Seperti biasa, mereka berjalan ke foodcourt bersama. Tapi, sebelum mereka menaiki tangga, Lexa berkata, "Wait. What's going on over there? (Tunggu. Ada apa di sana?)"
Lexa berjalan menuju kerumunan siswa di lantai 1 foodcourt diikuti dengan keempat dayang-dayangnya. Perempuan itu kaget melihat Satrya masih duduk di sana, di sebelah lelaki yang agak tampan dan terlihat gagah. Ia lebih kaget lagi melihat Patty dan Olive yang duduk juga di meja itu. Ia semakin kaget ketika melihat Lexa tiba-tiba memegang kedua pipi lelaki itu. Siapa dia? Kenapa Lexa terlihat sangat senang melihat lelaki itu. Apalagi Lexa sampai heboh memberitahu Bandha Bandhu kalau akan ada Welcoming Party di Hotel Nusan Sabtu itu.
Ketika semua sudah tenang dan selesai makan, ia yang hari itu duduk di sebrang Lexa pun bertanya pada Lexa, "Dia siapa, Xa?"
"Hm?" Lexa menatapnya bingung. "Siapa yang siapa?"
"Nick…y?" tanyanya, tidak begitu ingat nama apa yang disebut Lexa saat menyambut lelaki itu.
"Oh!" tiba-tiba muka Lexa terlihat menjadi sangat semangat lagi seperti tadi kemudian berkata, "Dia teman SD gua dan Patty! Lu ingat nggak, gua pernah cerita ada anak cowok usil yang nakal banget tapi baik banget ke Patty? Nah ini cowok itu!"
Perempuan itu ingat cerita-cerita Lexa itu. Cerita-cerita yang membuatnya ingin memisahkan Lexa dan Patty juga dari anak lelaki itu. Tapi, kalau anak ini benar-benar baik pada Patty, berarti Patty akan sangat sedih kalau ia harus berpisah lagi dengan anak ini, kan?
"Oh, bukannya waktu itu lu bilang dia pergi ke Korea?"
Lexa mengangguk dan berkata. "Kasihan banget, loh! Dia pergi ke Korea soalnya orang tuanya cerai, jadi dia ikut ibunya ke Damyang." (Damyang adalah Kabupaten di Jeollanam-do, Korea Selatan, yang populer karena pariwisatanya.)
"Kasihan banget, Xa. Kapan kejadiannya?" tanya Debby yang duduk di sebelah Lexa.
"Waktu gua kelas 5 SD." kata Lexa. Hah? Kelas 5 SD? Itu kan saat ibunya mengaku kalau dia selingkuh.
"Tega banget!" seru Debby.
"Eits! Nggak cuman itu! Ayah Nicky juga dilarang untuk lanjut usaha bareng daddy sama istri barunya!" seru Lexa kesal.
"Sungguh? Biar saja biar pailit!" omel Debby.
"Sayangnya engga. Dia tetap jaya tuh! Bahkan… kalian tahu Rumah Makan Gelfara di Dago Pakar?" semuanya mengangguk dan Lexa melanjutkan, "Itu punya ayah Nicky. Gelfara Aipassa namanya."
Perempuan itu hampir pingsan mendengarnya. Kalau begitu, Nicky ini adalah anak dari orang yang merebut ibunya!
"Berarti sekarang… Nicky tinggal di rumah ayahnya?" tanyanya berusaha terdengar setenang mungkin.
Lexa mengangkat kedua bahunya. "Ya kemungkinan besar begitu, ya. Mungkin dia sudah siap untuk terima ibu barunya." katanya kemudian tertawa. Candaan yang membuat darah perempuan ini mendidih. Tia itu adalah ibunya! Bukan ibu Nick!
***
Ia duduk di paling ujung sambil menyeruput cocktailnya perlahan. Geram melihat Nick yang terus menari sambil tertawa-tawa tanpa beban di depan sana. Sudah mencuri ibu orang, sekarang dia malah terlihat bahagia. Tidak rela!
Lexa dan semua anggota QS lainnya berdiri dan maju ke depan. Semuanya, kecuali Patty. Nah, ini kesempatan yang bagus.
