Niat hati ingin mencari siapa stalker Nick, tapi Lexa malah berubah menjadi stalker Nick. Habis bagaimana lagi? Satu-satunya petunjuk yang Lexa miliki hanya Nick.
Tunggu, Nick bukan petunjuk! Tapi tersangka! Tersangka terbesar yang Lexa curigai setelah Olive. Tentu saja! Di setiap foto ada Nick dan seakan-akan Nick 'dipakai' untuk menghancurkan Patty dan Satrya.
Tapi kalau Nick tersangkanya, kenapa dia menghancurkan hubungannya sendiri dengan Patty? Atau jangan-jangan Nick suka pada Olive?
Lexa merinding. Ia sampai menggelengkan kepalanya beberapa kali. Ia harus fokus.
Sekarang jam pelajar pertama setelah istirahat. Semua siswa sedang berada di dalam kelas. Seperti biasa, Lexa duduk di samping Sharon dengan sikap acuh-tak acuh. Tentu saja, Lexa tidak berkata bahwa ia ingin menyelidiki permasalahan ini pada QS dan Bandha Bandhu. Semakin sedikit yang tahu semakin baik, kan? Malah, Lexa sengaja berkata pada semua orang bahwa Patty akan dikeluarkan dari QS. Dengan begini, seharusnya dalang di balik semua ini akan lengah pada Lexa, kan?
Nick tiba-tiba berdiri dan berkata, "May I go to the toilet please, sir?" Boleh saya ke toilet, pak?)
Joe, guru matematika mereka saat itu, yang merupakan guru berkewarganegaraan Amerika Serikat, berbalik dan menatap Nick dengan kesal. "The class's been starting for only 10 minutes and you've wanted to go to toilet already? Why didn't you go before the bell rang?" (Kelas baru mulai 10 menit dan kamu sudah mau ke toilet? Kenapa ga ke toilet sebelum bel?)
Nick menyeringai dan berkata, "I have a massive diarrhea, sir. But if you insist to stop me then it'll be okay for me to do it here, won't it?" (Saya lagi diare parah, pak. Tapi kalau bapak tetap nggak ijinin saya, nggak apa-apa ya kalau saya diare di sini?)
Joe mengusap kepalanya dan berkata, "Alright, you may go. But don't take too long." (Ya sudah, kamu boleh ke toilet. Tapi jangan lama-lama)
"I won't!" (Nggak akan) kata Nick kemudian buru-buru pergi dari kelas.
"Alright, class! So…" Joe berbalik kembali menatap papan tulis dan meneruskan matriks yang ia tulis tadi sedangkan Lexa terus menatap pintu kelas. Nick tidak pergi ke toilet kan?
Lexa dengan berisik mendorong kursinya dan berdiri membuat Joe berbalik dengan frustrasi dan menatap Lexa. "What? You have diarrhea too?" (Apa? Kamu diare juga?)
"No sir. But I think I gotta wear this soon before I stain everything." (Nggak, pak. Tapi kayanya saya harus pakai ini sebelum saya menodai semua barang) Lexa tersenyum manis, meluluhkan hati Joe, sambil mengangkat menstrual cupnya tinggi-tinggi membuat seisi kelas tertawa.
Joe memandang Lexa dengan skeptis.
"Oh please, sir. I ain't gonna eat chicken smackdown in foodcourt. I promise I'm just gonna wear this and go back to class." (Ya pak ya? Saya nggak akan makan ayam geprek di foodcourt. Janji deh saya cuman akan pakai ini dan balik lagi ke kelas.0
"Ah alright," kata Joe. Lexa langsung berjalan menuju pintu ketika Joe berkata, "But you may buy me one portion if you do finally go to foodcourt." (Tapi kamu boleh belikan satu porsi ayam geprek buat saya kalau kamu akhirnya beneran ke foodcourt) seisi kelas tertawa mendengarnya.
"Noted!" seru Lexa sambil terus berjalan cepat menuju pintu disusul dengan tawa para siswa yang semakin keras.
