"Thanks guys kalian semua tetap datang walaupun rapat ini baru gua umumkan kemarin malam," kata Lexa di depan podium ruang VIP 1, ruang VIP paling kecil di lantai 3 foodcourt GIS. Ruangan itu sangat kecil bila dibandingkan ruang VVIP 5 yang dipakai untuk Pesta Kejutan Patty. Lexa berdiri di atas panggung kecil berwarna hitam dengan podium akrilik menghadap sederetan siswa siswi yang duduk di kursi-kursi hitam empuk yang memenuhi bagian depan dari ruangan putih kecil itu. Lexa menggenggam ujung podium dengan kedua tangannya yang bergetar sambil melanjutkan, "Gua tahu pasti kalian juga capek karena sekarang sudah malam, sudah lewat maghrib juga. Jadi gua benar-benar… berterimakasih."
Semua orang di ruangan itu, anggota Bandha Bandhu dan QS, memperhatikan Lexa dengan seksama dan prihatin. Tidak ada yang pernah melihat Lexa seserius ini.
Lexa menghela napas sebelum melanjutkan, "As you guys have noticed that beberapa hari ini gua been thinking about whether or not to kick Patty out of QS. And today, I've decided to…" Lexa menghela napas sebelum melanjutkan dengan suara bergetar, "really kick her out of QS."
"Nggak!" seru Nick yang duduk di kursi paling belakang. Semua siswa siswi di sana melihat pada Nick dengan kaget. "Gua nggak setuju! Xa, kita bahkan belum dengar cerita dari sisi Patty. Kok lu tega banget mutuskan hal sekejam ini tanpa cross check dulu. Mungkin dia dijebak."
"Impossible! Siapa yang bakal jebak dia, Nicky? Stop being so blind! Kenapa lu selalu bela orang yang gua benci, sih?" seru Lexa dari podium.
"Gua setuju sama Nick," kata Wilson yang duduk di sebelah Nick dengan kaki yang selalu bergetar naik turun. "Kita nggak bisa ambil keputusan sepenting ini tanpa dengar sisi dari orang yang bersangkutan."
Lexa dan Nick terdiam. Ini di luar rencana mereka. Mereka pikir anggota Bandha Bandhu dan QS akan menurut-nurut saja apa pun yang akan Lexa katakan. Tapi biarlah, keadaan ini justru memudahkan rencana mereka.
"Iya," sambung Debby yang duduk di paling depan. "Gua sebenarnya nggak mau banyak omong. Gua sengaja biarkan lu ambil waktu untuk merenung supaya tenang. Tapi, memang menurut gua Patty punya hak untuk membela diri."
Terdengar gumaman di antara anggota Bandha Bandhu. Kemudian Satrya yang duduk di paling depan berkata, "Walaupun gua sakit hati banget dengan apa yang sudah Patty lakukan, tapi gua setuju dengan Debby. Pasti ada alasannya. Tapi apa Patty masih mau datang ke sekolah setelah semua ini?"
Sharon yang duduk di belakang Debby ikut berkata, "Ya, Xa. Kita nggak boleh gegabah. Ayo kita kasih kesempatan Patty untuk explain her reason. Kalau dia nggak berani, gua bersedia jadi juru bicara dia."
Mulut Lexa ternganga lebar. Ia tidak menyangka ternyata Bandha Bandhu dan QS memiliki pikiran yang jauh lebih terbuka daripada sebagian besar siswa siswi GIS yang memberi komentar di unggahan akun palsu itu. Komentar-komentar yang penuh dengan hujatan, cacian, makian, bahkan kutukan seakan mereka telah mengetahui seluruh cerita yang ada di balik foto itu. Mulai dari komentar yang berkata bahwa itu adalah karma karena meninggalkan teman demi ketenaran bersama QS sampai komentar yang paling membuat Lexa—dan Ayu—geram yang mengatakan bahwa Patty sebenarnya memang sudah sering dipakai di Hotel Nusan.