Perempuan itu menatap Satrya yang sedang duduk di meja bundar di tengah lounge Hotel Nusan, sedang menatapnya dengan lembut. Perempuan itu tersenyum dan melambai. Satrya balas melambai. Kemudian, perempuan itu menunjuk Patty dengan matanya. Satrya mengangkat kedua alisnya tidak mengerti. Perempuan itu kembali melirik Patty dan membuat gerakan dengan satu tangannya yang tidak memegang gelas, gerakan isyarat untuk mengobrol.
Satrya menghembuskan napasnya kesal kemudian membuat tanda hati dengan jempol dan telunjuknya pada perempuan itu. Perempuan itu memonyongkan bibirnya seperti akan mencium Satrya. Satrya terkekeh sambil berjalan menuju Patty dan duduk di sebelah Patty. Baguslah, seharusnya di sini Satrya menjelaskan pada Patty kenapa Satrya memilih Surya untuk ikut ke double date. Lagipula benar-benar deh! Kenapa kemarin Satrya tidak langsung menjelaskan ini ke Patty, sih?
Perempuan itu menonton Satrya dan Patty berbicara sebentar sebelum kemudian gerakan tiba-tiba di pintu masuk lounge menarik perhatiannya. Olive sedang berdiri di sana. Ya ampun! Ia harus memberitahu Satrya! Atau…tidak usah? Supaya Olive sakit hati melihat sahabatnya berdekatan dengan gebetannya. Biarlah…
Ia kaget. Satrya mencium bibir Patty! Apa-apaan?!
Ia kesal sekali. Ia meneguk cocktailnya sampai habis dan pergi ke toilet. Menenangkan diri sebelum kembali ke luar dan tertawa lagi seperti biasa. Namun, tentu saja bukan berarti suasana hatinya sudah baik-baik saja. Ia hanya pintar menyembunyikan semua emosinya. Buktinya, ia tidak membalas pesan Satrya atau mengangkat telepon Satrya hingga akhirnya datang buket bunga besar dan boneka beruang besar ke rumah Sharon pada Minggu pagi. Terdapat sebuah kartu ucapan bertuliskan 'Maaf ya my precious lady!'
Perempuan itu tersenyum. Ia berjalan ke kamarnya dan menelepon Satrya. "Dasar genit!" katanya saat Satrya mengangkat teleponnya.
"Kamu marah kenapa sih, cantik?"
"Abang kenapa cium Patty?" katanya dengan nada merajuk.
Satrya tertawa pelan kemudian menjawab, "Aku lihat ada Olive di situ. Kamu nggak lihat ya aku langsung berdiri untuk kejar Olive setelah itu?"
Ia tertawa malu dan berkata, "Aku sudah kabur, pundung ke toilet!"
Mereka tertawa sebentar kemudian Satrya berkata, "Sekarang kan Patty dan Olive sudah bermusuhan, boleh nggak sekarang kita jadian?"
"Nggak! Bang, aku masih mau lagi! Aku mau Patty menjauh dari Lexa dan Nick!"
"Apa? Kenapa?"
Ia menggigit bibirnya. Haruskah ia jujur pada Satrya? Ya sudah, ia jujur tentang Patty dan Lexa tapi ia tidak mungkin menceritakan tentang Nick pada Satrya. Nick kan temannya Satrya sejak dulu, lagipula ia telah susah payah membangun citra yang baik tentang kedua orang tuanya sejak dulu. Biarlah Satrya tetap berpikir kalau kedua orang tuanya sangat rukun bahkan di tengah kesibukan mereka berdua.
***
"Jangan dong." kata Satrya sambil mengelus kepalanya. Mereka sedang berdiri, bersembunyi dari jarak pandang ruang VVIP 5 di lantai 3 foodcourt. "Kalau kamu dan aku nggak datang ke Welcoming Party Patty malah mencurigakan."
"Kalau gitu abang saja yang datang sana! Aku sakit hati tahu! Kenapa sih Lexa harus sampai segininya ke Patty."