Lexa keluar dari kelas, tapi alih-alih berjalan ke toilet, ia berjalan menuju balkon melihat ke taman GIS. Tepat saat itu, ia melihat Nick berjalan melewati gedung olahraga, dan terus ke depan. Mau kemana Nick?
Lexa menuruni tangga secepat mungkin dan sedapat mungkin tanpa mengeluarkan suara. Ia berlari menuju gerbang depan GIS. Lexa melihat Nick berbelok ke gedung parkir. Sepi sekali di sana. Nick mau apa sih di sini? Mau bolos? Tapi kan semua barang-barangnya masih ada di kelas.
"Ayolah, Live! Masa lu nggak mau bantu gua lagi?" terdengar suara Nick sayup-sayup.
'Live'? Apa Nick sedang berbicara dengan Olive?
Lexa berjalan perlahan menuju sumber suara sambil bersembunyi di antara mobil. Ia sangat kaget melihat Nick dan Olive sedang berdiri berhadapan di sana. Mereka berdiri di luar gerbang keluar kendaraan.
Lagi-lagi Lexa terkaget-kaget melihat Olive memakai seragam putih abu. Seragam SMA biasa. Berarti Olive benar-benar masuk sekolah lain.
Lexa menahan napasnya dan perlahan-lahan berlutut, bersembunyi di balik mobil Land Kruser yang besar.
"Sekarang kan semua sudah sesuai yang kita mau. Satrya dan Patty sudah nggak lagi dekat." kata Nick frustrasi.
"Ya, jadi sudah cukup ya gua bantu lu. Gua sudah susah-susah ke sini buat ketemu lu gara-gara lu pasti nggak akan bisa ke rumah gua kalau ada mama papa. Ternyata masih ini juga yang lu minta. Lu segitu terobsesinya sama Patty?"
Hah? Ternyata benar dugaan Lexa. Semua ini ulah Nick dan Olive!
Lexa mengeluarkan ponsel blueberry lama miliknya. Untung Lexa membawa ponsel ini di sakunya. Lexa sudah mengira bahwa ia mungkin akan harus memata-matai atau merekam sesuatu. Ia tidak mungkin meninggalkan ponsel terbaru miliknya, kan? Sayang kalau sampai hilang atau rusak.
Lexa menekan tombol record dan meletakannya di dalam pot tanaman di sebelah gerbang. Ia perlahan berdiri dan pergi dari sana. Ia harus cepat ke kelas sebelum ada yang curiga.
Lexa berusah berjalan secepat dan setenang mungkin. Setelah keluar dari gedung parkir, ia langsung berlari menyusuri taman menuju gedung sekolah. Ia berdiri sebentar di depan pintu, mengatur napasnya, merapikan rambutnya, menganggukkan kepalanya dengan senyum cerahnya dan membuka pintu lebar-lebar.
"I am back sir Joe!" seru Lexa segera setelah membuka pintu dan melangkah masuk ke kelas dengan langkah seperti penari balet. Membuat semua siswa dan Joe terlonjak kaget kemudian tertawa.
"No chicken smackdown eh?" (Ga ada ayam geprek nih?)
"Nope cause I definitely didn't go to foodcourt. (Nggak karena pastinya saya nggak ke kantin.)" kata Lexa sambil mengibaskan rambutnya kemudian duduk. Semua siswa tertawa mendengar jawaban Lexa.
Lexa duduk, berusaha berpura-pura memperhatikan Joe, tetapi sebenarnya ia tidak habis pikir. Nicky yang ia kenal sejak dulu… bagaimana bisa ia melakukan itu pada Patty? Memang kita tidak bisa menilai orang dari luarnya saja.
