Aku tiba di sekolah lebih pagi lebih dari biasanya... lebih pagi lagi dari biasanya.
Memang belakangan ini tidak diwajibkan masuk sekolah sangat awal di pagi hari; karena tidak ada guru yang mengabsen berkat persiapan HUT, aku tetap datang pagi layaknya hari-hari biasa... Kenapa? Hanya... karena aku punya perasaan saja dia masih akan tetap datang di sekolah lebih awal dari aku.
Ketika aku sampai di kelas, seperti biasa, aku bisa menemukan dia di kelas. Aku ingin menghela nafas karenanya. Benar, 'kan tebakanku...
Aku sudah datang sangat pagi loh! Waktu aku datang saja, di halaman depan tidak ada murid sama sekali, tapi dia masih tetap saja yang paling pertama masuk?! Kadang-kadang aku benar-benar penasaran jam berapa sih dia itu bangun dan berangkat? Tapi mesti ketika aku tanyai, malah dapat jawaban "rahasia" dan senyuman darinya...
Aku bersungut-sungut karena perasaan kekalahan yang aneh ini.
Dari awal, memangnya kenapa dia ingin ke sekolah lebih pagi dari siapa pun?! Memangnya dia tidur di sini?! Argh!! Aku belum pernah ke rumahnya juga, jadi aku tidak tahu!
Kami- aku, Alex, dan dirinya, sering dipanggil "Trio Sekawan" sama murid-murid sekitar. Tapi beneran, kita tidak dipanggil begitu karena kita sering dilihat bersama. Kami sungguhan teman dekat. Kalau kami memutuskan untuk bermain keluar, kita pasti selalu pergi bersama. Tapi kalau kita ingin main di rumah bersama, kita selalu setuju untuk bermain di rumahku daripada salah satu rumah mereka. Salah satu alasannya karena aku adalah perempuan. Jadi, aku belum pernah ke rumah Alex atau rumahnya. Alasan lainnya, karena mereka berdua yang mengusulkannya dan ibuku yang terlalu overprotective. Meskipun aku terdengar mengomel, aku sungguh bersyukur punya teman dan keluarga yang peduli seperti ini.
"Heh-" Ketika aku berjalan mendekatinya, aku hampir menelan kembali sapaanku.
"..." Dia sedang berwajah serius sambil melihati handphonenya. Ini mungkin baru pertama kalinya aku melihat dia sedang berwajah serius. Dia selalu ceria dan ramah, jadi apa yang bisa membuatnya berwajah begitu?
"...Pagi." Kataku dengan suara kecil dan setengah ragu-ragu. Wajahnya sangat terlihat serius, sampai aku takut mengganggu.
"Pagi." Sapanya kembali dengan senyuman. Wajahnya yang serius tadi langsung menghilang.
"Seperti biasa, kamu dateng paling awal lagi... Ada apa?" Karena kekhawatiranku menguasaiku, aku bertanya.
Aku tahu orang seperti apa dia itu. Dia adalah orang yang tahu untuk membatasi perkataan dan tindakan yang dapat menyinggung hati orang lain. Dia tahu di mana batas antara pertemanan dan privasi. Aku sangat tahu sekali tidak sopan untuk bertanya sekarang, melihat dia sangat serius. Biasanya yang dia lakukan ketika ini terjadi padaku, adalah menunggu, kemudian bertanya dengan cara tidak langsung. Tapi di sini, aku bertanya langsung. Itulah seberapa dalam aku mengkhawatirkannya.
Memang, aku mengatakannya berulang-ulang kali bahwa dia berwajah serius, tapi memang sangat jarang sekali dia menjadi serius. Bahkan, rasanya hampir tidak pernah aku melihatnya serius. Makanya aku ingin tahu.
"Sini." Dia mengayunkan tangannya, menandakan aku untuk mendekatinya.
Aku mendekatinya dan dia menunjukkanku sesuatu di layar handphonenya. "Apa-apaan ini?!" Aku langsung mengambil handphonenya secara paksa tanpa kusadari.
Aku menjadi tidak memedulikan sopan santun, tapi dia melihatku seolah itu wajar... karena di layar handphonenya yang kurebut hanya dipenuhi dengan foto kami berdua; waktu kami sedang berbincang-bincang, waktu kami sedang pulang bersama, waktu kami sedang bermain, waktu kami sedang duduk bersampingan.
