Chereads / POV - There are always two sides of a coin / Chapter 49 - Bab 16 - Bagian 1

Chapter 49 - Bab 16 - Bagian 1

"Nick!" Patty berdiri dengan tersenyum di samping kanan Nick membuat hati Nick ikut senang. Akhirnya Patty tersenyum lagi.

"Ya?" tanya Nick sambil berdiri perlahan dan mengangkat tasnya dengan tangan kirinya.

"Gua ikut motor lu pulang, ya!" serunya ceria.

Nick gelagapan mendengar itu, "Em… tapi… tapi motor gua kan… tadi jatuh. Iya, tadi motor gua jatuh jadi mogok. Iya, mogok."

"Lu kenapa deh Nick?" tanya Patty sambil tertawa. "Kok panik gitu?"

Nick terekekeh pelan kemudian berkata sambil tersenyum. "Sorry ya hari ini lu nggak bisa ikut gua dulu." Nick ingin mengelus kepala Patty lagi tapi ia sudah tidak kuat.

"Ah kenapa?" tanya Patty manja sambil memegang tangan kanan Nick.

"Ah!" kata Nick pelan sambil menarik tangannya. Kemudian ia meringis pelan sambil kembali duduk perlahan.

"Hah? Nick, lu kenapa?" tanya Patty panik seraya berlutut di sebelah Nick.

Nick mencengkram tasnya sampai tangannya sendiri gemetar sebelum kemudian menggeleng dan tersenyum pada Patty, "Khawatir, ya?" godanya.

Patty cemberut. "Ih serius, deh. Kenapa?"

Nick menggeleng kemudian berkata, "Gua dijemput fader hari ini, Pat...."

Kedua ujung bibir Patty semakin turun dan ia mulai merajuk, "Ih! Kok lu bohong sih sama gua tadi? Segitu nggak maunya gua nebeng, ya?"

"Bukan gitu, Pat. Gua… emm kali ini lu sama Lexa saja, ya. Nanti gua traktir, deh!"

Patty berdiri pelan kemudian berkata, "Ya sudah deh gua minta supir jemput saja."

"Loh? Kenapa nggak sama Lexa?"

"Dia ada urusan sama Bang Ilyas," kata Patty lesu. Nick jadi tidak tega. Dari tadi Nick berusaha untuk terus tetap menemani Patty karena Nick tahu Patty pasti masih takut dan lagi Nick tidak tahu apakah Satrya dan Sharon akan melakukan hal buruk pada Patty lagi atau tidak.

Nick terdiam sebentar, membuat Patty semakin merajuk. Nick menghela napas kemudian berkata, "Ya sudah. Ayo bareng."

"Yes!!" pekik Patty.

Mereka berjalan keluar kelas dan menuruni tangga tapi… aneh sekali. Nick berjalan sangat lambat tanpa berbicara apa pun. Terlebih lagi Patty bisa melihat beberapa butir keringat dingin di dahi dan leher Nick. Pasti ada hubungannya dengan Nick yang sampai berbohong sakin tidak inginnya pulang bersama Patty.

"Nick, you sure you're okay? (Nick, lu yakin nggak apa-apa)" tanya Patty cemas.

"Mmhmm." gumam Nick sambil terus berjalan menatap lantai. Aneh sekali.

Patty ingin bertanya lagi tapi ia yakin Nick tidak akan menjawab. Jadi, Patty memutuskan untuk berjalan saja di sebelah Nick sambil menjaga Nick pelan-pelan. Bersiap-siaga supaya kalau-kalau Nick kenapa-kenapa, ia dapat langsung membantu Nick.

Mereka berjalan menuju ke gedung parkir yang sudah mulai kosong dan melihat Gelfara dan laki-laki paruh baya dengan seragam biru muda, seragam para pegawai di pabrik Gelfara, sedang berdiri di samping satu motor bebek. Motor bebek itu tidak terlihat menyedihkan. Namun setelah dilihat dari dekat, Patty baru sadar sisi kiri body motor itu pecah dan sepertinya mesin di dalamnya juga terhantam. Tapi aneh, kalau benar motor itu ditabrak dari sisi kiri, harusnya motor itu jatuh ke sisi kanan, kan? Tapi tidak ada kerusakan di sisi kanan motor itu.

Patty mengangkat kepalanya dan melihat, motor ini tersender pada tiang besi, pembatas untuk area parkir motor. Namun, ternyata tiang besi itu sedikit bengkok, seperti ada sesuatu yang menghantamnya. Tapi jelas bukan motor ini. Tentu saja, kalau motor ini yang menghantam tiang itu, pasti ada lecet di motor itu dan setidaknya ada baretan pada tiang. Tapi tidak. Tidak ada.

