Ia sangat sadar Patty sekarang pergi-pulang sekolah bersama Nick. Tapi itu bukan masalah. Patty masih terlihat sangat menyukai Satrya dan selama di sekolah pun Patty selalu dekat dengan Satrya. Biarlah ia biarkan Nick dulu untuk sementara. Hanya dua hal yang paling penting adalah tetap menjaga agar Patty berharap terus pada Satrya, dan membuat Satrya kembali menurut pada perempuan itu. Kalau tidak, bisa kacau semua rencananya.
Sampai hari perayaan selesainya ujian pun, Satrya masih menolak untuk menghubungi Patty. Ia kesal tentu saja. Tapi akhirnya Satrya setuju untuk menghubungi Patty walaupun hanya sebentar malam itu.
"Jadi aku bilang saja hari ini aku ada di rumah eyang."
"Dia nggak curiga?"
"Nggak," Satrya tertawa kemudian melanjutkan, "Aku cerita ke dia kalau Budhe sempat tanya alasan aku nggak ikut ke Norway dan aku bilang karena aku sudah ada cewek."
"Oh ya? Tanggapan dia apa?"
"Ya dia sih cuman 'terus terus' saja. Tapi itu kejadian nyata, loh. Aku benar-benar bilang itu ke Budhe. Kan kamu ceweknya."
Seharusnya memang ia senang mendengar Satrya berkata begitu. Tapi jujur saja dia sudah mulai lelah dengan tingkah Satrya. Ia tahu Satrya pasti ingin dipuji lagi setelah ini. Tapi demi tujuannya untuk menghancurkan Patty, ia harus bersabar. "Serius?" tanyanya kemudian tertawa.
"Iya dong! Budhe bilang Budhe mau lihat foto kamu tapi aku nggak kasih lihat soalnya kita belum resmi, sih! Coba kalau sudah resmi."
Ia ingin menggeram kesal rasanya tapi ia harus tahan. Tahan…tahan. "Sabar ya, bang."
"Terus Mbak Hanna bilang katanya aku bucin. Memang sih aku bucin ke kamu. Iya nggak? Apa-apa aku selalu mikirin kamu, selalu ngedahuluin kamu."
"Iya bang. Makasih loh!"
"Selama libur ini kita main, yuk! Kamu mau ke Jakarta nggak? Ada tempat makan baru yang kelihatannya enak. Sekalian antar ibu bapa aku ke bandara, sekalian main yuk!"
"Memangnya nggak apa-apa aku ketemu sama bapa ibu abang?" ia kaget. Pergerakannya cepat banget. Ia bahkan belum sah menjadi pacar Satrya tapi ia sudah dibawa bertemu orang tuanya?
"Nggak apa-apa dong! Mereka pasti senang. Kamu kan cantik banget."
***
Selama liburan ini ia sudah tidak lagi memusingkan Nick yang semakin dekat dengan Patty. Malah, ia semakin tertarik membantu pekerjaan di klinik dan dealer mobil Satrya. Bagaimana pun juga, untuk dirinya yang pendiam, bekerja untuk memeriksa keuangan dan peralatan juga perlengkapan usaha adalah sesuatu yang ia sukai.
Tapi apa ini? Kok Patty mengunggah foto dengan latar yang sama dengan Nick? Wah bahaya. Apa Patty sudah move on? Ia harus meminta Satrya untuk kembali mengontak Patty!
Ia keluar dari ruang pribadi Satrya di dealer dan dengan cepat menuruni tangga menuju ruang Pak Kuntoro. Ia mengetuk pintu pelan sebelum membukaya.
"Sore, pak."
"Eh, cantik." sapa Kuntoro. "Masuk, masuk."
Satrya ikut menoleh ke arah pintu dan tersenyum lembut padanya.
Ia menggeleng kemudian berkata, "Saya mau ngobrol sama Satrya sebentar, pak."
