Chereads / POV - There are always two sides of a coin / Chapter 37 - Bab 13 - bagian 1

Chapter 37 - Bab 13 - bagian 1

Sosialisasi adalah hal yang harus diajarkan pada anak sedini mungkin, kan? Menurut kalian, bagaimana kalau anak perempuan tunggal dimasukkan dalam program home schooling oleh kedua orang tuanya? Alasannya? Karena orang tuanya sibuk, jangan sampai anak ini terlambat dijemput dari sekolah dan akhirnya diculik. Tentu bukan itu saja! Tetapi juga supaya ada yang mengajarkan anak itu berbagai macam hal di rumahnya tanpa ibunya harus banyak berbuat apa pun. Ayahnya setuju-setuju saja dengan hal itu. Entah karena terlalu sayang pada istrinya entah karena terlalu sibuk dan tidak punya waktu untuk berdebat.

Anak kesepian ini, akhirnya memiliki seorang teman. Anak dari teman ibunya sejak masa kuliah di Jerman dulu. Mereka baru saja kembali ke Indonesia setelah beberapa tahun ayah anak ini menjadi dokter kandungan di Jerman. Alexandra yang saat itu masih berusia 6 tahun, bertemu dengan anak perempuan ini untuk pertama kali.

Orang tua mereka akhirnya memutuskan agar Lexa ikut bersekolah di rumah anak ini karena kedua orang tua Lexa sibuk membangun rumah sakit bersalin di Bandung. Lexa menjadi teman satu-satunya. Temannya yang sangat berharga. Namun, saat Lexa berumur 9 tahun, orang tuanya memutuskan untuk memasukkan Lexa ke sekolah biasa agar Lexa dapat belajar berbaur. Di sanalah Lexa bertemu dengan Patricia.

Sejak masuk sekolah, Lexa jarang sekali bermain dengannya. Lexa hanya bermain dengan Patricia, setiap kali Lexa datang ke rumahnya pun yang Lexa bicarakan hanya Patricia. Ia tidak ingin Lexa direbut siapa pun! Sejak dulu, ia selalu mendapatkan apa pun yang ia inginkan dari kedua orang tuanya. Tentu saja, ia kan anak tunggal. Hanya dua hal yang tidak pernah ia dapatkan, waktu orang tuanya dan teman. Sekarang setelah ia mendapatkan teman, ia harus kehilangan teman karena seseorang bernama Patricia ini?

Hidupnya semakin hancur ketika ibunya mengaku pada ayahnya bahwa ibunya, Tia, memilih untuk menikah dengan Gelfara Aipassa dan meninggalkan ayahnya. Ibunya mulai tidak pernah pulang dan pindah untuk tinggal di rumah Gelfara sejak ia menginjak kelas 6 SD. Ia bingung, kenapa sih Tia memilih Gelfara yang galak dan kasar? Padahal ayahnya sangat baik. Ia ingat saat ia masih kecil, ayahnya pernah bertanya pada ibunya 'warna apa ya yang cocok untuk seragam GIS yang baru?' dan ibunya mengusulkan warna hijau karena anak perempuan mereka ini sangat menyukai warna hijau. Sejak itulah, ayahnya yang merupakan satu-satunya anak dari donatur terbesar GIS, mengubah seragam GIS menjadi hijau. Mana mungkin Gelfara melakukan ini? Lihat saja, Gelfara bahkan membuang anak dan istrinya ke Korea.

Ia akhirnya merengek pada kedua orang tuanya untuk masuk ke SMP yang sama dengan Lexa. Ia senang sekali akhirnya dapat bersekolah bersama Lexa lagi walaupun ia sangat tidak suka bergaul dan lebih memilih diam saja daripada harus berbicara dengan siapa pun, terlebih pada Patty. Hal yang lebih menyebalkan lagi adalah karena Lexa seringkali memilih untuk bermain bersama Patty.

