Apa yang bisa kulakukan untuk mengalihkan perhatian semua orang dalam satu hari?
Aku melirik ke laptopku yang terletak di atas meja belajar.
Aku tahu ada semacam perkataan bahwa blue light dapat merusak mata, tapi sebenarnya mitos itu berasal dari sebuah penelitian yang melakukan penerangan blue light terhadap sel-sel kanker, bukan sel mata sama sekali. Blue light tetap bisa berefek pada tidur dan bisa menyebabkan insomnia karena blue light dapat mengubah ritme sirkadian.
Yang lebih membahayakan adalah aku sedang menatap cahaya terang di tengah kegelapan.
Apa boleh buat? Jika kunyalakan lampu kamarku; akan ada kemungkinan seseorang berjalan melewati kamarku dan bisa menyadari cahaya lampu masih menyala lewat celah pintu. Jika pada hari-hari biasa, maka itu tidak akan menjadi masalah. Namun, ketika besok ditemukan kerusuhan, dan seseorang itu (khususnya Silvia Anggraini) tahu bahwa aku tidak tidur malam itu, maka mereka dapat dengan mudahnya menyimpulkan bahwa aku adalah pelakunya.
Yang hanya bisa kulakukan hanyalah menahan rasa sakit di mata dan sesering mungkin menutup mata. Setidaknya, aku tidak perlu terlalu khawatir seseorang akan mendengar suara laptopku karena kamar ini sudah kubuat redup dan telah kutaruh keyboard protector di atas keyboard laptopku.
Aku memang punya banyak informasi, tapi dalam situasi seperti ini, apa yang bisa kulakukan dengan informasi tersebut?
Aku membuka folder-folder, tempat di mana aku menyimpan informasi-informasi yang telah aku kumpulkan selama bertahun-tahun.
Apa yang bisa kulakukan seefisien dan seefektif mungkin dengan informasi-informasi yang kumiliki?
Aku mulai membuka internet. Mencari ide-ide. Tapi aku tetap memastikan diriku untuk terus memperhatikan jam di layar laptop. Lebih baik kuselesaikan malam ini... kalau tidak bisa malam ini, setidaknya besok pagi harus sudah selesai.
...
Hmm... Jika tersebar terlalu cepat, maka akan mudah diketahui oleh pihak yang bertanggung jawab dan mereka dapat menumbangkan informasi tersebut.
Media sosial seperti what's app, instagram, dan facebook, adalah media sosial yang terlalu terkenal. Itu akan menyebabkan informasi yang kuposting di sana; akan terlalu cepat tersebar.
Lalu bagaimana jika aku menciptakan website untuk memposting informasi-informasi tersebut? ...Tidak. Itu akan terlalu lama untuk tersebar.
Jadi aku harus menyebarkan informasi-informasi tersebut di media yang tidak terlalu terkenal supaya tidak dihapus dengan sekejap, dan dapat menyembunyikan identitasku.
Jika dipikir baik-baik, itu terlalu mudah dan enak bukan? Mana ada di zaman sekarang dapat ditemukan seperti itu? Semakin majunya teknologi, hal-hal seperti sistem keamanan juga semakin maju.
...Bagaimana jika aku berpikir sebaliknya?
"Semakin majunya teknologi, sistem keamanan juga akan semakin maju. Tapi tugas siapa yang menentukan 'ini harus dihapus'?"
Tentunya tim-tim keamanan media tersebut.
"Bagaimana caranya mereka menangkap informasi-informasi yang 'harus dihapus'?"
Dari laporan-laporan yang dikirim ke tim keamanan, kemudian tim tersebut hanya perlu mengevaluasi dari laporan-laporan tersebut; apakah laporan itu benar atau tidak.
Pada akhirnya, yang mereka lakukan akan tetap dengan cara manual- dengan tenaga manusia. Tentunya sebagian sistem keamanan dijalankan secara otomatis, tapi jika aku berhati-hati supaya tidak langsung tertangkap oleh sistem keamanan otomatis tersebut, sehingga ada celah waktu yang cukup sebelum informasi yang kupasang itu ditumbangkan... maka itu cocok dengan apa yang kuinginkan.
Aku tidak perlu waktu panjang atau selamanya. Yang terpenting hanyalah satu orang saja yang tahu, kemudian informasi itu bisa tersebar dengan sendirinya.