"Oh… iya iya. Silakan." kata Kuntoro sambil berjalan keluar ruangan.
Ketika Kuntoro sudah keluar, perempuan itu menutup pintu di belakangnya kemudian berkata, "Say,"
"Ya?" tanya Satrya lembut sambil berdiri dan mengelus pipi perempuan itu lembut.
"Aku mau minta tolong…"
"Soal Patty?" tanya Satrya langsung.
"Loh? Kok kamu tahu?"
Satrya merogoh ponselnya lalu mengutak-atik ponselnya sebentar, membuat perempuan itu semakin penasaran. Satrya kemudian menunjukkan layar ponselnya pada perempuan itu dan berkata, "Nggak usah kamu minta tolong juga dia sudah hubungi aku duluan."
Perempuan itu melihat pesan yang dikirim Patty setengah jam yang lalu katanya 'Bang, abang gamau ngomong apa2 tentang foto aku di ingstaram?'
"Kamu nggak akan balas?" tanya perempuan itu dengan tatapan memohon.
Satrya menggelengkan kepalanya dan menyeringai genit pada perempuan itu kemudian berkata, "Nggak deh. Toh dia masih tergila-gila sama aku."
Perempuan itu ingin protes, tapi sudah lah. Selama Patty masih menyukai Satrya tidak apa deh. Daripada Satrya malah marah pada perempuan itu, lebih runyam urusannya.
Tapi beberapa hari kemudian, sekali lagi perempuan itu melihat story Nick dan Patty bersama-sama ada di taman safari. Aduh, ini sudah sangat berbahaya.
"Say," katanya yang sedang makan siang bersama Satrya di ruang pribadi di klinik Satrya.
"Hm?" tanya Satrya yang sedang asyik memakan bekal berisi nasi merah, kangkung cah sapi, dan pudding sebagai dessert yang dibawakan oleh perempuan itu. Ya, betul. Perempuan itu membawakan bekal untuk Satrya hampir setiap hari. Perempuan itu selalu mengaku kalau ia yang memasak semua itu. Benarkah? Tentu tidak!
Perempuan itu tidak dapat memasak sama sekali. Semua bekal ini adalah katering yang ia pesan. Biarlah, yang penting Satrya terpesona.
"Lihat deh." kata Sharon sambil menunjukkan story Patty pada Satrya.
Satrya mendesah kesal. Ia meletakan sendoknya kembali ke tempat bekal dengan agak kasar sampai perempuan itu agak tersentak. "Kamu mau aku chat Patty?"
"Em…"
Sebelum perempuan itu sempat membalas, Satrya menunjukkan layar ponselnya padanya. "Tuh."
Perempuan itu melihat sekali lagi ada pesan dari Patty yang berkata, "Bang, aku sama Nick jalan2 ke taman safari nih. Pengen deh kapan2 jalan2 ke sini sama abang. Bang Satrya apa kabar?"
Perempuan itu tersenyum lega. Patty ini bodoh atau tidak punya harga diri, sih? Perempuan itu tentu tidak akan melakukan hal memalukan seperti itu. Merendahkan harkat dan martabat (halah).
Ya sudah lah. Toh sepertinya Patty juga masih mengejar Satrya. Kita tunggu saja.
Semua hal itu membuat perempuan ini lengah. Ia tidak lagi terlalu mempedulikan story-story di ingstaram Patty. Ia juga sudah mengabaikan pesan-pesan dan foto-foto dari Guntur. Biarlah, toh Patty masih sering mengemis perhatian Satrya.
"Wah, dekorasinya cantik banget!" serunya saat masuk ke dalam ballroom Hotel Nusan yang disulap menjadi Candi Plaosan.
"Memang. Putri kan memang suka hal-hal berbau sejarah romantis. Tapi kamu tahu nggak ada yang lebih cantik dari dekorasi ini?" tanya Satrya sambil merangkul perempuan itu dari belakang.
