinya itu dimuntahkan kembali oleh mulutnya safitri, nasinya hanya sampai ditenggorakan saja, belum sampai keperut. Selalu begitu kejadiannya, seperti ada sesuatu ditenggorokan safitri yang menahan makanan untuk masuk keperutnya.
Nafi berhenti dari makannya, dia mengelap mulut safitri dengan tisu yang selalu tersedia dekat kasur safitri. Setelah mulutnya bersih, nafi memberinya air putih sebanyak dua sendok makan, sendok yang ketiga safitri sudah menggeleng kepalanya, artinya sudah cukup jangan dikasih lagi, kalau dipaksa maka air putih itu pun akan keluar balik dari mulutnya. nafi melanjutkan makan siang seperti biasa selama lima bulan ini, apapun yang dimakan semua terasa hambar dimulutnya, dia tidak bisa lagi membedakan mana makanan yang enak dan tidak enak. Tapi, dia selalu memakasa dirinya untuk makan, dia harus kuat, harus bertahan demi orang yang dia sayang.