Chereads / Dicerai, aku jadi ipar si Pelakor / Chapter 2 - Demi Karir Dan Kita

Chapter 2 - Demi Karir Dan Kita

Sejak delapan tahun, perayaan ulang tahun Johan selalu memberinya kebahagiaan. Karena sejak itulah kehadiran Riana memberinya rasa yang berbeda. Ada yang memberinya perhatian yang tidak didapatkan olehnya sejak dulu.

Johan terlahir sebagai anak broken home. Ibunya melahirkannya tanpa pengakuan ayahnya yang seorang tuan muda konglomerat yang tak mungkin bisa terjerat dengan ibunya yang hanya artis piguran. Baru setelah kuliah, ayahnya mendatanginya hanya untuk memberinya kompensasi atas hari-harinya menjadi anak malang. Hanya itu tidak lebih. Johan juga bukan orang munafik, dia menerima uang ayah biologisnya dan melanjutkan pendidikannya. Dikampus inilah kemudian dia bertemu Riana. Gadis cerdas yang lembut, mereka sering terlibat dalam kegiatan kampus yang sama. Perkenalan mereka di awali saat seorang teman ingin mentraktir Johan yang sedang berulang tahun saat itu dan meja yang kosong hanyalah meja tempat Riana duduk. Kebersamaan dan kedekatan mereka membawa perasaan sayang yang perlahan tumbuh dan menumpuk setiap hari. Ulang tahun berikutnya, sebagai seorang teman, Riana hadir memberi selamat dan Johan memberanikan diri mengaku padanya. Jadi, ulang tahunnya adalah ulang tahun jatuh hatinya pada Riana.

Johan agak menyesali pertemuannya dengan Wena untuk merayakan ulang tahunnya. Kalau dia merayakan ulang tahunnya dengan Riana, ceritanya akan berbeda. Tanpa dia sadari kalau tahun ini, Riana tidak menyiapkan kejutan ulang tahun yang membuktikan, Riana sudah tidak peduli pada ulang tahunnya dan Riana sudah lama tahu perselingkuhannya. Bahkan kalau dia tidak ketahuan hari ini, bukan berarti dia bisa menyembunyikan hubungan terlarangnya dengan Wena selamanya. Yah.... sepintar-pintarnya bangkai ditutupi, satu saat akan tercium juga.

Klek!

Pintu kamar akhirnya terbuka dan Riana keluar memegang cangkir besar tempat air minumnya.

" Sayang..." Johan melompat bangun.

" Apa kamu lapar?." Ia mengekor di belakang istrinya yang tidak menghiraukannya seolah dia hanyalah udara kosong.

Riana mengisi gelas dan kembali ke kamar.

Bam!!

lagi -lagi pintu ditutup keras.

Johan menarik wajahnya. Dia berjalan gontai ke sofa untuk melanjutkan tidurnya.

Tadinya, dia tidur di kamar tamu. Namun dia bermimpi buruk, dia melihat Riana menyeret kopernya pergi tanpa peduli padanya yang mengejarnya sepanjang jalan. Terlihat Riana berjalan kearah sosok yang membelakangi cahaya dan membuat wajahnya tak terlihat. Johan cemas dan dia terbangun dengan bulir-bulir keringat di dahinya. Dia gelisah dan takut kalau mimpi itu akan menjadi kenyataan.

Pagi, Johan bangun dengan wajah yang berantakan. Moodnya agak buruk. Namun dia tetap berlari ke dapur membuat sarapan untuk menyenangkan Riana.

Mungkin karena kurang tidur dan moodnya yang agak berantakan. Johan tidak berhasil membuat satu menu sarapan kesukaan istrinya. Dia akhirnya berlari keluar kompleks untuk mendapatkan sarapan.

Johan menatah meja sedemikian rupa. Agar menarik dan meningkatkan mood Riana untuk memberinya nafsu makan.

Istrinya belum makan sejak semalam, Johan benar-benar panik karena takut Riana sakit.

Hari ini, Johan sengaja tidak masuk kantor dengan menggunakan libur bulanannya. Dia ingin merawat istrinya dan meminta maaf.

Johan melirik jam, sudah jam sembilan pagi, tidak biasanya Riana bangun telat seperti ini.

Dia baru saja akan memanggil Riana lagi saat pintu kamar terbuka.

" Sayang.... kamu sudah bangun?." Sapa Johan yang sibuk merapikan barang di dapur. Saat dia mengangkat matanya melihat wajah berantakan Riana, Johan terpaku. Hatinya trenyuh. Mata Riana bengkak karena banyak menangis, bibirnya kering dan wajahnya pucat. Rasa bersalah merembes di tubuh Johan.