Ia senang karena akhirnya setelah mereka lulus dan masuk GIS, Patty lebih memilih untuk menemani Olive. Ia lebih senang lagi saat Lexa akhirnya membentuk QS dan Patty menolak untuk masuk. Tapi ia muak. Sangat muak. Kenapa Lexa harus tetap menyimpan satu tempat untuk Patty? Apa sih berharganya Patty? Padahal ketika Lexa membentuk QS, dialah yang langsung mendaftarkan diri untuk masuk.

Hal yang lebih menyakitkan lagi adalah foto-foto yang dikirimkan oleh Guntur, bodyguard pribadinya yang ia suruh untuk selalu memata-matai Tia dan Gelfara, dengan imbalan uang bonus tentu saja. Foto-foto yang datang sebulan sekali itu sering kali memperlihatkan kemesraan Tia dan Gelfara. Ingin rasanya ia membanting ponselnya sampai akhirnya ia memutuskan untuk meminta Guntur mengirimkan informasi-informasi penting saja.

***

"Gua suka sama lu. Jadi pacar gua, ya." di luar dugaan, Satrya, idola semua siswi di GIS, tiba-tiba menembaknya di taman belakang GIS. Tidak ada siapa pun di sana, hanya mereka berdua. Ternyata itulah mengapa selama di SMP dan di GIS Satrya selalu menggodanya dan mencari topik hanya untuk berbicara dengannya lewat media sosial.

"Lu harus tahu, selama ini gua sengaja nggak ajak lu ngomong di tempat umum karena gua tahu... lu nggak suka. Lu suka kalau semuanya private, iya kan?"

Ia mengangguk, menatap Satrya yang terlihat begitu tulus. Tapi ia tidak yakin. Ia tidak tahu berpacaran itu seperti apa. Ia kemudian berdeham dan berkata. "Tapi gua nggak tahu pacaran itu seperti apa. Gua juga nggak yakin apa gua mau pacaran. Gua nggak percaya orang bisa setia dengan 1 orang saja. Jadi..."

"Gua akan buktikan!" kata Satrya. "Gua akan buktikan kalau gua setia sama lu. I will do anything for you. (Gua akan lakukan apa pun demi lu)"

Ia tertegun mendengarnya kemudian tersenyum. "Kalau gitu, bisa tunggu sampai gua siap? Bisa tunjukkan kalau lu benar-benar sayang sama gua dan nggak akan tinggalkan gua?"

Satrya tersenyum dan mengangguk yakin.

***

Ia senang dengan perlakuan Satrya yang terus mengirim banyak barang padanya, mulai dari coklat hingga bunga dan boneka. Senang dengan Satrya yang sering dengan diam-diam membawanya ke dealer mobil dan ke klinik ibunya. Senang bahwa Satrya bersedia untuk merahasiakan semuanya dari teman-temannya, baik dari Bandha Bandhu maupun dari QS.

Tapi kemudian, menjelang akhir semester itu, ia melihat Lexa menolak Novi Cindua demi Patty. Ia tidak tahan lagi. Ia akhirnya mengirim pesan pada Satrya.

"Bang mau jadi pacar gua?"

"Hah? Ini prank?"

"hahaha bukan bang! Gua mau jadi pacar lu tapi ada syaratnya."

"apa? Apa? Gua ke rumah lu ya biar enak ngobrolnya!"

"Ga usah. Gua cuman minta lu minta nomor olive besok pagi."

"hah? Buat apa?"

"turuti aja semuanya. kalau udah selesai, kita bakal pacaran."

"ok deh kalau itu yang kamu mau."

Ia tersenyum. Patty, coba sekarang kamu yang rasakan gimana rasanya kehilangan teman yang berharga.

***

"Buat apa dress ini?" tanya perempuan itu pada Satrya saat ia sedang makan malam di rumah. Satrya memang sering datang ke rumah perempuan itu untuk menemaninya ketika ayah perempuan itu sibuk dan tidak dapat pulang ke rumah untuk makan malam.

"Aku mau kamu pakai dress ini di launching unit baru mobil BWM di dealer bapa." kata Satrya sambil tersenyum.

"Wah!" perempuan itu mengeluarkan dress hijau tua cantik dari paper bag toko Guccu. Cantik sekali! "Thank you! You're the best (Makasih! Kamu yang terbaik)." katanya sambil tersenyum menatap Satrya. Ia tahu benar Satrya memang orang yang haus pujian dan pengakuan.

