Chereads / POV - There are always two sides of a coin / Chapter 36 - Bab 12 - bagian 3

Chapter 36 - Bab 12 - bagian 3

"Xa!" panggil Debby untuk yang ke sekian kali. "Lu kenapa sih?"

Lexa mengerjapkan matanya dan melihat Debby yang duduk di sebelahnya di foodcourt. "Ya?"

"Tumben banget lu doze off gini." kata Debby sambil tertawa.

"So sorry gua kan masih terpukul harus kick Patty out from QS. Kalian kan tahu gua suka banget sama dia. Gua masih kecewa banget dia ternyata cewek kaya gitu." kata Lexa sambil meminum jus kedondongnya dan untuk ke sekian kalinya bergidik. Kenapa sih Ilyas suka jus ini. Asam!

Sharon tertawa melihatnya kemudian berkata, "Sudahlah, Xa. Buat apa lu paksain minum sih?"

"She wants to be in the same frequency as Ilyas. (Dia mau sefrekuensi sama Ilyas)" kata Listy sambil tertawa dan dengan anggun meminum thai tea-nya.

Sharon menggelengkan kepalanya dan kembali pada ponselnya. Ini perempuan kok bisa-bisanya dimana pun dan kapan pun begini sih? Memangnya jual beli saham dan kripto seseru itu?

"Anyway," kata Debby kemudian. "Tadi kita lagi ngobrol mau ke butik Katty Tanned, kita mau buat baju untuk birthday surprise party Ayu bulan ini."

Ah... Ayu. "Loh? Ayu ada dimana sekarang?" tanya Lexa sambil menoleh ke sebelah Debby, tempat di mana Ayu biasanya duduk.

Sharon tertawa dan melihat Lexa. "Lu sesedih itu ya mau keluarkan Patty dari QS? Ayu kan hari ini nggak masuk? Dia bilang ada berita urgent."

Debby melihat ke arah Bandha Bandhu yang duduk di sebelah mereka. Nick dan Zaki sedang tertawa-tawa sambil melempar-lempar kentang goreng setelah Zaki dengan sengaja memukul mata Nick yang bengkak. Bisa-bisanya Nick bersikap biasa begitu. "Kok bisa pas banget ya? Satrya juga nggak masuk hari ini." kata Debby.

Lexa berdeham beberapa kali kemudian berkata. "Nggak tahu ya."

"So?" tanya Sharon pada Lexa. "Are you in or not? (Lu ikut nggak?)"

"Menurut kalian, lebih baik baju kita warna apa? Baju Ayu juga warna apa, ya? Gua selama kenal sama Ayu kayanya nggak banyak tahu tentang dia. Dia pendiam banget." kata Debby dengan gaya ibu-ibu tentangga sedang bergosip.

Listy tertawa anggun sambil menutup mulutnya dengan satu tangan sedangkan Sharon tertawa sambil bermain ponsel. Debby yang geli melihat itu mengambil ponsel Sharon sambil berseru, "Elah ncik! Sudah kali main sahamnya!"

(Ncik adalah dialek dari suku Hokkian di Tionghoa untuk sebutan 'kakak perempuan' atau sapaan untuk wanita yang lebih tua)

"Eh!" Sharon panik melihat ponselnya ditarik dari tangannya. Debby yang menarik ponsel Sharon pun terkejut dengan apa yang ia lihat di ponsel Sharon.

"Shar! Parah sih! Lihat guys!" seru Debby memperlihatkan ponsel Sharon pada semua orang. "Portonya hijau semua!"

(porto: ingkatan dari portofolio saham yang artinya adalah kumpulan saham yang dimiliki investor. Indikator yang hijau menunjukkan bahwa harga saham tersebut telah lebih tinggi bila dibandingkan dengan harga saham saat investor yang bersangkutan membelinya)

Sharon mengambil ponselnya dan menggerutu. "Duh, Deb! Gua lagi mau sell nih!"

"Jawab dong makanya!" seru Debby.

"Ah hijau saja deh biar kaya porto gua!" jawab Sharon asal.

"Benar juga!" seru Debby. "Ingat nggak waktu Ayu menang Indonesian Up Model? Dia pakai dress hijau kan? Dia memang cocok banget dengan warna hijau."

Listy mengangguk setuju dengan sangat anggun.

