Chereads / AKU KABUR KAU KEPUNG / Chapter 40 - Apa Lagi?

Chapter 40 - Apa Lagi?

Sepasang mata indah Suci tak mampu berpaling dari adegan drama FTV yang terjadi di dunia nyata. Sang kawan satu angkatan tengah terjebak kesalahpahaman yang diciptakan wanita asing. Wanita yang belum terungkap identitasnya itu salah menerka hubungan Sri dengan pria yang hanya bergeming di hadapannya.

Tangan kanan Suci berusaha meraih rambut Leo tanpa menoleh. Namun justru mengobrak-abrik paras sang teman hingga kusut dan mengkerut.

Leo mengelak dari tangan Suci. "Suci, apa-apaan, sih kamu? Hentikan!" Protesnya.

Kini tangan Suci bergerak mengguncang bahu Leo. "Leo ... Leo ... coba kamu perhatikan arah mereka! Mbak-mbak tampilan bidadari itu mengira Sri dan pria yang baru datang itu sebagai pasangan suami istri!"

Mata Leo melotot mengikuti arah pandang Suci. "Yang bener? Iya, bener katamu!Waduh, gawat!"

Kepala Suci tampak mengangguk dari balik punggungnya. "Gawat apanya? Bukannya malah bagus karena mbak-mbak itu ga akan mencari Sri lagi karena penasaran dengan suami Sri di video?"

Kepala Leo tergeletak pada permukaan meja. "Kalau setelah ini ada ledakan, kita harus bertanggung jawab!"

Suci terperanjat. Jantungnya berdebar karena sebaris kata mengerikan yang meluncur dari bibir Leo. Dia bergegas menegakkan kembali punggung Leo yang lunglai menggelangsar meja.

Leo menjulurkan telunjuknya pada tiga pelaku drama. Suci mengikuti arah telunjuk Leo. Terlihat adegan sang wanita cantik undur diri lalu berbalik badan dan berlalu dari hadapan Sri serta atasannya.

Suci menaikkan sebelah alisnya. "Lho, kenapa? Masalah sudah selesai, kan? Mbak-mbak itu sudah pergi!"

Leo menyeringai ngeri. Telunjuknya bergeser sedikit ke kanan. Muncullah sosok pria tinggi besar cermin kembar paras Leo. Langkah pria dewasa itu mengentak tergesa menghampiri mejanya.

Suci menampar dahinya. "Astaga! Kak Danaus Monarch sudah kembali!"

Sementara pria tampan yang bergegas memangkas jarak dengan sang istri bermuram durja. Kedua lengannya bertumpu di depan dada. Langkahnya tertahan di hadapan sang pria yang duduk santai pada tempatnya.

Arch menahan amarah. "Jadi keberanian anda sudah muncul, Tuan Muda Belcher?"

Sri terperanjat. Dia beranjak menghampiri sang suami kemudian mendekap lengannya.

Belcher menyamakan tinggi dengan lawan bicara. Dia segera berdiri tegak.

Arch melirik Sri. "Apa yang kalian lakukan?" Selidiknya.

Sri menggeleng beberapa kali menyangkal kemungkinan keliru dari benak sang suami. "Kami hanya...."

Belcher menepuk lengan Arch dan mengambil alih jawaban Sri. "Pak Arch, saya minta maaf. Sebenarnya saya hanya tidak sengaja...."

Leo meraih jemari Suci untuk segera meluncur menuju tempat kejadian prahara. Mereka setengah berlari untuk menghemat detik.

Leo dan suci mengatur napas yang tersengal.

"Pak Belcher, anda salah alamat. Anda lupa kalau Sri itu karyawan resto bukan karyawan ekspedisi. Teman-teman dari perusahaan ekspedisi anda telah menunggu di sana!" Papar Leo memotong jawaban Belcher dengan lengan terjulur ke sembarang arah.

Paras Belcher mengernyit heran. Bola matanya bergerak cemas berusaha memproses tindakan Leo.

Arch melirik Suci tajam. "Suci, sekarang kamu jadi kurir juga? Ikut meeting perusahaan Leo juga?"

Suci melongo. Bibirnya membuka dan menutup ragu. Dia berniat memberi jawaban tapi tak tahu hendak berkata apa.