Geli sekali! Perempuan itu tahu benar apa atau tepatnya siapa yang lebih cantik itu. Pasti Satrya ingin menggombal.
Tapi ia memaksakan senyum yang terlihat tulus lalu berbalik menatap Satrya sambil tersenyum dan berkata, "Aku tahu. Cinta abang sama aku, kan?"
Satrya terlihat berpikir sebentar dengan muka yang dibuat jenaka, membuat perempuan itu bergidik geli. Satrya kemudian berkata, "Ah benar juga. Tapi ada lagi yang lebih cantik."
"Apa tuh?" tanya perempuan itu dengan nada manja.
"Kamu." kata Satrya sambil tersenyum manis.
Perempuan itu jijik tetapi ia tetap tersenyum manis dan dengan manja berkata pada Satrya, "Aw... abang bisa saja."
Dalam hati, perempuan itu ingin menepis tangan Satrya. Mengapa? Pertama, sudah berkali-kali ia katakan ia tidak mau dirangkul di publik demi menjaga rahasianya agar rencananya dapat berjalan lancar, secara ia kan terkenal sehingga tidak ada tempat yang aman untuk berangkulan. Kedua, ia sudah kesal dengan Satrya sejak tadi sore karena Satrya sangat sulit untuk disuruh bersiap-siap dan akhirnya mereka berdua datang terlambat, hampir semua makanan sudah habis.
Tiba-tiba lampu di ballroom itu berubah remang. Terbalik dengan Satrya yang kaget, perempuan itu malah menghembuskan napas lega. Ia tidak lagi harus berpura-pura tersenyum pada Satrya.
Perempuan itu berusaha berpura-pura fokus menonton Putri menarikan tarian yang sangat cantik dengan teman-temannya. Di dalam hati, ia terus berdoa agar Satrya menjauh darinya.
Doanya terkabul. Satrya tiba-tiba mendekatkan mulutnya ke telinga perempuan itu dan berkata, "Aku ke toilet dulu, ya."
Yes!
Perempuan itu menoleh dan menatap Satrya sambil memberikan senyuman semanis mungkin kemudian mengangguk.
Akhirnya Satrya pergi juga! Perempuan itu dapat menonton pertunjukan dengan santai. Tapi ternyata tidak demikian. Tidak lama setelah lampu dinyalakan ia melihat... Patty?! Ia cepat-cepat memalingkan mukanya dan berlalu dari sana sebelum Patty melihatnya.
*
"Kamu masuk duluan gih. Aku mau ambil barang dulu," kata Satrya.
Perempuan itu mengangguk kemudian berdadah ria dengan Satrya sebelum masuk ke ruangan Satrya di klinik. Ia meletakan tas jinjing Chenel putih miliknya di atas meja kemudian duduk di kursi di balik PC. Ah, kursi yang nyaman. Membuatnya semakin semangat mengurus pembukuan klinik itu.
Tapi. Sebelum mulai pagi sibuk itu, tidak apa-apa kan kalau ia membuka ingstaramnya sebentar? Kemarin ia sangat sibuk mengurus pembukuan dealer ayah Satrya sampai tidak sempat bermain ponsel sama sekali. Tetapi apa yang ia lihat membuatnya membelalakan matanya tidak percaya. Apa ini?!
Ternyata kemarin Lexa mengunggah story di ingstaramnya sambil berseru, "Ah lega banget! Puas banget teriak-teriak! Ya nggak, hon?"
Loh? Lexa sudah pulang dari Ukraina?! Kok dia tidak tahu?
Lexa kemudian mengarahkan kameranya pada Ilyas yang hanya tersenyum, mengangkat kedua alisnya, dan mengacungkam jempol. Oh, mungkin ia ingin ber-quality-time dengan Ilyas.
Tetapi kemudian Lexa mengalihkan kameranya pada Nick yang menyambutnya dengan meloncat-loncat senang sambil mebgangkat kedua tangannya dan berseru "Woooo!"