Satrya memeluknya kemudian berkata lembut, "Listen, kalau kamu mau kamu tetap aman dan nggak dicurigai, kamu harus bisa act as if nothing happens. (Bertindak seolah nggak ada apa-apa) Kamu kan biasanya cool banget. Aku yakin kamu pasti bisa!"
"Abang benar. Memang abang yang paling pintar dan bisa diandalkan." katanya sambil balas memeluk Satrya.
"Tenang saja, aku bakal bantu kamu." bisik Satrya dan memang itulah yang Satrya lakukan.
Perempuan itu memang terlihat kesal, apalagi setelah Patty datang.
"Gua tahu lu banget, Pat. Lu pasti takut banget to break any rule" kata Lexa.
Satrya tahu, ia dapat melihat dengan jelas kata-kata Lexa itu membuat perempuan itu kesal karena Lexa seakan berkata bahwa Lexa sangat peduli pada Patty. Satrya sengaja memberi kode pada Wilson untuk memutar musik kemudian langsung mengambil ember berisi minuman di dalamnya, berharap memecah fokus Lexa dari Patty.
Perempuan itu melihat Satrya dan tersenyum berterimakasih. Satrya juga balas tersenyum sambil mengedipkan sebelah matanya kemudian berjalan mendekat dan berkata. "Minum?"
Perempuan itu mengambil satu botol beer sambil berkata pelan. "Thanks, Satrya baja hitamnya aku," mereka tertawa kecil sebelum ia lanjut berkata, "Bang gabung dong sama Lexa, Nick, dan Patty. Aku mau tahu mereka ngomongin apa."
Satrya mengangguk dan mengedipkan matanya genit sebelum berkata. "Jadi aku Satrya baja hitam, nih?"
***
"Hah? Sungguh? Kenapa Nick jadi di pihak Olive begitu?" tanyanya saat mereka telepon subuh hari itu.
"Nggak tahu. Gua juga kaget lihatnya. Lexa juga kaget. Tapi yang pasti Patty terlihat sakit hati, sih. Di jalan pulang juga Patty seperti murung." cerita Satrya.
Ini berita bagus! Ia mendapat ide baru. Terima kasih banyak pada Nick yang memiliki selera yang aneh sampai memilih Olive daripada Patty.
Keesokan harinya, sebelum ia berbuat apa pun, Patty tiba-tiba memutuskan untuk duduk di deretan QS. Nick, yang tadinya berjalan di sebelah Patty, malah berjalan ke belakang untuk duduk di sebelah Patty. Melihat muka Patty yang kesal, membuatnya tersenyum lebar. Baguslah.
Semua jalan seakan dipermudah. Lexa mengunggah foto Satrya dan Patty saat mereka telepon video. Tentu, ia memaksa Satrya untuk mengunggahnya di ingstaram. Tujuannya? Supaya Olive kesal. Satrya terpaksa menurut meskipun ia hanya mengunggah kembali foto itu tanpa menuliskan apa pun di sana. Setelah itu, Patty dan Olive semakin menjauh dan entah bagaimana dan kenapa Nick malah terus membela Olive. Semua berjalan sesuai yang ia duga dan rencanakan.
Kemudian, entah ini bantuan atau tamparan, Lexa tiba-tiba mengumumkan bahwa Olive akan menjadi musuh 1 GIS. Kenapa Lexa harus sampai naik pitam begini sih hanya karena cerita Olive-Satrya yang Satrya ceritakan pada Patty? Padahal cerita itu hanya cerita karangannya yang berantakan. Kalau mereka jeli, seharusnya banyak pertanyaan yang dapat mereka tanyakan dari cerita itu, yang tentu saja sudah ia siapkan jawabannya. Entah karena mereka terlalu emosi atau tidak mendengarkan dengan baik, sepertinya Lexa yang tidak mendengarkan dengan baik, mereka menelan mentah-mentah semua informasi palsu yang Satrya berikan saat Nick sibuk mengurusi Olive.
Namun, ia tetap senang melihat ekspresi geram dan terluka di muka Patty saat melihat Nick terus melindungi Olive dari serangan para siswa GIS. Memang tidak habis pikir apa yang ada di otak Nick, tapi siapa peduli?