Kesimpulan: yang kuperlukan adalah media yang cukup terkenal supaya sistem pengawasan/keamanan mereka tidak dapat menangkapku dengan sekejap. Media tersebut juga tidak ada hubungannya dengan pihak sekolah. Dengan begitu, pihak sekolah tidak dapat berbuat apa-apa sampai sistem pengawasan/keamanan media tersebut bertindak menangani.
Media tersebut telah tersedia. Selanjutnya, tahap pemilahan informasi-informasi.
Aku membuka mataku dan kulihat ratusan folder yang diberi nama tanggal dan penjelasan singkat tentang isi folder tersebut.
Memikirkan bahwa aku harus melihat isinya satu per satu membuatku kepalaku sakit.
Ini harus kulakukan karena ada kemungkinan rekaman video dan foto yang kusimpan ini tanpa secara langsung menunjukkan bahwa akulah yang mengupload.
Misalnya, ada satu foto yang dikirim ke aku beberapa hari lalu secara privat oleh temanku. Tapi dia tidak mengirimkan foto tersebut kepada orang lain selain aku. Jika foto tersebut aku upload, dia pastinya akan tahu bahwa akulah yang mengupload.
Video dan foto tersebut juga harus aku mengutamakan yang lebih penting, karena aku tidak bisa mengupload semuanya itu dalam satu malam.
Ribuan foto dan video harus aku lihat lagi. Untungnya, setiap kali aku mendapat semacam bukti, aku selalu memilah, memisah, dan memberi tanda, dan hingga pada akhirnya, lihatlah sekarang. Aku tidak perlu membuang berjam-jam untuk memilih bukti.
Dalam waktu 2 jam, aku telah berhasil mengumpulkan bukti sensitif dan krusial, serta mengategorikannya dalam setiap kelas.
Itu berarti, aku tetap perlu membuat sebuah website untuk menampung semua bukti ini. Tidak mungkin aku akan mengupload ratusan bukti ini ke sosial media.
Setelah itu, aku membeli langganan website untuk menampung bukti-bukti tersebut. Karena ini website baru saja terbuat, itu terlihat seperti website blog yang standar dan sangat membosankan. Justru ini bagus.
Aku tidak ingin meluangkan waktuku menghiasi website ini, karena itu tidak ada gunanya. Aku juga tidak ingin tanpa sengaja meninggalkan bukti apa pun bahwa aku adalah pelakunya hanya karena aku meluangkan waktu menghiasi sebuah website.
Kemudian, aku pindah ke tahap berikutnya.
Setelah aku selesai mengupload bukti-buktinya tersebut ke website buatanku sendiri, aku membuat akun di media-media sosial yang tadi telah kupilih. Dengan akun baru tersebut, aku memposting link ke arah website buatanku, dan aku postingkan itu ke murid-murid sekolah yang tidak terlalu mengenali aku. Dengan tidak mengirimkan ke murid-murid yang dekat denganku, aku telah mengurangi kemungkinan diriku terungkap.
Aku juga menuliskan beberapa kalimat tentang informasi sekilas yang menarik perhatian mereka, supaya tidak terlihat seperti semacam penipuan.
Karena ini masih malam menuju subuh, tidak banyak orang yang bangun. Itu masuk akal, karena besok masih ada sekolah. Bukan berarti tidak ada murid yang belum bangun. Pasti akan ada satu atau dua murid yang bergadang atau bangun karena ingin salat Tahajud.
Jadi, aku terus menyebarkan link website tersebut di berbagai macam aplikasi media sosial dan ke berbagai macam orang.
Bagus... sampai sekarang belum ada akun bonekaku yang diblokir. Belum ada sistem pengawasan aplikasi tersebut yang menangkapku. Memilih aplikasi media sosial yang terkenal rupanya pilihan yang bagus.
Ditambah lagi, dengan sistem persebaran di media-media sosial yang sangat terbuka ini, bisa dengan mudah satu informasi menyebar ke banyak orang.
Ini agak tiba-tiba; Hubungan sosial di dunia nyata selalu terbawa ke dalam dunia maya. Misalnya seseorang menggunakan Twitter, jika pengguna tersebut berstatus murid di sekolah yang sama dan "follow" kamu, meskipun bukan kenalan langsung, sudah jadi kebiasaan para pengguna Twitter untuk berpikir "aku harus memfollow dia kembali" dan setelah mereka mengikuti akun tersebut, postingan yang dibuat oleh akun boneka buatanku akan tampil di "timeline" mereka.
Itu adalah contoh simpelnya dan belum tentu akan bekerja ke semua orang. Ada akun yang mati dan hanya akun cadangan, tapi meskipun begitu, aku tetap saja melakukan "follow" ke semua akun murid-murid.