Tunggu, kalau ada Nick di sana berarti....
Benar saja, kamera pun beralih pada Patty diiringi suara tawa Lexa. Patty melambai dengan malu-malu, membuat perempuan itu serasa akan meledak. Lexa ada di Bandung dan beramin dengan Patty tapi ia sama sekali tidak tahu?!
Kata-kata Lexa selanjutnya membuatnya lebih ingin marah, "Aduh si enèng malu-malu. Cantik ya, guys? Masih jomblo, loh. Baru move on dia!"
Apa?! Patty move on?! Sial! Gagal dong rencananya!
Story Lexa yang selanjutnya memperlihatkan unggahan ulang dari story seorang laki-laki bernama Nathan. Lexa, Patty, dan Nathan sedang duduk di Coffee's Orbit. Ugh, menyebalkan!
Story selanjutnya membuat perempuan itu berdiri kesal. Story selanjutnya memperlihatkan unggahan ulang dari story Nathan. Di sana, Patty dan Lexa sedang dikerumuni para fans, meminta foto. Patty sekarang menjadi selebgram juga?!
Perempuan itu baru akan melempar ponselnya ketika tiba-tiba pintu ruangan itu terbuka.
"Sayang," panggil Satrya seraya masuk ke ruangan Satrya di klinik.
Perempuan itu langsung berpura-pura merenggangkan tangannya ke atas dan menguap. "Eh, abang." katanya sambil memberikan senyuman termanisnya.
"Ngantuk, ya?" tanya Satrya lembut sambil terkekeh. "Rajin banget sih kamu. Pagi-pagi sudah kerja."
"Iya dong demi abang." katanya sambil kembali duduk.
Satrya mengelus kepala perempuan itu lembut sambil berkata, "Makasih ya, sayang."
Perempuan itu mengangguk sambil tersenyum. Bergidik geli, ingin Satrya segera keluar dari sana. Ia kemudian berkata, "Abang ke sini tadi mau apa?"
Satrya menepuk keningnya kemudian berkata, "Oh iya. Jangan lupa ya Senin depan kita ada acara launching di dealer."
Perempuan itu yang sedang bekerja di balik komputer melongokan kepalanya dan melepaskan kacamatanya kemudian tersenyum, "Nggak lupa, dong!"
"Nggak cuman itu." kata Satrya. Ia menyerahkan paperbag hitam dengan logo Persace yang sedari tadi dipegang. Ia meletakan paperbag itu di atas meja
"Apa tuh?" tanya perempuan itu sambil mengambil paperbag dengan penasaran. "Woah!" serunya sambil mengeluarkan kain lembut berwarna hijau tua dengan batik emas. Tapi ketika ia membuka lipatan kain itu... kemeja?
Satrya tertawa kemudian berkata, "Itu buat aku, sayang. Yang buat kamu ada di bawahnya."
"Oh," kata perempuan itu kemudian tertawa manis. Ia meletakan kemeja itu di atas meja kemudian merogoh sampai ke bawah paperbag. Kain hijau tua lainnya yang tidak kalah lembut namun tidak memiliki corak batik emas. Ia membuka lipatan kain itu dan...
"Wow!" serunya. Dress hijau tua yang sangat cantik!!
"Suka?"
"Banget!" serunya.
"Jangan lupa pakai ini, ya."
"Pasti!!" seru perempuan itu senang.
Satrya mengelus lembut kepalanya kemudian berbalik, membuka pintu hendak keluar dari sana. Perempuan itu menggigit bibirnya, berpikir sebentar kemudian berkata, "Kapan abang mau buat kita official?"
Satrya berbalik dengan semangat. "Kamu mau? Sekarang pun aku mau!"
Ia tertawa kemudian berkata. "Aku mau yang romantis, dong. Gimana kalau setelah launching di Hotel Nusan?"