"Okay okay kalau itu mau kalian," kata Lexa sambil mengangkat kedua tangannya seakan menyerah kemudian melanjutkan, "Tapi gua nggak akan sanggup untuk ada di sana waktu Patty bela dirinya. Jadi, gua mau minta tolong orang yang paling bisa tenang dalam segala situasi untuk gantiin gua nanti."
Semua siswa siswi di sana terdiam. Menanti dengan penasaran siapa yang Lexa maksud.
Lexa menatap Sharon yang memasang senyum tanpa dosa pada Lexa. Ingin sekali rasanya Lexa merobek bibir itu. Dasar munafik!
"Sharon," kata Lexa. Lexa melihat Sharon menegakkan badannya dengan kaget dan penuh harapan. Lexa ingin sekali melempar podium, yang sedari tadi ia genggam dengan tangannya yang semakin bergetar, ke muka Sharon. Tetapi ia menahan dirinya dengan mencengkram podium sampai ujung podium itu retak. "Gua percaya sama lu. Gantiin gua, ya."
Sharon mengangguk dengan amat gembira, membuat Lexa benar-benar ingin berlari ke arah Sharon dan menjambak rambutnysa sampai rontok. "Siap, Xa! Serahkan semuanya sama gua!"
Lexa langsung mengarahkan matanya pada Nick sebelum ia meledak kemudian berkata pada Nick, "Nicky, lu kontak Patty, suruh dia datang ke gedung olah raga GIS besok pagi. Gua akan kontak kepala sekolah supaya seluruh siswa dikumpulkan di gedung olahraga di jam pelajaran pertama."
"Nggak, Xa. Patty nggak akan mau ngomong sama gua. Dia benci banget sama gua sekarang." kata Nick murung.
Lexa melihat ekspresi Sharon dan Satrya semakin berseri setelah mendengar perkataan Nick. Ternyata benar mereka memang ingin memisahkan Nick dan Patty juga. Keterlaluan. Walaupun Lexa belum tahu apa alasan mereka, tapi pikiran itu sudah cukup membuat Lexa meledak. Ia memukul podium dengan keras sampai ujung podium yang retak itu patah sepenuhnya dan jatuh ke panggung, membuat semua siswa siswi di ruangan itu kaget dan terdiam.
"Kalau gitu siapa? SIAPA yang bisa?!" teriak Lexa sambil memejamkan kedua matanya.
"Xa, kalau ini bisa membantu lu tenang, gua akan datang ke rumah Patty untuk jemput dia besok." kata Satrya.
Lexa menatap Satrya kaget. Bukannya ia tidak memperkirakan kalau Satrya akan mengajukan diri, ini pun sudah diantisipasi dalam rapat kecil mereka kemarin di rumah Patty. Hanya saja ia pikir Sharon yang akan mengajukan diri.
Lexa melirik Sharon. Tangan Sharon masih setengah terangkat di udara, matanya menatap Satrya dengan tidak percaya dan mulutnya setengah ternganga. Ternyata benar, Sharon juga ingin mengajukan diri. Bagus. Semoga mereka bertengkar sehabis ini.
Ini bahkan lebih lancar dari skenario yang mereka bayangkan. Oh, baiklah. Agar para pembaca dapat mengerti, penulis akan memundurkan alurnya sedikit.
Kemarin malam.
"Kalau dia buat ingstaramnya terbuka untuk publik dengan banyak hashtag, bukannya berarti dia setuju kalau fotonya dilihat semua orang?" kata Nick.
Patty tertegun. Logika Nick benar juga.
"Eleh eleh... berarti tante ge kudu ngonci ingstaram tante, nya? (berarti tante juga harus mengunci ingstaram tante, ya?)" kata Desi yang muncul sambil membawa nampan berisi bala-bala dan gehu.
"Eh tante." kata Nick sambil mengangguk sopan.
"Eleh eta kunaon panon jeung pipina?(waduh kenapa itu mata dan pipinya?)." tanya Desi kaget menatap Nick. Iya, Patty juga penasaran dengan mata dan pipi Nick tapi ia terlalu malu untuk bertanya. Gengsi dong!
"Jatuh dari tangga tante." kata Nick sambil tertawa.
