Athena mendapati dirinya terbaring lemah di rumah, terdapat perban yang melingkar di kepalanya. Langit begitu gelap, sepertinya seharian ia sudah terlelap.
"Apa yang terjadi? " dirinya masih kebingungan.
"Kemasi semua barang-barangmu, " Donella datang menyampaikan pesan.
"Buat apa? " rasa nyeri di kepalanya masih sangat menyiksa namun Donella menyuruhnya mengemasi barang-barangnya.
"Turuti saja! " ucapnya dengan nada tinggi.
Mau tak mau Athena mengemasi barang-barangnya, tak butuh waktu lama karena barang-barang yang ia miliki tak seberapa.
Athena berjalan menuju pohon besar yang terletak di depan rumah, disana ia dapat mencium aroma daging panggang. Sambil menyandang ransel yang berisi barangnya.
"Kau mau pergi? "
Athena terkejut, mendapati Juan yang sudah berdiri di belakangnya.
"A..aku tak tahu. " jawab Athena tanpa berani menatap Juan.
"Ini.. " ujarnya sambil menyodorkan kantung plastik hitam.
"Apa ini? " mata nya berbinar begitu melihat isi dari kantung plastik itu, "daging panggang?" tanyanya tak percaya, raut wajahnya melukiskan bahwa saat ini Athena sangat bahagia.
"Iya. " senyum lebar Athena seketika ikut membuat Juan tersenyum, hanya dengan daging panggang Athena sebahagia ini.
"Wah, u..untuk aku? " tanyanya memastikan.
"Iya. "
Air mata Athena jatuh, begitu senangnya ia mendapati daging itu. Untuk pertama kalinya ia mendapati makanan yang layak.
"Kau menangis? " tanya Juan.
"Iya..te..terima kasih. " Athena tersenyum lemah, ia benar-benar senang.
Ada perasaan lain begitu melihat genangan air mata di sudut mata Athena.
"Nama kau siapa? "
"Namaku Athe-" belum juga Athena menuntaskan ucapannya.
"Kenapa kau lama sekali! " Donella menarik kuat lengan Athena.
"Tu..tunggu.. "
Juan menatapi kepergian Athena, mengapa ia begitu kecewa.
Brakk.. Athena di lempar begitu saja, memasuki sebuah mobil yang membawanya pergi.
"Kita kemana? " tanyanya mencengkeram kuat plastik hitam yang tadi diberi oleh Juan.
"Kita? Hanya kau saja. " ujar Donella. Apakah wanita itu benar-benar sangat membencinya? tapi mengapa.
"Ke..kemana? " ketakutan nya semakin menjadi.
"Kau akan ku jual untuk mengganti Vas yang sudah kau pecahkan."
"Ta.. Tapi itu bukan kesalahanku-"
"Diam! Jika kau terus mengatakan itu bukan kesalahanmu, aku benar-benar akan membunuhmu. " tidak pernah sekalipun wanita itu berkata lembut kepadanya.
"Ma-Donella..apakah aku boleh bertanya sesuatu? "
"Apa? "
"Kenapa kau begitu membenci ku? Apa kesalahan yang telah aku perbuat? "
Donella tertawa mendengar pertanyaan anaknya itu. "Kau bertanya apa kesalahan kau? Dengar baik-baik, kesalahannya adalah terlahirnya kau sebagai anakku! Kau sudah sangat bersalah karena telah lahir ke dunia ini. "
Apakah telinganya pantas mendengar perkataan keji ini? Melihat tatapan Donella yang penuh dengan kebencian membuat Athena tersadar, tidak ada kesempatan untuknya.
Mata Athena tertutup oleh kain hitam, ia pasrah bahkan jika di perlakukan lebih menyedihkan. Kain hitam itu dilepas begitu mobil berhenti dan mendapati dirinya berada di depan sebuah rumah besar dan mewah, seumur hidup baru kali ini Athena melihat rumah sebesar itu.
"Jadi, ini pengganti Vas ku? " suara berat yang sangat khas, suara yang pernah ia dengar, dari suaranya sudah di ketahui bahwa orang ini bukan orang biasa. Walau Athena pun tak mengerti kenapa ia di bawa kesini.
"Kau, siapa namamu? "
Athena yang sedari tadi takjub melihat-lihat kembali tersadar.
"A..athena. " jawab perempuan bertubuh kecil itu.
Pria itu tersenyum miring mendengar jawaban Athena.
"Kenapa tubuhmu begitu mungil? Kau sering dipukuli? "
Athena terdiam mendengar pertanyaan pria yang sepertinya berumur 30 tahunan.
"Tidak. Tubuhku mungil karena.." Athena bingung. "Karena faktor keluarga. Ya, karena faktor keluarga. " sambungnya.