Satrya dengan semangat mengangguk kemudian berkata, "Nanti aku kasih surprise buat kamu."
Ia menggeleng kemudian berkata, "Daripada itu, aku ada misi buat abang. Kalau misi ini selesai, berarti kita official. Gimana?"
Satrya cemberut tapi kemudian berkata, "Boleh deh. Asal bisa pacaran sama kamu."
"Kalau gitu," katanya pelan, membuat Satrya menutup pintu di belakang punggungnya dan duduk di kursi putih di sebrang perempuan itu. "Bang, tolong balas chat Patty, dong."
"Masih juga soal ini?!" seru Satrya.
"Tolong, bang. Abang tahu nggak hari ini Lexa main seharian dengan Patty?"
"Tahu." tanya Satrya kaget.
"Kok abang tahu?" tanya perempuan itu kaget.
"Tadi dia telepon ngajak gua ikut tapi gua lebih mau main sama kamu," kata Satrya dengan senyum menggodanya. Perempuan itu kaget. Keterlaluan.
Perempuan itu sudah hampir meledak tapi ia berusaha mengendalikan emosinya. Tidak. Jangan meledak dulu. Ia harus tahan emosinya demi goal ini.
"Ah abang bisa saja. Ayo main kalau kita sudah official nanti. Makanya sekarang bantu aku dulu, dong." kata perempuan itu semanis mungkin
"Okay," kata Satrya merogoh ponselnya kemudian membuka whatsinnya sambil berkata, "Kamu mau aku tulis apa?"
Perempuan itu mengulurkan tangannya. Satrya meletakan ponselnya di atas tangan perempuan itu dengan pasrah. Mata perempuan itu membelalak melihat pesan Patty sore tadi di sana. "Bang gw udah cape ga pernah dianggap sama lu. Gw ga akan chat lu lagi" katanya?!
"Seriously, bang? You've seen this, haven't you?! (abang sudah lihat ini, kan)" seru perempuan itu tanpa dapat ditahan.
"Apa?" tanya Satrya dengan dingin. Kesal.
"This." Perempuan itu menunjukan layar ponsel Satrya padanya.
"Yeah, so?" tanya Satrya dengan nada penuh harga diri dan muka sombong, menolak mengakui kesalahannya. Ia menyilangkan kedua tangan di depan dadanya dan menyenderkan badannya pada sandaran kursi.
Perempuan itu sudah hampir meledak tetapi ia berusaha menahan dirinya. Ia menarik napas dan berusaha memasang muka semanis mungkin sebelum berkata, "Please, bang. Katanya abang mau buat aku senang. Tolong bantu aku sekali ini saja. Cuman abang yang bisa bantu aku."
Satrya menegakkan badannya sedikit kemudian meluruskan tangannya dan berkata, "Ya... yasudah kalau begitu."
"Thanks." kata perempuan itu kemudian mulai menulis di ponsel Satrya. Semoga pesan ini tetap dapat meluluhkan hati Patty.
Perempuan itu mengembalikan ponselnya pada Satrya dan berkata, "Bang, kalau Patty sudah jawab kasih tahu aku, ya."
"Siap!" kata Satrya sambil memaksakan seulas senyum dan mengambil ponselnya. Ia memasukkan ponselnya ke dalam saku sebelum berdiri dan melangkah menuju pintu. Tetapi sebelum ia sampai ke pintu, ia mebalikan badannya dan menatap perempuan itu. "You know what (tahu nggak)?"
Perempuan itu yang baru saja menyalakan PC mengangkat kepalanya, menatap Satrya sambil tersenyum dan berkata manis, "What?"
"Gua nggak pernah suka kalau ada orang yang menyalahkan gua tentang sesuatu." katanya sambil berjalan mendekat pada perempuan itu.