Leo menggeleng. "Bukan, Kak! Kami berencana kencan hari ini setelah meeting jadi aku ajak sekalian!"

Bola mata Suci melotot hingga hampir menggelinding. Alas sepatunya melindas kaki Leo yang berbalut sandal. Leo hanya meringis menahan siksa tanpa sanggup menjerit merana.

Sri dan Arch saling melempar pandangan terkejut. "Kalian jadian?" Tanya Sri terkaget-kaget.

Leo meraih lengan Belcher. Dia bergegas menyeret dua makhluk beda jenis dalam genggamannya menjauhi pasutri yang hanya tertegun sebelum kembali menerima lemparan pertanyaan.

***

Sosok anak tengah Keluarga Monarch terlihat penampakannya pada pelataran parkir sepeda motor sebuah perusahaan saat pagi-pagi buta. Dia harus menemui seorang tangan kanan sang kakak untuk mencegah prahara rumah tangga yang mengancam keluarganya.

Analisa Leo memang tak masuk akal mengingat sang kakak termasuk dalam spesies unik yang betah menjadi makhluk pertama bertengger pada kursi kerja. Bayangkan saat dua jarum jam membujur dan membelah dua bagian sama rata, pria itu bahkan tergesa-gesa menghampiri lobi dengan menjinjing tas kerja serta susunan bekal. Padahal gedung masih lengang. Para karyawan kemungkinan masih menguap di atas pembaringan.

Leo setia menunggangi motor besarnya yang berada di depan barisan pohon rindang yang khusus dipelihara sebagai peneduh lahan parkir. Beberapa kali sudut matanya melirik penunjuk waktu di pergelangan tangannya. Pukul enam pagi masih tiga puluh menit terjadi.

Leo memukul dahinya pelan. "Astaga, mana mungkin aku bertemu sekretaris dan para staff Arch saat matahari baru saja terlihat? Mereka tidak mungkin muncul sepagi CEO kurang kerjaan itu?"

Telunjuk kanan Leo beradu dengan kemudi beberapa kali. "Sebaiknya aku tunggu saja Arch. Aku bicarakan sejelas-jelasnya agar dia bisa bertindak sebelum perempuan itu muncul."

Sesosok petugas keamanan kantor tugas malam memicing curiga pada satu-satunya penampakan motor besar yang bertengger pada lahan parkir. Petugas yang hampir selesai jam kerja sekitar satu jam lagi itu, menghampiri lahan parkir. Derap sepatu kulitnya menggesek paving pelataran parkir dan mengusik sunyi.

Pandangan tajam petugas keamanan tak beranjak dari sosok berpelindung kepala dan jaket gelap. Sepasang anggota gerak bawah memacu semakin cepat ketika jarak memendek.

Pandangan Leo tanpa sengaja berbenturan dengan sang penjaga. Pemuda itu mendadak panik. Dia bergegas menyalakan mesin dan memacu kuda besinya menjauhi lahan parkir.

Petugas keamanan mengayun langkah seribu. "Woi, tunggu! Maling kamu! Tunggu, jangan kabur!" Teriaknya frustasi.

Sang pengendara motor besar tak berpaling satu sudutpun. Dia terus melaju hingga penampakannya lenyap setelah menikung arah jalan raya.

Leo mendesah panjang di balik pelindung kepalanya. "Astaga, untung saja tidak tertangkap! Bisa-bisa diseret ke kantor polisi." Gerutunya.

Leo memukul kemudi tangan kiri dengan tetap mempertahankan keseimbangan dan laju kendaraan. "Apa yang harus aku lakukan sementara aku ada jadwal kuliah pagi nanti?"

***

Pengusaha muda Danaus Monarch tergesa menuruni bangku pengemudi sedan gelapnya. Dia melempar kontak mobil pada petugas keamanan yang menyambutnya di depan pintu kaca lobi gedung. Sang petugas keamanan kesulitan menerima kontak mobil yang menghujam kepalanya. Beruntung benda kecil itu mendarat mulus tanpa sengaja pada telapak tangannya.

"Maaf, Bos! Apa ini tidak terlalu pagi bahkan sift kerja saya baru akan selesai beberapa menit lagi." Tanya sang petugas keamanan sopan.

Arch menepuk bahu pegawainya pelan. "Memang saya sengaja sampai kantor pukul enam pagi tepat. Ada yang harus saya siapkan untuk rapat pemegang saham jam tujuh nanti!"