Kebahagiaannya itu tidak berlangsung lama. Hari itu juga, Guntur mengirimkan foto padanya yang memperlihatkan Gelfara dan Tia di Rumah Makan Gelfara dengan tulisan 'Hari ini kayanya mereka bakal rilis menu baru yg dimasak sama ibu'
Darahnya seakan mendidih. Bukannya membantu usaha ayahnya malah membantu usaha Gelfara? Padahal Tia tahu ia sering ditinggal sendiri di rumah karena ayahnya sibuk! Lihat saja, akan ia buat semua orang takut mencoba menu itu. Toh ia memiliki puluhan ribu pengikut di ingstaramnya dan ia memiliki beberapa teman yang sering di-endorse oleh tempat-tempat makan. Ia tentu dapat menghubungi mereka dan bekerjsama untuk menghancurkan menu itu.
Ia langsung mengirim pesan pada Satrya, 'malam ini ke rumah makan gelfara yu jam 6'
Tapi alih-alih membuat review buruk tentang menu hari itu, ia menemukan sesuatu yang jauh lebih mencengangkan. Ia melihat Olive saat mereka baru saja datang ke rumah makan itu! Olive duduk di bangku yang menghadap ke pemandangan Kota Bandung.
"Bang!" ia menyikut Satrya lembut kemudian menunjuk Olive. "Bang kita duduk di sini, yuk!" katanya menunjuk kursi di dekat tembok di belakang Olive. Cukup jauh namun tetap dapat melihat mereka dengan jelas.
Ia sangat kaget ketika ia duduk, ia melihat Nick datang dengan pelayan. Ia cepat-cepat mengeluarkan ponselnya, memastikan lampu blitznya benar-benar padam, kemudian memotret Nick tepat ketika Nick memberikan gelas berisi cairan coklat pada Olive.
Ia melirik Satrya yang sedang asyik melihat buku menu. Sudahlah. Mungkin lebih baik Satrya tidak tahu apa yang sedang dilakukannya. Toh ia masih belum tahu apa yang akan ia gunakan dengan foto ini.
"Kamu mau pesan apa?" tanya Satrya.
"Ah, menu baru! Penasaran, nih." katanya.
"Oh okay, aku pesan, ya!" kata Satrya kemudian mengangkat tangannya. Pelayan datang dan saat Satrya menebutkan pesanannya, ia melihat Olive menangis. Kenapa pula Olive menangis? Tidak tahan ya dengan ini semua?
"Hello?" panggil Satrya. Ia mengerjapkan matanya beberapa kali sambil menatap Satrya. "Kamu kenapa?"
"Ah… aku capek kayanya, bang. Belum pulang ke rumah dari tadi pagi kan." katanya sambil tersenyum.
"Kamu nggak apa-apa?"
Ia mengangguk.
Satrya mengangguk beberapa kali kemudian berdiri dan berkata, "Ya sudah aku ke toilet dulu, ya! Kebelet nih." katanya kemudian pergi.
Ia hanya tersenyum menanggapinya. Saat ia melihat ke depan, ia melihat Nick memberikan cokelat pada Olive. Dengan cepat ia memotret adegan itu dan adegan lainnya ketika Nick sedang menepuk-nepuk Olive.
Ia masih terus mengamati Nick dan Olive diam-diam bahkan setelah Satrya datang dan setelah makanan mereka datang. Akibatnya, ia tidak sempat memotret menu baru itu atau merasakan rasanya dengan benar. Ia hanya fokus memperhatikan Nick dan Olive. Tapi mungkin ini yang terbaik. Kalau ia mengunggah review tentang rumah makan ini, mungkin saja akan ada yang curiga padanya bila suatu hari ia benar-benar akan menggunakan foto-foto ini. Ia hanya akan berpura-pura kalau selama ini ia tidak pernah pergi ke sini.
Ketika ia melihat Nick dan Olive berdiri dan berjalan menuju kasir, ia berdeham dan berkata pada Satrya, "Bang, aku ke toilet dulu, ya!"
Tentu saja ia tidak benar-benar ke toilet. Ia pergi ke pintu ke luar. Memperhatikan Nick dan Olive. Ia memotret tepat pada saat Olive naik ke Dukatih hitam Nick. Untung saja Olive tidak memakai helm saat itu.