"Nick!" seru Gelfara saat melihat Nick. "Lu nggak apa-apa? Coba lihat dada…" Gelfara berhenti berbicara karena Nick terus menerus mengedipkan matanya. Memberi tanda kalau ada Patty di belakangnya. Tapi, tentu saja Gelfara tidak mengerti. Alih-alih berhenti berbicara, Gelfara malah berkata, "Mata lu kenapa? Kepala lu kena tiang juga?"

"Duh, fader," protes Nick lemah kemudian ia bergeser sedikit dan berkata, "Fader, ini Patty. Masih ingat?"

"Oh," Gelfara memperhatikan gadis cantik di belakang Nick yang sedang maju ke depan, mengulurkan tangannya. Gelfara menyambut uluran tangan itu dan berkata, "Aduh, Patty. sudah besar ya kamu sekarang. Jadi makin cantik. Pantas Nick suka."

"Fader…" protes Nick pelan.

Gelfara tertawa dan berkata, "Nggak apa-apa, kan? Toh dia sudah tahu juga." Gelfara tertawa mengingat cerita anaknya tempo hari saat mereka minum teh bersama.

"Oom," kata Patty dengan sopan, "Saya mau ikut pulang sama Nick, nggak apa-apa?"

"Oh. Iya nggak apa-apa!" seru Gelfara riang, tidak menyadari Nick yang menyentuh lengannya dengan tangan kiri Nick, berusaha memberitahu Gelfara untuk tidak berkata apa-apa. Tapi, Gelfara yang tidak peka sama sekali malah lanjut berkata, "Tapi kita ke rumah sakit dulu, ya."

"Siapa yang sakit, oom?" tanya Patty kaget.

Gelfara lebih kaget lagi dan berkata, "Loh kamu nggak tahu?"

Dengan salah tingkah, Gelfara menatap Nick yang sedang menatap Gelfara dengan murka. Gelfara terkekeh dan bergumam, "Sorry."

***

"Jadi, si Dukatih sebenarnya jatuh ke deket tiang?!" seru Patty.

Nick mengangguk.

"Dan lu nabrak tiang?!"

Nick mengangguk lagi.

"Jadi lu terjepit tiang dan motor?!"

Nick mengangguk lagi. Ia menyenderkan kepalanya di jok belakang mobil Jeguer Gelfara. Rasanya seperti ia telah mengeluarkan seluruh tenaga terakhirnya untuk bercerita pada Patty apa yang terjadi pagi itu.

"Tapi dia benar-benar gua buat pingsan, kok." kata Nick bangga masih sambil memejamkan matanya.

Patty melihat wajah Nick dengan penuh perasaan bersalah. Bagaimana tidak? Nick sampai dicelakakan oleh Guntur karena dirinya. Coba saja kalau Nick tidak menyelidiki masalah ini, Guntur pasti tidak akan menabrak Nick. Pasti Nick baik-baik saja. Apalagi ditambah dengan muka Nick yang masih agak bengkak, Nick jadi terlihat sangat menyedihkan.

Apalagi membayangkan setelah terjatuh tertimpa motor, Nick masih berdiri dan melawan Guntur yang berusaha berlari mencari Sharon demi melancarkan rencana mereka membersihkan nama baik Patty. Kenapa ya Nick sebaik itu pada Patty?

"Mana? Coba gua lihat dada lu." kata Patty dengan khawatir.

Alih-alih menjawab pada Patty, Nick berkata pada supirnya yang duduk di belakang kemudi, "Pak, kita ke rumah Patty dulu ya."

"Nick, menurut gua lebih baik lu cepat…" Gelfara, yang duduk di sebelah supir, berhenti sebentar dan berpikir, "Tapi benar. Lebih baik ke rumah Patty dulu."

"Jangan, oom. Lebih baik ke rumah sakit dulu. Takutnya Nick luka parah."

Nick tertawa sedikit sambil membuka matanya kemudian meringis. Tulang rusuknya terasa sangat sakit. Ia kemudian berkata, "Sudahlah, Pat. Nurut saja. Atau gua tinggalin lu di jalan, nih."

Patty cemberut kemudian berkata, "Ya sudah tapi gua mau lihat dulu luka lu separah apa supaya gua nggak khawatir. Ayo buka jaketnya."

Nick menatap Patty sebentar kemudian berkata, "Justru gua nggak mau lu ikut ke rumah sakit karena gua nggak mau lu lihat luka gua. It's not that bad, (nggak separah itu) kok. Nggak ada darah sama sekali juga."