Aku menggeser ke bawah dan terus ke bawah layar handphonenya dan isinya semua kami berdua. Foto-foto dari tahun lalu sampai beberapa hari lalu. Meskipun isinya terkadang ada orang lain, seperti Alex dan murid lainnya, pada intinya, setiap foto berbingkai hanya aku dan dia.
EH?! EH?! Kenapa dia 'nyimpan foto-foto kayak gini di handphonenya?! A-apa artinya ini?!
"Tekan tombol kembali."
"Erm... Eh-" Aku mengikuti perkataannya, dan aku menjadi lebih terkejut sampai aku tidak tahu aku harus berkata apa. "Ini..."
Ada beberapa postingan dan semuanya berjudul dari kelas 10 sampai 12. Aku menekan postingan berjudul "Rahasia kelas XI IPA 1", yaitu yang kelihatannya melibatkan kelas kami.
1. Situasi cinta orang paling pintar, Calista Anita. Ini buktinya: https://xxx.
2. Kecemburuan Alex Mahes. Ini buktinya: https://xxx.
3. Pelaku pencurian 1 tahun lalu. Ini buktinya: https://xxx.
4. ---
Dan seterusnya. Aku menekan link nomer 1, dan isinya adalah foto-foto yang tadi dia tunjukkan.
Aku menekan tombol kembali, kemudian link lainnya tersebut dan melihati isi satu per satu. Dari orang ke orang. Dari kelas ke kelas. Dari kelas 10 sampai 12, bahkan guru dan karyawan, isinya semuanya mirip.
Isinya adalah tentang masalah internal per kelas dan seluruh sekolah, serta bukti-buktinya, foto maupun video. Lebih tepatnya, isinya menyinggung hal-hal sensitif yang akan sangat canggung jika dibahas.
Contohnya dari nomer 1 dan 2, aku beberapa kali mendengar bisik-bisik di sana-sini ketika aku dan dia terlihat mesra. Tapi faktanya bukan begitu, kami berdua betul-betul cuman teman, cuman di mata orang lain saja kami berdua- erm, terlihat seperti pacaran.
Sedangkan isi nomer 2, banyak sekali foto-foto Alex yang sedang melihati aku dan dia sedang berbincang-bincang. Ketika dilihat sekilas, memang Alex terlihat seperti orang yang iri, tapi aku yakin dia tidak bermaksud seperti itu.
Kemudian nomer 3, jugalah topik sensitif. Ini membahas kasus pencurian barang waktu kami kelas 10. Waktu itu, korban pencurian sekaligus teman sekelas kami, sangat membuat besar permasalahan ini. Kita semua berdebat dan saling menunjuk satu sama lain. Akhirnya, masalah itu diredakan olehnya dan berakhir tanpa diketahui pelakunya. Dan sekarang, 1 tahun kemudian, ada tertulis nama lengkap pelakunya, dan itu adalah salah satu teman sekelas kami...
Melihat pengetahuan dalam tentang kelas kami, pastinya orang yang membuat website ini adalah murid yang satu kelas dengan kita... itulah yang pertama kali kupikirkan.
Setelah kulihat-lihat topik sensitif di kelas lain, kelihatannya orang ini bisa saja berada di kelas mana pun. Pelaku ini sangat tahu sekali masalah-masalah internal setiap kelas. Bahkan aku sampai terkejut tentang fakta-fakta yang tertulis di website ini. Bagaimana dia bisa tahu hal-hal ini; yang bahkan aku tidak tahu?
"Itu website buatan seseorang. Kita nggak bisa apa-apa." Jelasnya sambil aku melihat-lihat. Dia memberiku jawaban sebelum aku sempat bertanya cara untuk menghapus website ini. "Kupikir cuman bercanda atau gimana, tapi murid-murid lain menshare link, jadi aku lihat isinya... isinya serius."
Aku menggigit bibirku, tanganku yang memegang handphonenya mulai gemetaran.
Siapa yang melakukan ini? Siapa yang tega sekali untuk menyebarkan ini? Buat apa?
"..." Aku menjadi terdiam.
Tapi ada cara lain untuk mengetahui siapa yang melakukan ini.