"Sama-sama, my precious lady. Nanti pakai, ya!" kata Satrya sambil mengambil 燒麥(shaomai) yang terakhir dengan sumpit dan mengarahkannya pada perempuan itu.

Perempuan itu bertanya, "Kapan sih acaranya?" sebelum kemudian membuka mulutnya dan melahap shaomai itu lembut.

"Mungkin setelah aku pulang dari Norway."

"Loh? Kan masih lama. Kok kamu beliin sekarang?" tanya perempuan itu, tidak lupa menambahkan senyum manis supaya Satrya tetap merasa dihargai.

"Aku bosan banget soalnya tadi dating sama Olive jadi aku sekalian saja ajak dia belanja sebentar." kata Satrya sambil tersenyum manis pada perempuan di hadapannya. "Nggak apa-apa, kan?"

Perempuan itu terbelalak kaget. "Loh? Memang Olive nggak curiga?"

"Tenang saja. Dia diam-diam saja, kok. Aku juga nggak bodoh, aku sempat rayu-rayu dia juga." kata Satrya dengan muka tersinggung.

"Abang hebat, deh!" kata perempuan itu. Sadar bahwa ia harus sabar. Memang keterlaluan juga sih permintaannya. Meminta seorang pangeran untuk pergi berkencan dengan upik abu buruk rupa yang tidak berubah menjadi putri cantik itu…keterlaluan.

Satrya tersenyum bangga kemudian melanjutkan, "Oh! Aku juga sudah berhasil suruh Olive untuk ajak Patty double date. Kaya yang kamu suruh."

Perempuan itu sebenarnya tidak setuju karena Satrya terlalu terburu-buru. Ia ingin agar Satrya pergi berkencan dengan Olive beberapa kali sebelum memberi ide untuk double date. Tapi ia tahu Satrya pasti marah kalau ia protes lagi. Jadi ia hanya tersenyum dan berkata. "Ah abang memang paling hebat! Tapi bang, aku ada permintaan lagi."

"Apa?"

"Aku mau sekarang abang lebih agresif ke Patty dan tinggalkan Olive," betul, karena Satrya sudah loncat ke tahap ini, sekalian saja.

"Gimana caranya?"

Perempuan itu tersenyum manis dan berkata pada Satrya…

***

"Abang benar-benar lihat Olive?" pekik perempuan itu girang.

Satrya mengangguk dan berkata. "Iya, dan Olive langsung lewat begitu saja ke dalam sekolah."

Perempuan itu meloncat-loncat kegirangan. Akhirnya semua ini akan dimulai! Namun, Satrya menahan pundak perempuan itu sehingga ia berhenti meloncat dan menatap Satrya. Satrya mengelus pipi perempuan itu lembut dan berkata. "Kalau aku berhasil, aku butuh reward dong?"

Perempuan itu mengangguk lembut. "Anything you want but be my boyfriend. Not yet. (Apa pun yang kamu mau kecuali jadi pacar aku. Nggak sekarang.)"

Satrya berpura-pura berpikir kemudian berkata, "Let me kiss you instead. (Sebagai gantinya biarkan aku cium kamu)"

Perempuan itu kaget dan melihat ke sekitar. "Tapi ini di sekolah! Gimana kalau…"

Satrya terkekeh pelan kemudian berkata. "Ini kan di taman belakang. Kamu lihat sendiri nggak ada orang di sini."

Perempuan itu ingin menolak tapi demi menjalankan rencananya ia akhirnya memutuskan untuk mengangguk dan memejamkan matanya, membiarkan Satrya menciumnya lembut. Tetapi baru sebentar, Satrya tiba-tiba berhenti menciumnya dan menggerutu.

"D*mn it!"

"What?" tanyanya lembut sambil menatap Satrya.

"Aaah!" Satrya menendang pohon dengan kesal kemudian berkata pada perempuan itu. "Cewek gendut itu lihat gua!"

Perempuan itu melihat ke belakang dengan cepat. Ia melihat Olivia sedang berlari menjauh seperti bola yang memantul-mantul.