"Gua..." perempuan itu sudah menaikan suaranya tetapi kemudian menahan dirinya, menghembuskan napas kemudian berkata, "Sorry kalau abang ngerasa gitu. Aku cuman kaget saja Lexa ternyata..."
"Lexa dan Patty itu masalah lu. Bukan gua." kata Satrya sambil berjalan dengan cepat menuju pintu, membuka dan menutup pintu dengan kasar.
Perempuan itu memijit keningnya. Ia hampir menangis sakin kesalnya. Akibatnya, ia tidak dapat bekerja dengan fokus. Bahkan, ia tidak dapat bekerja sama sekali. Bagaimana ini? Sudah lewat pukul setengah 12 dan Patty masih belum membalas pesannya juga. Kepala perempuan itu mendadak pusing memikirkan hal itu, membuatnya memijit keningnya.
Tiba-tiba, pintu ruangan itu terbuka. Perempuan itu mengangkat kepalanya, melihat siapa yang masuk ke ruangan itu. Satrya?
Satrya terlihat masih kesal. Ia langsung duduk di kursi di depan perempuan itu kemudian menyerahkan ponselnya sambil berkata, "Dia sudah balas."
"Oh?!" perempuan itu langsung ceria. Dengan semangat ia mengambil ponsel Satrya dan melihat pesan dari Patty yang berkata, "Hey bang. Gapapa."
Oh tidak. Patty benar-benar menjauh! Okay, kalau begitu waktunya mendekat!
"Besok kita brunch di Kafe Sosialita yang lagi happening gimana?"
Perempuan itu menunggu dengan tegang. Sudah dua menit dan Patty belum membalas. Akhirnya, balasan itu datang juga. "Ok."
Ya ampun, Patty benar-benar... menjauh. Oh tidak! Ia harus lebih gencar lagi.
"Pat, sore ini nonton, yuk!"
Tidak ada satu menit kemudian, balasan dari Patty datang. "Oh, ayo!"
Untunglah Patty mulai mendekat. Tetapi ini masih kurang. Baru saja perempuan itu mengetik huruf 'P', Satrya sudah mengambil paksa ponselnya sambil berkata, "Sudah, cukup."
Satrya membaca kembali pesan yang dikirim perempuan itu kemudian berdiri dengan marah dan berkata, "Lu ajak dia brunch dan nonton tanpa persetujuan gua?!"
"So...sorry bang. Aku panik." katanya panik. Ia sudah hampir menangis melihat Satrya murka seperti itu.
"Lu tahu nggak gua ngerasa dimanfaatin sama lu." kata Satrya dengan rahang yang tegang.
"Nggak, bang. Abang kan tahu aku benar-benar suka sama abang. Aku janji setelah ini semua, hari Senin ini juga, kita pacaran." kata perempuan itu. Air mata mulai bercucuran di pipinya.
Satrya duduk. Membanting ponselnya ke atas meja kemudian berkata, "Terserah lah. Do as you wish (lakukan semaumu)."
Perempuan itu meraih ponsel Satrya dengan tangan gemetar sedang Satrya melihat perempuan itu dengan sangat kesal. Perempuan itu menangis untuk beberapa menit sedang Satrya memutar bola matanya, menyenderkan badannya di kursi, dan melipat kedua tangannya di depan dada.
"Bang," panggil perempuan itu akhirnya dengan suara yang pelan dengan gemetar.
Satrya hanya menjawab dengan gumaman.
"Kalau hari ini abang lunch sama Patty gimana?"
Satrya berdiri dan mengambil ponselnya dengan paksa dari tangan perempuan itu. "Fine, gua pergi sekarang."
Perempuan itu menangis tersedu-sedu ketika Satrya sudah membanting pintu di belakangnya. Entah berapa lama ia menangis. Ketika tangisannya reda, ia mendapat pesan dari Satrya
12.35 – gw sampe di rumah patty. semoga rencana lu, apapun itu, tercapai.
