Kini mereka rutin berkomunikasi setiap hari, ternyata pelan-pelan nafi memahami sisi jeleknya, bagusnya, lucunya, uniknya dari seorang safitri. Nafi pernah menelepon safitri sampai 19 kali, panggilan yang ke 20 baru dijawab oleh safitri, awal-awal nafi panik atau kesal kalau safitri lama tidak menjawab panggilannya, tapi sekarang dia sudah mulai terbiasa dengan hal itu, ternyata safitri bukan orang yang tidak bisa jauh sari ponselnya, ponselnya sering ketinggalan dikamar atau bahkan dalam keranjang tumpukan kain. Tapi, sehari saja safitri tidak menjawab teleponnya, nafi akan menghubungi kak umi menanyakan kabar safitri, untuk saat ini hanya kak umi yang tau kalau mereka dekat, punya hubungan lebih dari seorang teman biasa.
"besok saya akan ke matang kuli, mengunjungi keponakan dan kakak ipar saya di sana, semalam abang saya dari malasyia menelepon meminta saya untuk mengunjungi anaknya" nafi menjelaskan salah satu rencana kegiatannya besok ke safitri, karena tinggal berjauhan, setiap hari mereka saling mengatakan kegiatan masing-masing melalui teleponan di ponsel.
"sama siapa?" safitri ingin tau.
"kemungkinan sama faisal atau sebi".
Safitri menanyakan tempat tinggal kakak iparnya nafi secara sangat rinci, desa apa, kecamatan apa, rumahnya seperti apa, safitri sudah seperti detektif yang sedang menyamar. Tapi, semua dijawab dengan rinci oleh nafi, biarpun awalnya dia menganggap safitri seperti anak kecil atau terlalu berlebihan, nafi menanggapinya dengan santai, sesekali dia candain safitri seperti emak-emak yang lagi introgasi anak gadisnya, nafi berusaha agar tidak ada rasa curiga di hati safitri, dia menganggap ini salah satu resiko menjalin hubungan jarak jauh.
"halo, saya ada di lorong depan rumah kakak ipar kamu", ucap safitri ditelepon saat nafi menerima panggilan di ponselnya, nafi tertawa terkekeh-kekeh, menurut dia safitri punya selera humor juga.
"baiklah.. silahkan datang saja sampai ke rumah dan silahkan masuk ke dalam ibu safitri, saya menunggu anda di sini lengkap dengan perangkat desa, mau dihidangkan makanan apa? Atau cukup seperangkat alat shalat saja maharnya?", guyonan nafi membuat safitri ikut tertawa.
"berarti kalau dari rumah pagar hijau ini, selang berapa rumah lagi?" nafi tersentak mendengar pertanyaan safitri. "serius kamu datang kemari?". Nafi terkejut tak percaya. "iya, kan sudah saya bilang saya lagi di depan lorong", jawab safitri dengan santai. "tunggu di situ, sekarang saya ke sana". Nafi langsung keluar dari rumah untuk menghampiri safitri.
"nafi, ini ju-", "mau ngapain kamu kemari safitri?", safitri belum selesai memperkenalkan juraida, nafi sudah memotong omongannya. "bukankah perempuan aceh pantang menghampiri kerumah laki-laki? Apa kata mamak kamu kalau ketahuan kamu kemari bertemu saya? Dimana letak harga diri kamu? Kenapa kamu seperti timba yang mencari sumur? Jaga martabat kamu sebagai seorang perempuan", mata safitri mulai berkaca-kaca mendengar perkataan nafi, dia merasa nafi menganggap sangat rendah dirinya, sekarang dia merasa seperti perempuan yang tidak punya harga diri.
"kenapa kamu tidak menghargai usaha safitri hah? Jauh-jauh dia kemari buat ketemu kamu, oh jangan-jangan kamu punya cewek lain di sini ya? Makanya kamu sangat panik sekarang melihat safitri ada di sini?", juraida tidak diam saja, dia membela temannya yang sedang diomelin oleh orang yang dianggap special oleh safitri.
" Dari rumah kamu kemari lumayan jarak, butuh waktu satu jam, kamu naik motor lagi itu sangat bahaya safitri, kamu pasti diam-diam kemari kan? Tidak mungkin ibu kamu akan kasih ijin kalau kamu berterus terang. Bagaiamana kalau terjadi apa-apa di jalan safitri? Bagaimana kalau kamu tersenggol oleh kendaraan lain, bagaimana kalau kamu jatuh atau-".
"juraida mari kita pulang", safitri tidak sanggup lagi mendengar ocehannya nafi, dia sangat kecewa melihat sikapnya nafi.