Terdengar gelak tawa, menertawakan jawaban yang di berikan oleh Athena.
"Apakah luka-luka itu juga karena faktor keluarga? " tanha pria itu masih dengan tawanya.
Athena terdiam, "i..ini karena.. Nakal. Ya, karena aku nakal. " bisa-bisanya Athena masih melindungi Donella.
"Jika kau jujur akan ku beri keadilan. " kalimat yang seharusnya mempan membuat Athena berkata jujur, namun nyatanya tak mengubah jawabannya.
"Aku..berkata jujur. "
Helaan nafas terdengar, "baiklah. Kau tahu siapa aku? "
Athena menggelengkan kepalanya.
"Isran adalah namaku, Isran Zilgasta. " ujar Pria bernama isran. Pria itu duduk di atas singgasananya, dengan aura yang begitu mematikan.
"Salam kenal Isran. " ucapan Athena membuat seluruh anak bawahan Isran terkejut, hendak menghampirinya untuk disiplinkan. Tidak ada yang boleh menyebut nama 'Isran'.
Isran memberi kode agar anak buahnya menyingkir.
"Sejujurnya tidak ada yang boleh menyebut namaku, namun sepertinya kali ini kau aku ampuni. "
"Ma..maafkan aku. " Athena merasa bersalah, tidak berani mengangkat kepalanya.
Isran melirik pergelangan tangannya, sudah waktunya untuk makan malam.
"Kau ingin makan malam bersamaku? " tawar Isran.
"Terima kasih, ta..tapi aku tak lapar. " kebohongan yang begitu jelas.
"Baiklah, kau tunggu aku di ruangan itu. " Isran menunjuk ke arah suatu ruangan yang langsung di angguki oleh Athena.
"Bukankah kau terlalu melunak? " Tryan, tangan kanan kepercayaan Isran. Tangannya sudah gatal untuk mendisiplinkan bocah 10 tahun itu.
Isran tengah menyantap makan malamnya yang begitu mewah, "kau tahu anak itu pengganti Vas ku. "
"Terus akan kau apakan anak itu? " Fildan, tangan kiri Isran, pria dengan rambut cepak kebanggaan nya.
"Akan ku lihat sepantas apakah dia di banding Vas berhargaku. " ujarnya begitu dingin.
Athena berdiri di depan meja besar, ruangan itu penuh dengan barang-barang yang Athena sendiripun tak tahu untuk apa.
Krucuk..krucukk..perutnya berbunyi, sejujurnya ia menolak tawaran Isran karena tak mempercayai pria itu. Bisa saja pria itu meracuninya, walau Athena membenci dunia namun tidak dengan membunuhnya.
Ia teringat dengan daging panggang pemberian Juan, di rogohnya ransel tak layak pakai itu lalu mengeluarkan plastik hitam berisi kotak coklat dengan daging impian didalamnya.
Dua jam berlalu, tak ada pertanda Isran akan memasuki ruangannya. Posisinya masih sama berdiri di depan sebuah meja besar. Gigitan daging panggang pun sudah habis dimakan.
Sedikit menyesal menolak tawaran Isran. Namun menunggu selama dua jam bukanlah apa-apa bagi Athena.
Lima jam telah berlalu, kakinya sudah mulai gemetar tak kuat menahan tubuhnya. Namun ia tetap berdiri menunggu kedatangan Isran.
Dilain sisi Isran masih duduk santai di ruang makan, menonton Athena dari layar laptop. Begitu penyabarnya anak itu.
Kreekk..
Yang ditunggu-tunggu pun tiba, Isran memasuki ruangannya.
"Kenapa kau berdiri? " tanya Isran sambil duduk di balik meja besar.
"Apakah aku boleh duduk? " Athena berbalik bertanya.
"Tentu. "
Athena yang mendengar hal itu langsung duduk di atas lantai tempat ia berdiri tadi, begitu senang dapat duduk. Padahal banyak sofa yang bisa ia duduki.
"Kenapa duduk di lantai? " Isran sangat takjub dengan cara Athena mendidik dirinya sendiri. Menganggap dirinya begitu sangat rendah.
"Apakah aku boleh duduk di situ? " ia menunjuk sofa besar, dulu baginya ia tak akan pernah menyentuh sofa seperti itu. sangat pantang untuk dirinya mengotori barang berharga.
"Kenapa tidak. "
"Terima kasih. " Athena tersenyum lebar, membuat matanya seperti bulan sabit. Dengan ragu-ragu ia menduduki sofa super nyaman itu.
"Athena.. " panggil Isran.
"Ya, tu..tuan? "
"Apakah kau mau menjadi anakku? "