"Eleh ati-ati atuh, jang." kata Desi sambil tersenyum lalu langsung mengambil satu potong gehu dan duduk di pegangan sofa Patty. "Punten, nya. Tante pengen denger masalahna naon. (maaf ya. Tante mau dengar masalahnya apa)"
Nick mengangguk ramah dan berkata, "Nggak apa-apa dong, tante. Apalagi ini tentang Patty juga."
Lexa dan Ayu menyambut kata-kata Nick dengan anggukan setuju.
"Jadi kumaha (gimana)? Eta foto-foto rek dinaonkeu? (foto-foto itu mau diapakan)" tanya Desi antusias.
"Iya, nih. Gua juga penasaran!" seru Lexa pada Ayu, "Ayo dong spill it out (kasih tahu)!"
"Itu kan rencana Nick. Coba Nick ceritakan rencana lu. Gua juga belum dengar rencana detailnya." kata Ayu dingin sambil menatap Nick datar. Namun, bila diperhatikan dengan seksama, sorot penasaran di mata Ayu sangat besar.
"Em..." Nick menggaruk kepalanya dan bertanya pada Ayu, "Memangnya gua belum cerita detail?"
Ayu balas menatap Nick dengan bingung.
"Kan gua sudah bilang, foto-foto itu mau gua kasih lihat ke siswa-siswi GIS di depan Sharon, Satrya, dan Patty lalu paksa mereka untuk kasih klarifikasi."
"What?!" seru Ayu mengagetkan semua orang di sana. "Lu nggak mikir lebih jauh dari itu? Dimana kita kumpulkan anak-anak GIS? Gimana kita kumpulkan mereka supaya nggak ada yang curiga? Dan terutama gimana supaya Patty datang ke sana tanpa membuat penasaran Sharon dan Satrya?"
"Sabar, sabar, Yu." kata Lexa yang masih kaget dengan reaksi Ayu. "Nicky memang begitu."
Patty memukul jidatnya. Aduh, kenapa juga ia sempat memercayakan masalah ini pada Nick, sih? Anak yang selalu impulsif ini tidak mungkin bisa membuat rencana detail seperti itu.
"Ke heula (sebentar)," kata Desi. "Punten nya tante geus denger sebagian ti tadi (maaf ya tante sudah dengar sebagian dari tadi). Mun ceuk anak muda mah (kalau kata anak muda sih), please correct me if I'm wrong (tolong betulkan bila salah), bukannya neng Lexa teh kepala geng hits di GIS?"
Lexa mengangguk dengan penasaran. Dalam hati ia mulai semangat lagi. Wah, kira-kira apa nih rencana yang dimiliki Desi?
"Gampang atuh mun kitu mah (mudah dong kalau begitu). Buat saja rapat kecil gitu. Neng Lexa nanti bilang mau keluarkeun Patty gitu dari geng hits eta (geng hits itu). Biar resmi, Neng Lexa mau ada macam sidang buat dengar pembelaan Patty. Tah, di ditu engke foto-foto eta disebar (nah, di situ nanti foto-foto itu disebar)."
Semua orang di sana melongo. Membuat Desi salah tingkah dan akhirnya berkata, "Eh... tapi susah teuing, nya? (terlalu susah, ya?)"
"No!" seru Lexa dengan muka cerah dan berseru, "It's brilliant, tante!"
"Ah masa?" tanya Desi dengan muka tersipu.
"Kalau gitu, kita tinggal arahkan supaya Sharon atau Satrya yang jemput Patty ke rumah di hari sidang. Supaya mereka semakin nggak curiga." tambah Ayu sambil memegang dagunya.
"Supaya mereka nggak curiga pada Lexa," tambah Nick semangat, "Lu harus kelihatan marah dan sedih banget di rapat itu, Xa."
Lexa mengangguk sepakat dan menambahkan, "Dan lu harus jadi satu-satunya orang yang membela Patty. Secara semua orang kan tahu lu sayang banget sama Patty."
Kata-kata Lexa yang tidak memiliki maksud apa pun itu sukses membuat muka Patty memerah. Nick sayang sekali padanya?