" saya akan ikut mengantar kamu pulang, tapi karena kamu sudah di sini, masuk dulu ke rumah kakak saya, istirahat dulu sebentar" tapi safitri sudah tidak mood dengan tawaran nafi, dia ingin segera beranjak pulang. "tidak usah repot-repot, kami langsung pulang saja, bisa pulang sendiri tidak perlu di antarin". safitri menjawab dengan ketus.
nafi menyadari kalau safitri sedang marah padanya, dia mencabut kunci di motornya safitri terus melenggang menuju ke pekarangan rumah kakak iparnya. Safitri tidak akan mungkin teriak memanggil nama nafi, dia tidak ingin ada keributan di kampung orang lain, apalagi kalau ketahuan orang sekitar sini dia menghampiri seorang lelaki kemari. Akhirnya, safitri turun dari motornya dan berjalan kaki mengikuti nafi, dia menggandeng tangan juraida berjalan beriringan.
Setelah memperkenalkan safitri ke faisal dan juga kakak iparnya, nafi duduk dengan perasaan malu, akhirnya dia ketahuan sama faisal menjalin hubungan dengan safitri, dia berencana buat kejutan untuk teman-temannya, nanti akan dikasih tau kalau hubungan dia dengan safitri sudah serius menuju pelaminan. Suasana mencair saat kakak ipar nafi basa-basi sambil tersenyum ke arah safitri, sepertinya kakak ipar nafi menyukai safitri, "mau ikut ke dapur untuk kita buat minuman?", safitri shok mendengar ajakan kakak ipar nafi, tapi dia sangat senang, seketika rasa marah terhadap nafi pun berkurang. "kok tamu diajak ke dapur kan?", justru faisal yang nyeloteh menanggapi ajakan kakak ipar nya nafi.
Di dapur mereka bercerita banyak, juraida ikut juga bersama safitri ke dapur. Kakak ipar nafi mulai menggoda safitri sesekali, dia menanyakan mereka kenal di mana? Sudah berapa lama? Apakah teman spesial atau teman biasa saja?.
" kamu sudah tau kalau nafi baru setahun kembali ke aceh? ". Safitri menggeleng, sambil berfikir selama ini nafi sejauh ini nafi tidaak pernah menceritakan padanya soal malasyia.
"dia sudah tiga tahun menetap di malasyia, ikut suami saya, abangnya di sana. Di malasyia dia bekerja di bengkel abangnya, karena dia sudah punya cukup modal untuk buka bengkel sendiri, jadi dia pulang kemari, sekarang bengkelnya sudah ada, jadi tinggal mencari istri". Belum sempat safitri balik bertanya, dia sudah mendapatkan penjelasan yang dia cari, 'tapi kenapa nafi tidak pernah cerita kalau dia pernah merantau ke malasyia ya?'. bisik safitri dalam hati. 'ah mungkin dia punya alasan sendiri kenapa belum cerita soal itu.'
Safitri tidak di ijinkan pulang sebelum makan siang terlebih dahulu, setelah makan siang, sudah ngeteh sambil ngobrol ketawa- ketiwi, safitri mohon diri untuk pulang, nafi bersikeras harus mengantar safitri pulang, tapi safitri juga bersikeras menolaknya, dia takut ketahuan ibunya kalau sudah pergi sejauh ini. "saya tidak akan mungkin tenang kalau kamu belum tiba di rumah". Nafi masih ngotot untuk antarin safitri pulang. "nanti begitu tiba di rumah langsung saya kabarin", sahut safitri. "begini saja, diantarin sampai di persimpangan rumah kamu saja", kakak ipar nafi memberi saran.
Akhirnya safitri setuju diantarin dengan syarat sampai di persimpangan rumahnya saja. Nafi memboncengi safitri menggunakan motor safitri, dan faisal memboncengi juraida menggunakan motornya nafi.
"kamu itu perempuan yang susah ditebak safitri, tapi kejadian seperti ini jangan kamu ulangi lagi ya, saya sangat khawatir kalau terjadi apa-apa dengan kamu". Safitri tidak menjawab apa-apa. "safitri kamu dengarkan barusan saya ngomong apa?". Nafi memastikan kalau safitri mendengar perkataanya. "iya, saya dengar". Safitri hanya tersenyum, hatinya terobati saat tau alasan nafi tidak suka dia menghampiri nafi.
Di sepanjang jalan, mereka menghabiskan waktu dengan candaan, safitri baru tau kalau ternyata nafi sangat humoris, sesekali nafi menggombali safitri dengan kata-kata mesra." Ribuan kilo jalan yang kita tempuh, tak akan terasa jika engkau bersama ku". Nafi mengubah sedikit lirik lagu iwan fals. Safitri membayangkan hidupnya pasti bahagia jika menikah dengan nafi, tiap hari dia akan bercanda dan ketawa.
Tiba di persimpangan rumah safitri, nafi pura-pura lupa, dia ingin melihat reaksi safitri, dia terus berjalan melewati simpang. Safitri langsung menepuk-nepuk bahunya nafi menyuruhnya untuk berhenti, nafi tertwa terkekeh-kekeh berhasil mengusili safitri. "hati-hati ya", kata nafi setelah menyerahkan kunci motor safitri." Kamu juga hati-hati di jalan, jangan asik bercanda dengan faisal", ujar safitri senyum.
