Chereads / Kisah Kasih Di SMA / Chapter 30 - cemburu besar

Chapter 30 - cemburu besar

"Bapak akhiri materi hari ini, sampai jumpa di hari sabtu depan."  Dengan langkah yang ringan Pak Beno keluar ruangan. Menyisakan kami satu kelas yang melongo terheran-heran.

Sepeninggal Pak Beno, derai tawa mulai terdengar dari mayorinas kaum cowok. Bahkan saking berlebihannya, ada yang menepuk-nepuk meja.

"sangat masuk akal sekali," Uli dengan tubuh besarnya itu terguncang-guncang dengan tertawa. "Gue setuju sama jawaban Pak Beno."

"Anjay!" Bahkan Daffa si ketua kelas yang pendiam saja ikut ngakak.

"Iya. Makanya, Van jangan PHP IN anak cewek. Karena lo nggak sekuat mereka,"  kata Ryan ikut ngakak.

Anak cewek di kelas ini ber jumlah 17 orang mereka semua mulai jengkel mendengar tawa anak cowok. CK! Menyebalkan.

Bel istirahat berbunyi. Gue, Uli, Ryan dan Ivan menuju kantin bersama-sama. Dan di koridor berpapasan dengan Jovan dan dua temannya.

Dengan canggung gue melirik Jovan. Di sudut bibirnya tercetak jelas lebam yang membiru.

Begitu juga Jovan, dia menatap gue balik.

Sebenarnya gue sedikit takut, dia sudah tahu rahasia paling besar dalam hidup gue. Dengan hal itu, pasti mudah untuk seorang Jovan menebar bibit gosip. Apalagi dengan jabatan berpengaruh dan fansnya bejibun.

Bagas dan ketiga orang temannya mengeluarkan aura permusuhan dari tatapan mereka. Dengan sengaja mereka menabrak bahu Uli. Gue yang sedari tadi jalan beriringan di samping Uli ikut terbentur matanya.

Uli menghentikan langkahnya dan berbalik dengan kesal. "Rusuh! Kalo jalan pake mata!"

Geng The King yang pada dasarnya berisi orang-orang paling egois dan sombong itu langsung tersulut. Mereka juga berbalik.

"Bitch! Jaga mulut, lo!" tak kalah sinis, Fajri mulai menyemburkan bisanya.

Jovan dan dua temannya yang berjarak sejengkal kini mulai melerai perkelahian itu. Mereka juga ikut berhenti karena perdebatan ini.

"Sudah-sudah! Kalian mau masuk ruang BK? Tau gimana. Kalau Pak Harry nggak segan-segan ngasih hukuman. Kalian juga cukup membuat keributan mengatasnamakan gue! Gue kasihan sama lo semua Sebentar-sebentar ngeributin yang nggak penting!" Tatapan Jovan beralih ke gue. "Lo, Yesa! pulang sekolah temui gue di perpustakaan!" ucap Jovan meradang.

Setelah mengatakan pidatonya, Jovan pergi begitu saja dengan kedua sahabatnya. Kata-kata terakhirnya bukan memadamkan api, justru itu menyulutnya bahkan lebih besar.

Keadaan sekolah mulai sepi lenggang karena memang sudah jam pulang. Langkah kaki gue mengayun menuju perpustakaan, tempat di mana, Jovan temu janji sepihak.

Suasana hening menyambut. Pandangan gue mengedar ke sekeliling untuk mencari keberadaan Jovan. Sosoknya duduk tepat di meja yang tengah-tengah. Dengan pasti, gue mendekat dan mendaratkan bokong di kursi yang berhadapan langsung dengan Jovan.

Mendengar pergerakan, Jovan mendongakkan kepalanya. Memandang gue beberapa menit lalu menghembuskan napasnya. "Semenjak kejadian itu bagaimana hubungan kalian?"

Mengerjapkan mata, gue sedikit terkejut mendengar Jovan menanyakan hal itu secara langsung. Gue kira Jovan bakal menyambut kedatangan gue dengan hinaan. Ternyata salah! Gue terlalu banyak berandai-andai hal yang buruk.

"Baik. Yesi sempat sangat marah, tapi dia maafin gue."

"Sukurlah....." desahnya. "Maaf, sebelumnya gue nggak tau?"  "Gue yang seharusnya meminta maaf. Tidak seharusnya melibatkan lo. Dan jelas salah gue dari awal karena tidak ngomong dengan jujur tentang Yesi."