Patty terdiam sebentar kemudian berkata pada Nick, "Gua punya seribu satu cara untuk datang ke rumah sakit walaupun nggak lu ajak, loh." kata Patty sambil tersenyum jahil.

"Lu mau apa?" Nick tersenyum geli tapi tidak berani membiarkan dirinya tertawa. Rusuknya sudah sangat sakit sekarang.

"Pokoknya lihat saja." Patty menyilangkan kedua tangannya di depan dada sambil melihat ke depan dengan cemberut.

Nick menghela napas sambil tersenyum. Menyerah. "Ya sudah, pak. Langsung ke rumah sakit saja."

Patty menatap Nick senang dan berkata, "Gitu dong!"

Nick tersenyum pada Patty dan kembali menyenderkan kepalanya pada jok. Kembali memejamkan matanya. Rusuk kanan dan tangan tangan kanannya sangat sakit.

"Nick," panggil Patty pelan yang dijawab dengan gumaman lembut Nick. "Kalau gitu, kenapa lu nggak pulang saja tadi pagi?"

"Kan gua mau kasih dengar rekaman Olive." kata Nick masih sambil memejamkan matanya.

"Oh, bukan. Maksud gua setelahnya. Pasti tangan sama dada lu sudah sakit, kan?"

Nick terdiam sebentar kemudian ia membuka matanya dan menatap mata Patty lembut. "Memangnya lu nggak takut kalau gua tinggal?"

"Takut sih…"

Nick tersenyum dan berkata, "Sama. Gua juga takut kalau biarkan lu sendiri setelah kejadian tadi pagi."

Tentu saja Nick tidak mungkin menceritakan yang sebenarnya sekarang. Nanti Patty malah merasa bersalah dan terbebani. Nick kembali memejamkan matanya dan mengingat apa yang sebenarnya terjadi.

Saat mereka sudah memasuki gerbang masuk, Guntur berteriak pada Nick, "Jangaaan!" ia tahu apapun yang Nick maksud dengan kata-kata tadi, yang ia tidak mengerti artinya, Nick pasti sudah merencanakan sesuatu.

Nick tetap melajukan motornya sampai akhirnya Guntur menabrakan motornya pada bagian belakang Dukatih Nick hingga Nick yang sedang melaju cepat kehilangan keseimbangannya dan terjatuh.

Ia berusaha berdiri kemudian membuka helmnya. "Apa sih mau lu?"

Guntur ikut membuka helmnya dan sambil menggantungkan helmnya pada stang motor ia berkata, "Gua yakin lu punya sesuatu yang mau lu pakai untuk Sharon."

"Terus?"

"Kasih barang itu ke gua sekarang."

Nick tertawa kemudian berkata,"Kenapa lu baru muncul sekarang? Kenapa lu nggak kasih tahu Sharon tentang gua yang sudah tahu tentang kelakuan lu?"

Guntur terdiam sebentar kemudian berkata, "Gua nggak nyangka lu bakal melakukan apa pun."

"Lu kira gua nggak bisa dapat bukti apa-apa?" tanya Nick kemudian berkata, "Well, lihat saja setelah mereka semua lihat apa yang gua bawa." lanjutnya sambil menepuk kantung celana seragamnya.

Guntur melihat itu. Dengan cepat ia langsung melajukan motornya dan menabrak badan Nick melewati Dukatih dan menabrak tiang di parkiran itu.

Badan Nick membentur tiang. Motor Guntur berhenti tepat di depan dadanya, menghimpit badan Nick. Tangan kanannya yang ia pakai untuk menopang badan pun terasa sangat sakit.

"Argh!" erang Nick.

Guntur turun dari motornya, membiarkan motornya jatuh begitu saja ke samping. Ia berdiri dan menghampiri Nick, mengambil barang yang ada di saku celananya. Ponsel?

Ah sial! Nick tidak bisa bergerak. Dadanya sakit sekali, tangan kanannya rasanya seperti tidak memiliki tenaga yang tersisa.

Guntur membalikan badannya dan mulai berjalan menjauh. Tidak! Rekaman percakapan Nick dan Olive ada di sana! Nick harus bisa memperdengarkan rekaman itu ke semua orang supaya mereka semakin yakin Patty tidak bersalah.

Nick memiringkan badannya, berusaha menopang badannya dengan tangan kirinya sebelum berdiri dan berlari, meloncat ke atas Guntur seperti Gelfara meloncat padanya tempo hari. Ya... like father like son ya.