" nafi, kok kamu tidak bilangin ke kita sih, kalau kamu sudah lama jadian sama safitri?". Nafi sudah menebak pasti faisal akan menanyakan kalimat ini di jalan pulang. "takut ditikung", jawab nafi sekenanya. "hah? Siapa yang nikung, kita semua sudah ada pasangan, Cuma kamu kemarin yang masih jomblo". Faisal tidak terima dengan alasannya nafi. "Cuma bercanda, rencana nanti kasih tau kalian saat mau lamaran, eh ternyata hari ini sudah ketahuan, ya sudah lah". Faisal sengaja melambatkan laju motornya ingin bertanya banyak sama nafi. "nyetir cepat sal, panas sekali ini". nafi justru meminta faisal nyetir cepat untuk menghindari introgasi dari faisal.
"saya sudah di rumah ya, ada ditanyain oleh mamak kamu darimana saja? Tidak kan? Aman kan?". Nafi kasih kabar sekaligus memastikan kalau safitri baik-bai saja. "aman, mamak tidak tanyai apa-apa, dia Cuma mengira saya keluar makan bakso sama juraida. Nafi senyum-senyum sendiri, kenekatan safitri harus diacungi jempol. Tapi dia masih penasaran apa yang membuat safitri senekat itu? Apakah dia tidak percaya sama aku? Ingin membuktikan kalau aku tidak berbohong? Nafi masih menerka-nerka cari penyebabnya.
"nafi, bulan depan setelah yasinan 44 hari kepergian bapak, saya ingin kamu segera melamar saya". Ucap safitri malu-malu tapi tegas. Nafi tidak merespon, dia masih tidak percaya dengan apa yang baru dia dengar, apa safitri serius dengan ucapannaya?, kenapa bisa secepat ini?, apa yang membuat dia begitu yakin?. "halo, nafi kamu dengarkan apa yang saya bilangin barusan?". Nafi tidak tahu harus jawab apa. " apa keluarga kamu akan setuju safitri? Saya tidak ingin dipandang sebelah mata karena jenjang pendidikan kita yang berbeda". Ternyata nafi masih minder dengan pendidikannya yang hanya lulusan SMA.
"tentang keluarga saya, biar saya yang sampaikan baik-baik, insyallah ibu saya akan terima. Yang penting kamu siapin dulu keperluan lamaran kita untuk bulan depan ya!".
Satu sisi nafi sangat bahagia, tapi satu sisi lagi ini terlalu cepat menurut dia. " nafi, saya belum pernah menanyakannya, apakah kamu benar-benar mencintai saya? Kalau kamu belum yakin dengan perasaan kamu, lupakan apa yang baru saja saya bilang, tapi.. saya minta kamu tidak usah repot-repot menghubungi saya lagi". Jantung nafi berdebar kencang mendengar ucapan safitri yang ini.
" tidak safitri, maksud saya iya safitri, saya mencintai dan menyayangi kamu dngan tulus", nafi menyahut dengan cepat, dia takut safitri akan segera menutup ponselnya kalau nafi tidak meresponnya dengan cepat. "baiklah, berarti sudah oke ya, bulan depan kita lamaran, kamu sudah bisa memberitahukan keluarga kamu tentang rencana kita.
Ucapan safitri menginyang-nginyang di dalam hati dan pikiran nafi, apakah dia siap untuk lamaran bulan depan,dia belum berani memberitahukan keluarganya, dia akan menunggu kabar dari keluarga safitri duluan, kalau keluarga safitri sudah setuju, nafi baru berani memberitahukan pihak keluarganya, dia tidak ingin kejadian seperti di sinetron-sinetron ada keluarga yang malu saat lamaran atau pernikahan karena ternayata ada pihak yang tidak setuju. Malam ini nafi sangat gundah, kelihatannya dia tidak bisa tidur, akhirnya dia memutuskan untuk menelepon teman-temannya untuk ngopi bareng, dia sabar menanti pagi, ingin menanyakan perihal keluarga safitri soal rencana lamaran mereka
'safitri apakah kamu sudah memberitahukan keluarga mu tentang rencana lamaran? Bagaiman hasilnya apakah mereka setuju?. Hari ini saat menelepon safitri, itu duluan yang dipstikan oleh nafi." Setuju nafi, mamak setuju, kata mamak lebih cepat lebih bagus, karena bapak juga sudah meninggal, biar ada lagi sosok laki-laki di rumah ini. Tapi.. ibu kasih satu syarat nafi, kita harus tinggal di rumah ini setelah menikah, jadi kamu tidak boleh membawa saya pergi dari rumah ini". "iya, insyallah saya setuju". Nafi tidak keberatan dengan syarat yang ditentukan oleh mamaknya safitri.