Petugas keamanan mengangguk paham.

Arch mendesah panjang. "Saya minta tolong parkirkan mobil saya, ya!"

Petugas keamanan menjulurkan ibu jarinya sebelum melintasi ambang pintu mobil bagian pengemudi. Arch bergegas melintasi pintu kaca setelah mobilnya berlalu menuju parkir lantai bawah.

Arch merasakan lengangnya sudut-sudut ruangan gedung yang dilaluinya. Hanya ada pasukan kebersihan yang hampir menyelesaikan tanggung jawabnya. Arch menyapa mereka sepanjang perjalanan hingga menginjak lantai ruang kerja untuk mengurung diri di dalamnya.

Sementara Sri yang menolak berangkat bersama sang suami saat sarapan terlalu awal tadi, hanya mendesah lelah ketika menangkap seonggok kotak bekal di sudut meja makan. Arch yang gemar beraktifitas terlampau pagi, hari ini semakin menjadi-jadi karena mempertahankan nama besar perusahaannya. Apalagi ada pertemuan penting perusahaan yang semakin membuat jam kedatangannya semakin terdepan.

Sri melipat lengannya kesal. "Dasar Arch! Dia niat mengejar apa, sih? Kenapa bersemangat sekali?" Gerutunya.

Gadis yang berbalut kemeja polos sepanjang lutut dan rok gelap itu, menyambar bekal yang tertinggal. Dia berpamitan dan melambai ringan pada Bi Ayuk yang asyik mengguncang dapur.

Bi Ayuk menjulurkan ibu jari untuk membalas sang majikan sebelum kembali melawan tumpukan panci dan penggorengan kotor.

Sri melangkah gesit menghampiri pintu rumah utama. Sesekali tangan kiri Sri merapikan ujung-ujung jilbab pastel yang hilir mudik seiring gerakan tungkainya.

Sri kembali merapatkan daun pintu setelah menginjak serambi rumah.

Gadis itu meraih benda pipih yang berisik dalam saku kemejanya. Sebelah alisnya terangkat setelah mengetahui nama yang menyala dalam layar gawainya. Suara lawan bicara Sri menyapa tergesa. Hembusan bayu dan bising jalan raya sayup-sayup menyertainya.

"Ada apa pagi-pagi begini sudah heboh?" Tanya Sri heran.

Suara terengah-engah terdengar di seberang saluran. "Kamu sedang apa dan berada di mana?"

Sri mendesah panjang. "Kita punya jadwal kuliah yang sama dan kamu masih bertanya? Kurang dari dua jam lagi kita bertemu. Wah, bener-bener sedang nganggur parah ini bocah!" Cerocosnya.

Suara dengusan di seberang menimpali, "Aku sedang tidak ingin bercanda, Kakak Sri! Katakan saja kamu sedang apa dan berada di mana!"

Sri menjulurkan lidahnya meskipun tak mampu disaksikan lawan bicara. "Aku sedang di depan rumah dan akan berangkat, Adik iparku yang cerewet!"

"Berangkat ke kampus?" Tanya Leo cepat.

Sri melotot tajam pada layar gawainya. "Bukan, aku mau berangkat ke kantor Arch untuk mengantarkan kotak bekal makan siang yang tertinggal tadi!"

"Tunggu!" Jerit suara Leo, "Jangan pergi ke kantor Arch!" Tambah suara di seberang itu melarang.

Sri mengerutkan keningnya. "Memang kenapa? Aku tidak akan membuat onar juga, kok!"

Terdengar suara Leo mendesis bagai kobra kehilangan kesabaran. "Kalau kamu kesana bagaimana dengan kuliah pagi?" Balasnya dengan pertanyaan.

Sri melirik penunjuk waktu pada pergelangan kiri. "Astaga, Leo! Aku ke kantor Arch hanya mengantar dan tidak bermalam. Jangan berlebihan, deh! Sekarang masih setengah tujuh. Kelas kita dimulai jam delapan!"

Terdengar suara decak dari lawan bicara Sri. "Terserah kamu saja Sri. Aku pusing mau bilang apa. Dikasih paham tapi payah parah." Timpalnya putus asa.

