"kami sudah memberi kamu kesempatan, tapi kamu belum pantas menjadi pendamping anak kami, mau kamu kasih makan apa anak kami?". Nafi terbangun dengan mimpi baruk, keringat dingin bercucuran di dahi, berulang kali dia istighfar menenangkan hati.
Dia mimpi ibunya safitri menolak lamaran, dia dipermalukan di depan umum oleh ibunya safitri. "aku harus menghubungi safitri, aku harus memastikan apakah ibunya sudah benar-benar setuju dengan laki-laki pilihan safitri. Dia tidak mau terjadi seperti dalam mimpinya, mimpi buruk menjadi kenyataan. "tapi ini sudah tengah malam, besok pagi aku harus telepon safitri memastikan".
Nafi belum menceritakan ke safitri kalau dia sebenarnya sudah pernah bertunangan dan gagal menuju ke pelaminan. Tapi tidak bermaksud untuk tidak jujur, tapi dia tidak kuat kalua harus mengingat masa lalunya itu. Masa lalunya membuat dia sangat terpuruk, saat itu dia memutuskan merantau ke malasyia untuk menguburkan masa lalunya. Ibunya lah yang meminta dia untuk Kembali pulang.
"sampaikan kapan kamu lari dari masa lalu? Kembalilah nak, kenyataan itu harus kita hadapi, jangan pernah lari dari kenyataan, karena dia akan tetap menghantui kita sampai le ujung dunia sekalipun". Ibunya menyemangati nafi tiap kali dia menelpon dari malasyia.
"pulang lah nak, kamu tidak endirian di dunia. Gagal menikah bukan berarti dunia akan berakhir, itu hanya awal untuk kamu menghadapi perjalanan selanjutnya di dunia ini. Pulang lah, masih banyak perempuan yang menunggu cinta dan kasih sayangmu di muka bumi ini, pulang ya.. ibu merindukan kusukan tanganmu". Ibunya selalu membujuk menyuruh pulang saat nafi menelepon.
Nafi sebenarnya tidak betah di malasyia, kehidupan di malasyia lebih mahal daripada di aceh. Karena dia pergi secara legal, hampir setengah dari gajinya dia habiskan untuk membayar resident permit.
"kenapa kamu melakukan ini padaku? Aku sudah berusaha untuk memenuhi keinginan orang tua mu, aku menyanggupi jumlah mahar yang diminta oleh orang tua mu. Kamu orang yang paling tidak punya hati yang pernah aku temui". Nafi tidak menyangka mantan tunangannya berselingkuh dengan laki-laki dari keluarga kaya.
"orang tua ku khawatir kita akan hidup dalam keterbatasan, maafkan aku, aku akan mengembalikan mahar yang sudah kamu kasih, akan akan mengembalikannya dua kali lipat".
"apa kamu dan orang tua mu tidak percaya sama tuhan? Binatang melata yang tidak punya kaki dan tangan Allah jamin rezekinya, apalagi kita yang sudah di beri akal dengan sempurna untuk berfikir mencari cara, anggota tubuh yang sempurna untuk bekerja". Nafi masih ingat bagaimana perasaan dia berapi-api saat menceramahi mantan tunangannya.
"aku sudah ikhlas dengan mahar yang sudah aku beri, kamu tidak perlu repot-repot untuk mengembalikannya".
"semoga kamu Bahagia, tidak salah memilih pasangan. Yang akan kamu nikahi itu anak pak camat bukan pak camat. Jangan melihat jabatan ayahnya apa, tapi lihatlah anaknya seperti apa".
Nafi meninggalkan mantan tunangannya di persimpangan jalan tanpa ucapan salam terakhir. Dia sangat kecewa, membawa pergi hati yang sedang luka menga-nga. Hari itu dia brjanji tidak akan pernah mau mengenal Wanita lagi, baginya Wanita itu hanya makhluk plin plan yang tidak punya pendirian.