Aku juga teringat konsep "the desire for approval". Orang-orang yang merasa bahagia mendapat like, retweet, dan sejenisnya, biasanya mereka mencari approval di sosial media. Dan di kebanyakan cerita, mereka lebih memilih tempat approval ini di sosial media daripada dunia nyata.
Itu sangatlah menyedihkan. Yang memberi makna di kehidupan mereka hanyalah sebuah sistem digital. Bagi mereka, status sosial adalah segalanya.
Setidaknya, itulah pengalaman yang dapat kuambil selama bertahun-tahun menggunakan berbagai macam media sosial. Dan seharusnya kurang lebih cara kerja Twitter juga hampir sama dengan media sosial lainnya.
Sudah beberapa jam telah lewat aku menyebarkan link website terus menerus. Sekarang sudah subuh.
Aku sebagai pemilik website, bisa mengecek ip orang-orang yang mengunjungi atau sedang aktif di sini. Itu artinya, aku juga bisa melihat siapa yang sedang aktif di websiteku.
Akhirnya- ada yang di sini.
Aku berhasil memancing satu orang ke sini. Aku tidak peduli alasannya orang itu menekan tombol link, tapi satu orang saja itu sudah cukup.
Satu orang berarti satu manusia. Satu manusia memiliki lingkaran sosial yang tak dapat dibayangkan. Terkadang, kita meremehkan betapa satu manusia bisa memengaruhi kehidupan banyak orang dengan mudah.
Aku menunggu beberapa menit lagi, kemudian dua orang lagi telah tiba.
Aku mengecek aplikasi media sosialku dengan akun bonekaku, untuk melihat apa salah satu dari mereka ada yang menshare link website.
Sudah ada.
Aku menunggu satu jam lagi supaya informasi itu semakin menyebar. Dengan kedua mataku sendiri, aku melihat link website semakin lama semakin menyebar.
Aku segera bertindak ke tahap berikutnya: menghapus jejak.
Aku menghapus semua akun bonekaku tanpa terkecuali.
Website akan tetap berjalan, jadi link yang telah tersebar akan tetap aktif dan tidak akan diketahui bahwa akulah yang pertama kali menyebarkan linknya.
Sekarang tinggal terserah kepada kebusukan manusia untuk menyebarkan semuanya itu lebih luas lagi.
Semua tahap telah terselesaikan.
Aku sedang terbaring di kasur. Aku perlu tidur.
Aku harus menggunakan sisa waktu ini sebelum sekolah memulai untuk memenuhi waktu tidurku. Setidaknya, hingga aku tidak terlihat letih ataupun mengantuk supaya tidak dicurigai. Kalau ada lingkaran hitam di bawah mataku, aku bisa menggunakan makeup. Aku tidak bisa meremehkan kemampuan manusia mendeteksi anomali.
Menurut salah satu teori yang pernah kubaca, siklus tidur seseorang kira-kira sepanjang sembilan puluh menit dan terdiri dari dua tahap tidur. Tidur REM (Rapid Eye Movement) yang menangani keletihan mental, dan tidur non-REM yang menangani keletihan fisik. Disarankan untuk bangun ketika siklus REM berakhir.
Dunia berwarna abu-abu. Dunia masih belum memiliki warna apa pun selain warna biru di pagi hari.
Misalnya langit tidak ada awan, dunia akan berwarna biru.
Lampu lalu lintas masih belum berfungsi sepenuhnya. Lampu lalu lintas hanya berwarna kuning.
Tergantung kesibukan di area tersebut, lampu lalu lintas tertentu sudah berfungsi sepenuhnya terlebih dahulu dari lampu lalu lintas di area lainnya.
"..." Di jalan yang aku lewati untuk menuju ke sekolah, lampu lalu lintas yang kulewati masih hanya berwarna kuning.
Justru karena lampu lalu lintas masih belum sepenuhnya berfungsi, aku harus lebih berhati-hati sebagai pengemudi sepeda.
Terkadang, ada orang sinting yang berpikiran sebaliknya. Aku masih hafal jumlah orang yang hampir menabrakku di pagi hari, hanya karena mereka berpikir tidak apa mengebut karena lampu lalu lintas belum sepenuhnya berfungsi.
Aku tiba di sekolah paling pagi seperti biasa.
Dan sudah kuduga, Calista Anita tiba di kelas setelah aku sudah ada di kelas. Dia sangat terobsesi denganku.
Pada tahap ini, aku cuman perlu memasang "Topeng"ku dan memainkan kartuku.