Olive turun dari mobil Fortunernya dan seperti biasa ia berjalan menuju gerbang sekolah, menunggu Patty datang untuk berjalan masuk sekolah bersama. Olive bersandar pada gerbang sekolah sambil memegang erat kedua tali ransel di pundaknya. Ia asyik memperhatikan sepatu kets Naik putihnya. Bukan karena ia senang dengan sepatu itu tapi karena itu kebiasaan Olive, selalu menunduk menghindari tatapan mata orang. Ia tidak berani melihat ke depan bahkan untuk sedetik pun bila tidak ada orang lain, terutama Patty, di sampingnya.
Sepasang sepatu Edidas hitam berhenti di depannya. Olive mengangkat kepalanya perlahan dengan takut. Apa yang Olive takutkan memangnya? Olive sendiri tidak tahu. Hanya saja rasanya semua orang memiliki penilaian yang buruk pada dirinya karena dirinya yang…gendut, pendiam, tidak bisa bergaul, bodoh, dan terutama karena ia jelek dan memalukan.
Olive terkaget-kaget melihat wajah tampan di hadapannya. Ya ampun, siapa coba yang tidak terpesona melihat mahluk ini? Badannya yang tinggi dibalut kemeja seragam dengan lengan yang dilipat, wajah yang tampan dibingkai dengan rambut hitam dengan bando hitam.
Satrya berdeham sebentar dan memegang lehernya kemudian mengalihkan pandangannya. Hah? Apa jangan-jangan Satrya malu? Apa ia gugup berpandangan lama dengan Olive? Ah tapi masa sih? Kalau dengan Patty, mungkin saja hal itu terjadi. Tapi dengan Olive? Olive juga tahu diri, kok. Walaupun tidak bisa dipungkiri, dirinya berharap juga.
"Em, Live, gua boleh minta nomor lu?" tanya Satrya masih sambil tidak menatap Olive.
Olive melongo. Ia kaget sekaget-kagetnya manusia bisa kaget. "Apa?" tanya Olive. Satrya meminta nomor ponselnya? Apa Olive salah dengar? Mana mungkin, sih!
Satrya memandang Olive, membuat Olive semakin terpesona dengan tatapan kebingungannya. Satrya menunduk sebentar, menggigit bibirnya sambil berpikir. Ya ampun! Jangan begitu dong! Satrya terlihat sangat keren melakukan itu! Tidaaak!! Kasihan jantung Olive, pasti lelah berdetak secepat itu.
Satrya kembali menatap Olive sebentar. Kemudian matanya kembali melirik tanah meskipun wajahnya sekarang sudah tidak lagi menunduk "Boleh gua minta nomor lu?" tanya Satrya sekali lagi. Kali ini lebih keras dan jelas, walaupun tanpa menatap Olive.
Olive melihat ke sekitar kemudian menatap Satrya. Mukanya merah padam kemudian berkata. "Abang yakin? Nomor gua? Bukan nomor Patty?"
Ditanya seperti itu, Satrya jadi ingin mengisengi Olive. Ia menatap Olive dan tersenyum jahil. "Kalau gua minta nomor Patty apa boleh?"
Olive menundukkan mukanya, matanya mulai berkaca-kaca. Ia sangat kecewa dan kesal pada dirinya yang berharap. Seperti orang bodoh saja.
Satrya tertawa kemudian menepuk-nepuk kepala Olive sebentar sebelum kemudian meletakan tangannya kembali ke dalam saku. "Becanda, Live! Gua minta nomor lu, kok!"
Olive mengangkat kepalanya dan satu butir air mata jatuh ke pipinya. Kenapa juga Olive sampai menangis? Satrya risih melihatnya tapi ia tetap berdiri di sana dan menyerahkan ponselnya dari dalam sakunya.
Perlahan Olive mengambil ponselnya sambil berkata. "Yang benar?" yang dijawab Satrya dengan anggukan dan senyum manis di bibirnya. Dengan gemetar Olive mengetik nomornya dan menyimpannya pada ponsel Satrya. Kemudian, masih dengan tangan yang gemetar, ia mengembalikan ponsel Satrya.
Satrya tertawa geli kemudian mengambil ponselnya dan mengangkatnya seraya melambai pada Olive sambil tersenyum tampan. "Thanks! Nanti gua chat ya!" katanya sambil berjalan pergi.
Olive menatap punggung Satrya. Rasanya sudah seperti mimpi! Laki-laki yang ia perhatikan selama 8 tahun akhirnya berbicara padanya untuk pertama kali! Ditambah lagi, ia meminta nomor Olive! Biar deh mau diapakan juga nomor Olive. Olive sudah tidak peduli! Yang penting ternyata Satrya tahu namanya dan berbicara padanya!!
Rasanya Olive hampir meledak. Lebih baik ia masuk dulu menenangkan diri sebelum kembali keluar menunggu Patty.
Olive berjalan masuk ke dalam gerbang. Rasanya takut dan menegangkan berjalan sendirian di tengah-tengah siswa-siswi di sana. Mereka pasti bingung kenapa ada gadis gendut dan jelek berjalan sendirian. Pasti mereka kasihan dan menertawakan Olive dalam hati.