Saat itulah muncul ide di kepalanya. Informasi mengenai Nick dan Olive ini jauh lebih penting daripada Gelfara dan Tia. Tentu saja!
***
"Loh? Jadi Nick ikut double date?" tanyanya saat telepon malam itu dengan Satrya.
"Iya. Dia nanya terus apa masalah Patty dan Olive jadi aku terpaksa cerita ulang cerita kita waktu itu. Untung Nick percaya-percaya saja. Aku bingung kenapa dia dan Lexa nggak tanya apa pun."
Ia tertawa lega. "Untunglah. Aku pikir Nick akan kritis banget karena dia selalu bela Olive."
"Ya, gua juga. By the way, menurut kamu wajar nggak sih kalau Patty punya pikiran untuk memilih Olive daripada aku?"
Ia terdiam sebentar. Pertanyaan apa ini? "Maksudnya?"
"Iya, jadi Patty tadi ada bilang kalau dia akan melepas aku kalau dari awal Olive jujur. Gila banget nggak sih? Masa dia milih Olive daripada aku?"
Ia terdiam lagi. "Abang kok jadi peduli pada pilihan Patty? Abang suka Patty?" tanyanya datar walaupun ia sangat kesal.
"Hey! Aku tuh kaya gini karena kamu, ya! Aku bantu kamu loh ini! Kok malah dituduh yang macam-macam? Memangnya kamu pikir aku nggak berkorban banyak demi Patty? Harga diri aku sakit tahu dengar Patty malah milih Olive! Dia nggak tahu apa seberapa beruntungnya dia kalau dapat aku?"
Ia kaget mendengar nada suara Satrya yang meninggi. Sadar bahwa ia hampir merusak rencananya sendiri, ia melembutkan suaranya dan berkata. "Karena Patty bodoh, bang. Buktinya saja dia percaya mentah-mentah sama kebohongan kita yang nggak terlalu rapih ini. Kalau aku, aku nggak akan mau tukar abang dengan apa pun."
"Bener?" tanya Satrya. Suaranya terdengar senang.
Ia menghela napas lega. Lebih baik ia cepat mengalihkan topik pembicaraan. "Benar dong! By the way, terus Nick gimana?"
"Oh iya. Nick bilang dia mau pergi dari Olive dan masuk lagi ke Bandha Bandhu."
Kok Nick jadi meninggalkan Olive masuk Bandha Bandhu lagi sih? Kalau gitu berarti Nick akan dekat lagi dengan Patty dong? Gagal deh rencananya.
"Bang tiba-tiba migrain aku kambuh nih. Aku tidur dulu, ya! Bye." katanya kemudian menutup teleponnya. Ia memejamkan matanya beberapa saat. Membiarkan ponselnya berdering tanpa melihat layarnya. Sudah pasti itu Satrya. Tidak lama masuk pesan ke ponselnya, ia melihat isinya:
'Baru juga bilang ga akan tukar aku dgn apa pun tapi tiba2 tutup tlp. Bs!'
(Bs adalah singkatan dari kata kasar dalam bahasa Inggris yang artinya 'omong kosong')
Ia melempar ponselnya ke lantai kamarnya, membekap mulutnya dengan bantal dan berteriak sekeras-kerasnya. Sial! Dia harus mulai dengan rencana baru lagi.
Setelah perasaannya agak tenang, ia mengambil kembali ponselnya yang telah retak dan membalas pesan Satrya. 'Bang sori, td aku migrain bgt sampe hrs minum obat. Cya di sekolah besok.'
Tapi Satrya tidak kunjung membalas pesannya. Tidak juga meneleponnya subuh setelahnya. Lusanya, ia sangat terkejut mendengar cerita Patty saat gathering bahwa Satrya yang mengirim bunga dan beruang besar pada Patty. Memangnya Satrya masih menjalankan rencana mereka?