"Ya gua setuju." kata Lexa, tidak sadar dengan nadanya yang menjadi sangat sinis. "Kita semua juga pakai baju hijau saja."

"Lu kenapa deh, Xa?" tanya Nick yang duduk di sebelah Lexa sambil tertawa. "Galak amat bun."

Lexa tertawa kemudian berkata. "Loh? Memangnya gua kenapa?"

"Lu galak banget tadi, Xa. Gua sampai ngeri." kata Sharon sambil tertawa.

"Ah... mungkin karena gua mulai muak dengan warna hijau? Seragam ini hijau sih, jadi rasanya ingat sekolah terus kalau lihat warna hijau."

***

Nick duduk di kursinya, sambil menanti guru masuk, ia membuka ponselnya sambil menguap untuk yang ke sekian kali. Walaupun ia tidur di sepanjang kelas sebelum ini, tetap saja ia masih mengantuk.

Oh, ada satu pesan dari Lexa.

'so sori ya. Kita reschedule aja ke hotel nusan. Gua harus ke butiknya ci Katty nih. Mana harus jemput paksa Ayu untuk fitting'

(reschedule: Jadwalkan ulang atau dengan kata lain ganti hari)

Nick langsung membalas pesan itu.

'iya gw denger tadi. Tapi kayanya kali ini gw sendiri aja ke sana xa. Justru bagus kan tersangkanya lagi bareng lu.'

Nick tersenyum. Ya, sekarang saat yang tepat. Lexa dapat mengawasi perempuan itu dan Nick bisa pergi ke Hotel Nusan tanpa harus berpapasan dengannya. Sekarang saatnya Nick untuk tidur sebentar. Ia sangat lelah. Sangat, sangat lelah.

Nick baru saja akan memasukkan ponselnya ke laci mejanya ketika benda itu bergetar sekali lagi.

'slow resp banget sih lu. btw kenapa pipi kiri dan mata kanan lu bengkak?'

(slow resp artinya slow respond yang berarti lama untuk menanggapi)

'fell down the stairs lol' (jatuh dari tangga. ngakak)

Nick menyentuh pipinya yang bengkak. Masih sakit. Apalagi mata kanannya yang hanya dapat terbuka setengah.

Tentu saja jawaban yang Nick berikan pada Lexa tidak sepenuhnya bohong. Kemarin malam, Nick tidak sengaja berpapasan dengan Gelfara saat ia baru pulang.

Nick baru saja masuk melewati ruang tamu menuju ke tangga besar dari marmer di ujung ruamahnya ketika ia berpapasan dengan Gelfara yang baru saja keluar dari ruang gym dengan pakaian olahraganya. "Dari mana?" tanya Gelfara sambil tersenyum. Selama beberapa bulan ini, Gelfara selalu berusaha yang terbaik agar Nick mau berbicara lagi dengannya.

Nick menggelengkan kepalanya dan terus berjalan ke arah tangga.

Gelfara menahan pundak Nick dan berkata, "Jangan gitu, kita makan bareng, yu. Tia sudah masak untuk kita."

Nick menepis tangan Gelfara dan berbalik menatap Gelfara dengan marah. "Jangan pernah lagi suruh gua makan makanan cewek itu!" kemudian Nick naik ke atas, masuk ke kamarnya yang besar dengan dinding berwarna putih, lemari-lemari baju yang menempel pada dinding berwarna putih dan lampu gantug indah dari perak yang menggantung dengan cantik. Ya, ini adalah kamar Gelfara dan HyeMin dulu. Gelfara tidak mau lagi tidur di sini. Tepatnya, Tia meminta Gelfara untuk merombak kamar Nick yang lama untuk menjadi kamar mereka. Tetapi Gelfara yang tidak sanggup melakukan hal itu memilih untuk merombak kamar tamu di lantai 1 untuk Tia dan dirinya.

Nick mandi di kamar mandi dalam kamar itu dan berjalan dengan lesu di atas karpet kamarnya yang berwarna biru muda menuju tempat tidur putih besar di tengah ruangan. Ia menghempaskan badannya di atas ranjang, memutar ulang informasi yang baru saja ia dan Lexa dapatkan.

Terdengar ketukan di pintu kamar Nick dan suara Gelfara pelan berkata. "Boleh masuk?"

"Bilang saja apa mau lu." kata Nick sambil menutup kedua matanya dengan tangan kirinya.