Nick baru masuk ke kelas sekitar 20 menit kemudian, tepat ketika Joe baru saja menuliskan soal di papan. "Oh there you are. You do have a massive diarrhea." (Oh kamu di sini. Kamu benar-benar diare parah ya)
Nick menatap Joe bingung kemudian ia baru teringat akan alasan yang ia buat asal-asalan tadi sebelum meninggalkan kelas. Ia menggaruk kepalanya dan berkata. "Oh… haha yeah…"
"Okay, so this question is for you. If you can't do this question, I'll give you -10 for your exam. (Baik, jad ini soal untuk kamu. Kalau kamu nggak bisa kerjakan soal ini, saya nanti kasih -10 untuk ulangan kamu)" kata Joe sambil menyerahkan spidol papan tulis pada Nick.
"What? I didn't even listen to your explanation." (Apa? Saya bahkan nggak denger penjelasan bapak) katanya panik dan disusul dengan tawa satu kelas.
"Exaactly." (tepat) kata Joe sambil berpura-pura memasang muka iba untuk mengejek Nick, tetap mengulurkan tangannya menunggu Nick mengambil spidol itu.
Nick akhirnya mengerang dan mengambil spidol dari tangan Joe. Semua murid tertawa melihat Nick kesulitan di depan. Tapi Lexa tetap dalam pikirannya. Lexa sudah tidak tahan lagi ingin mendengar apa yang Nick dan Olive bicarakan tadi. Jadi begitulah, sepulang sekolah Lexa sengaja menyuruh QS pulang terlebih dahulu dengan alasan ayah Lexa yang akan menjemput hari itu. Setelah semua sudah pulang dan GIS sudah sepi, Lexa berjalan ke gedung parkir untuk mengambil ponselnya.
Dengan senang, Lexa mengambil ponsel itu. Apa? Sudah habis baterai? Tentu saja Lexa sudah mengantisipasi hal itu!
Lexa mengeluarkan powerbank dari saku roknya, memasangkan powerbank itu. sakin tidak sabarnya, ia sampai meloncat-loncat menunggu ponsel lamanya itu siap dinyalakan. Ketika ponsel itu mulai menyala, dengan cepat Lexa mengeluarkan earphone dari saku kemejanya, memasangkannya pada ponselnya, menunggu ponsel yang sedang lag, maklum namanya juga ponsel lama, kemudian memutar rekamannya tapi… tentu saja! Yang terdengar hanya suara mobil yang lewat dan suara angin.
"BRRRM.. Tin!! Wuush"
Lexa kesal sekali sampai ingin membanting ponselnya rasanya. Sambil berjalan ke luar gedung parkir, Lexa menarik-narik hasil rekamannya maju dan mundur dengan kursor di blueberry Dakota miliknya, membuat suara-suara mobil dan angin terdengar lucu, membuat Lexa tertawa kecil. Tapi kemudian Lexa mendengar suara Nick sekilas. Lexa mengejapkan matanya dan menarik rekamannya mundur sampai ke menit dimana Nick berkata sesuatu.
"Xa… Xa… kalau lu penasaran, kenapa nggak langsung tanya gua saja?"
Lexa jadi kesal. Bukan saja Lexa tidak mendengar apa yang mereka bicarakan, Lexa juga ternyata ketahuan oleh Nick.
"Gua tunggu lu di taman belakang GIS. Tahu nggak?" ternyata Nick belum selesai bicara. Menanggapi pertanyaan itu, Lexa menggeleng dengan polos.
"Ya! Pasti nggak tahu!!" kemudian Nick tertawa. Rasanya Lexa ingin menjambak rambut Nick kuat-kuat.
"Lu jalan saja terus ke belakang lewatin foodcourt sampai lu sampai di ujung jalan yang banyak pohon-pohon. Gua tunggu di sana." kemudian Lexa mendengar Nick tertawa terbahak-bahak sambil bergumam. "Memang dia pikir gua nggak lihat tangan dia keluar dari bawah mobil?" kemudian tawa Nick semakin menjauh kemudian hilang ditelan bunyi motor yang sangat bising melaju dengan kencang. Duh, suara yang paling mengganggu yang pernah ada! Lexa sampai melepaskan earphonenya dari telinganya karena suara bising itu membuat telinga Lexa seperti akan berlubang.
