Mengapa kau berkhianat? " setelah mendapatkan yang ia inginkan, mata itu ia masukkan ke dalam sebuah toples lalu mencuci tangannya yang penuh darah, mengabaikan suara jeritan kesakitan pengkhianat itu. Siapa yang tidak ngilu melihat situasi seperti ini.
"Jika kau tak memberi ku jawaban, sepertinya aku butuh mata yang satunya. " ia tersenyum miring, mendekat dengan perlahan.
"Tidak! Akan ku katakan! Hentikan, aku mohon.. " akhirnya ia pasrah, darah yang keluar dari matanya tidak juga berhenti.
<<<<
Tok..tok..
"Masuk. "
Juan memasuki ruang kerja ayahnya, mendapati pria itu tengah duduk membaca koran. Ia merupakan ketua dari sebuah partai besar dan memiliki aset kekayaan yang melimpah, dan saat ini ia tengah mencalonkan diri sebagai presiden.
"Ada apa? " tanyanya dengan nada yang ketus.
"Aku dengar kau berulah lagi di kampus. " ia meletakkan koran itu lalu melepas kacamata.
"Kenapa kau mengurusi hidupku? Uruslah keluarga barumu. " Juan memang sangat membenci Johnny, namun bagaimanapun ia tetap ayahnya.
"Aku ingin kau mengurusi salah satu anak perusahaanku. "
Juan yang mendengar hal itu tampak tidak tertarik. "Aku tak tertarik. "
"Sayangnya mau tak mau kau harus tertarik. "
Benar saja, kartunya di blokir ternyata Johnny berusaha untuk membuatnya terpojok dan menerima tawaran itu. Juan memasuki apartemen yang ia tinggali setelah 6 tahun, apartemen lantai tiga yang letaknya sedikit jauh dari kampus. Area apartemen itupun sangat terkenal dengan tingkat kriminal yang tinggi, tak jarang area itu sepi seperti tak ada kehidupan. Mengapa Ia memilih tempat itu? Karena ia ingin menghidari ayahnya.
Dorr..Athena mengakhiri permainannya dalam mencari jawaban, pria itu di tembak tepat di dahinya. Ia melepaskan sarung tangan hitam yang dikenakan untuk eksekusi.
"Bereskan mayat ini. " perintahnya.
Ddrrtt..
"Bagaimana? "
"Sudah tak ada bukti maupun saksi, Isran akan bebas. Untungnya saksi itu ingin bekerjasama, jadi aku tak perlu mengotori tangan. "
Mendengar kabar itu membuat Athena sedikit lega, setidaknya tidak ada lagi korban pembunuhan.
Brakk.. Lionel seorang jaksa yang menuntut Isran, sudah bertahun-tahun ia mengabadikan hidupnya untuk menangkap pimpinan organisasi sindikat kejahatan itu.
"Apa yang kali ini kau lakukan hah?! " Lionel memukul kuat meja dan menatap lurus ke arah musuh bebuyutan nya.
Isran yang melihat amarah pria di depannya tampak puas, "kau menahanku disini apa yang bisa ku lakukan jika situasiku seperti ini hm? " mereka menahan Isran di sebuah ruangan introgasi yang pastinya kedap suara dan keamanan yang tinggi.
Di karena tak ada bukti dan saksi mengubah keputusannya terpaksa Isran di bebaskan.
"Selamat tinggal. "
Itu terdengar dengan sangat jelas, ia mendengar suara tembakan yang tak jauh dari letak apartment nya. Namun Juan tak ambil pikir, mungkin saja hanya ledakan kecil bukan suara tembakan.
Begitu ia melangkah keluar lift, seorang wanita keluar dari apartemen yang letaknya di sampimg apartemen Juan, wanita itu tak sendiri. Ada sekitar 5 pria bertubuh besar yang mengikuti nya di belakang, tak terlihat jelas sosok wanita itu karena mengenakan tudung hoodie dan kacamata hitam. Ada satu hal yang ia lihat, gambar hoodie yang dikenakan wanita itu seperti gambar sebuah logo yang sangat tidak asing.
"Siapa dia? " samar-samar terdengar wanita itu mempertanyakan Juan pada anak buahnya, karena Juan terlihat begitu intens menatapnya.