Bibir Sri membulat. "Lah, kamu ini yang ambigu. Sebenarnya kamu sedang membahasa tentang apa, bagaimana dan tujuannya apa?"

Leo menutup jaringan komunikasi tanpa kalimat pamit undur diri. Sri menggembungkan pipinya kesal ketika satu nada menyebalkan mendadak menyentil gendang telinganya.

***

Leo memutar kembali haluan motornya menuju gedung perkantoran sang kakak setelah menepi di bahu jalan. Selesai meletakkan sepeda motor besarnya pada salah satu celah yang tersisa, langkahnya tergesa menghampiri lobi kantor. Lahan parkir dan sepanjang jalan menuju lobi telah ramai pegawai yang berdatangan. Pria itu harus sekuat jiwa raga menghindar dari para karyawan pejalan kaki cepat.

Leo melirik pergelangan kirinya. "Enam lebih empat puluh menit. Pantas saja sudah banyak orang." Gumamnya.

Leo melintasi pintu kaca lobi kantor untuk menyapa meja bagian informasi. "Saya Leopard Adnando Monarch ingin menanyakan apakah Pak Danaus Monarch sudah tiba?"

Petugas cantik yang baru saja menyelesaikan percakapan pada alat komunikasi kabel dua arah, berpaling pada pemuda di hadapannya.

Leo melambai dalam lengkungan bibir ramah. Jemarinya meraih identitas khusus keluarga Monarch dari dalam saku celana panjang. Kemudian tangannya terjulur di hadapan sang petugas.

Sang petugas informasi membalas anggukan dengan tersipu merah. "Mohon maaf Mas Leo, saya karyawan baru dua hari di kantor ini hanya pernah mendengar nama anda saja. Pak Danaus Monarch sudah tiba di kantor pagi tadi tapi beliau sedang bersiap untuk rapat jam tujuh. Apakah ada yang bisa kami bantu?"

Leo menebar pesona ketampanan. "Aku ingin bertemu kakak sebentar apa bisa? Agenda rapat masih seperempat jam lagi."

Mimik wajah sang petugas cantik turun. Matanya penuh penyesalan. Bibirnya berucap maaf disertai gelengan ringan.

Leo mendesah panjang.

Petugas cantik tersenyum canggung. "Sekali lagi saya minta maaf Mas Leo. Kemungkinan rapat akan berlangsung kurang lebih satu jam."

Leo mengangguk-angguk paham. "Kalau begitu aku akan menunggu di ruang kerja kakak saja."

Petugas informasi mengangguk sopan. "Silahkan, Mas Leo! Saya akan menginformasikan kepada Pak Danaus Monarch."

Leo menjulurkan lehernya menghampiri paras sang perempuan muda. "Aku minta tolong jika ada seorang wanita yang mencurigakan hubungi aku di nomor ruang kerja kakak. Jangan sampai dia bertemu Danaus Monarch." Pesannya.

Sang perempuan muda menahan napas dalam anggukan.

***

Petugas informasi beranjak dari bangkunya ketika seorang wanita cantik menyapanya di meja informasi lobi gedung perkantoran.

Sang petugas informasi menyambut tamu dengan lengkungan wajah ramah. "Selamat pagi, Nona. Ada yang bisa saya bantu?"

Wanita berkelas dalam balutan kemeja dalam blazer dan celana bahan skinny, mengangguk santun. "Bisakah saya bertemu dengan Bapak Danaus Monarch?"

Sang petugas wanita menyinggungkan kedua telapak tangannya depan dada. "Saya mohon maaf, Pak Danaus Monarch sedang ada meeting di dalam, Nona. Jika ada pesan, saya akan menyampaikannya. Dengan siapa, Nona?"

Sang perempuan menawan menyibak helaian panjang yang menjuntai hingga punggung. "Dulu ... saya ... saya dulu tunangan Pak Danaus Monarch. Sekarang ...."

Mata sang petugas anggun membelalak. "Mohon maaf saya baru di kantor ini. Jadi apakah anda istri Bapak Danaus Monarch?"

Wanita dewasa jelita menaikkan sebelah alisnya heran. Namun dia kesulitan memberi umpan balik terkaan sang petugas informasi. Dia hanya mampu membalas dengan senyuman kikuk untuk pertanyaan petugas informasi.