Lexa cemberut kesal. Ih menyebalkan! Ia menggulung earphonenya dan memasukan earphone itu ke dalam kantung beludru kecil sebelum kemudian memasukannya ke dalam tas ransel Chennal miliknya.
Lexa berjalan kembali ke belakang. Sudah tidak ada siapa-siapa di sini. Haruskah ia minta supirnya menjemput sekarang untuk berjaga-jaga kalau tiba-tiba Nick berniat jahat pada Lexa? Tapi bagaimana pun Lexa masih percaya, Nicky yang dia kenal sejak dulu tidak akan melakukan apa-apa.
Betul, Nicky yang dulu tidak akan melakukan apa-apa. Tapi bagaimana dengan Nick yang sekarang?
Tanpa sadar Lexa sudah melewati foodcourt dan sekarang di hadapannya terhampar pohon-pohon pinus dan cemara. Lexa menoleh ke sekitar tetapi tidak ada tanda-tanda orang di sana. Lexa jadi khawatir juga.
Kemudian Lexa mendengar suara tawa Nick sayup-sayup. Ia mengikuti suara itu, terus masuk ke antara pohon-pohon menuju ujung kanan belakang GIS. Kalau ini novel thriller, sudah pasti di sini akan ada adegan mengerikan. Tapi sekali lagi, novel ini tidak ber-genre thriller.
Nick sedang berdiri di atas box sampah besar berwarna hijau yang terbuka, membelakangi taman belakang GIS dan menghadap benteng. Lexa bingung kenapa Nick tidak menutup box itu sebelum berdiri di sana. Untuk apa pula sih Nick berdiri di sana?
Nick mengangkat satu anak kucing yang berlumuran cairan bekas sampah ke atas, sepertinya anak kucing itu jatuh ke box sampah itu. Di atas banteng GIS, induk kucing berwarna putih sedang berusaha mengambil anaknya dari tangan Nick dengan mulutnya. Kedua kaki belakangnya susah payah menahan badannya di atas sedangkan kedua kaki depannya menjaga keseimbangan tubuhnya yang ia julurkan ke bawah agar dapat mencapai anaknya.
Lexa memperhatikan pemandangan itu sambil tersenyum. Nick masih sama seperti dulu, selalu membantu siapa pun yang sedang susah. Itulah alasan Lexa untuk menolak kemungkinan bahwa Nick ikut menjebak Patty.
Setelah induk kucing itu berhasil mengambil bayinya dan cepat-cepat kabur dari sana, Nick tertawa lega. Baru saja Nick berusaha untuk membalikan tubuhnya menghadap taman belakang GIS, Lexa dengan iseng berseru keras. "Hello!"
Nick yang kaget mendengar itu terjatuh masuk ke box sampah. Guncangan yang timbul karenanya membuat tutup box sampah itu menutup, menjebak Nick di dalam box.
"Lexaaaaaa!" serunya dari dalam. Lexa tertawa terbahak-bahak melihat hal itu. Ia hanya ingin mengejutkan Nick, tidak terpikirkan olehnya Nick akan jatuh ke dalam sana.
Nick membuka tutup box sampah itu dengan kasar, memanjat keluar, dan meloncat dari bibir box sampah. Bajunya kotor dan basah terkena noda dan cairan dari sampah. Ia berdiri menatap dirinya sendiri dengan jijik.
"HAHAHA ew!!" kata Lexa sambil tertawa.
"D*mn it, Xa!" kata Nick sambil tertawa. "Kenapa lu teriak kaya gitu? Tega banget!"
Lexa berusaha berhenti tertawa. Ketika tawanya berhenti, ia melipat kedua tangannya di depan dada dengan gayanya yang angkuh seperti biasa. "Why? Kan memang tempat lu yang pantas ada di sana."
Nick ikut berhenti tertawa, sadar suasanya sudah mulai berubah serius. "What?"