Namun, perasaan tidak percaya diri itu tertutup dengan perasaan berbunga-bunga di hati Olive. Ia terus berjalan ke dalam sambil menatap jalanan di bawahnya, tidak berani mengangkat kepalanya sedikit pun. Olive terus berjalan sampai ia sadar ia sudah sampai di gerbang belakang GIS. Selama 3 tahun bersekolah di GIS, ini pertama kalinya Olive sampai di situ. Sangat tenang. Rasanya Olive ingin duduk di situ dan menghilang sebentar dari kenyataan. Ia ingat dulu saat masih SD, Olive sering melakukan itu. Duduk di taman kecil di belakang lapangan olah raga sendirian.
Saat itu, Olive sedang menangis sendirian karena dirudung oleh teman-temannya sedangkan Patty saat itu tidak masuk sekolah karena flu. Olive terisak sendirian dan berjalan tanpa tujuan sampai ia menemukan taman itu. Tidak ada apa-apa di sana kecuali rumput-rumput dan beberapa perkakas seperti sapu, meja, kursi, ember yang sudah tidak terpakai.
Olive duduk di pojok, di antara dinding, bersembunyi dari jarak pandang pagar yang sudah berkarat menuju ke lapangan olah raga. Olive mulai menangis di sana tanpa suara.
Entah sudah berapa lama Olive menangis, namun tiba-tiba pundaknya ditepuk lembut oleh seseorang. Olive mengangkat kepalanya dan menatap Nick di depannya. Ia sedang memperhatikan Olive dengan khawatir. "Kamu kenapa?"
Olive malah menangis semakin menjadi. Nick panik tapi kemudian memilih untuk duduk di samping Olive sampai ia tenang.
Setelah tangisan Olive mulai mereda, Nick berkata. "Tadi waktu aku mau ke lapangan, aku lihat kamu belok ke lorong di sebelah kantin. Aku penasaran ngapain kamu ke sini, padahal di sini nggak ada apa-apa. Awalnya aku mau main basket saja sama Satrya, tapi waktu aku di lapangan, aku nggak sengaja lihat bayangan orang dari balik pagar dan aku punya feeling kalau itu kamu. Jadi aku ke sini. Ternyata benar ada yang nangis cengeng di sini." kata Nick sambil tertawa.
Olive cemburut tapi kemudian ikut tertawa. "Nick, jangan bilang siapa-siapa, ya."
Nick mengangguk dan menyodorkan jari kelingkingnya pada Olive "Janji! Ini akan jadi tempat rahasia kita berdua!"
Sejak saat itu, setiap kali Olive menghilang pasti Nick yang menemukannya karena Nick tahu betul dimana Olive berada. Lalu Olive ingat di hari kenaikan kelas, satu tahun setelahnya, setelah mereka bagi rapor dan Olive, Patty, Nick, dan Lexa sedang duduk di tempat duduk kebangsaan mereka di Rumah Makan Gelfara, Nick tiba-tiba berkata bahwa ia akan pergi ke Korea. Hati Olive sangat hancur saat mendengarnya. Olive ingat, mereka berempat menangis di sana. Patty dan Lexa memeluk Nick sambil menangis tersedu-sedu sedangkan Nick hanya meneteskan air mata sambil berusaha tertawa dan menepuk-nepuk punggung kedua temannya.
Olive ingat, Olive tidak berani memeluk Nick saat itu jadi ia hanya terisak sendiri di samping Patty. Namun, saat mereka akan pulang, Nick merentangkan tangannya pada Olive. Melihat Olive yang ragu-ragu, Nick maju dan memeluk Olive dengan erat sambil berkata, "Jangan nangis sendirian terus, ya!"
*
Mata Olive terasa memanas. Kenapa juga ia harus ingat Nick? Padahal ia baru saja disapa oleh pangeran yang ia idam-idamkan sejak SD. Tapi…karena sekarang ia teringat akan Nick, ia jadi sangat merindukan Nick.
Duh! Jangan sampai deh Olive merindukan Nick! Sejak ia pindah ke Korea 3 tahun lalu, tidak ada satu pun yang mendapat kontak dari Nick. Seakan seperti mimpi, semua sudah melupakan Nick. Tidak ada lagi satu pun yang berusaha mencari Nick di ingstaram atau fesbuk.
Olive berbalik dan berjalan menuju ke gerbang sekolah lagi. Sepertinya sebentar lagi bel berbunyi. Bagaimana kalau Patty terlambat karena menunggu Olive? Namun langkah Olive terhenti ketika ia melihat Patty dan Ayu sedang berbicara di dekat kolam ikan koi kemudian berjalan bersama masuk ke dalam gedung sekolah.
Hah? Patty sama sekali tidak menunggu atau mencari Olive?! Sungguh?! Olive menatap mereka berdua sambil melongo tidak percaya. Ya ampun ya ampun! Haruskah Olive lari saja? Buat apa coba Olive kabur? Sudahlah Olive masuk pelan-pelan saja. Semoga tidak berpapasan dengan Patty.