Aduh! Kemudian ia berpikir. Ia harus cepat menemukan solusi. Jangan sampai Olive sadar siapa yang Satrya cium! Jangan sampai Olive sadar sekarang kalau Satrya tidak tulus padanya atau pada Patty nantinya! Hanya ada satu cara, Olive harus diberi guncangan yang lebih keras dari apa yang ia lihat tadi. Tentu saja.

***

Perempuan itu mengamati Satrya dan Olive dari jauh. Ketika Satrya mulai mencium Olive, dengan sigap perempuan itu mengeluarkan ponselnya dan memotret Satrya.

Ah sial! Ia lupa mematikan lampu blitznya! Tapi biarlah toh tidak ada yang lihat.

Perempuan itu membuka hasil fotonya tadi. Semoga saja cukup bagus. Tapi… ada satu laki-laki yang terlihat di sana, sedang berdiri mengambil sesuatu dari bilik penjaga kolam renang. Mukanya tertutup dengan rambut yang agak acak-acakan setengah kering dan seragamnya terlihat agak berantakan.

"Si*l*an!"

Perempuan itu menoleh ke arah bilik kolam renang, tetapi tidak ada apa-apa di sana. Ia kesal tapi ia harus memotret momen ini! Siapa tahu ia bisa menggunakan foto ini nantinya. Ia mengangkat tangannya sekali lagi, memotret Satrya dan Olive beberapa kali sebelum kemudian memasukkan ponselnya ke dalam saku, melihat sekeliling, dan pergi dari sana.

Patty tiba-tiba keluar dari kantin. Membuatnya sangat kaget dan cepat-cepat bersembunyi di balik tembok ruang ganti. Untung saja Patty segera pergi dari sana dan tidak melihat ke sekeliling.

Perempuan itu berusaha mengintip, melihat Satrya yang sedang berbicara dengan Olive sambil memegang tangannya. Tidak lama kemudian, Olive melepaskan tangan Satrya dan berjalan dengan guntai. Lucunya, Olive terpeleset di tempat yang sama dengan Patty dan hampir saja terjatuh. Ingin rasanya ia mendorong Olive sampai benar-benar terjatuh dan masuk ke kolam renang. Tapi, siapa sih yang berenang di sini tadi?

Setelah Olive menghilang dari pandangan, perempuan itu keluar dan berjalan pelan mendekati Satrya kemudian berkata, "Hey, makasih sudah mau cium cewek gendut itu."

Satrya merentangkan tangannya dan berkata, "Sini! Aku harus cuci mulut aku! Jijik!"

Perempuan itu tertawa kemudian berlari. Sakin semangatnya, ia terpeleset dan hampir terjatuh karena air di sana. Benar-benar deh! Ia harus bilang pada ayahnya untuk mengganti ubin di sana.

Perempuan itu kembali berlari dan memeluk Satrya kemudian mereka berciuman di sana. Setelah itu, mereka berbicara, menghabiskan waktu yang cukup lama sampai tidak terasa, bel pelajaran kedua sudah berbunyi. Alih-alih cepat-cepat menuju ke kelas mereka yang kedua, mereka malah bercanda sebentar sampai akhirnya perempuan itu menyadari sesuatu.

"Oh iya, bang!" serunya.

"Kenapa?"

"Gua ada kelas sama Lexa sekarang. Gua ke kelas dulu, ya!"

Satrya tertawa dan mengelus rambutnya lembut dan berkata, "Okay. See you on our lunch break, lady. (Sampai jumpa waktu istirahat makan siang kita, nona)" kemudian mencium tangannya lembut.

Perempuan itu tersenyum, mengangguk, dan berjalan bersama sambil memeluk tangan Satrya. Tapi kemudian mereka berhenti. Kaget melihat ada dua orang siswa-siswi GIS sedang duduk berhadapan di sana.

"Ah… bang, kalau gitu aku ke kelas lewat taman saja." katanya sambil menatap Satrya dengan mata sedih.

Satrya mengangguk dan mengusap kepala perempuan itu lembut, membiarkannya pergi.