"Nicky… nope, you're not the Nicky I used to know anymore, so… Nick." (Nicky… nggak, lu bukan lagi Nicky yang aku kenal dulu, jadi… Nick) kata Lexa dengan tegas menatap Nick. "Why did you do that?" (Kenapa lu lakuin itu?)
"What? Gua cuman bantu anak kucing yang jatuh ke dalam box sampah itu. Kan kasihan…" Nick sadar Lexa memasang muka kesal dan memutar bola matanya. "Bukan itu ya yang lu tanya?" Nick tertawa malu.
"Ya bukanlah! Ngapain juga gua tanya itu! Coba berhenti dulu dan pikir kenapa gua ada di sini."
"Oh! Ini tentang pertemuan gua sama Olive tadi?" seru Nick.
Lexa mengerang kesal, "Not only that. Why did you that with Olive to Patty?" (Nggak cuman itu. Kenapa lu lakuin itu dengan Olive pada Patty?)
"아이고 (aigo) (Ya ampun) … lu juga mikir gua yang lakuin itu ke Patty? Nggak, Xa. Gua dan Olive nggak ngapa-ngapain. You have to believe me. (lu harus percaya gua) Justru tadi gua bujuk Olive untuk mau bantu gua selidikin siapa yang jebak Patty."
"Why should I believe you? (Kenapa). Sudah banyak bukti yang mengarah ke lu dan Olive. Pertama, ada lu di semua foto yang dikirim by that anonymous *sshole (Oleh b*jingan tanpa nama itu). Kedua, semua foto yang dikirim ke Patty ada hubungannya dengan Olive. Ketiga, cuman lu yang tahu kalau Satrya dan Patty ke Hotel Nusan malam itu."
"Ya, tapi bukan gua yang ajak Patty ke sana tapi Satrya, kan? Kalau memang gua dalangnya, kenapa gua malah taruh muka gua di semua foto itu?" kata Nick sambil mengacak rambutnya frustrasi. Lexa tertegun sebentar. Benar juga, ya. Melihat ekspresi Lexa yang mulai melunak, Nick lanjut berbicara dengan nada yang lebih pelan. "Listen, Xa. It's okay kalau lu nggak bisa percaya sama gua sekarang. Ada bagusnya juga karena artinya lu sayang sama Patty sampai lu benar-benar waspada sama semua orang yang terlibat. Tapi, at least (setidaknya) bantu gua untuk cari bukti siapa yang sebenarnya menjebak Patty. Toh kalau ternyata memang gua yang menjebak Patty, dengan semakin banyak lu bareng gua dan bukti yang lu dapat, lu justru bisa balik menjebak gua untuk mengaku dan pay all of the crazy things I had caused (Membayar semua hal gila yang sudah gua sebabkan)."
Lexa terdiam, berpikir sebentar. Itu bukan ide yang buruk sama sekali dan justru terdengar seperti ide yang menyenangkan. Membayangkan dirinya mencari bukti ke sana ke mari membuat Lexa tersenyum. "Okay, sounds fun. So, what's your plan? (Baik, kedengarannya seru. Jadi, apa rencana lu?)"
Nick tersenyum, membuat Lexa semakin bersemangat. Tetapi kemudian Nick menggaruk kepalanya dan berkata. "Well, I don't have any." (Yah… nggak ada)
"What?!" Lexa baru saja hendak memukul kepala Nick tetapi ia urungkan. Jijik.
Nick tertawa kemudian berkata. "Why don't we start from (Kenapa kita nggak mulai dari) gua balik ke rumah dan mandi? Sesudah itu, gua jemput lu."
Lexa menggeleng. "Gua nggak mau naik motor! Kita ketemu saja di…"
"Siapa bilang naik motor? Nanti ketahuan si stalker dong?" Nick tersenyum dengan misterius, membuat Lexa ikut tersenyum bersemangat. Kali-kali hidup seru begini, dong!