Dorrr..tembakan itu sekalipun tak menakuti Sean, darah sedikit menetes di pipinya akibat goresan peluru. Peluru itu merusak pot bunga yang tak jauh dari posisinya, dari awal ia tak berniat menembak Sean.
Drrtt..drrttt.. Ponsel Athena bergetar.
"Halo.. "
"..."
"Apa?!" Athena benar-benar terkejut mendengar kabar dari Fildan, Isran ditangkap oleh kejaksaan untuk dimintai penjelasan.
Dengan cepat Athena mengambil kunci mobil dan segera menuju kantor kejaksaan, diikuti oleh Sean yang mendengar kabar itu.
"Athena! " panggilnya begitu ia berusaha mengejar langkah wanita itu. Athena mengendarai mobil seorang diri dan terpaksa Sean mengejarnya dengan mobil lain.
Begitu tiba di parkiran Sean kembali mengejar Athena dengan langkah lebarnya.
"Athena! " untungnya usahanya tak sia-sia, ia berhasil meraih tangan Athena sebelum langkah wanita itu memasuki kantor kejaksaan.
"Lepaskan. " perintah Athena dengan tatapan dingin tanpa ekpresi.
"Kau tak bisa masuk ke dalam, " peringat Sean tanpa melepaskan cengkramannya.
"Lepaskan. "
"Tuan Isran ditangkap karena kasus narkoba, kau tahu pasti akan hal itu. Dan kau sebagai anak angkatnya, apakah para jaksa itu akan melepaskan kau nantinya? Tidak, dan aku ingatkan kau juga ikut andil dalam kasus ini. "
Athena tak bisa berbuat apa-apa, ia terdiam memikirkan tindakan yang harus dilakukan.
Brakk.. Para petinggi lainnya sudah berkumpul di ruang rapat, begitupun Athena yang akan memimpin rapat itu. Athena duduk di tengah meja panjang, pertemuan pertama yang akan Athena tangani.
"Kenapa bisa tertangkap? " tanya seorang pria tua dari deretan petinggi.
"Tuan sedang melakukan pengecekan untuk pengedaran produk baru, dan ia tertangkap disana. Pastinya disini ada penghianat, lokasi yang di pilih terlalu mustahil untuk di ketahui oleh kejaksaan. " jelas Fildan.
"Dimana Tryan? " Athena tidak melihat kehadiran tangan kanan Isran itu.
"Bersama dengan Isran, " jawab Fildan.
Athena mengangguk pelan memikirkan solusi, tak ada solusi. Disaat Isran tak ada di posisinya, Athena lah yang harus menggantikannya. Karena ini bersangkutan dengan Isran, jadi ia harus turun tangan.
"Baiklah, Tryan akan melakukan gugatan terhadap kasus ini dan Fildan... " Athena menggantungkan kalimatnya, sedikit ragu dengan rencana gila ini. "Bersihkan saksi dan bukti. " sambungnya penuh keyakinan.
"Gugatan? "
"Ya, jika saksi dan bukti tidak ada kita bisa membalikkan keadaan. "
Huufftt..nafas panjang yang membuat dirinya sedikit lebih baik. Yang terpenting ia harus membebaskan Isran. Athena keluar dari toilet setelah membasuh wajahnya, dan Fildan sudah menunggu di depan toilet.
"Kau tampak berbeda sekarang, apakah kau sudah menyetujui untuk posisi pemimpin? " ia bangkit dari sandarannya di dinding, sambil melipat kedua lengannya di depan dada.
"Jawaban ku tetap tidak, Fildan. Aku melakukan ini hanya karena Daddy, " wanita itu benar-benar serius denga ucapannya, tidak sekalipun ia menginginkan posisi itu.
Melihat tekad Athena membuatnya ingin cepat membersihkan masalah ini.
"Bagaimana? " Athena bertanya tentang perkembangan situasi.
"Penghianat nya sudah di temukan, " mendengar kabar itu membuat amarah Athena memuncak. Ia sangat membenci penghianat! Tak ada ampun untuk orang yang memilih jalan itu.
Brakk...dengan kasar ia menendang seorang pria yang sudah sedikit tak sadarkan diri akibat efek obat bius.
"Bensin. " perintah Athena yang membuat pria itu terbangun begitu bensin itu membasahi tubuhnya.
"Apa-apaan?! " ia terbangun tampak berusaha membebaskan dirinya dari ikatan tali.
"Kau akan ku bakar, " ucap Athena dengan aura mematikan.
"A-apa? " tubuhnya gemetar ketakutan melihat seorang wanita yang tida biasa di hadapan nya.
"Peluru atau uang? Kau pilih yang mana? "
Pria itu terkejut mendengar pertanyaan itu, "bakar saja. " jawaban yang tak terduga.
"Tidak. Semakin kau ingin ku bakar semakin enggan aku lakukan, baiklah.. " Athena memilih beberapa pisau yang ukurannya beragam, di atas meja itu juga terdapat gunting dan alat eksekusi lainnya.
"Jari atau hmm..ukiran di dada? Atau di wajah? Wah pasti Indah, akan ku beri cairan jeruk nipis. " sebilah pisau itu menyentuh jarinya kemudian dada dan wajah, membuat Athena bingung dengan keputusannya.
"Ja..jangan.. " pria itu berusaha menghindar namun tetap saja sia-sia.
"Baiklah, satu pertanyaan satu jari. Jika kau jawab aku ku ampuni dan begitu juga sebaliknya, tak perlu ku jelaskan bukan. "
Pria itu tak menjawab, hanya menatap Athena dengan tatapan penuh murka.
"Aku suka mata itu, bolehkan aku minta? " tanpa ragu ia mengeluarkan perlahan mata kiri pria itu, membuatnya berteriak kesakitan.
"ARRRGGHHHH! " kakinya menghentak-hentak berusaha melepaskan diri. Penampakan yang sangat brutal.