Lengan petugas informasi menjulur pada satu arah tertentu. "Silakan, anda bisa menunggu Pak Danaus di ruangan beliau. Ada Tuan Muda Leo, adik Pak Danaus Monarch di sana sedang menunggu juga. Saya akan menginformasikan pada Mas Leo."

Bibir sang tamu wanita sedikit membuat celah sebelum melengkung santun dan mengangguk. Sosok penuh pesona itu permisi undur diri dan menyampaikan rasa berbunga dalam dada.

Sang petugas informasi begitu berdebar setelah melakukan hal benar menurutnya. Matanya tak beranjak dari sosok wanita nyaris sempurna yang menjauhinya.

Rasanya baru saja meletakkan tulang duduk pada meja kerjanya, sang karyawati kembali beranjak ketika ada sosok berbalut hijab melontarkan sapaan manis.

Gadis berhijab mendaratkan kotak bekal makan siang pada meja informasi. "Kak, apa Arch sudah mulai rapat pagi ini?"

Sang wanita informasi berambut cepol belakang tampak heran. "Maaf...."

"Pak Danaus Monarch," potong sang gadis hijab mengoreksi dengan cepat.

Sang karyawati tersenyum lembut. "Sudah lebih dari setengah jam yang lalu karena hari ini rapat dimulai kurang dari jam tujuh pagi. Ada yang bisa saya bantu, Kak?"

Gadis hijab membelai kotak bekal makanan. "Saya ingin mengantar bekal makan siang Arch yang tertinggal di rumah."

.

"Mohon maaf, Anda?" Tanya sang karyawati berhati-hati.

Gadis hijab meraih selembar kartu dari saku rok panjangnya. Kemudian menjulurkan ke hadapan sang karyawati.

Sang karyawati menyambut kartu itu sebelum menyusuri goresan pada permukaannya dengan seksama.

Petugas informasi wanita menengadah. "Anda...."

Bibir Gadis hijab melengkung lembut. "Saya Jasmine Sri Puspasari. Istri dari Arch ... maksud saya Danaus Monarch."

Paras sang karyawati mendadak gusar. Keringat dingin mengaliri pelipisnya perlahan.

"Saya tunggu di ruangan Arch saja ya, Kak!" Pamit Sri undur diri sekaligus mengakhiri obrolan.

Petugas wanita terperanjat. Kepanikan menyergap akal sehatnya dari segala medan. Lengannya menjulur berniat menahan sang Nyonya Muda Monarch. Namun terlambat. Jasmine Sri tak lagi dalam jangkauan. Bibirnya hendak memanggil tapi lidahnya kelu.

Petugas wanita meraih gagang telepon kabel dan menekan beberapa tombol. Suara pemuda mengucap salam di seberang.

Suara pria muda di seberang meninggi. "Mbak, kamu bilang istri kakakku akan ke ruangan ini. Mana? Sudah jam setengah delapan tapi Sri tak kelihatan dari tadi."

Bibir sang karyawati bergetar. "Sri?"

Pria dua puluhan di seberang semakin garang. "Iya, Istri Arch itu Jasmine Sri Puspasari. Gadis muda, cantik dan berhijab. Memangnya tadi mbak nyuruh siapa ke ruangan Arch?" Cerocosnya geregetan.

Karyawati itu semakin cemas. "I ... i ... iya, Mas Leo! No ... Nona Jasmine Sri baru saja datang. Ta ... tapi wanita yang sebelumnya tadi saya persilakan ke ruangan Pak Danaus itu penampilannya seperti model tidak berhijab."

Satu pukulan telak bagai menghantam jantung Leo. Dia lalai dan rencana bergeser dari perkiraan.

Leo beranjak dari kursi nyaman kebesaran Arch. "Apa? Lalu kamu tahu wanita tidak berhijab itu sekarang dimana? Dia tidak ada di ruangan ini." Tanyanya membentak.

Karyawati menggeleng meskipun Leo tak mungkin mengetahuinya. "Saya kurang tahu. Tadi saya meminta wanita itu menunggu di ruangan Pak Danaus. Seperti yang saya informasikan sebelumnya pada Anda, Mas Leo. Nyonya Jasmine Sri juga sedang menuju ruangan Pak Danaus sekarang."

Leo membanting gagang telepon pada permukaan meja hingga alat komunikasi kabel itu terlontar di bawahnya.

***