"selamat dek safitri, adek sedang mengandung, ini sudah memasuki minggu kelima, Alhamdulillah tekanan darahnya nomal, jadi saya Cuma kasih vitamin saja ya." Ucap ibu santi dengan wajah tersenyum melihat kearah safitri.
"Alhamdulillah, wasyukurillah, terimakasih banyak buk santi" safitri mengucap terimakasih kepada buk santi dengan mata berbinar-binar penuh dengan kebahagiaan.
Entah apa yang terjadi, keesokan harinya saat bangun pagi, dia muntah-muntah dan tidak selera makan, muntahnya tidak berhenti dihari itu saja, tapi masih berlanjut dihari berikutnya, hari berikutnya, dan berikutnya lagi. Hari-harinya yang dilewatinya penuh dengan air mata, kesakitan yang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata.
Tidak ada satupun jenis makanan yang masuk ke perutnya, baru sampai ditenggorokan makanan itu akan dimuntahkan kembali. Kini kandungannya sudah memasuki lima bulan, tapi belum ada perubahan, dia masih terbaring tak berdaya ditempat tidurnya, tiap hari ibu santi kerumah untuk mengecek keadaanya, mengecek kandungannya dan jarum infus yang dibuka pasang, buka pasang ditangannya, air infus yang sudah dia habiskan mencapai seratus botol, pernah suatu hari apoteker tidak mau menjual lagi air infus kepada nafi, suaminya safitri. Karena, menurut apoteker dia sudah berlebihan menggunakan air infus untuk istrinya, sampai akhirnya nafi menjelaskan kalau tidak di infus mungkin istrinya dari kemarin sudah mati, sekarang istrinya Cuma tinggal tulang yang terbungkus dengan kulit. Hidungnya yang mancung bertambah kelihatan mancung, matanya yang bulat besar bertambah kelihatan besar, sedangkan berat badannya sedikit demi sedikit menyusut. Tidak ada lagi safitri yang dipuji karena kecantikannya, perempuan yang tinggi badannya 162 cm dan memiliki kulit sawo matang itu kini terbaring lemah diatas kasur, tidak pernah lagi disentuh oleh matahari pagi, tidak pernah berbaur lagi dengan hangatnya asap dapur yang menyajikan berbagai macam masakan. Rambut hitamnya yang lurus kini panjangnya sudah melewati bahu, berat badan yang ideal itu kini menyusut menjadi kurus, jarum infus menjadi makanan yang lezat untuk dia dan jabang bayinya.
Secara medis dia tidak mempunyai kelainan apa-apa, selama lima bulan ini, sudah semua rumah sakit yang ada dikota ini dia dibawa oleh suaminya, hasil catatan medisnya tetap sama, dia baik-baik saja, Cuma jabang bayinya kurang gizi, bagaimana tidak kekurangan gizi, tidak ada makanan yang bisa dia serap melalui tali pusarnya. Pernah suatu hari suaminya hampir putus asa, tidak kuasa menahan air mata, sudah tidak sanggup melihat penderitaan istrinya demi mengandung buah cinta mereka, sampai dia pernah mengikuti saran konyol dari salah satu tetangganya, istrinya disuruh taruk diatas bara api yang hangat biar dia cepat sembuh.
"mungkin istri kamu bukan penyakit rumah sakit, tapi penyakit kampung, mungkin dia digangguin sama jin waktu magrib, atau mungkin ada orang yang tidak suka sama kalian" segala kemungkinan diuraikan oleh kak lina, tetangga disebelah kanan rumah.
"jadi apa yang harus saya lakukan kak lina? Kemana saya harus membawa istri saya untuk berobat?". Saya akan melakukan apa saja untuk kesembuhan istri saya, saya tidak sanggup melihat kesakitan yang dialami oleh istri saya". nafi berkata sambil menahan air mata dengan helaan nafas yang begitu berat.
"saya dengar dikampung simpang keramat ada tengku yang bisa mengobati sakit yang diganggu oleh jin, coba kamu cari tau dimana rumahnya, atau apakah dia bisa datang kerumah kamu, karena dengan kondisi istri kamu yang tidak bisa duduk sama sekali, susah untuk kita bawa-bawa". ujar kak lina ke nafi.