Ponsel Nick terjatuh agak jauh dari jangkuan mereka. Nick baru saja hendak menggapai ponsel itu ketika Guntur meremas tangan kanan Nick, berusaha keluar dari himpitan Nick.

"Ah sial*n!" umpat Nick kesakitan. Ia meninju muka Guntur beberapa kali sampai Guntur pingsan. Memangnya ia kira Nick lemah? Begini begini Nick sering memukuli samsak di rumah bila ia sedang kesal dengan Gelfara. Hm, ada faedahnya juga ternyata.

Nick berdiri, menatap Guntur sebentar. Kalau orang ini ia tinggalkan begitu saja apa tidak akan apa-apa? Apa sebaiknya ia panggil ambulans dulu? Aduh.

Guntur mengerang dan mulai berusaha berdiri. Oops. Sepertinya Guntur tidak apa-apa.

Nick cepat-cepat mengambil ponselnya dan berlari menuju Gedung Olahraga. Mengabaikan sakit pada rusuk dan tangan kanannya demi wanita yang paling berharga untuk dirinya.

***

"Gua benar-benar minta maaf." kata Patty untuk keseribu kalinya saat ia dan Nick berdiri di samping mobil Nick.

"Sekali lagi lu ngomong gitu, gua nggak akan maafin, loh." ancam Nick sambil tersenyum dan mengacak rambut Patty lembut.

Patty cemberut menatap Nick dan berkata lagi, "Tapi walau gimana juga, rusuk dan tangan lu retak gara-gara gua."

"Ya ampun, Pat. Dengar, ya! Pertama, gua kaya gini bukan gara-gara lu tapi gara-gara supir Sharon! Harus gua kasih tahu berapa kali, sih? Lu mana kuat untuk buat gua retak tulang?" Nick tersenyum lebar, berusaha untuk tidak tertawa. Ia kemudian menambahkan, "Kedua, nggak separah itu, kok! Dokter juga bilang kan kalau tulang retak itu nggak bahaya."

Patty menatap baju seragam Nick yang berantakan dengan noda bekas motor di dadanya dan juga tangannya yang memar dan membengkak. Patty kemudian kembali menatap Nick dan berkata, "Thank you."

Nick mengacak rambut Patty lembut dengan tangan kirinya kemuduan berkata, "Masuk, gih. Sudah malam."

"Lu sama oom nggak mau masuk dulu?" tanya Patty sambil membuka pagar rumahnya. Kenapa ya rasanya Patty tidak mau berpisah dari Nick begitu saja?

Nick menggeleng pelan dan berkata, "Gua mau tidur cepat, Pat."

Patty cemberut mendengar itu. Yah, Patty masih harus menunggu lama ketemu Nick, deh.

"By the way," tambah Nick, "Senin gua jemput, ya!"

"Apa?"

"Senin berangkat bareng ke sekolah."

"Apa?!"

"Ih! Lu budek, ya?" kata Nick sambil tertawa kemudian meringis. Walaupun sudah minum obat tahan sakit tapi ternyata rusuknya masih sakit. Patty jadi merasa semakin bersalah. Nick yang melihat itu kemudian berkata, "Gua beneran nggak apa-apa, kok! Senin pokoknya berangkat bareng!"

"Tapi dokter kan bilang harus banyak istirahat dan kurangi aktivitas!" protes Patty.

Nick mengangkat bahu kirinya dan berkata, "Gua kan bukannya mau olahraga. Memangnya di sekolah gua mau ngapain, sih?"

Hening sebentar. Patty masih merasa bersalah melihat Nick sampai begini.

"Oh!" seru Nick. Ia mendapat ide yang jauh lebih baik. "Kalau nggak, sebagai gantinya, lu saja yang antar jemput gua sampai gua sembuh. Traktir makan juga deh di Rumah Makan Gelfara besok! Kita impas, ya!"

Patty tersenyum pada Nick. Ia tahu Nick tidak ingin Patty terus merasa bersalah. Jadi, Patty berkata, "Siap!" sambil berdiri dengan sikap sempurna memberikan hormat pada Nick dengan tangan kanannya.

***

"Akhirnya gua ke sini sama kalian lagi!!" seru Lexa sambil meloncat-loncat.

"Tenang, tenang, Xa. Duduk duduk." kata Nick.

"Sayang ya Ayu nggak bisa datang hari ini." kata Patty sambil duduk di sebelah Nick.

"She takes being an introvert to another level. (Ungkapan yang artinya kurang lebih ialah ia lebih introvert dari rata-rata orang lain)" kata Lexa sambil duduk di sebelah Patty kemudian melanjutkan, "Dia nggak pernah mau ikut kumpul-kumpul kecuali gathering atau acara-acara penting lain."

