...
...
...
Kemarahan memakanku.
Di tanganku menggumpal sebuah kertas. Wajah yang kubuat sekarang ini tidak bisa kubayangkan terlihat seperti apa. Bahkan, orang-orang yang melihatku sedang berjalan ke arah mereka, langsung memberikanku jalan untuk lewat.
Bodohnya aku memercayainya. Bodohnya aku dimanfaatkannya. Bodohnya aku memercayakan Luki dan Luka kepadanya.
Aku dimanfaatkan olehnya. Aku tidak mencurigainya sama sekali. Aku membohongi diriku sendiri. Dia berdiri di sisi baikku supaya aku tidak mencurigainya!
Tidak ada pikiran selain kebencian. Dia tidak bisa dimaafkan. Apa pun alasannya. Apa pun yang dia akan katakan. Tidak bisa kumaafkan.
"HEI!!!" Teriakku ke dalam kelasnya.
Ketika aku berteriak, mereka terkejut sekaligus merasa terganggu.
Jika aku lihat baik-baik, mereka semua sedang membersihkan dari kerusakan... termasuk dia.
Berpura-pura jadi korban ya kamu?!
Mereka semua menengok ke aku. Tapi aku tidak merasa malu, aku terlalu marah untuk peduli.
"Bangsat," Panggilku dengan suara bengis. Meskipun aku berkata begitu tiba-tiba, hanya akan ada satu orang yang paham maksud dari panggilan itu.
Dan seperti yang kuduga, dia menjawab.
"Silvia? Ada apa? Kenapa marah-marah?" Dia berdiri dari bangkunya dan mendekatiku. Dia berkata begitu untuk menenangkanku.
Omong kosong. Ini hanyalah sebuah "Topeng" yang dia pakai. Peduli? Ha! Memangnya dia bisa merasa simpati?! Setelah semua yang dia lakukan?!
Aku menarik kerahnya seperti penjahat yang ada di film-film. "Kamu pikir aku nggak tahu- apa yang kamu lakukAAAnnn?!!!"
"A-apa sih maksudmu?" Merasa terindimasi, dia menjorok ke belakang seolah dia merasakan sakit dari teriakan. Tapi dengan tanganku di kerahnya, dia tidak bisa lari.
"Jangan berpura-pura bodoh! Kamu yang melakukannya! Kamu yang merusak semuanya ini!"
Tapi perkataanku tidak ada artinya di hadapan teman-temannya. "Ha?" "Siapa ini?" "Oh, bukannya dia ketos?" "Apa maksudnya dia yang merusak?" "Nggak mungkin dia yang nglakuin." "Kalau dia yang melakukan; kenapa?" "Buktinya apa?" "Dia yang bantu bikin mading, loh." "Ngomong apa sih nih, cewek?"
Dan seterusnya.
Seluruh dunia memusuhiku karena aku menuduhnya.
Kepercayaan. Hubungan baik dengan sesama. Dia memiliki semua yang tidak aku miliki. Tapi orang ini... makhluk ini... memanfaatkan mereka semua!!!
Dia memanfaatkan kebaikan orang lain untuk kepentingan dirinya sendiri! Dia adalah pelaku dari kerusakan ini! KENAPA?! KENAPA KAMU- TIDAK BISA JADI ORANG YANG BAIK SAJA???!!!
Dalam hatiku, aku mengagumi dirinya. Aku iri. Dia bisa melihat kebenaran dari pembulian tersebut, sedangkan aku ini hanya bisa berpikir naif. Aku telah menganggap semua orang kecuali diriku adalah jahat.
Seandainya dia peduli, dia bisa menghentikan pembulian. Seandainya dia peduli, dia bisa membuat lancar OSIS. Seandainya dia peduli, dia bisa menolongku. TAPI DIA MEMILIH UNTUK TIDAK MELAKUKAN ITU.
Dia memiliki semuanya yang tidak aku miliki, tapi dia menggunakannya untuk apa?!
"...aku punya buktinya." Kataku dengan suara kecil.
Aku takut aku akan memukulnya. Sebegitu marahnya aku ini. Aku juga marah terhadap diriku sendiri bahwa aku pernah sedetik saja memercayainya.
Kertas yang kugumpal dari tadi di dalam tanganku kubuka dan kutunjukkan. "Yang kupegang ini adalah nota punyamu. Isinya cocok dengan kaleng kosong yang ditemukan. Dan aku sudah tanya ke penjual pyloxnya ini langsung! SEKARANG KAMU BISA BERKATA APA? HAH?!!!"
"hm..." Namun yang kutemukan di wajahnya hanyalah senyum tipis.
Seolah... semuanya telah direncanakan.