"Penyewa. " siapa lagi wanita itu jika bukan Athena, keluar dari apartemen milik pengkhianat yang baru saja dibunuhnya.
Ia mendapati Isran tengah duduk di ruang makan, menunggu kedatangan putrinya.
"Daddy, " panggil Athena menghampiri Isran lalu memeluknya dengan erat.
"Kerja bagus. " pujian Isran membuatnya sedikit bangga.
Kicauan burung membangunkan tidurnya, walau ia masih mengingat kejadian dimana ia mengeksekusi para pengkhianat. Saat itu ia merasa amarahnya memuncak, namun begitu selang beberapa jam kejadian itu menghantui nya.
Tok..tok..
"Nona, apakah kau sudah bangun? " beberapa maid datang memasuki kamarnya membawa nampan dengan sarapan di atasnya.
"Ya, "
"Apakah hari ini kau akan datang ke sekolah?" Diana adalah maid yang paling dekat dengan Athena, karena sudah mengasuhnya dari pertama ia disini.
"Diana, apakah aku pantas menjadi anak sekolahan? " pertanyaannya sedikit serius karena ia merasa tak percaya diri untuk memasuki sekolah. Ingat Athena sudah mendapat label sebagai pembunuh walau hal itu hal wajar di kehidupannya.
"Sekolah itu tak pantas untuk kau, lihatlah wanita secantik dan sepintar mu tidak cocok disana. Bagaimana kalau bersekolah di luar negri—"
"Sudah..sudah.. " Athena tertawa pelan mendengar penjelasan Diana.
"Jadi, seharusnya kau lebih percaya diri. " ujar Diana meyakinkan dirinya.
Hari kedua ia memasuki sekolah, layaknya pelajar lainnya mengenakan seragam dan menyandang ransel. Ralat, Athena tak menyandang ranselnya.
"Haruskah kau mengikutiku sampai ke sekolah? " yah, Sean ikut bersekolah.
"Tentu itu sebuah keharusan, '' jawab Sean tanpa sekalipun menoleh.
"Dan satu kelas dengan ku? Bukannya kau dua tahun lebih tua dari ku? " bagaimana bisa Sean memaksakan diri untuk kembali bersekolah.
"Ini hanya cara agar aku selalu berada disisi, nona,kewajibanku adalah mengurusi segala urusanmu."
"Berhenti memanggil ku Nona, kau tak cocok menyebutku nona. "
"Baiklah, Athena. " kenapa panggilan itu terdengar sedikit menjengkelkan.
"Hei, itu bangku ku! " Wendy, teman sebangku Athena. Protes begitu Sean merebut bangkunya.
"Sekarang milik-ku. " ucap Sean tak peduli
"Enak saja! Minggir! "
Sean tak ingin berurusan dengan hal sepele seperti ini, ia merogoh saku celananya lalu mengeluarkan beberapa lembar uang.
"Jika kurang katakan. " semua masalah akan teratasi dengan uang. Jadi bekerja keras lah kalian jika ingin semua masalah teratasi.
"Siapa kau?! " Wendy sedikit emosi dengan keangkuhan Sean.
"Bukan urusanmu. "
Athena mendaratkan bokongnya tanpa mengurusi perdebatan mereka.
Klekk..
"Baiklah anak-anak, kita kedatangan murid baru lagi." seorang guru memasuki ruang kelas.
"Ma'am! Dia merebut bangku ku! " pekik Wendy mengadu.
Wali kelas itu membenarkan kacamatanya sambil memusatkan pandangannya kearah tujukan Wendy.
"Anak baru? "
Sean berdiri lalu mengangguk, "saya Sean. "
"Baiklah, Sean kau boleh duduk. "
"Ma'am! " jelas Wendy tak terima bangkunya di rebut.
"Wendy, bersikap dewasalah. Jangan meributkan hal sepele seperti ini, kau bisa duduk di samping Tiara. " nasihat sang guru.
Dengan rasa kesalnya ia menghampiri Tiara yang akan menjadi teman sebangkunya.
"Apakah harus sedekat ini kau mengawasiku?" Athena mau tak mau harus menerima Sean karena ini permintaan Isran.
"Kau adalah prioritas ku. "
"Hei, kau. Dimana uang tadi? " yah, lumayan untuk jajan tambahan. Sean memutar bola matanya lalu melempar uang itu ke arah Wendy.