"Sayang banget. Padahal gua mau traktir dia juga karena dia sudah bantu gua kemarin." kata Patty pada Lexa.

"Aww… trust me dear, she'll apprciate it more if you just let her be. (Aww… percaya deh, dia lebih senang kalau lu biarin dia saja)" kata Lexa dengan senyum menawannya. Kemudian melihat pada Nick yang duduk di ujung. "Oy Nicky! Katanya lu sudah pesan di jalan tadi. Kok belum sampai juga makanannya?" tanya Lexa galak sampai membuat Patty tertawa.

"Waduh, ibu negara sudah ngamuk. Sabar, bun. Kan mereka harus masak dulu." kata Nick sambil tertawa pelan.

"Iyalah! Gua kan belum makan dari pagi!" omel Lexa.

"Sudah nggak sakit?" tanya Patty senang.

Nick tersenyum. Tentu saja masih sakit meskipun ia sudah meminum obat tahan sakit. Tapi ia tidak mau membuat Patty khawatir lagi.

"Aduh… gua jadi nyamuk nih?" goda Lexa.

"Oh iya!" seru Patty membuat Lexa dan Nick kaget. "Padahal lu ajak Bang Ilyas saja!"

Lexa tertawa kemudian menggeleng dengan bangga dan berkata, "Gua sudah putus."

"Apa?!" seru Patty dan Nick bersamaan. "Kapan?!"

"Kemarin." kata Lexa sambil mengangkat kedua bahunya dan berkata lagi, "Gua sudah bosan."

"Tapi, Xa… Bang Ilyas itu baik banget." kata Patty sedih.

"Tapi dia sudah nggak challenging (menantang) lagi, Pat. It's just not fun anymore. (Sudah nggak seru lagi saja.)" katanya sambil mengangkat kedua bahunya. "Anyway, enough about me. (Cukup tentang gua) Heh Nicky! Kenapa lu nggak pernah kasih tahu gua kalau nyokap dan saudara tiri lu itu mereka?!"

Patty mengangguk setuju pada Nick. Ia memang tahu kalau saudara tiri Nick ada di GIS tapi ia tidak tahu kalau itu Sharon.

Nick tertawa sepelan mungkin kemudian berkata, "Karena kalian teman dia dan kelihatannya dia nggak cerita ke siapa-siapa soal ini. Gua nggak mau jadi orang yang ngomongin kehidupan orang."

"Ya ampun. Padahal Tia jahat banget sama kamu." Kata Patty. Nick baik sekali, sih.

"Yeah... gua tahu rasanya hidup berantakan karena ulah seseorang. Gua nggak mau buat orang lain merasakan hal yang sama." kata Nick sambil tersenyum.

"So, any news from them? (Ada kabar dari mereka?)" tanya Lexa lagi.

Nick menggeleng kemudian berkata, "Bahkan Tia… I mean, mamanya Sharon, sudah pergi dari rumah gua sejak beberapa hari lalu."

"Hah?!" giliran Patty dan Lexa yang kaget.

"Oh ya! Gua sudah mau tanya ini dari waktu itu tapi gua lupa! Lu sudah baikan dengan Oom Gelfara?" tanya Patty hati-hati.

Nick tersenyum dan berkata, "Sudah. Berkat lu, Pat."

Patty baru mau bertanya apa maksudnya ketika Lexa bertanya dengan polos,"Memangnya kalian musuhan? Gua kira setelah lu di Indonesia kalian sudah biasa saja. Kok lu nggak cerita ke gua sih?"

Nick tersenyum jahil kemudian berkata, "Lu kan sibuk pacaran sama Ilyas terus."

"Heh! Ngaca dong! Lu juga sibuk ngejar Patty terus!" kata Lexa kemudian tertawa.

Patty merasa serba salah dan canggung. Aduh, bagaimana ya? Dia malu sekali! Semoga Nick bisa menjawab dengan "diplomatis" deh.

"Habisnya Patty lari terus sama Satrya, sih." kata Nick sambil tertawa.

"Jadi kapan kalian jadian?" tembak Lexa langsung.

Patty menatap Nick bingung dan malu. Ternyata Nick sedang memandangnya dengan tatapan yang lembut. Ah, bagaimana ini? Untuk saja sebelum ada yang mengucapkan apa-apa lagi, seorang pelayan datang mengantarkan pesanan mereka yang biasa. Lexa langsung memekik kegirangan dan mereka makan bersama.