" Sayang....."

Riana mengabaikannya.

" Lihat! aku membeli bubur komplit untukmu." Johan memaksakan senyumnya.

Riana hanya melirik. Dia mengambil gelas dan sebungkus Energen. Menyeduhnya tanpa menghiraukan Johan yang sedang mempresentasikan menu diatas meja.

" Aku takut memakannya." Suara Riana parau. Kening Johan mengernyit.

" Takutnya ada racun disana." Ekspresi sinis tergambar diwajah Riana.

" Apa maksudmu? tentu saja tidak." Johan mengelak. Dia berdiri, masuk dapur, mengiris jeruk nipis dan meneteskan madu kedalam air hangat.

" Suaramu serak, minum ini untuk meredakannya."

Dia menyodorkan kearah Riana.

" Apa ini air madu sianida?." Sindir Riana.

" Jangan katakan itu. Untuk apa aku ingin membunuhmu." Kata Johan bereaksi atas sikap Riana.

" Agar kamu bisa berkumpul secara resmi dengan lontemu."

" Riana... jangan berlebihan."

Johan menatap Riana ekspresi tidak senang.

" Berlebihan?!." Riana menggebrak meja.

" Kamu membelanya? apa dia wanita baik-baik? tidur dengan suami orang tanpa status sah?." Riana mendengus.

" Riana..." Johan kembali melunak.

" Aku salah...."

" Aku?." Riana mendelik " Kalian! Kamu dan dia! kalian pezina."

Johan mengangguk.

" Aku akan mengaku...."

" Khilaf?!." Tawa cemoohan keluar dari mulut Riana.

" Jangan, jangan katakan itu." Tangan Riana melambai.

" Khilaf? kamu berselingkuh selama enam bulan dan bolak balik masuk hotel, Ng*t*t kayak kucing. Kamu mau bilang itu khilaf? Kalau kamu mengatakan itu, aku akan melemparmu keluar jendela!."

Riana mengoceh, membiarkan penjelasan Johan tergantung di tenggorokannya.

" Riana.... sejujurnya, aku memang khilaf awalanya..."

" Kemudian ketagihan...?!." Sela Riana.

" Apa dia sangat energik di ranjang seperti pemain kuda lumping? kalau kamu punya kesenangan seperti itu kenapa menikahiku?."

" Riana!."

" Jangan memanggil namaku."

" Aku menikahimu karena mencintaimu."

" Sekarang, kamu tidak mencintaiku lagi, kan?."

" Kata siapa? aku selalu mencintaimu, kamu tidak tergantikan di hatiku."

" Dan tergantikan di tempat tidur?."

" Riana.... aku dan Wena, ini hanya tentang karirku." Johan mencoba memegang tangan Riana.

" Des..! dess!."

Riana menepis tangan Johan.

" Jangan pegang-pegang."

" Wena adalah kerabat pemimpin perusahaan, bila aku bersamanya, dia akan membantuku membangun karir." Ujarnya.

" Karena aku tidak membantumu membangun karir maka kita berpisah." Kata Riana. Hatinya sakit mendengar pengakuan suaminya.

" Tidak." Johan menggeleng." Kita bisa berpoligami. Aku akan adil dan tidak menyakitimu. Riana percaya padaku."

" Berpoligami? setelah borokmu ketahuan, kamu menutupinya dengan poligami?!." Riana berdiri.

" Tuntunan siapa yang kamu ikuti?!."

" Johan! aku tidak butuh adilmu !!!."

sheett!!

cling!!

Ding.. Ding... brak!

Riana menyapu semua barang diatas meja. Membuat dapur berantakan seketika. Dia melangkah pergi tanpa menoleh.

Johan menatap nanar barang yang berserakan. Dia merasa semakin tidak memahami emosi Riana yang berlebihan. Bukankah dia selalu tenang?! Kemana Riana lembut yang dia kenal?

Dia tidak tahu kalau, pengkhianat akan membuat orang berubah dan diubah oleh rasa sakit. Johan hanya tahu mengoreksi perubahan istrinya tanpa meluangkan waktu mengoreksi dirinya. Bagaimana kepercayaan dan cinta dipertaruhkan untuk karir semata. Mengorbankan keharmonisan rumah tangga untuk pekerjaan dan perselingkuhan menjadi wajar untuk promosi jabatan. Cara berpikir yang sakit.

Meski begitu, dia panik ketika melihat jejak darah menuju kearah kamar. Kaki Riana terkena pecahan porselen. Segera dia menelpon asisten rumah tangga paruh waktu. Dia bergegas mencari kotak P3k, membawanya ke kamar untuk merawat istrinya dan mencoba berbicara lagi.