Memang sih niat Olive untuk jalan sendirian ke kelas sudah bulat. Tapi tetap saja rasanya tegang sekali berjalan di koridor sendirian seperti itu. Olive mulai berjalan dengan cepat. Ia mendengar beberapa siswa menggodanya menanyakan dimana induk ayamnya berada. Memangnya ini maunya Olive apa sendirian ditinggal induk? Jahat!
Sesampainya di depan pintu kelas, Olive mendengar suara Lexa "Oh my dear Patty finally kamu join sama kita di deretan qualified!"
Hati Olive seperti tenggelam ke perutnya. Pantas saja Patty meninggalkan Olive begitu saja. Ternyata Patty mau bersama dengan anak-anak QS. Ya bisa dimengerti sih kenapa Patty seperti itu.
Olive membulatkan hatinya untuk masuk ke kelas dan langsung melihat Patty yang sedang tertawa canggung. Pandangan mereka bertemu. Olive sangat sakit hati. Apalagi ketika Olive berjalan melewati Patty, Patty sama sekali tidak berkata apa-apa.
Pasrah, Olive berjalan ke kursi belakang kelas, tempat dimana ia selalu duduk. Ia meletakan tasnya dan ketika ia sudah duduk, ia menatap ke depan dan melihat Patty tertawa terbahak-bahak pada Lexa. Jadi, memang Patty sudah membulatkan keinginannya untuk meninggalkan Olive.
Olive jadi teringat hampir setiap kali Olive menelpon Patty, apalagi akhir-akhir ini, Patty selalu terdengar seperti tidak berminat. Sering kali Patty merespons dengan jawaban yang tidak nyambung atau sama sekali tidak menjawab sampai Olive mematikan telponnya. Biasanya, Patty akan menanyakan pada Olive kenapa telponnya mati lalu mengajak Olive untuk cerita kelanjutannya dan Olive akan membalas 'soalnya batre gua habis' dan Patty percaya! Padahal jelas-jelas sebelum telpon ditutup, Olive sudah berkata pada Patty kalau ceritanya sudah selesai.
Terlebih saat kemarin Olive ke rumah Patty dan Patty terus menerus melihat ponselnya, mengecek jam. Seakan seperti ia sedang menunggu sesuatu dan tidak sabar ingin Olive segera pulang. Ternyata benar saja, sore itu, Patty mengunggah story di ingstaramnya yang memperlihatkan durasi telpon videonya dengan Lexa. Sangat berbeda ya dengan saat ia telpon dengan Olive. Apalagi dengan kata-kata bahwa itu mimpi Patty yang menjadi kenyataan. Ya, berarti telepon dengan Lexa berjam-jam adalah mimpi yang menjadi kenyataan unutk Patty. Sedangkan dengan Olive?
Memang benar, di mata Patty Olive sudah bukan lagi teman terdekatnya.
Tiba-tiba ponsel Olive bergetar, sebuah chat masuk ke whatsinn Olive.
'Hey, Live! This is my number. Save, ya! -Satrya'
Olive terbelalak. Suasana hatinya yang muram mendadak menjadi berbunga-bunga. Dengan cepat ia membalas tanpa dapat berpikir.
'Saved ya Bang! Ada apa nih? Katanya tadi mau bilang lewat whatsin aja. Wkwkwkwk. Tenang, aku siap bantu abang kalau abang butuh bantuan!'
Olive meletakan ponselnya di pangkuannya sepanjang kelas supaya ia dapat langsung membalas Satrya bila pesan darinya masuk. Tetapi sampai jam pelajaran pertama selesai, Satrya belum juga membalas pesan Olive. Yah mungkin Satrya sedang fokus di kelas.
Olive cepat-cepat membereskan barang di mejanya dan berdiri. Sama sekali lupa dengan kejadian tadi pagi.
"Olive!"
Suara Patty ini membuatnya mengingat kembali semuanya.
"Ke kelas matematika bareng, yuk!" kata Patty, berusaha seriang mungkin.
Olive menggelengkan kepalanya kemudian berjalan melewati Patty, secepat mungkin keluar dari pintu kelas. "Ayo dong, Live. Jangan ngambek. Nanti gua traktir iga bakar si pendek di foodcourt deh! Kesukaan lu kan!" seru Patty sambil terus mengikuti Olive.
***
Olive memeriksa ponselnya lagi setelah iga bakar mereka sampai di foodcourt, ia hampir meledak bahagia melihat pesan dari Satrya.
Patty menyadari muka Olive yang sangat merah ditambah lagi senyum Olive yang mendadak menjadi sangat lebar seperti akan robek. "Apa? Apa?" tanya Patty antusias.
Olive masih mengetik balasan pesan untuk Satrya. Selesai mengetik, ia meletakan ponselnya di atas meja dan berkata sambil malu-malu pada Patty. "Bang Satrya ngajak gua nge-date." katanya.
"What?!"