Ia lebih terkejut lagi melihat Satrya tiba-tiba menjemput Patty seusai gathering. Apa-apaan ini? Ia tidak dapat memberikan reaksi apa pun, hanya berdiri membeku di antara para anggota QS yang sibuk meledek Patty. Satrya menatapnya dengan kesal sebelum kemudian merangkul Patty dan akhirnya mebukakan pintu untuk Patty. Ketika Patty masuk ke mobil, Satrya menatapnya kemudian tersenyum sinis dan masuk ke belakang kursi kemudi. Apa-apaan sih dia?
Ia sangat kesal. Ia tidak lagi mengirimi pesan pada Satrya seperti yang ia lakukan kemarin dan tadi siang. Ia membiarkan Satrya begitu saja sampai kemudian Satrya menelponnya subuh itu.
"Halo?" jawabnya datar.
"Aku sudah nggak mau lagi dekat-dekat Patty." kata Satrya tanpa membalas sapaannya.
"Kenapa?" tanyanya datar. Ia terlalu kesal untuk kembali berpura-pura tidak ada yang terjadi.
"Aku capek. Nggak pernah dihargai juga sama kamu."
Ia menghela napas. Ia ingin sekali marah pada Satrya sekarang, memakinya dan membuangnya. Tapi ia tahu, hal itu malah akan membuat semua rencana yang sudah ia siapkan dengan matang menjadi berantakan. Tidak. Ia tidak akan membiarkan apa pun untuk mengacaukan rencananya.
Ia menarik napas dan tersenyum. "Siapa bilang nggak dihargai, bang?"
"Lihat saja kemarin kamu begitu gampangnya matiin telepon aku."
"Ya ampun, bang. Abang harus tahu hari itu aku migrain parah tapi aku bela-belain loh telepon sama abang. Tapi tiba-tiba migrain aku parah banget sampai aku pusing kalau buka mata. Aku sampai bela-belain loh balas chat abang setelah minum obat. Padahal abang harus tahu, sakin pusingnya hp aku sampai jatuh dan retak."
"Benaran? Kamu segitu mentingin aku?"
Ia menggigit bibirnya kesal tapi kemudian berkata. "Iya dong. Abang kan yang paling penting. Abang yang selalu nemenin aku kalau di rumah nggak ada orang. Abang juga yang bela-belain kontak Olive, padahal aku tahu abang pasti jijik. Abang bela-belain beli bunga dan beruang buat Patty juga. Abang emang the best best best!"
Satrya terkekeh kemudian berkata, "Makasih ya. Ternyata kamu hargai aku sampai segitu besarnya. Maaf aku ragu kemarin."
"Iya bang. Nggak apa-apa."
"Tapi aku tadi terlanjur bilang ke Patty kalau aku mau fokus ujian dulu sementara ini jadi aku tetap nggak akan banyak bersama Patty setelah pulang sekolah."
"Patty bilang apa?"
"Dia bilang dia ngerti."
Ia tersenyum lebar. Ya sudah kalau begitu. Sekali-kali seperti ini boleh juga, kan? "Ya sudah bang kalau gitu main sama aku saja! Setidaknya aku nggak akan terlalu kangen abang waktu abang ke Norway nanti."
"Aku nggak ikut ke Norway."
"Loh? Kenapa?"
Satrya terdiam sebentar kemudian tertawa sebelum menjawab, "Tadinya aku mau manas-manasin kamu. Aku mau main sama Patty selama liburan. Tapi karena sekarang kita sudah baikan kita main saja, yuk."
Ia terdiam sebentar. Kalau begini nanti Patty malah curiga nggak sih? "Abang sudah bilang Patty nggak ikut ke Norway?"
"Hmm… sudah."
Aduh! Kalau gitu nanti bagaimana cara membuat Patty tidak curiga? Tapi karena suasana baru membaik di antara mereka, tidak mungkin kan ia menyuruh Satrya mendekat pada Patty? Baiklah untuk sementara sampai ada rencana baru lagi, seharusnya sih tidak apa-apa.
Satrya terkekeh kemudian berkata, "Tapi tenang saja, aku cuman bilang aku nggak pergi ke Norway. Aku nggak ajak dia main selama liburan, kok!"
Perempuan itu tersenyum dan berkata, "Memang abang yang paling baik, deh!"