12.35 – nice gw salah kirim chat itu ke patty. kalau dia udah baca dan curiga, gw udah ga peduli.
Entah mengapa membaca pesan dari Satrya itu membuatnya kembali menangis lagi.
***
Satrya tidak kembali ke klinik sampai malam. Tidak membalas pesan perempuan itu sama sekali sampai tengah malam. Perempuan itu khawatir tetapi tidak berani menelepon. Ia takut Satrya akan marah.
Bahkan sampai keesokan harinya, Satrya tidak datang ke klinik seperti biasa. Ia juga belum memberi kabar apapun pada perempuan itu. Perempuan itu pulang ke rumah sendiri dengan hati yang galau tapi....
Apa ini? Tiba-tiba Guntur mengirimkan foto Nick saat memasuki rumah Olive, foto Nick saat keluar dari gerbang bersama Olive dan foto Nick di atas Dukatihnya sedang menepuk kepala Olive dengan lembut sambil tertawa. Wah luar biasa. Kalau begini sih bisa-bisa sekali dayung dua tiga pulau terlampaui!
Tadi memang suasana hatinya sangat kacau. Sekarang? Sekarang ia merasa seperti mendapat jackpot.
Ia berdiri dan berjalan ke meja belajarnya, mengeluarkan ponsel bekas yang ia beli beberapa hari lalu dengan kartu SIM bekas yang dibelikan Guntur atas perintahnya. Ia memindahkan foto-foto itu ke ponselnya melalui laptop miliknya, dengan data kabel.
Sekarang, ia akhirnya dapat memecah belah Nick dan Patty sebelum rencana besarnya dilancarkan. Terlebih lagi ia tidak tahu apa yang Nick dan Olive bicarakan tadi siang. Jangan-jangan Nick sudah curiga pada cerita Satrya dan Olive menceritakan semuanya. Maka dari itu, Nick dan Patty harus cepat dipisahkan.
Tapi ia sendiri masih belum yakin bagaimana cara meyakinkan Patty bahwa Nick dan Olive bersengkongkol untuk menjatuhkannya. Nick bahkan tidak terlihat seperti telah melakukan sesuatu mengenai hal ini. Justru kalau ia tiba-tiba mengirimkan pesan ini, bukankah akan mencurigakan?
Ah tidak tahu deh!
Namun, hal yang jauh lebih penting dari itu adalah: Satrya. Bagaimana mungkin rencananya akan berhasil bila Satrya hilang seperti ini?
Akhirnya, malam itu masuk sebuah pesan dari Satrya yang berbunyi, "Not even a single call. Wow." (tidak ada telepon sama sekali).
Perempuan itu memutar bola matanya. Serius deh. Seperti perempuan saja. Tetapi ia harus sabar.
Ia menelepon Satrya, berusaha tersenyum dan mulai berkata, "Hey, my Ksatria Baja Hitam."
"Kenapa sih nggak ada inisiatif banget?" omel Satrya.
"Nggak ada inisiatif gimana sih, bang?" tanya perempuan itu selembut mungkin tanpa dapat menyembunyikan kekesalannya dengan sempurna.
"Nggak bisa ya telepon aku kalau aku lagi marah?"
Perempuan itu menghembuskan napasnya sepelan mungkin supaya tidak terdengar Satrya sebelum ia berkata, "Aku... takut abang marah."
"Mana mungkin sih aku marah kalau kamu telepon? Kalau kamu nggak telepon gini baru aku marah."
"Maaf ya, bang." kata perempuan itu selembut mungkin sambil memutar bola matanya lagi. "Aku setakut itu kehilangan abang, tahu? Setakut itu sampai nggak berani apa-apa."
"Ah... bisa saja kamu." kata Satrya kemudian tertawa.
"So... gimana nih tadi? Maaf ya aku repotin abang terus."
Satrya tertawa genit kemudian berkata, "Memang kapan sih aku gagal?"