Jovan terkekeh, lalu menggelengkan kepalanya. "Iya,....lo salah banget!" sedikit saja Yesi terlambat mengatakannya, gue udah keburu mencuri star."

Gue mengernyitkan kening bingung. "Maksud lo, Jo?"

Kekehan Jovan makin besar. "Yesa, Yesa, gue bingung, kenapa cewek primadona se Mahardika Internasional School yang bernama Yesenia Maya Kaya bisa-bisanya kepincut sama cowok playboy kaya lo Yesa? Sini gue kasih tahu! Lo itu nggak peka dengan kehadiran seseorang."

"Maaf-maaf saja, kalau bukan karena Yesi memiliki kharisma yang berbeda dari cewek lain pada umumnya, mungkin gue juga ogah pacaran sama dia."

Terlihat ekspresi kaget dari Jovan. "Serius? Lo sama Yesi udah pacaran? Kok, bisa?" tanyanya menggebu-gebu.

"Bisalah...hidup gue beneran kaya di dongeng-dongeng kebanyakan. Gue dan Yesi sama-sama terlahir anak pertama cuma bedanya gue memiliki satu adik perempuan dan Yesi anak tunggal di keluarganya. Saat gue ngenalin Yesi ke Mama dan Papa mereka langsung kepincut dengan sikap Yesi yang ramah juga pengertian begitu pula saat orangtua gue dan orangtua Yesi kita pertemukan mereka malah akrab dan bersahabat. Maka terjadilah...."

Terus? Bagaimana kalian menjalaninya? Secara, berpacaran dengan cewek yang memiliki sifat lebih dewasa bukannya sulit tingkat dewa." kalau tidak salah, sangat sedikit yang berhasil.

"Awalnya juga gitu, tapi tidak ada yang mustahil, bukan? Nantinya dua manusia berbeda jenis kelamin tinggal satu atap tidak mungkin 'kan selamanya tanpa melibatkan perasaan, seperti yang gue bilang tadi, kehidupan gue benar-benar seperti dongeng. Walau baru saling kenal tapi terikat dalam suatu hubungan, ujung-ujungnya saling cinta juga."

Tiba-tiba Jovan mendesah. Semangatnya cepat banget berubah-ubah.

"Lo benar-benar nggak peka, ya?" katanya geli. "Apa lo tidak merasa aneh, Yesi tiba-tiba dekat sama lo?"

"Gini ya, Jo. Gue itu nggak suka mikir yang aneh-aneh. Kalau mau temanan sama gue tidak mempermasalahkan niat mereka tulus atau nggaknya."

"Itu salah satu sifat yang gue temuin di diri Yesi juga. Cewek yang gue liat waktu main rugby. Yesi duduk dengan menjadikan buku sebagai kipas sambil menonton kami latihan. Cewek pertama yang berani mengejek guru killer di sekolah ini."  Sejenak Jovan menarik napas dan menghembuskannya mendengar penjelasan gue.

"Sejak itu, tiba-tiba aja gue pengen tahu tentang Yesi lebih banyak lagi, Dan kebetulan kita beberapa kali tidak sengaja bertemu. terakhir kali gue bilang ke Yesi jika kita bertemu lagi, dan dia itu jodoh gue. bukan sekedar hubungan kakak kelas dengan adik kelas, saat itu gue memantapkan untuk mendekati Yesi. Gue nggak suka berlama-lama, karena itu bukan gaya gue. Rencananya gue pengen bertunangan dengan Yesi sesudah kelulusan nanti di tahun depan.

"segitu aja tanggapan lo, Yesa? Gue kecewa," desahnya.

"Lo mau gue apa? Salto? Kayang? Atau guling-guling?"

Sontak Jovan tertawa. "Kayak sedikit susah ngilangin perasaan gue ke Yesi biarpun dia udah jadi milik lo Yesa. Tapi kita tetap berteman, kan?"

"Tentu saja." gue tersenyum. "Selamat berjuang, Jovan. Dia ikut mengangkat tangannya. Sedetik kemudian dia mendongak. "Yesa,  lo nggak lupa, kan?" gue masih punya hutang traktiran."

Dengan cepat gue mengangguk. "Tidak, lah!"

"Gue mau melunasi sekarang bisa. Bisa?"

"Tentu saja. Senyum lebar Jovan terbit. Kami bangkit dan keluar dari perpustakaan bersama-sama.

********"