"Dari mana kamu dapet?" Aku menengok ke arahnya.
"Eh? Aku lihat link di IG, tapi selain di IG ternyata juga ada."
Mendengar penjelasannya, aku segera membuka aplikasi di handphoneku sendiri.
Aku tidak menyia-nyiakan waktuku lagi, dan membuka profile yang memposting linknya.
"Ah! Bukan berarti orang itu." Dia menyadari apa yang sedang kulakukan dan menghentikanku. "Dia hanya menshare link itu saja. Tuh, sudah banyak orang lain yang menshare link menuju website tersebut."
"Bangsat!" Tentunya orang yang melakukan ini tidak akan seceroboh itu. Ini hanyalah harapan palsu yang kubuat sendiri.
Kemudian, ia menggumam. "Kalau ke guru, gimana ya...?"
"Ya, ayo! Kan masih pagi, belum banyak yang sadar!"
Aku dan dia berlari ke ruang guru dan masuk hampir seperti mendobrak. Aku melihat sekitar, tapi guru yang datang sepagi ini, tidak terlalu banyak. Bukan berarti tidak ada guru di ruang guru.
"Pak Kiyo!" Teriakku ketika masuk ke ruang guru. Itu membuat para guru yang ada di situ, bahkan juga membuat dia terkejut.
"A-apa, nak?" Pak Kiyo bisa terlihat malu karena namanya dipanggil oleh murid dengan keras. Dia bangkit berdiri untuk mendekati kami supaya aku tidak perlu lagi berteriak.
"Ini loh!- Gawat!" Aku yang masih memegang handphoneku menunjukkannya ke Pak Kiyo.
"?" Awalnya Pak Kiyo tidak terlalu paham apa yang aku ingin perlihatkan. Kemudian, wajah Pak Kiyo menjadi pucat.
Pak Kiyo berlari kembali ke tempat duduknya. Pak Kiyo ikut mengeluarkan handphonenya dari saku untuk melihat dengan matanya sendiri. Namun, Pak Kiyo hanya terdiam saja setelah itu. "...Kalau begini, akunnya sudah dihapus." Jelas Pak Kiyo.
"Eh?"
"Mungkin pelakunya memakai akun cadangan atau bagaimana, kemudian setelah tersebar, dia menghapus akunnya...? Dan kita sekolah bisanya apa? Kita nggak bisa melakukan apa-apa selain melaporkannya ke pihak aplikasi media sosial tersebut. Kita bisa saja melaporkan ini ke polisi karena merusak nama baik sekolah dan individu."
"Tapi, postingannya masih tetap dihapus, 'kan?"
"Bisa. Tapi harus menunggu pihak yang berwenang untuk menurunkan postingan-postingannya. Bukan kita pemilik aplikasinya. Kita cuman bisa minta anak-anak berhenti menyebarkan."
Kalau gitu, sudah akan telat... Meskipun postingannya diturunkan, mereka nggak akan lupa begitu aja. Aku cuman ingin menikmati HUT sama dia. Kenapa sih ini terjadi?! Siapa yang tega melakukan ini?!
Aku bisa membayangkan apa yang akan terjadi di seluruh sekolah.
"..." Aku menengok dan melihat wajahnya. Dia berwajah pasrah.
Kami bertiga hanya berdiri di tengah-tengah ruang guru melihati layar handphone kami.
Aku tidak tahu persis wajah apa yang kubuat, tapi itu pasti dipenuhi dengan kepedihan dan kejengkelan.
"Dan meskipun akun-akun yang menyebarkan link tersebut diban, apa orang-orang akan berhenti membicarakannya? Karena itu website buatan sendiri, nggak ada yang bisa menghentikan orang-orang untuk masih tetap mengunjungi website itu." Pak Kiyo menjelaskan lebih banyak lagi.
"..."
Apa yang Pak Kiyo katakan itu benar. Belum tentu orang-orang akan menaati perkataan kita.
Untuk terakhir kalinya, aku menggumam perkataan yang sangat masuk akal untuk dikatakan, "Siapa pelakunya?"
Mendengar gumamanku, Pak Kiyo melirik ke arahnya; bukan ke arahku. Aku tidak paham maksud dari tatapan itu hingga beberapa minggu ke depan.