Nick yang tidak menyadari apa-apa itu malah mengangguk dengan semangat dan berkata, "Iya, benar. Setuju!"
Nick melirik Patty, ingin melihat apakah Patty juga setuju. Tapi ternyata muka Patty malah berubah menjadi semakin merah. Bagaimana tidak? Dengan berkata seperti itu kan seakan-akan Nick benar-benar setuju dengan kata-kata bahwa ia sayang sekali pada Patty!
Setelah beberapa saat bingung dengan reaksi Patty, Nick akhirnya menyadari hal itu. Ya ampun! Nick baru saja mengakui perasaannya. Tapi ya sudahlah. Toh semua orang sudah tahu.
Nick melemparkan senyum lebar dan tulusnya pada Patty saat Patty tidak sengaja menatap Nick. AAAH! Patty ingin kabur saja rasanya.
***
Patty mengoleskan kembali eyeshadow merah dan jingga sekali lagi di hidungnya kemudian menatap bayangannya. Sempurna. Patty sengaja tidak tidur malam itu, ia begadang menonton film-film dan series sedih sehingga matanya menghitam dan bengkak alami, hidungnya ia buat bengkak supaya dramatis dengan sentuhan eyeshadow, ia memakai bedak dan tidak memakai lipstick supaya bibirnya terlihat pucat.
Ponsel Patty bergetar, menandakan ada satu pesan masuk. Jantung Patty langsung beredgup kencang. Jangan-jangan Satrya sudah ada di depan menunggunya. Patty menarik napas dan menghembuskan napasnya, menenangkan dirinya sekaligus mempersiapkan diri. Setelah siap, ia mengambil ponselnya dan membuka pesan yang masuk. Ternyata dari Nick.
"Semangat ya Pat! Jangan lupa briefing kita kemarin!"
Patty tersenyum. Ia ingat kemarin Nick, Lexa, Ayu, dan dirinya telepon video berempat di rumah mereka masing-masing. Nick dan Lexa heboh bercerita bagaimana Lexa hilang kesabaran di podium sedangkan Ayu hanya mengangguk-angguk tanpa ekspresi. Patty sangat sangat bersyukur. Meskipun ada masalah yang menghadang tapi teman-temannya terus mendukungnya dan melindunginya.
Ponsel Patty bergetar. Jantung Patty berdegup lebih kencang karena kali ini Satrya meneleponnya, bukan hanya mengirim pesan. Patty mengangkat teleponnya dengan tangan bergetar, "Halo?"
"Gua di depan. Cepat keluar."
Patty langsung mematikan teleponnya. Ia sangat takut. Ia kembali ingat apa yang terjadi di hotel Senin itu. Rasanya ia ingin kabur saja. Biar saja masalah ini tidak selesai asal ia tidak perlu bertemu Satrya.
Patty sangat panik sampai-sampai ketukan lembut di pintu kamarnya membuatnya menjerit. Desi membuka pintu kamar Patty perlahan. Matanya berkaca-kaca melihat anak semata wayangnya begitu ketaktuan dengan semua yang terjadi.
"Aduh eneng meuni karunya pisan kamu téh." kata Desi sambil merentangkan kedua tangannya dan berjalan masuk kemudian memeluk Patty. "Sing kuat nya neng. Sumaget nya geulis." lanjut Desi sambil mengelus-elus rambut Patty lembut dan mengecup pucuk kepala Patty.
Patty balas memeluk Desi. Ia sangat ingin menangis tapi tidak boleh! Nanti bedaknya luntur semua! Patty mengerjapkan matanya dan menatap atas, berharap air matanya tidak jatuh ke pipinya.
Desi mengelap kedua matanya, memasang senyum cerianya, melepas pelukannya dan menatap Patty kemudian berkata, "Gih buru turun. Éta si bedegong gues di hareup."
Patty tertawa kemudian salim pada ibunya sambil berkata, "Enya mah," Patty menatap Desi dan melambai pada Desi, berusaha bersikap seriang mungkin sambil berkata, "Eneng inditnya mah! Doakeun sing lancar!"