"Tia... datang. Dia mau ketemu. Katanya dia bawa makanan khusus, Nick."

Mendengar nama Tia, Nick jadi semakin kesal. Benar-benar deh! Tanpa ia sadari, Nick berjalan dengan cepat menuju pintu kamarnya dan membukanya dengan kasar. "Suruh dia pergi."

"Okay, okay, lu nggak usah ikut makan kalau nggak mau, Nick." kata Gelfara sambil mundur beberapa langkah.

"Gua nggak sudi ada dia di rumah ini. Apa lu tahu anak Tia sudah buat Patty celaka? Ibu dan anak sama saja. Sama-sama perempuan murahan!"

Gelfara menampar Nick dengan keras sampai Nick terjatuh di lantai. "Apa lu bilang?" tanyanya sambil memegang kerah piyama Nick, menatap mata Nick dari dekat.

Nick tertawa dan berkata di muka Gelfara. "Sadar! Tia itu sama sekali nggak sayang sama lu, Gelfara. Dia dan anaknya sama-sama cuman a gold digger (cewek matre) yang nggak tahu malu dan..."

"Bilang sekali lagi..." Gelfara mengangkat Nick dan mendekatkannya pada ujung tangga marmer rumahnya dan berkata. "... dan gua lempar lu dari sini."

Nick tertawa sinis dan kembali berkata. "Mereka cuman cewek murahan yang..."

Gelfara benar-benar melempar Nick sampai Nick terguling-guling di tangga. Dengan perlahan Nick berdiri, ia melihat darah keluar dari mulutnya. Bibirnya terasa sangat sakit. Sepertinya ia tidak sengaja menggigit bibirnya. Nick menoleh ke arah Gelfara dan sangat kaget ketika melihat Gelfara sedang berlari menuruni tangga menuju Nick. Bukan untuk menolong Nick tentu saja, tetapi untuk memukul Nick. Nick berusaha menghindar tapi pukul itu tetap mengenai mata Nick. Sebelum Nick kembali jatuh ke lantai, ia sempat melihat Tia yang mendengar semuanya sejak tadi, menyender pada salah satu patung pahatan sambil tersenyum puas pada Nick. Nick berjanji pada dirinya, ia akan membongkar kebusukan Tia dan anaknya.

Gelfara terus memukuli Nick yang melindungi kepalanya dengan kedua tangannya sampai Gelfara puas. Ia kemudian berdiri dan meludahi Nick. "Gua sudah berusaha sabar tapi ternyata memang lu anak nggak tahu diri."

Tia memekik dan berlari menuju Gelfara dan Nick sambil berkata, "Ya ampun! Sayang, kenapa kamu pukulin Nick? Kamu bisa berdiri Nick?"

Tia menyentuh Nick tapi Nick menepisnya dan dengan terhuyung-huyung berjalan kembali ke kamarnya, membanting pintu kamarnya, dan menangis sampai ia tertidur. Ia terbangun subuh hari itu dan melihat pesan dari Lexa. Ia tersenyum. Mari kita lakukan ini. Lihat saja, dua perempuan yang sudah membuat dua orang yang paling berharga di hidup Nick menderita, kalian akan bayar semuanya.

***

"Ah ayolah mbak cantik!" rayu Nick di depan resepsionis Hotel Nusan. "Masa mbak nggak inget saya sih? Saya benar-benar temannya Ayu! Kemarin ini saya di sini loh party party!"

"Ya tapi nggak bisa, mas. Kalau mas mau lihat CCTV, mas harus sama Kak Ayu atau ada perintah penyidikan dari kepolisian." kata mbak resepsionis dengan frustrasi.

"Duh mbak! Ini beneran loh! Kamera saya kayanya ketinggalan Sabtu malam kemarin! Sungguhan loh mbak, itu kamera punya saya, dipinjam sama teman saya namanya Satrya! Kamarnya di-book atas nama Patricia." ujar Nick panjang lebar. Ia juga tidak tahu apakah kamar malam itu dipesan atas nama siapa. Tapi yang pasti para pelaku tidak akan mau memakai nama mereka.

"Di kamar nomor berapa memangnya, mas?" tanya mbak resepsionis dengan kesal.

Ah... iya, Nick tidak tahu kamar nomor berapa itu.

"213," jawab suara di belakang Nick. Nick menoleh dan sangat kaget. Ia tidak menyangka orang itu akan datang ke sana.